Anda di halaman 1dari 50

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat,karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Diabetes Mellitus” yang Pernah Terjadi
di Idonesia ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasanserta pengetahuan kita mengenai Diabetes Mellitus.
Kami juga menyadari sepenuhnyabahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yangtelah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurnatanpasaranyang membangun.Semoga makalah sederhana ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orangyang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-katayang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Watampone, 2021
BAB I

LATAR BELAKANG

A. Latar belakang

Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes

Mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai

adanya kematian jaringan setempat ( Hastuti, 2011). Ulkus diabetik adalah

komplikasi menahun yang paling ditakuti karena lamanya perawatan serta

biaya yang dikeluarkan. Biaya pengobatan ulkus diabetik menghabiskan

dana 3 kali lebih banyak dibandingkan tanpa ulkus. Penderita ulkus

diabetik di negara maju memerlukan biaya yang tinggi untuk perawatan

(Ridwan, 2011). Data statistik dari world healt organization (WHO) dalam

Roglic et al (2013) menunjukkan prevelensi insiden ulkus diabetik ini akan

terus meningkat setiap tahunnya (Abbot et al, 2002). Di Negara

berkembang insiden ulkus diabetik lebih tinggi dibandingkan Negara maju

(Misnadiarly, 2015). Dari jumlah tersebut, insiden ulkus diabetik berbeda-

beda pada setiap Negara. Hal ini terlihat berdasarkan hasil pengumpulan

data statistik yang dilakukan Kumar (1994, dalam Jeffcote & Harding,

2013) di empat Negara yaitu Inggris, Amerika, Swedia, dan Belanda.

Di Indonesia Kenaikkan jumlah penderita ulkus diabetik tidak tercatat

dengan jelas kenaikan prevalensi DM. WHO (dalam consensus Perkeni,

2012) menyebutkan penderita DM di Indonesia pada tahun 2013

berjumlah 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat menjadi 21,3 juta

jiwa pada tahun 2030. Di RSCM data pada tahun 2011, ulkus diabetik
merupakan masalah serius yang menduduki peringkat kelima dari

komplikasi Diabetes Mellitus yaitu dengan presentase 8,70% dengan

angka amputasi sebanyak 1,30% (RS Cipto Mangunkusumo, dikutip dari

pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Ulkus diabetik memberi dampak luar biasa kepada penderitannya,

Selain amputasi, infeksi yang terjadi seringkali mengharuskan penderita

dirawat inap dalam waktu yang lebih lama dibandingkan komplikasi DM

lainnya, Sehingga biaya perawatan yang dibutuhkan lebih besar dan

penderita ulkus mempunyai resiko meninggal lebih tinggi dibandingkan

dengan penderita DM tanpa ulkus diabetik. Amputasi dan kematian pada

penderita ulkus diabetik ini dapat disebabkan oleh kegagalan dalam

penyembuhan luka (delayed healing) yang berlanjut pada infeksi lokal

maupun general. Kondisi ini jika terus berlansung dapat mengakibatkan

stress pada penderita, Semakin tinggi tingkat stress yang dialami penderita

luka diabetes melitus akan mengakibatkan penyembuhan lukanya

semakin tidak baik. Kejadian stress yang dialami penderita ulkus diabetik

dibuktikan dengan hasil observasi luka yang dilakukan pada penelitian

ini oleh Astuti N. F (2013)

Dalam proses penyembuhan luka, delayed healing dan infeksi

dapat terjadi bila sel inflamasi dan sel imunitas yang diperlukan pada fase

inflamasi, proliferasi dan maturasi tidak dapat bekerja secara optimal. Sel-

sel tersebut adalah platelet (fase koagulasi), netrofil dan monosit (fase

koagulasi dan inflamasi), makrofag (fase inflamasi), keratinosit, fibroblast,


dan sel enotelial (fase proliferasi), serta miofibroblas (fase maturasi)

(Falanga, 2014).

Menurut penelitian terdahulu tentang Hubungan tingkat stress

dengan ulkus diabetik yang dilakukan oleh King & Harding (2012)

menunjukkan stress berhubungan dengan ulkus diabetik yang dievaluasi

selama 6 bulan hasilnya menunjukkan pasien yang lukanya sembuh adalah

pasien yang tingkat stressnya ringan, sedangkan stress yang berat lukanya

tidak sembuh selama 6 bulan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Ismail et

al, (2014) yang menyatakan hasil penelitiannya diantaranya beberapa

pasien mengalami stress yang tidak hanya berpengaruh pada kecepatan

penyembuhan luka dan kekambuhan luka, namun juga terhadap insiden

amputasi dan kematian.

B. Rumusan masalah

Dari uraian dalam latarbelakang tersebut, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian yaitu“Apakah ada hubungan tingkat stress pasien ulkus

diabetik dengan penyembuhan luka?”.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat kejadian stress pasien ulkus

diabetik dengan penyembuhan luka.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran tingkat stress pasien luka diabetes

mellitus dengan penyembuhan luka.


b. Untuk mengetahui gambaran proses penyembuhan luka diabetik.

c. Untuk mengetahui hubungan tingkat stress pasien ulkus diabetik

dengan penyembuhan luka.

D. Manfaat penelitian

1. Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang

hubungan tingkat stress pasien ulkus diabetik dengan penyembuhan

luka.

2. Tempat penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan tambahan kepustakaan pengembangan

ilmu kesehatan khususnya mengenai hubungan tingkat stress pasien

ulkus diabetik dengan penyembuhan luka.

3. Institusi pendidikan

Penelitian dapat mengembangkan ide-ide penelitian selanjutnya

sehingga dapat menambah variasi dalam penelitian selanjutnya.

Penelitian ini bermanfaat untuk mengenai hubungan tingkat stress

pasien ulkus diabetik dengan penyembuhan luka.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Diabetes mellitus

1. Pengertian

Menurut perkeni (2011) dan ADA (2012) diabetes mellitus adalah

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau,

yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf

dan pembuluh darah.

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010,

diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin

,kerja insulin, atau kedua-duanya.

Kesimpulannya, Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme

karbohidrat, protein dan lemak yang ditandai oleh hiperglikemia.

Hiperglikemia terjadi karena akibat dari kekurangan insulin atau

menurunnya kerja insuin (Hastuti, 2011)

2. Tipe diabetes

a. Tipe 1 (dulu disebut dengan diabetes mellitus tergantung insulin)

1) Sekitar 5 % sampai 10% pasien mengalami diabetes tipe 1. Tipe

ini ditandai dengan destruksi sel-sel beta pancreas akibat faktor

genetis, imunologis, dan mungkin juga lingkungan (mis. Virus).

Injeksi insulin diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa darah.


2) Awitan diabetes tipe 1 terjadi secara mendadak biasanya sebelum

usia 30 tahun.

b. Tipe 2 (dulu disebut dengan diabetes mellitus tak tergantung insulin)

1) Sekitar 90 % sampai 95% pasien penyandang diabetes menderita

diabetes tipe 2. Tipe ini disebabkan oleh penurunan sensitivitas

terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah

insulin yang diproduksi.

2) Pertama-tama, diabetes tipe 2 ditangani dengan diet dan olahraga,

dan juga dengan agens hipoglekemik oral sesuai kebutuhan.

3) Diabetes tipe 2 paling sering dialami oleh pasien di atas usia 30

tahun dan pasien yang obesitas.

c. Diabetes mellitus gestasional

1) Diabetes gestasional ditandai dengan setiap derajat intoleransi

glukosa yang muncul selama kehamilan (trisemester kedua atau

ketiga).

