Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata diabetes berasal dari bahasa Yunani yang artinya “siphon (tube)” atau
mengalir melalui”. Ada dua jenis diabetes : diabetes insipidus dan diabetes melitus.
Kata insipidus berasal dari bahasa Latin yang artinya “tidak memiliki rasa” sementara
kata melitus berarti “manis atau menyerupai madu” untuk menunjukkan urine yang
terasa manis. Meskipun kedua jenis diabetes ini jelas berbeda , mereka memiliki
sejumlah kesamaan.(Chans, Esther 2010).
Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan
terus berkembang secara global. Penyakit ini turut menambah angka mortalitas,
morbiditas, dan ketunadayaan dini disignifikan, serta kehilangan tahun kehidupan
yang potensial. Lebih 75% populasi individu dewasa di Australia menyandang
Diabetes Melitus. Namun, prevalensi ini meningkat menjadi 23% pada individu
berusia 75 tahun atau lebih dan diperkirakan sebesar 10% hingga 30% pada
masyarakat Aborigin, penduduk dari Kepulauan Pasifik, serta sebagian negara Asia.
Di Selandia Baru, angka prevelensi Diabetes Melitus pada populasi dewasa keturunan
Eropa adalah 31%, yang lebih dari 8% diantaranya merupakan keturunan Maori dan
Kepulauan Pasifik.(Chans, Esther 2010).
Ternyata sampai sekarang ini masih saja penderita Diabetes Melitus
bertambah banyak. Hal ini tersebut disebabkan karena masih banyak masyarakat
khususnya penderita Diabetes Melitus yang tidak tanggap terhadap penyakitnya. Hal
itu mungkin disebabkan karena ketidakmampuan akan penyakit Diabetes Melitus itu
sendiri. Padahal sudah jelas betapa penyakit Diabetes Melitus itu dapat menimbulkan
komplikasi yang dapat berakibat fatal. Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas
penulis tertarik untuk membahas dan mempelajari lebiih dalam tentang definisi,
klasifikasi, etiologi, anatomi fisiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, asuhan keperawatan Diabetes Melitus ini.

1
B. Tujuan Penulis
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis makalah ini yaitu penulis mampu memahami
konsep penyakit Diabetes Melitus dan mampu memberikan asuhan
keperawatan pada pasien Diabetes Melitus.
b. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu penulis mampu
menggambarkan, mengetahui, menentukan, memahami, menjelaskan, dan
mendeskripsikan :
 Memahami pengertian dari Diabetes Melitus.
 Memahami Klasifikasi Diabetes Melitus.
 Memahami Etiologi.
 Memahami Anatomi Fisiologi.
 Memahami Patofisiologi.
 Memahami Manifestasi Klinis.
 Memahami Komplikasi.
 Memahami Pemeriskaan Penunjang.
 Memahami Penatalaksaan.
 Memahami Asuhan Keperawatan.

C. Manfaat
1. Manfaat bagi institusi : Manfaat praktis bagi instansi akademik yaitu dapat
digunakan sebagai referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Melitus.
2. Manfaat bagi mahasiswa: Makalah ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan menambah wancana keilmuan bagi mahasiswa dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus.
3. Memahami konsep penyakit DM dalam hubungannya mata kuliah
patofisiologi dalam keperawatan

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Tanda diabetes yang paling nyata adalah sering berkemih atau poliuria. Kata
diabetes berasal dari bahasa Yunani yang artinya “siphon (tube)” atau mengalir
melalui”. Ada dua jenis diabetes : diabetes insipidus dan diabetes melitus. Kata
insipidus berasal dari bahasa Latin yang artinya “tidak memiliki rasa” sementara kata
melitus berarti “manis atau menyerupai madu” untuk menunjukkan urine yang terasa
manis. .(Chans, Esther 2010).
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan menifentasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Menifentasi klinis hiperglikemia biasanya sudah betahun-tahun mendahului
timbulnya kelainan klinis darri penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan
toleransi glukosa ringan (puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko
mengalami komlikasi metabolik diabetes. (Price, Sylvia Anderson 2015)
Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa serum) akibat kurangmya hormon insulin,
menurunnya efek insulin atau keduannya (Kowala, Jennifer P. 2014)
Dari makalah yang dibuat, dapat disimpulkan bahwa Diabetes Melitus adalah
penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon yang mengakibatkan sel-sel dalam
tubuh tidak dapat menyerap glukosa dari darah. Penyakit ini timbul ketika di dalam
darah tidak terdapat cukup insulin atau sel-sel tubuh kita dapat bereaksi normal
terhadap insulin dalam darah
.
B. Klasifikasi Diabetes Melitus
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode
presentasi klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Kontak 63-1 menjelaskan
klasifikasi yang diperkenalkan oleh American Diabetes Association (ADA)
berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan

3
gangguan toleransi glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh Word Health
Organization (WHO) dan telah dipakai di seluruh dunia.
Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa :
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (Juvenile) dan Tipe 2.
2. Diabetes Gestasional (Diabetes Kehamilan).
3. Tipe Khusus Lain.
Dua katagori lain dari toleransi glukosa abnormal adalah gangguan toleransi
glukosa dan gangguan glukosa puasa. Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe
juvenileonset dan tipe dependen insulin namun, kedua tipe ini dapat muncul pada
sembarang usia. Insidens diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya
dan dapat dibagi dalam dua subtipe :
a. Autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta.
b. Idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. .
(Price, Sylvia Anderson 2015)
2. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes tipe 2 dikenal sebagai tipe dewasa atau onset maturitas dan nondependen
insulin. Insidens diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas
sering dikaitakan dengan penyakit ini. . (Price, Sylvia Anderson 2015)
3. Diabetes gestasional (GDM)

Dikenal pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua


kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas,
riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi
peningkatan sekresi sebagai hormone yang mempunyai efek metabolik terhadap
toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik. Pasien-pasien
yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan memperlihatkan
intoleransi glukosa atau manifentasi klinis diabetes pada kehamilan. . (Price, Sylvia
Anderson 2015)
4. Tipe Khusus Lain
Tipe Khusus Lain adalah :
a. Kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada MODY. Diabetes
sutipe ini memiliki prevelensi familial yang tinggi dan bermanifestasi
sebelum usia 14 tahun.

4
b. Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resitensi insulin
berat dan akantosis negrikens.
c. Penyakit pada eksrokin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik.
d. Penyakit endrokin seperti sindrom cushing dan akromegali.
e. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
f. Infeksi.
Sesuai keteria ADA untuk orang dewasa yang tidak hamil, diagnosis diabetes melitus
ditegakakan berdasarkan penemuan :
1. Gejala-gejala klasik diabetes dan hipeglikemia yang jelas
2. Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7mmol/L) pada sejurang-kurangnya
dua kesempatan, dan
3. Kadar glukosa plasma yang didapat selama tes toleransi glukosa oral (OGTT)
≥200 mg/dl pada 2 jam dan paling sedikit satu kali antara 0 sampai 2 jam
sesudah pasien makan glukosa.kadar glukosa puasa yang ditentukan adalah
126 mg /dl karena kadar tesebut merupakan indeks terbaik dengan nilai setelah
2 jam pemberian glukosa adalah 200 mg/dl dan pada kadar tersebut retinopati
diabetik, yaitu komplikasi diabetes muncul untuk pertama kalinya.
Diabetes melitus pada anak-anak juga didasarkan pada penemuan gejala-gejala
klasik diabetes dan plasma secara acak adalah ≥200 mg/dl. . (Price, Sylvia Anderson
2015)

C. Etiologi
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik
dengan gejala-gejala yang pada akhirnyaa menuju proses bertahap perusakan
imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.

Diabetis melitus tipe 1 adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe histokompatibilitas


(human leukocyte antigen [HLA]) spesifik. Tipe dari gen histokompatibilitas yang
berkaitan dengan diabetes tipe 1 (DW3 dan DW4) adalah yang memberi kode kepada
protein-protein yang berperan penting dalam interaksi monosit-monosit. Protein-
protein ini mengatur respon sel T yang merupakan bagian normal dari respon imun.
Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan peting dalam

5
patogenesis perusak sel-sel pulau Langerhans yang ditunjukan terhadap komponen
algenetik tertentu dari sel beta.
Diabetes tipe 1 antibodi sel-sel pulau Langerhans memiliki presentasi yang tinggi
pada pasien dengan diabetes tipe 1 awitan baru dan memberikan bukti yang kuat
adanya mekanisme autoimun pada pathogenesis penyakit. Penapisan imunologik dan
pemeriksaan sekresi insulin pada orang-orang dengan risiko tinggi terhadap diabetes
tipe 1 akan memberi jalan untuk pengobatan imunosupresif dini yang dapat menunda
awitan manifestasi klinis defisiensi insulin. (Price, Sylvia Anderson 2015)
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeks untuk
diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Risiko berkembangnya
diabetes tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya.
Transmisi genetic adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes
awitan dewasa muda (MODY), yaitu subtipe penyakit diabetes yang diturunkan
dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, resio
diabetes dan non diabetes pada anak adalah 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa
(carier) diabetes tipe 2. Tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja
insulin. . (Price, Sylvia Anderson 2015)

3. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional disebabkan karena adanya perubahan metabolisme
karbohidrat selama kehamilan, dimana keadaan resistensi insulin tidak diimbangi
dengan sekresi insulin yang adekuat. Insulin disekresi oleh sel beta pankreas, ibu
dengan diabetes gestasional memiliki efek pada fungsi sel beta pankreas ini. Ibu yang
menderita diabetes gestasional kebanyakan telah mengalami resistensi insulin kronis
karena disfungsi sel beta pankreas dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor,
salah satunya adalah dektrusi sel beta pankreas oleh reaksi autoimun yang ditemukan
pada diabetes tipe 1. (Tracy L 2005)

6
D. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan
terdapat kurang lebih 200.000-1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau langerhans
jumlah sel beta normal pada manusia antara 60%-80% dari populasi sel pulau
Langerhans. Pankreas berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini
merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan
endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-enzim pankreas seperti amylase,
peptidase dan lipase, sedangkan jaringan endokrin menghasilkan hormon-hormon
seperti insulin, glukagon dan somatostatin. (Dolensek, Rupnik & Strozer, 2015)

 Fungsi sel-sel pada Pankreas


sel-sel dalam pulau ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis :
1. Sel Alfa, berfungsi mensekresikan glukagon.
2. Sel Beta, berfungsi mensekresikan insulin.
3. Sel Delta, berfungsi mensekresikan somatostatin.
4. Sel F, berfungsi mensekresikan polipeptida pankreas. (Dolensek,
Rupnik & Strozer, 2015)
 Mekanisme pankreas untuk menghasilkan insulin dan glukagon
Respon penting organ pankreas pada kondisi glukosa normal darah merupakan
peranan dari kedua hormon insulin dan glukagon yang aksinya berlawanan.
Peranan penting glukagon dan insulin dalam mengatur keseimbangan konsentrasi
gula darah. Tubuh manusia menginginkan gula darah dijaga dalam range tertentu
(normal). Range normal ini diatur oleh fungsi-fungsi dari hormon insulin dan
glukagon. Kedua hormon ini dikeluarkan oleh organ pankreas karena didalamnya
terdapat hormon-hormon endokrin prankreatik. Relasi yang baik antara insulin
dan glukagon antara satu dengan yang lainnya. Selanjutnya organ pankreas

7
memegang peranan sentral dalam pengaturan fenomena baik terjadi kondisi gula
darah normal. (Jhon, D. 2002)
E. Patofisiologi
1. Diabetes Tipe 1.

Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena


sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar. Akhirnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosaria). Ketika
glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defesiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien
dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.

2. Diabetes Tipe 2

Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi
intrasel. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkatkan dan terjadi diabetes tipe 2. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe 2, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.

3. Diabetes Gestasional

8
terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.
Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta.
Semua wanita hamil harus menjalani skrining pada usia kehamilan 24 hingga 27
minggu untuk mendeteksi kemungkinan diabetes. Sesudah melahirkan bayi, kadar
glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.
Banyak wanita yang mengalami diabetes gestasional ternyata di kemudian hari
menderita diabetes tipe 2. Oleh karena itu, semua wanita yang menderita diabetes
gestasional harus mendapatkan konseling guna mempertahankan berat badan idealnya
dan melakukan latihan secara teratur sebagai upaya untuk menghindari awitan
diabetes tipe 2.

F. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi Diabetes Tipe 1
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defesiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa
setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal
untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan pengeluaran
urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama
urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan
berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai
akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh mengantuk.
Pasien dengan penyakit diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang
eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah,
somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. (Price, Sylvia
Anderson 2015)
2. Manifestasi Diabetes Tipe 2
Pasien dengan penyakit diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan
darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang
lebih berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan
somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami kotoasidosis karena pasien ini tidak
defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Kalau hiperglikemia berat dan