2) Resiko diabetes gestasional mencakup obesitas, riwayat personal

pernah mengalami diabetes gestasional, glikosuria, atau riwayat

kuat keluarga pernah mengalami diabetes. Kelompok etnis yang

berisiko tinggi mencakup penduduk amerika hispanik, Amerika

asli, Amerika asia, Amerika afrika, dan Kepulauan Pasifik.

Diabetes gestasional meningkatkan risiko mereka untuk

mengalami gangguan hipertensi selama kehamilan (Smeltzer and

bare, 2015).
3. Manifestasi klinik

a. Poliuria, polidipsia, dan polifagia.

b. Keletihan dan kelemahan perubahan pandangan secara mendadak,

sensasi kesemutan atau kebas di tangan atau kaki, kulit kering, lesi

kulit atau luka yang lambat sembuh, atau infeksi berulang.

c. Awitan diabetes tipe 1 dapat disertai dengan penurunan berat badan

mendadak, mual, muntah, atau nyeri lambung.

d. Diabetes tipe 2 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang progresif dan

berlangsung berlahan (bertahun-tahun) dan mengakibatkan komplikasi

jangka panjang apabila diabetes tidak terdeteksi selam betahun-tahun

(mis.Penyakit mata, neuropati perifer, penyakit vascular perifer)

komplikasi dapat muncul sebelum diagnosis yang sebenarnya

ditegakkan .

e. Tanda dan gejala ketoasidosis diabetes (DKA) mencakup nyeri

abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, dan napas berbau buah. DKA

yang tidak tertangani dapat menyebabkan perubahan tingkat

kesadaran, koma, dan kematian (Smeltzer and bare, 2015).

4. Kriteria diagnostik Diabetes Melitus

a. Kadar glukosa darah tinggi: kadar glukosa plasma puasa 126mg/dl

atau lebih, atau kadar glukosa plasma glukosa sewaktu atau 2 jam

pasca makan lebih dari 200 mg/dl.

b. Evaluasi adanya komplikasi (Smeltzer and bare, 2015).

5. Pencegahan
a. Pencegahan primer : semua aktifitas yang ditunjukkan untuk

mencegah timbulnyan hiperglikemia pada individu yang berisiko

untuk jadi diabtes. Upaya pencegahan primer DM yang bias

dilaksanakan adalah :

1) Atur pola makan yang baik. Khususnya untuk yang berusia 35-40

tahun. Sebab pada usia ini seseorang akan mengalami kesuksesan

duniawi. Akibatnya, Mereka dapat membeli makanan apa saja

kerna kecukupan materi. Pada saat seperti ini perlu pengendalian

pola makan,juga jadwal dan komposisi yang benar.

2) Jika berat beban sudah melebihi normal (obesitas), Maka perlu

dilakukan program untuk menurunkannya. Hal ini juga terkait

dengan pola makan.

3) Olahraga atau aktivitas fisik juga penting dilakukan untuk

pencegahan DM (Sarwono, 2009)

b. Pencegahan sekunder : kegiatannya menemukan DM sedini mungkin,

misalnya dengan tas penyaringan terutama pada populasi resiko

tinggi. Dengan demikian pasien diabetes mellitus yang sebelumnya

tidak terdiagnosis dapat terjaring, Hingga dengan demikian dapat

dilakukan upaya-upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun

sudah ada komplikasi sudah ada komplikasi masih reversible

(Sidartawan S dkk, 2011).

c. Pencegahan tersier : semua upaya untuk mencegah komplikasi atau

kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha itu meliputi :


1) Mencagah timbulnya komplikasi.

2) Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi

kegagalan organ.

3) Mencegah kecacatan tubuh (Sarwono, 2009)

6. Komplikasi

Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai

komplikasi. Komplikasi pada Diabetes Melitus dibagi menjadi dua yaitu

komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi

ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non ketotik, dan hipoglikemia (Perkeni

,2011).

Menurut Perkeni (2011) yang termasuk komplikasi kronik adalah

makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati (Waspadji dalam

Soengondo dkk, 2014). Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar

(makrovaskuler) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangiopati

terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) seperti kapiler retina

mata, dan kapiler ginjal. Pada penjelasan dibawah memuat penjelasan

perbedaan komplikasi kronis yang terjadi dari literature lain, Tetapi pada

dasarnya mempunyai konsep yang sama.

a. Komplikasi akut

Komplikasi akut yang dalunya semua meninggal dunia,

Namun saat ini sudah hampir tidak ada yang meninggal demikian pula

insiden komplikasi akut sudah sangat kurang ditemukan di Klinik.

Komplikasi akut berupa :


1) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan klinis gangguan saraf yang

disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan

berupa gelisah sampai berat berupa koma disertai kejang. Tanda

hipoglikemia mulai muncul bila glukosa kurang dari 50mg/dl.

(Sidartawan, S dkk, 2011). Tanda-tanda hipoglikemia : stadium

parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun, stadium otak

ringan lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sederhana.

Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama hidung,

bibir atau tangan, berdebar-debar, stadium gangguan otak berat :

koma (tidak sadar) dengan atau tanpa kejang (Sidartawan S dkk,

2011).

2) Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah peningkatan gula darah yang terjadi

apabila masukan kalori berlebihan. Tanda khas adalah kesadaran

menurun disertai dehidrasi berat (Sidartawan S dkk, 2011).

3) Ketoasodosis diabetik

Ketoasodosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin

berat dan akut dari satu perjalanan penyakit diabetes mellitus.

Timbulnya KAD merupakan ancaman kematian bagi penyandang

DM (Sidartawan S dkk, 2011).

b. Komplikasi kronik
Komplikasi kronik semakin banyak ditamukan terutama

setalah ditemukannya insulin pada tahun 1922 dan semakin banyak

pasien DM yang berusia lanjut akan menalami kematian dengan

komplikasi kronik. Komplikasi kronik dapat berupa :

1) Mikroangipati diabetik yaitu retinopati diabetik, nefropati

diabetes.

2) Makroangiopati diabetik yaitu stroke (non hemoragik, hemoragik)

PKV (jantung koroner, angina, infark miokard akut, kaki

diabetik).

c. Komplikasi makrovaskuler

Adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah besar

arteri yang lebih besar, Sehingga menyebabbkan atherosclerosis.

Akibat atherosclerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner,

hipertensi stroke dan gangguan pada kaki. 3 jenis komplikasi

makrovaskuler yang umum berkembang pada penderita diabetes

adalah penyakit jantung koroner (coronerary heart disease=CAD),

penyakit pembuluh darah otak dan penyakit pembuluh darah

perifer (peripheral vascular disease =PVD) walaupun komplikasi

makrovaskuler ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya

menderita hipertensi, displidemia, dan atau kegemukan, kombiansi

dari penyakit-penyakit komplikasi makrovaskuler dikenal dengan

berbagai nama, antara lain syndrome X, cardiac dysmetabolic


syndrome, hyperinsulinemie syndrome, atau insulin resistance

syndrome (Hasbudi, 2011).

d. Komplikasi mikrovaskuler

Adalah komplikasi pada pembuluh darah kecil diantaranya :

1) Retinopati diabetik yaitu kerusakan mata seperti katarak dan

glukoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata.

bentuk kerusakan yang palin sering terjadi adalah bentuk

retinopati yang dapat menyebabkan kebutaan.

2) Nefropati diabetik yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan

karena penderita menderita diabetes melitu dalam waktu

yang cukup lama.

3) Neuropati diabetik yaitu gangguan system syaraf pada

penderita DM. Indera perasa pada kakik dan tangan

berkurang disertai dengan adanya kesemutan, perasaan baal

atau tebal serta persaan seperti terbakar (Hasbudi, 2011).