9
pasien tidak berespons terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obat hiperglikemik
oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosa nya. Pasien
ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. (Price,
Sylvia Anderson 2015)
3. Menifestasi Diabetes Gestasional
Pasien dengan penyakit diabetes gestasional mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apapun, namun biasanya pada ibu hamil dengan penyakit
diabetes gestasional memperlihatkan gejala seperti Rasa Haus (Polidipsia),
Pengeluaran Urine (Poliuria), Rasa Lapar (Polifagia), Kelelahan, Rasa Mual, Mata
Kabur, Kesemutan, Turunnya Berat Badan. (Price, Sylvia Anderson 2015)

G. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus


1. Diabetes Tipe 1
Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi yaitu :
 Rasa Lapar (Polifagia).
 Rasa Haus (Polidipsia).
 Pengeluaran Urine (Poliuria).
 Turunnya Berat Badan.
 Lemah.
2. Diabetes Tipe 2
Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi yaitu :
 Rasa Haus (Polidipsia)
 Pengeluaran Urine (Poliuria).
 Turunnya Berat Badan.
 Lemah.
 Somnolen.
3. Diabetes Gestasional
Pada Ibu Hamil yaitu :
 Rasa Haus (Polidipsia)
 Pengeluaran Urine (Poliuria).
 Rasa Lapar (Polifagia).
 Kelelahan.
 Rasa Mual.

10
 Mata Kabur.
 Kesemutan.
 Turunnya Berat Badan. (Price, Sylvia Anderson 2015)

H. Komplikasi Diabetes Melitus


1. Diabetes Melitus Tipe 1
Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis
diabetik (DKA). Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami
hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton
(asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan produksi keton meningkatkan
beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glikosuria dan ketonuria yang jelas juga
dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan
elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya, akibat
penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) adalah komplikasi
metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2
yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia
muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih besar
dari 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan
meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi
hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak
terdapat ketosis.
3. Diabetes Gestasional
Diabetes Gestasional juga menganggu kehamilan. Perempuan yang menderita
diabetes dan hamil, cenderung mengalami abortus spontan, kematian janin intrauterin,
ukuran janin besar, dan bayi prematur dengan insidens sindrom distres pernapasan
yang tinggi, serta malformasi janin. Perubahan lingkungan hormonal selama hamil
menyebabkan peningkatan kebutuhan insulin yang progresif, yang mencapai
puncaknya pada semester ketiga, dan penurunan tajam kebutuhan insulin selama
melahirkan. ( Price, Sylvia Anderson 2015)
2.1 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus

11
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah
sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian diikuti dengan tes toleransi glukosa
oral standar. Untuk kelompok risiko tinggi diabetes melitus. Seperti usia dewasa tua,
tekanan darah tinggi, obesitas, dan adanya riwayat keluarga, dan menghasilkan hasil
pemeriksaan negatif, perlu pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
 Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Tes ini telah digunakan untuk mendiagnosis diabetes awal secara pasti, namun
tidak dibutuhkan untuk penapisan dan tidak sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
menifestasi klinis diabetes dan hiperglikemia.
Cara pemeriksaannya adalah :
a) Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa.
b) Kegiatan jasmani cukup.
c) Pasien puasa selama 10-12 jam.
d) Periksa glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit.
e) Periksa kadar glukosa darah saat ½. 1, dan 2 jam setelah diberikan glukosa.
f) Saat pemeriksaan, pasien harus istirahat, dan tidak boleh merokok.
Pada keadaan sehat, kadar glukosa darah puasa individu yang dirawat jalan
dengan toleransi glukosa normal adalah 70-110 mg/dL. Setelah pemberian glukosa,
kadar glukosa meningkat, namun akan kembali keadaan semula dalam waktu 2 jam.
Kadar glukosa serum yang <200 mg/dL setelah ½ 1, dan 1 ½ jam setelah pemberian
glukosa, dan <140 mg/dL setelah 2jam setelah pemberian glukosa, ditetapkan sebagai
nilai TTGO normal.
 Tes Benedict
Pada tes ini, digunakan Reagen Benedict, dan urin sebagai spesimen cara kerja :
a) Masukkan 1-2 ml urin spesimen ke dalam tabung reaksi
b) Masukkan 1 ml Reagen Benedict ke dalam urin tersebut, lalu di kocok
c) Panaskan selama lebih 2-3 menit
d) Perhatikan jika adanya perubahan warna
Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada keadaan
diabetes melitus, kadar glukosa darah sangat tinggi, sehingga dapat merusak kapiler
dan glomerulus ginjal, sehingga pada akhirnya, ginjal mengalami “kebocoran” dan
dapat berakibat terjadinya renal failure, atau gagal ginjal. Jika keadaan ini dibiarkan