4)

7. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama terapi adalah menormalkan aktivitas insulin dan

kadar glukosah darah guna mengurangi munculnya komplikasi vascular

dan neropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah untuk

mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa disertai

hipoglikemia dan tanpa menganggu aktivitas pasien sehari-hari . Ada lima


komponen penatalaksanaan diabetes nutrisi, olahraga, pemantauan,

farmakologis, dan edukasi.

a. Terapi primer untuk diabetes tipe 1 adalah insulin

b. Terapi primer untuk diabetes tipe 2 adalah penurunan berat badan

c. Olahraga penting untuk meningkatkan keefektifan insulin

d. Pengunaan agens hipoglikemik oral apabila diet dan olahraga tidak

berhasil mengontrol kadar gula darah. Injeksi insulin dapat

digunakan pada kondisi akut.

e. Mengingat terapi bervariasi selama perjalan penyakit karena adanya

perubahan gaya hidup dan status fisik serta emosional dan juga

kemajuan terapi, terus kaji dan modifikasi rencana terapi serta

lakukan penyesuaian terapi setiap hari. Edukasi diperlukan untuk

pasien dan keluarga (Smeltzer and bare, 2015).

8. Penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan untuk pasien penyandang diabetes

dapat mencakup banyak macam gangguan fisiologis, bergantung pada

kondisi kesehatan pasien atau apakah pasien baru terdiagnosis diabetes

atau tangah mencari perawatan untuk masalah kesehatan lain yang tidak

terkait. Karena semua pasien penyandang diabetes harus menguasai

konsep dan keterampilan yang diperluakan untuk penatalaksanaan jangka

panjang serta untuk menghindari kemungkinan komplikasi diabetes,

landasan pendidikan yang solid mutlak diperlukan dan menjadi fokus

asuhan keperawatan yang berkelanjutan (Smeltzer and bare, 2015).


9. Penatalaksaan pilar Diabetes Melitus.

a. Edukasi

Tujuan dari edukasi DM dalah terjadinya perubahan perilaku

pada klien sehingga klien dapat berpartisipasi aktif dalam

perawatannya. Materi edukasi, sedikitnya mencakup :

1) Pengertian dasar dan patofisologi DM

2) Tanda dan gejala DM

3) Sebab

4) Komplikasi DM

5) Perencanaan makanan

6) Pemeliharaan luka

7) Latihan jasmani

8) Pemantauan gula darah mandiri

9) Pengobatan oral

10) Penyuntikan oral

11) Penyuntikan insulin

12) Pengaturan saat sedang sakit

13) Pengaturan saat berpergian jauh

14) Cara memanfaatkan fasilitas kesehatan

b. Terapi gizi medis atau diet diabetes mellitus


Diet DM merupakan salah satu pilar dalam penanganan DM.

kegagalan dalam melaksanakan diet pada klien DM dapat berakibat

fatal bagi klien. Kegagalan ini dapat disebabkan oleh kekurangan

pemahaman akan diet dan mispersepsi klien tentang DM. sebaiknya

mengajarkan perencanaan makan klien dimulai dari saat klien memilih

bahan makanan disupermarket samapi cara klien mengolah

makanannya didapur (Sidartawan S, dkk, 2011).

Rencanan diet diabetes dihitung secara individual bergantung pada

kebutuhan pertumbuhan,rencana penurunan berat (biasanya untuk

pasien diabetes tipe II), tingkat aktivitas, distribusi kalori biasanya 50-

60% dari karbohidrat kompleks 20% dari protein, 30% dari lemak.

Diet juga mencakup serat, vitamin dan mineral. Sebagai pasien

diabetes tipe II mengalami pemulihan kadar glukosa darah mendekati

normal hanya dengan interval diet karena adanya peran faktor

kegemukan (Arisman, 2010). Jumlah masukan kalori makanan yang

berasal dari karbhohidrat lebih penting dari pada sumber atau macam

karbohidratnya. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan

komposisi (Achmad Yoga, 2011).

1) Karbohidrat 60-70%

2) Protein 10-15%

3) Lemak 20-25%

Makanan dengan komposisi karbohidrat samapi 70-75% masih

memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan disarankan


<300mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak

jenuh (MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA

(Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah

kandungan serat kurang lebih 25mg/hari, diutamakan serat larut.

Pasien diabetes dengan hipertensi perlu mengurangi konsumsi garam

pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Pemanis buatan yang tidak

bergizi yang aman dapat diterima untuk digunakan pasien termasuk

yang sedang hamil adalah : sakarin, aspartamen, acesulfate, potassium

dan sucralose. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status

gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani (Achamd

Yoga, 2011).

Untuk pemantauan status gizi, dapat dipakai indeks massa

tubuh (IMT) dan rumus Broca. Indeks tubuh dapat dihitung dengan

rumus :

IMT = BB(kg)

TB (M)

Klasifikasi IMT :

a. BB kurang <18,5

b. BB normal 18,5-22,9

c. BB lebih ≥23,0

d. Dengan resiko 23,0-24,9

e. Obes I 25,0-29,9
f. Obes II ≥ 30

Untuk menghitung kebutuhan kalori,dapat dipakai rumus Broca, yaitu

a. Berat badan idaman (BBI)=(TB-100-10%)

b. Status gizi BB actual X 100%TB(cm)- 100

Keterangan :

a. BB Kurang bila BB <90%BBI

b. BB Normal bila BB 90-110%BBI

c. BB lebih bila BB110-120%BBI

d. Gemuk bila BB> 120%-BBI

c. Latihan Jasmani

Diyakini banyak ahli, Walaupun belum dapat dipastikan dapat

meningkatkan sensitifitas rseptor insulin, Sehingga akan menurunkan

kadar gula darah. Pada klien DM olahraga harus direncanakan dengan

menyebabkan huiperglikemia pada klien yang mendapat terapi insulin.

Sehingga jenis olahraga yang dapat dilakukan oleh klien DM adalah

jalan, olahraga, berenang (dengan pegawasan), bersepeda. Olahraga

dapat dilakukan 3-5 kali seminggu, kurang berolahraga dapat

menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin dapat menurunkan

sehingga dapat mengakibatkan penumpukan lemak dalam tubuh yang

dapat menyebabkan diabetes mellitus (Arisman, 2010).


Aktivitas fisik digabung dengan pembatasan diet, akan mendorong

penurunan berat badan dan dapat meningkatkan kepekaan insulin.

Untuk kedua tipe diabetes, olahraga terbukti dapat meningkatkan

pemakaian glukosa oleh sel sehingga kadar glukosa darah turun,

olahraga juga dapat meningkatkan kepekaan sel terhadap insulin

(Arisman, 2010).

Pada penyandang diabetes tipe II yang obesitas, latihan dan

penatalaksanaan diet akan memperbaiki metabolism glukosa serta

meningkatkan penghilangan lemak tubuh. Latihan yang bdigabung

dengan penurunan berat akan memperbaiki sensitifitas insulin dan

menurunkan kebutuhan pasien akan insulin atau obat hipoglikemia

oral. Kepada penderita diabetes harus dianjurkan untuk selalu

melakukan latihan pada saat yang sama (sebaiknya ketika glukosa

darah mencapai puncaknya) dan intensitas yang sama setiap harinya,

latihan yang dilakukan setiap hari secara teratur lebih dianjurkan dari

pada latihan sporadik (Arisman, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa olahraga

yang teratur bersama dengan diet yang tepat dapat menurunkan berat

badan. Hal tersebut merupakan penatalaksanaan DM yang dianjurkan

terutama bagi penderita DM tipe II (Sarwono, 2004 dikutip dari

Dimas, 2013). Penelitian yang dilakukan di USA oleh 21.217 dokter

selama lima tahun (cohort study),menemukan bahwa kasus DM tipe 2

lebih tinggi pada kelompok yang melakukan olahraga kurang dari satu
kali preminggu dibandingkan dengan kelompok yang melakukan

olahraga lima kali perminggu. Penelitian lain yang dilakukan selama

delapan tahun pada 87.353 perawat wanita yang melakukan olahraga

ditemukan penurunan resiko penyakit DM tipe 2 sebesar 33%.

Manfaat olahraga bagi penderita DM antara lain meningkatkan

penurunan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan

dalam mengatakan kemungkinan terjadinya komlikasi aterogenik,

gangguan lipid darah, peningkatan tekanan darah, hiperkoagulasi

darah keadaan ini mengurangi resiko penyakit jantung koroner.

Meningkatkan kualitas hidup pasien DM dengan memberikan

kemampuan kerja dan keuntungan secara psikologis.

Dalam pengelolaan DM, latihan jasmani yang teratur memegang

peran penting pada DM tipe 2. Manfaat lataihan jasmani yang teratur

antara lain:

1) Memperbaiki metabolism kadar glukosa darah dan lipid

darah.

2) Meningkatkan kerja insulin.

3) Membantu menurunkan berat badan.

4) Meningkatkan kesegaran jasmani dan percaya diri.

d. Intervensi farmakologis atau obat-obatan

Pengelolaan secara farmakologis pada klien DM meliputi

pengobatan oral (OHO atau obat hiperglikemia oral) dan insulin.


Dalam pemberian terapi obat-obatan seorang perawat harus

memahami :

1) Indikasi dan kontraindikasi penggunaan obat OHO insulin.

2) Jenis-jenis preparat insulin berdasarkan kecepatan reaksinya.

3) Cara pemberian dan rotasi pemasukan insulin yang tepat

Intervensi keperawatan yang harus dilakukan pada klien yang

mendapatkan OHO atau insulin (Sidartawan S, dkk 2011).

Golongan obat yang dapat digunakan untuk penderita diabetes mellitus

adalah :

a) Silfonilurea

Obat golongan ini mempeunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pancreas dan merupakan pilihan utama untuk

pasien berat badan normal dan kurang, Namun masih bisa diberikan

kepada pasien dengan berat bdan lebih. Untuk menghindari

hipoglikemia berkepanjangan pada berbagi keadaan seperti orang

tua,gangguan faal ginjal dan hati kurang nutrisi serta penyakit

kardiovaskuler tidak dianjurkan penggunaan sulfoniluria kerja

panjang seperti klorpamid (Sidartawan S,dkk 2011).

b) Biguanid

Obat golongan biguanid bekerja dengan cara meningkatkan

kepekaan tubuh terhadap insulin yang berproduksi oleh tubuh

sendiri. Obat ini tidak merangsang peningkatan produksi insulin

sehingga pemakaian tunggal tidak menyebabkan hipoglikemia. Obat


golongan biguanid dianjurkan sebagai obat tunggal pada penderita

DM yang gemuk (BBR >120%). Untuk penderita diabetes mellitus

yang gemuk (BBR>110%) pemakain dapat dikombinasikan dengan

obat golongan biguanid adalah gangguan saluran cerna pada hari-

hari pertama pengobatan. Untuk menghindarinya disarankan dengan

dosis rendah dan diminum saat makan atau sesaat sebelum makan.

Wanita hamil dan menyusui tidak dinjurkan memakai golongan ini

(Arisman, 2010).

c) Acarbose

Acarbose bekerja dengan cara memperlambat proses pencernaan

karbohidrat menjadi glukosa. Dengan demikian kadar glukosa darah

setelah makan tidak nmeningkat tajam. Sisa karbohidrat yang tidak

tercerna dimanfaatkan oleh bakteri usus besar dan ini menyebabkan

perut menjadi kembung, sering buang angin, diare, dan sakit perut.

Pemakaian obat ini bisa dikombinasikan dengan obat golongan

sulfonylurea atau insulin, Tetapi bila terjadi efek hipoglikemia hanya

dapat diatasi dengan gula murni glukosa atau dextrose (Arisman,

2010).

d) Insulin

Insulin diijeksikan sebagai obat untuk menutupi kekurangan

insulin tubuh (endogen) karena sel beta pancreas tidak dapat

mencukupi kebutuhan yang ada. Pengobatan dengan insulin

berdasarkan kondisi masing-masing penderita dan hanya dokter yang


berkompeten memilih jenis serta dosisnya. Untuk itu insulin

digunakan pada pasien diabetes mellitus tipe II. Penderita golongan

ini harus mampu menyuntik insulin sendiri (Sidartawan S, dkk,

2011).

Untuk sebagian penderita diabetes mellitus tipe II, juga

membutuhkan pemakaian insulin. Indikasi berikut menunjukkan

bahwa penderita perlu menggunakan insulin.

1) Kencing manis dengan komplikasi akut seperti misalnya ganggren.

2) Kencing manis pada kehamilan yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan.

3) Berat badan penderita menurun cepat.

4) Penyakit diabetes mellitus yang tidak berhasil dikelolah dengan

tablet hipoglikemia dosis maksimal.

5) Penyakit disertai gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat.

e) Memonitoring keton dan gula darah.

Ini merupakan pilar kelima yang dianjurkan kepada pasien diabetes

mellitus. Monitor level gula darah sendiri dapat mencegah dan

mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia

dan pasien dapat melakukan keempat pilar diatas untuk menurunkan

resiko komplikasi dari diabetes mellitus (Smeltzer et al, 2008).

B. Tinjauan tentang ulkus diabetik

1. Pengertian
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari

penyakit diabetes mellitus. Ulkus diabetik merupakan luka terbuka

pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis. Ulkus diabetik terjadi

karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan

neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga pasien

tidak menyadari adanya luka (Waspadji, 2011).

2. Klasifikasi

Klasifikasi ulkus diabetik pada penderita Diabetes Melitus

terdiri dari 6 tingkat Boulthon (1999), Wapadji (2007) dan Adhiarta

(2011). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 . Klasifikasi

ulkus diabetik menurut Wagner :

Tingkat Lesi
0 Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.

1 Ulkus superficial, terbatas pada kulit.

2 Ulkus meyebar ke ligament, tendon, sendi, fascia dalam tanpa adanya

abses atau osteomylitis.

3 Ulkus disetai abses, osteomtylitis atau sepsis sendi.

4 Ganggren yang terlokalisir pada ibu jari, bagian depan kaki atau

tumit.

5 Gangrene yang membesar meliputi kematian semua jaringan kaki.


Selain klasifikasi dari Wagner, Konsensus internasional tentang

kaki diabetik pada tahun 2003 mengklasifikasikan PEDIS dimana terinci

sebagai berikut (Waspadji & Adhiarta, 2011).