12
tanpa adanya penanganan yang benar untuk mengurangi kandungan glukosa darah
yang tinggi, maka akan terjadi berbagai komplikasi sistemik yang pada akhirnya
menyebabkan kematian karena gagal ginjal kronik.
 Rothera test
Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen sebagai reagen dipakai, reagen
agents, dan amonium hidroxida pekat. Tes ini untuk mendeteksi adanya aceton dan
asam asetat dalam urin, yang mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis
akibat diabetes melitus kronik yang tidak ditangani. Zat-zat tersebut berbentuk dan
hasil pemecahan lipid secara masif oleh tubuh karena glukosa tidak dapat digunakan
sebagai sumber energi dalam keadaan diabetes melitus, sehingga tubuh melalukan
mekanisme glukoneogenesis untuk menghasilkan energi. Zat awal dari aceton dan
asam asetat tersebut adalah Trigliseric Acid / TGA, yang merupakan hasil pemecahan
dari lemak.
Cara kerja :
a) Masukkan 5 ml urin ke tabung reaksi
b) Masukkan 1 gram reagen rothera dan kocok hingga larut.
c) Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu 1-2 ml masukkan amonium
hidroxida secara perlahan-lahan melalui dinding tabung.
d) Taruh tabung dalam keadaan tegak.
e) Baca hasil didalam setelah 3 menit.
f) Adanya warna ungu kemerahan pada pembatasan kedua lapisan cairan
menandakan adanya zat-zat keton. ( Price and Wilson.2006)

I. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


1 Diabetes Melitus Tipe 1
Pasien dengan diabetes tipe 1 adalah defesiensi insulin dan selalu membutuhkan
terapi insulin. Rencana diet pada pasien diabetes dimaksudkan untuk mengatur jumlah
kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang disarankan
bervariasi, tergantung pada kebutuhan apakah untuk mempertahankan, menurunkan
atau meningkatkan berat tubuh. Pada pasien diabetes tipe 1, berat badannya dapat
menurun selama keadaan dekompensasi. Pasien ini harus menerima kalori yang cukup
untuk mengembalikan berat badan mereka ke keadaaan semula dan untuk
pertumbuhan. Rencana diet harus didapat dengan berkonsultasi dahulu dengan ahli

13
gizi yang mendaftar dan berdasarkan pada riwayat diet pasien, makanan yang lebih
disukai, gaya hidup, latar belakang budaya, dan aktivitas fisik.
Untuk mencegah hiperglikemia posprandial dan glikosuria, pasien-pasien diabetik
tidak boleh makan karbohidrat berlebihan. Umumnya karbohidrat merupakan 50%
dari jumlah total per hari yang diizinkan. Karbohidrat ini harus dibagi rata sedemikian
rupa sehingga apa yang dimakan oleh pasien sesuai dengan kebutuhannya sepanjang
hari. Pendekatan lain merencanakan diet untuk menghitung karbohidrat dan
disesuaikan dengan dosis insulin kerja pendek yang sesuai. Pasien dapat menghitung
jumlah karbohidrat yang disajikan maupun gram karbohidrat total.

2 Diabetes Melitus Tipe 2


Pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 dapat mempertahankan kadar glukosa darah
normal hanya dengan menjalankan rencana diet dan latihan fisik saja. Tetapi, sebagai
penyakit yang progresif, obat-obat oral hipoglikemia juga dianjurkan. Obat-obatan
yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfonilurea.
Bila kadar glukosa tidak dapat dikontrol secara optimal dengan menggunakan
cara-cara yang sudah dijelaskan, pasien-pasien diabetik tipe 2 dengan sisa sel-sel
Langerhans yang masih berfungsi, merupakan calon yang tepat untuk menggunakan
sulfonilurea. Obat-obat ini merangsang fungsi sel Beta dan meningkatkan sekresi
insulin. Dua bahan campuran sulfonilurea yang paling sering digunakan adalah
glipizid, 2,5 hingga 40 mg/hari. Gliburid memiliki waktu paruh yang lebih lama
daripada glipizid, dan dosis total hariannya dapat diberikan sekali sehari. Gabungan
sulfonilurea dengan pensensitif insulin adalah terapi obat yang paling sering
digunakan untuk pasien-pasien dengan diabetes tipe 2. ( Price, Sylvia Anderson
2015)
3 Diabetes Gestasional
 Terapi Nutrisi Medis
1. Jumlah kalori yang dianjurkan adalah 3 kkal/berat daban ideal
sebelum hamil.
2. Sasaran glukosa plasma puasa ≥105 mg/dl. Apabila sasaran tidak
tercapai dapat diberikan terapi insulin.
 Terapi Insulin
1. Jenis insulin yang dipakai adalah insulin manusia.