Gangguan perfusi

1 = Tidak ada

2 = Penyakit arteri perifer tetapi tidak parah

3= Iskemia parah pada kaki

Ukuran

1= Permukaan kaki, hanya sampai dermis dalam mm dan dalamnya (Depth)

2= Luka pada kaki sampai di bawah dermis meliputi fasia, otot atau tendon

3= Sudah mencapai tulang dan sendi

Infeksi

1= Tidak ada gejala

2= Hanya infeksi pada kulit dan jarinagan tisu

3= Eritema > 2cm atau infeksi meliputi subkutan tetapi tidak ada tanda inflamasi

4= Infeksi dengan manifestasi demam, leukositosis, hipotensi dan azotemia

Hilang sensasi

1= Tidak ada

2= Ada

Klasifikasi PEDIS digunakan pada saat pengkajian Ulkus Diabetik.

pangkajian dilihat dari bagaimana gangguan perfusi pada kaki. Beberapa

ukuran dalam mm (millimeter) dan sejauh mana dalam dari ulkus kaki

diabetik, ada atau tidaknya gejala infeksi serta ada atau tidaknya sensasi pada

kaki.
3. Epidemiologi

Pravalensi ulkus diabetik di Amerika Serikat sebesar 15-20% dan

angka mortalitas sebesar 17,6 % pada penderita DM dan merupakan sebab

utama perawatan penderita diabetes mellitus di rumah sakit. Penelitian

kasus control di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 16% perawatan

DM dan 23 % total hari perawatan adalah akibat ulkus diabetik dan

amputasi kaki karena ulkus diabetik sebesar 50% dar total amputasi kaki.

Sebanyak 15 % dari penderita DM akan mengalami persoalan kaki suatu

saat dalam kehidupannya.

Pravalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia sebesar 15% dari

penderita DM Di RSCM, Pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih

merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait

dengan ulkus diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,

masing-masing sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita DM pasca

amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam

setahun pasca amputasi dan sebanyak 37 % akan meninggal 3 tahun pasca

amputasi.

4. Tanda dan gejala

a. Sensasi nyeri berkurang

b. Sensasi nyeri pada saat istirahat.

c. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.

d. Kaki dingin,kuku menebal.

e. Kulit kering dan kerusakan jaringan (Hastuti, 2012).


5. Patofisiologi

Ulkus Diabetik diawali dengan adanya hiperglikemia pada pasien

dengan diabetes mellitus yang meyebabkan kelainan nuropati,baik

neuropati sensorik maupun motorik dan automik. Kelainan terbut akan

mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, kemudian akan

meyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan

selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus, dengan adanya

kerentanan terhadap infeksi dapat menyebabkan infeksi mudah merebak

menjadi infeksi yang luas. faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih

lanjut menambah kesulitan dalam pengelolahan ulkus diabetik (Waspadji,

2012)
6. Diagnosis

a. Pemeriksaan fisik : infeksi kaki untuk mengamati terdapat luka ulkus

pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi

atau rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis

pedis menuru atau hilang.

b. Pemeriksaan penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium

untuk mengetahui ulkus apakah ulkus diabetik menjadi infeksi dan

menentukan kuman penyebabnya.

7. Pengelolaan kaki Diabetes Mellitus

Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar

yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus

(pencegahan primer sebelum terjadi perubahan pada kulit) dan pencegahan

agar tidak tidak terjadi kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder

dan pegelolaan ulkus gangrene diabetik yang sudah terjadi).

a. Pencegahan primer

Kiat-kiat pencegahan kaki diabetes

Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting

untuk pencegahan kakik diabetes. Penyuluhan ini harus segera

dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan dengan peyandang DM,

dan harus selalu diingatkan kembali tanpa bosan .


Anjuran ini berlaku untuk semua pihak terkait pengelolaan DM,

baik para perawat, ahli gizi, ahli perawatan kaki, maupun dokter sebagai

dirigen pengelolaan. Khusus untuk dokter sempatkan selalu melihat dan

memeriksa kaki penyandang DM sambil mengingatkan kembali mengenai

cara pencegahan dan cara perawatan kaki yang baik. Periksa selalu kaki

pasien setelah mereka melepaskan sepatu dan kaos kakinya (Tarwoto et al,

2011).

b. Pencegahan sekunder

Pengelolaan holistik ulkus atau gangrene diabetik

Dalam pengelolaan kaki, kerja sama multidisipliner sangat

diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar

diperoleh hasil pengeloaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai

berikut dan semuanya harus dikelola bersama (Tarwoto et al, 2011) :

1) Control metabolik

Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki.

Kosentrasi glukosa darah agar selalu senormal mungkin. Untuk

meperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat

menghambat penyembuhan luka. Status nutrisi harus diperhatikan

dan di perpaiki, karena nutrisi yang baik jelas membantunya

kesembuhan luka.

2) Control vaskular

Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat

kesembuhan luka. Umumnya pembuluh darah dapat dikenali


melalui berbagai cara sederhana seperti : warna dan suhu kulit,

perabaan arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta

ditambah pengukuran tekanan darah. Disamping itu saat ini juga

tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan

pembuluh darah dengan vcara non-invasif maunpun invasive dan

semi-invasif seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle

pressure, toe pressure, TcPO2 dan pemeriksaan ekhodopler dan

kemudian pemeriksaan arteriografi.

3) Wound control

Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang

merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti.

Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin.

4) Microbiological control

Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala

untuk setiap daerah yang berbeda di RS Dr. Cipta Mangunkusumo

Jakarta dan terakhir menunjukkan bahwa pasien yang datang dari

luar, umunya didapatkan infeksi bakteri yang multiple, aerob dan

anerob. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan

dengan hasil biakan kuman dan resistensinya.

5) Pressure control. Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki

dipakai untuk menahan berat badan) luka yang selalu mendapat

tekanan tidak akan cepat sembuh, apalagi kalau luka tersebut

terletak dibagian plantar seperti luka pada kaki charcot.


6) Education control. Edukasi sangat penting untuk semua tahap

pengelolaan kaki diabetes. Dengan penyembuhan yang baik,

penyandang DM dan Ulkus atau ganggrene diabetik maupun

keluaganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung

berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang

optimal ( Sudoya et al, 2009).

8. Fase Penyembuhan luka diabetik

Stephan (2003), Bryant dan Nix (2007 dalam (Tarwoto et al,

2011). Menyatakan bahwa penyembuhan luka sidrom kaki diabetes adalah

proses yang kompleks, biasanya terjadi dalam 3 fase, yaitu tahap

pembersihan luka (fasi inflamasi), fase granulasi (fase poliferasi) dan fase

epitelisasi (tahap diferensiasi, dan penutupan luka).

a. Fase inflamasi (0-3 hari)

Pada fase ini terdapat proses hemostasis akibat adanya injuri.

Pada proses hemostatis terjadi proses koagulasi,pembentukan kloting

fibrin, dan pelepasan growth faktor. Karena adanya sel yang rusak

dilepas histamine yang mengakibatkan dilatasi pembuluh darah. Pada

fase ini neotropil dan makrofag menuju dasar luka. Kedua sel tersebut

merupakan bagian terpenting dalam tahap inflamasi. Pada tahap ini

neutropil adalah memfagisitosis bakteri dan febris. Neutrofil juga

melepas growth faktor. Setelah hari ke 3 neutropil hilang karena

proses apoptosis dan dilanjutkan oleh makrofag. Makrofag berfungsi

memfagosit bakteri dan juga debris. Makrofag memproduksi tissue

inhibitor matrik metalloprotein (TIMPs). Lebih jauh makrofag


memproduksi growth faktor yang menstimulasi angiogenesis, migrasi

fibroblast dan foliferasi. T limfosit tetap ada pada hari ke 5-7 setelah

injuri. Ia berperan dalam menghancurkan virus dan sel asing. Hasil

akhir dari fase inflamasi adalah dasar luka yang bersih.

b. Fase poliferasi (4-21 hari)

Selama fase ini integritas vaskuler diperbaiki,cekungan insisi

dengan jaringan konektif dan permukaan luka sudah dilapisi oleh

epitel baru. Komponen penting dalam fase ini adalah epitelisasi,

neoangigenesis dan matrix deposi-tion atau sintesis kollagen. Pada

minggu ke 3 setelah injury, kekuatan penyembuhan luka hanya 20%

dari kulit rapat.

c. Fase maturasi atau remodeling (21 hari-1 tahun)

pada fase ini terjadi proses penghancuran matrik dan

pembentukan matrix. Pembentukan kolagen semakin kuat sampai

dengan 80% dibandingkan dengan jaringan yang tidak luka.

Ketidakseimbangan antara penghancuran dan pembentukan matrik

dapat menyebabkan hipertopik skar dan pembentukan keloid. Dosis

lain hipoksia, malnutrisi atau kelebihan matrix metalloprotein (MMPs)

dapat mempengeruhi sintesi dan deposisi protein matrix baru yang

mengakibatkan luka rusak kembali.


9. faktor penyembuhan ulkus kaki diabetik

Menurut Stephan (2003) dalam (Tarwoto et al, 2011). Beberapa

faktor yang memungkinkan terganggunya penyembuhan pada ulkus kaki

diabetik meliputi faktor sistemik dan faktor lokal. Beberapa faktor sistemik

yang mempengaruhi penyembuhan ulkus kaki diabetik meliputi : Situasi

metabolik hiperglikemia, malnutrisi, obesitas, penggunaan nikotin,

anemia, infusiensi renal, usia pasien dan penggunaan obat-obatan (steroid,

anti rheumatik).

Sedangkan faktor lokal yang mempengaruhi penyembuhan ulkus

kaki diabetik meliputi iskemia dan hipoksia pada jaringan, tekanan, trauma

berulang, tindakan pada luka yang tidak adekuat, infeksi nekrosis,

terbentuknya edema, benda asing pada luka. Sedangkan menurut falanga

(2005) dalam Bentley dan Foster (2007), dalam (Tarwoto et al, 2011).

Menyatakan penyembuhan luka pada diabetes terganggu oleh neuropati

dan penyakit vaskuler (faktor intrinsik) dan oleh tekanan pada sisi luka,

infeksi dan pembentukan kalus ( faktor ekstrinsik).

Rogers (2010) dalam (Tarwoto et al, 2011). Menyatakan dalam

hasil rekomendasi konsensus asuhan pada ulkus kaki diabetik tahun 2010

menyatakan bahwa penyembuhan yang lambat pada pasien dengan ulkus

kaki diabetik dapat diakibatkan oleh anemia, insufisiensi renal, gula darah

yang tidak terkontrol sehingga perlu dilakukan pemeriksaan HbA1c

sebagai data dasar. Kemudian status nutrisi, penggunaan alkohol, serta

merokok juga sebagai faktor resiko yang mempengeruhi penyembuhan

ulkus kaki diabetik sehingga memenjang.


10. Faktor terjadinya ulkus diabetik

a. Faktor secara langsung

1) Usia

Usia > 50 tahun berisiko tehadap terjadinya ulkus

diabetik. Pada usia > 50 tahun fungsi tubuh secara fisiologis

menurun,hal ini disebabkan karena penurunan sekresi atau

resistensi insulin sehingga kemapuan fungsi tubuh tehadap

pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal (Prastica,

2013). Penelitian yang dilakukan oleh Merza & Tasdaye di

Amerika Serikat pada tahun 2003 menunjukkan bahwa usia 45-64

tahun sangat berisiko terhadap terjadinya ulkus diabetik.

Berdasarkan hasil penelitian yang didilakukan terhadap 30

orang responden, Diperoleh hasil bahwa kejadian ulkus diabetik

banyak terjadi pada rentang usia 56-65 tahun.proporsi resonden

berdasarkan usia pada penelitian ini sama dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Sugiarto (2013). Bahwa sebagian besar

penderita ulkus diabetik berusia > 50 tahun. Menurut Ferawati

(2013) ulkus diabetik dapat terjadi pada usia 50 tahun, Hal ini

disebabkan karena fungsi tubuh fisiologis menurun seperti

penurunan sekresi atau resistensi insulin, Sehingga kemampuan

fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi

kurang optimal. Kadar gula darah yang tidak terkontrol akan

mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik


makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya ulkus

diabetik.

2) jenis kelamin

Jenis kelamin perempuan berisiko terhadap terjadinya

ulkus diabetik. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan

hormonal pada perempuan yang memasuki masa menopause.

hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwan pada Tahun 2013

menunjukkan bahwa terdapat 64,7 % responden berjenis kelamin

perempuan yang menderita diabetes mellitus di bandingkan jenis

kelamin laki-laki. Proses penuaan dapat mempengaruhi

sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin dan dapat memperburuk

kadar gula darah sehingga dapat menyebabkan komplikasi

diabetes dari waktu ke waktu (Mayasari, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30

orang responden, diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden

berjenis kelamin perempuan. Hasil penelitian ini sama dengan

hasil yang diperoleh Purwanti (2013) bahwa kejadian ulkus

diabetik lebih banyak terjadi pada perempuan. Banyak perempuan

yang mengalami ulkus diabetik disebabkan oleh penurunan

hormone estrogen akibat menopause. Selain itu juga berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh diani (2013) di dapatkan hasil

bahwa responden laki-laki memilki praktek perawatan kaki yang

lebih baik dibandingkan dengan responden perempuan.


3) lamanya diabetes mellitus

Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas

responden mengalami lama menderita penyakit >10 tahun.

Hasil penelitian ini didukung oleh Ariyanti (2009) dengan

hasil bahwa pada pasien dengan ulkus diabetik mayoritas

menderita DM >10 tahun karena dipengaruhi oleh gaya

hidup dan pengontrolan diet yang tidak bagus. Boulton

(2004) mengatakan bahwa lama menderita >10 tahun

merupakan faktor risiko terjadinya ulkus diabetik ,sesuai

dengan penelitian Boyko yang juga mengatakan bahwa

lama DM > 10 tahun merupakan faktor risiko terjadinya

ulkus diabetik (Hastuti, 2008).

4) Pengunaan alas kaki

Kaki pasien DM sangat rentan terhadap terjadinya

luka, hal ini disebabkan karena adanya neuropati diabetik

dimana pasien diabetes mengalami penurunan pada indra

perasanya. Pengunaan alas kaki yang benar menurut

Armstrong, SA, GD and RW (2008) cukup efektif untuk

menurunkan angka terjadinya luka diabetik karena dengan

menggunakan alas kaki yang tepat dapat mengurangi

tekanan pada plantar kaki atau melindungi kaki agar tidak

tertusuk benda tajam. Pencegahan yang dapat dilakukan

agar tidak terjadi ulkus diabetik yaitu dengan cara

melakukan pemeriksaan pada sepatu yang akan digunakan


setiap hari untuk mengetahui ada atau tidak batu-batu kecil

yang dapat mencederai kaki, menggunakan sepatu sesuai

dengan ukuran kaki. Menggunakan kaos kaki yang tidak

terlalu ketak atau kaos yang terbuat dari bahan katun,

mengganti kaos kaki setiap hari dan menggunakan alas kaki

yang tertutup baik didalam rumah maupun diluar rumah

(Johnson, 2014).

5) Riwayat ulkus sebelumnya

Pasien diabetes mellitus yang memiliki riwayat

ulkus sebelumnya berisiko mengalami ulkus berulang.

Penelitian yang dilakukan oleh Peters and Lavery (2011)

menunjukkan bahwa pasien diabetes mellitus dengan

riwayat ulkus pada tiga tahun berikutnya dan memilki

risiko 32 kali untuk mengalami amputasi pada ekstremitas

bawah karena pada pasien diabetes dengan riwayat ulkus

sebelumnya memilki kontrol gula darah yang buruk, adanya

neuropati, peningkatan tekanan plantar dan lamanya

terdiagnosa diabetes mellitus.

6) Perawatan kaki

Ulkus diabetik dapat terjadi karena perawatan kaki

yang tidak teratur. Perawatan kaki tidak teratur dapat

mempermudah timbulnya luka infeksi dan berkembang

menjadi ulkus diabetik. Menurut Johnson (2014) perawatan


kaki yang dapat dilakukan untuk mencegahnya terjadinya

ulkus daibetik yaitu :

1) melakukan pemeriksaan kaki setiap hari untk

mengetahui apakah terdapat tanda kemerehan, memar,

luka, infeksi jamur ataupun iritasi pada kaki.

2) Mencuci kaki setiap hari mengguankan air dan sabun.

3) Menggunting kuku menyusuaikan dengan bentuk kuku

dan tidak memotong terlalu dekat dengan daging atau

terlalu pendek .

4) Melembabkan bagian kaki yang sering menggunakan

lotion.

5) Menjaga kaki agar selalu bersih.

b. Faktor secara tidak langsung

1) Dukungan keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial utama yang

mempunyai ikatan emosi yang paling besar dan terdekat

dengan klien terutama dalam pemberian dukungan social

(Azizah, 2011). Menurut Effendi (2010) dukungan keluarga

adalah proses yang terjadi selama masa hidup dengan sifat dan

tipe dukungan sosial yang bervariasi pada masing-masing

tahap siklus kehidupan keluarga.


2) Dukungan emosional

Dukungan emosional yaitu bantuan sosial yang melibatkan

ungkapan empati, kepedulian dan perhatian seseorang yang

memberikan rasa nyaman, memilki dan dicintai oleh sumber

dukungan sosial (keluarga) sehingga individu dapat menghadapi

masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam

menghadapi keadaan yang dianggap tidap dapat terkontrol.

3) Dukungan penghargaan

Dukungan penghargan merupakan bantuan yang diberikan

untuk membangun perasaan berharga,memberikan nilai positif

terhadap orang tersebut ditengah keadaan yang kurang mampu,

baik secara mental maupun fisik. Dukungan ini membantu

individu dalam membanngun harga diri dan kompetensi.

4) Dukungan instrumental

Bentuk dukungan instrumental merupakan penyediaan

materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti

peminjaman uang, pemberian barang, atau pemberian makanan.

5) Dukungan informative

Dukungan keluarga dapat diberikan dalam bentuk

dukungan informative seperti memberikan informasi mengenai

makanan yang dapat dikonsumsi, meberikan informasi mengenai

perawatan kaki, dukungan penghargaan, dan dukungan

instrumental seperti mengingatkan untuk melakukan olahraga

setiap hari, mendampingi pada saat check up ke pelayanan


kesehatan agar pasien diabetes mellitus tersebut tidak mersa hidup

sendiri, serta membantu dalam perawatan kaki secara teratur

untuk mencegah terjadinya ulkus diabetikum dan mengingatkan

pasien diabetes mellitus untuk selalu menggunakan alas kaki agar

tidak kontak secara langsung dengan lantai guna mencegah

terjadinya luka.

11. Penatalaksanaan ulkus kaki diabetik

Fryberg et al, (2006) dalam (Tarwoto et al, 2011). Menyatakan

tujuan utama penatalaksaan ulkus kaki diabetik adalah mencapai

penutupan luka secepat mungkin. Meyelelesaikan ulkus kaki kaki dan

menurunkan kejadian berulang dapat menurunkan kemungkinan amputasi

pada ekstremitas bagian bawah pasien DM.

Asosiasi penyembuhan luka mendefinisikan luka kronik adalah

luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan sesuai

dengan yang seharusnya dalam mencapai integritas anatomi dan fungsinya

terjadi pemanjang proses inflamasi dan kegagalan dalam reepitalisasi dan

memungkinkan kerusakan lebuih jauh dan infeksi.

Fryberg et al, (2006), Dalam (Tarwoto et al, 2011) menyatakan

area penting dalam manajemen ulkus diabetik meliputi manajemen

komorbiditi, evaluasi status vaskuler dan tindakan yang tepat pengkajian

gaya hidup atau faktor psikologi, pengkajian dan evaluasi elser,

manajemen dasar luka dan menurunkan tekanan.


a. Manajemen komorbiditi

Merupakan penyakit multi organ,semua komordibiti yang

mempengaruhi penyembuhan luka harus dikaji dan dimanaemen

multidisiplin untuk mencapai tujuan yang optimal pada ulkus kaki

diabetik. Beberapa komordibiti yang mempengaruhi penyembuhan

luka meliputi hiperglikemia dan penyakit vaskuler.

b. Evaluasi status vaskuler

Perfusi arteri memegang peranan penting akan penyembuhan

luka dan harus dikaji pada pasien dengan ulkus,selama sirkulasi

terganggu luka akan mengalami kegagalan penyembuhan dan berisiko

amputasi. Adanya infusiensi vaskuler dapat berupa edema,

karakteristik kulit yang terganggu (tidak ada rambut, penyakit kuku,

penurunan kelembaban), penyembuhan lambat, ektremitas dingin,

penurunan pulsasi perifer).

c. Pengkajian gaya hidup atau faktor psikososial

Gaya hidup dan faktor psikologi dapat mempegaruhi

penyembuhan luka. Contoh merokok, alkohol, penyalahgunaan obat,

kebiasaan makan, obesitas, malnutrisi dan tingkat mobilisasi dan

aktivitas. Selain itu depresi dan penyakit mental juga dapat

mempengaruhi pencapaian tujuan.

d. Manajemen jaringan atau tindakan dasar luka

Tujuan dari debridement jaringan adalah jaringan mati atau

jaringan yang tidak penting (Delmas, 2006). Debridement jaringan

nekrotik merupakan komponen integral dalam penatalaksaan ulkus


kronik agar ulkus mencapai penyembuhan. Proses debridement dapat

dengan cara pembedahan, enzimatik, autolitik, dan biological (larva).

C. Tinjauan tentang penyembuhan luka

1. Pengertian luka

Luka adalah kerusakan hubungan antar jaringan-jaringan pada

kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Agung, 2011).

Selain itu, menurut Koiner dan Taylan (2015), Luka adalah

terganggunya integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya

yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih

atau terkontaminasi, dan superficial. Fisiologis penyembuhan adalah

pemulihan jaringan hidup yang rusak fungsi normal. Ini adalah proses di

mana sel-sel dalam tubuh regenerasi dan perbaikan untuk mengurangi

ukuran rusak atau nekrotik daerah. Penyembuhan menggabungkan kedua

penghapusan nekrotik jaringan (pembongkaran), dan penggantian

jaringan ini.

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks

karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi

berkisanambungan. Penggabungan respons vaskuler, aktivitas seluler

dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka

merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan

luka. Besarnya perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme

penyembuhan luka dan aplikasi klinik saat ini telah dapat diperkecil

dengan pemahaman dan penelitian yang berhubungan dengan proses

penyembuhan luka dan pemakaian bahan pengobatan yang telah berhasil


memberikan kesembuhan. Penyembuhan luka meliputi 2 kategori yaitu,

pemulihan jaringan ialah regenerasi jaringan pulih seperti semula baik

struktur maupun fungsinya dan repair ialah pemulihan atau penggantian

oleh jaringan ikat (Mawardi dan Hasan, 2012).

2. Macam-macam luka menurut Koiner dan Taylan (2015)

a. Jenis luka menurut mekanismenya :

1) Luka mekanik

a) Luka Insisi terjadi karena teriris benda tajam.

b) Luka memar, terjadi akibat benturan dengan benda tumpul.

c) Luka Lecet, terjadi karena bergesekan dengan benda yang

kasar tapi tidak tajam.

d) Luka Tusuk, terjadi akibat benda tajam yang berdiameter

kecil dan masuk dalam tubuh termasuk juga karena tembak

(peluru).

e) Luka Robek, terjadi karena benda tajam dan kasar.

f) Luka Tembus, terjadi luka yang menembus organ tubuh.

g) Luka gigitan, terjadi karena gigitan binatang atau manusia

2) Luka Non Mekanik

Luka Bakar, kehilangan atau kerusakan jaringan tubuh terjadi

karena disebabkan oleh energi panas atau bahan kimia atau

listrik.
b. Menurut Kontaminasi Luka :

1) Luka Bersih

Luka yang tidak terdapat imflamasi dan infeksi, tidak

melibatkan saluran pencernaan, pernafasan dan perkemihan.

2) Luka Bersih Terkontaminasi

Luka bedah yang melibatkan saluran pernafasan, perkemihan

dan pencernaan. Namun luka tidak menunjukkan infeksi.

3) Luka Terkontaminasi

Luka terbuka, segar, luka kecelakaan dan bedah yang

berhubungan dengan saluran pencernaan, pernafasan dan

perkemihan yang menunjukkan adanya infeksi.

4) Luka Kotor

Luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati

dan mikroorganisme

c. Menurut waktu penyembuhan dapat dibagi menjadi :

1) Luka akut : luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan

konsep penyembuhan yang telah disepakati. Kriteria luka akut

adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai

dengan waktu yang diperkirakan Contoh : Luka sayat, luka

bakar, luka tusuk, crush injury. Luka operasi dapat dianggap

sebagai luka akut yang dibuat oleh ahli bedah. Contoh : luka

jahit, skin grafting.

2) Luka kornis : luka yang mengalami kegagalan dalam proses

penyembuhan, dapat karena faktor eksogen atau endogen. Pada


luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan,

tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk

timbul kembali. Contoh : Ulkus dekubitus, ulkus diabetik,

ulkus venous, luka bakar dll.

3. Faktor menyembuhkan luka

Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun

hasil penyembuhan yang dicapai sangat tergantung dari berbagai faktor.

Menurut Yumito (2013) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

penyembuhan luka antara lain adalah :

a. Kebersiahan luka

Adanya benda asing, kotoran atau jaringan nekrotik (jaringan mati)

pada luka dapat menghambat penyembuhan luka, sehingga luka

harus dibersikan atau dicuci dengan air bersih atau NaCL 0,9% dan

jaringan nekrotik pada luka dihilangkan dengan tindakan yang

disebut debrideman ( debridement).

b. Infeksi

Luka yang terinfeksi akan membutuhkan waktu lebih lama untuk

sembuh. Tubuh selain harus bekerja dalam menyembuhkan luka,

juga harus bekreja dalam melawan infeksi yang ada, sehingga fase

inflamasi akan berlangsung lebih lama. Infeksi tidak hanya

menghambat penyembuhan luka tetapi dapat menambah ukuran luka

(besar dan atau dalamnya luka). Luka yang sembuh juga tidak sebaik

jika luka tanpa infeksi.


c. Usia

Semakin lanjut usia, luka akan semakin lama sembuh karena respon

sel dalam proses penyembuhan luka akan lebih lambat.

d. Gangguan suplai nutrisi dan oksigen pada luka

Gangguan suplai nutrisi dan oksigen (misal akibat gangguan aliran

darah) dapat menghambat penyembuhan luka.

e. Status gizi

Gizi buruk akan memperlambat penyembuhan luka karena

kekurangan vitamin, mineral, protein dan zat-zat lain yang

diperlukan dalam proses penyembuhan luka.

f. Penyakit yang mendasari

Luka pada penderita diabetes dengan kadar gula darah yang tidak

terkontrol biasanya akan sulit sembuh atau bahkan dapat memburuk.

g. Merokok

Suatu studi menunjukkan bahwa asap rokok memperlambat

penyembuhan karena asap rokok akan merusak fibroblas yang

penting dalam proses penyembuhan luka.

h. Stres

Stres yang berlangsung lama juga akan menghambat penyembuhan

luka.

i. Obat-obatan penggunaa steroid atau imunosupresan jangka panjang

dapat menurunkan daya tahan tubuh yang dapat menghambat

penyembuhan luka.
4. Fase Penyembuhan luka

Stephan (2003), Bryant dan Nix (2007 dalam (Tarwoto et al,

2011). Menyatakan bahwa penyembuhan luka sidrom kaki diabetes

adalah proses yang kompleks,biasanya terjadi dalam 3 fase, yaitu tahap

pembersihan luka (fasi inflamasi), fase granulasi (fase poliferasi) dan

fase epitelisasi ( tahap diferensiasi,penutupan luka).

a. Fase inflamasi (0-3 hari)

Pada fase ini terdapat proses hemostasis akibat adanya injuri.

Pada proses hemostatis terjadi proses koagulasi,pembentukan

kloting fibrin,dan pelepasan growth faktor. Karena adanya sel yang

rusak dilepas histamine yang mengakibatkan dilatasi pembuluh

darah. Pada fase ini neotropil dan makrofag menuju dasar luka.

Kedua sel tersebut merupakan bagian terpenting dalam tahap

inflamasi. Pada tahap ini neutropil adalah memfagisitosis bakteri

dan febris. Neutrofil juga melepas growth faktor. Setelah hari ke 3

neutropil hilang karena proses apoptosis dan dilanjutkan oleh

makrofag. Makrofag berfungsi memfagosit bakteri dan juga debris.

Makrofag memproduksi tissue inhibitor matrik metalloprotein

(TIMPs). Lebih jauh makrofag memproduksi growth faktor yang

menstimulasi angiogenesis, migrasi fibroblast dan foliferasi. T

limfosit tetap ada pada hari ke 5-7 setelah injuri. Ia berperan dalam

menghancurkan virus dan sel asing. Hasil akhir dari fase inflamasi

adalah dasar luka yang bersih.


b. Fase poliferasi (4-21 hari)

Selama fase ini integritas vaskuler diperbaiki, cekungan

insisi dengan jaringan konektif dan permukaan luka sudah

dilapisi oleh epitel baru. Komponen penting dalam fase ini

adalah epitelisasi, neoangigenesis dan matrix deposi-tion atau

sintesis kollagen. Pada minggu ke 3 setelah injury, kekuatan

penyembuhan luka hanya 20% dari kulit rapat.

c. Fase maturasi atau remodeling (21 hari-1 tahun)

Pada fase ini terjadi proses penghancuran matrik dan

pembentukan matrix. Pembentukan kolagen semakin kuat

sampai dengan 80% dibandingkan dengan jaringan yang tidak

luka. Ketidakseimbangan antara penghancuran dan

pembentukan matrik dapat menyebabkan hipertopik skar dan

pembentukan keloid. Dosis lain hipoksia, malnutrisi atau

kelebihan matrix metalloprotein (MMPs) dapat mempengeruhi

sintesi dan deposisi protein matrix baru yang mengakibatkan

luka rusak kembali.


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data, penulis

memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi penyakit Diabete mellitus

B. Saran

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini diantara

lain adalah:

1. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah wawasan pengetahuan terkait dengan

penyakit Diabetes mellitus

2. Dalam upaya mengurangi jumlah penderita penyakit

Diabetes mellitus

Anda mungkin juga menyukai