14
2. Insulin analog yang dipakai jika tidak tersedia insulin manusia.
3. Dosis dan frekuensi sangat tergantung kadar glukosa darah.
4. Pada umumnya insulin dihentikan pada saat pasien bersalin untuk
mencegah hipoglikemia.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik difokuskan pada tanda dan gejala
hiperglikemia dan faktor-faktor fisik, emosional, serta sosial yang dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mempelajari dan melaksanakan sebagai
aktivitas perawatan mandiri diabetes.
Pasien dikaji di minta menjelaskan gejala yang mendahului diagnosa diabetes,
seperti poliuria, polidipsia, polifagia, kulit kering, pengelihatan kabur, penurunan
berat badan, perasaan gatal-gatal pada vagina dan ulkus yang lama sembuh. Kadar
glukosa darah dan, untuk penderita diabetes tipe 1, kadar keton dalam urine, harus
diukur.
Pada penderita diabetes tipe 1 dilakukan pengkajian untuk mendeteksi tanda-tanda
ketoasidosis diabetik, yang mencakup pernapasan Kussmaul, hipotensi ortostatik, dan
letargi. Pasien ditanya tentang gejala ketoasidosis diabetik, seperti mual, muntah, dan
nyeri abdomen. Hasil-hasil laboratorium dipantau untuk mengenali tanda-tanda
asidosis metabolik, seperti penurunan nilai pH serta kadar bikarbonat dan untuk
mendeteksi tanda-tanda gangguan keseimbangan elektrolit.
Pada penderita diabetes tipe 2 dikaji untuk melihat adanya tanda-tanda sindrom
HHNK, mencakup hipotensi, gangguan sensorik, dan penurunan turgor kulit. Nilai
laboratorium dipantau untuk melihat adanya tanda hiperosmolaritas dan
ketidakseimbangan elektrolit.
(Catatan : Jika pasien memperlihatkan tanda dan gejala ketoasidosis diabetik atau
sindrom HHNK, asuhan keperawatan harus berfokus pada terapi komplikasi akut
seperti dijelaskan dalam bagian sebelumnya. Setelah semua komplikasi disebut
diatasi, asuhan keperawatan kemudian diarahkan kepada penanganan diabetes jangka
panjang.)
Pasien dikaji untuk menemukan faktor-faktor fisik yang dapat menggangu
kemampuannya dalam mempelajari atau melakukan keterampilan perawatan mandiri,
seperti :

15
 Gangguan penglihatan (pasien diminta untuk membaca angka atau tulisan
pada spuit insulin, lembaran menu, surat kabar, atau bahan pelajaran
tertulis).
 Gangguan koordinasi motorik (pasien diobservasi pada saat makan atau
mengerjakan pekerjaan lain atau pada saat menggunakan spuit atau lanset
untuk menusuk jari tangan).
 Gangguan neurologis (misalnya, akibat stroke) (dari riwayat penyakit yang
tercantum pada bagan, pasien dikaji untuk menemukan gejala afasia atau
penurunan kemampuan dalam mengikuti perintah sederhana).
Perawatan evaluasi situasi sosial pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi terapi diabetes dan rencana pendidikannya, seperti ;
 Penurunan kemampuan membaca (dapat dilakukan dengan mengkaji
gangguan penglihatan dengan cara menginstruksikan pasien untuk
membaca bahan-bahan pelajaran).
 Keterbatasan sumber-sumber finansial atau tidak memiliki asuransi
kesehatan.
 Ada tidak dukungan keluarga.
 Jadwal harian yang khas (pasien diminta untuk menyebutkan waktu makan
serta jumlah makanan yang biasa dikonsumsi setiap hari, jadwal kerja serta
olahraga, rencana untuk berpergian).
Status emosional pasien dikaji dengan mengamati sikap atau tingkah laku yang
tampak ( misalnya, sikap menarik diri, cemas ) dan bahasa tubuh (misalnya,
menghindari kontak mata). Tanyakan kepada pasien tentang kekhawatiran yang utama
dan ketakutan terhadap penyakit diabetes (pendekatan ini memungkinkan perawat
mengkaji setiap kesalahpahaman atau informasi keliru yang berkenaan dengan
penyakit diabetes). Keterampilan dalam mengatasi persoalan dikaji dengan
menanyakan cara pasien menghadapi berbagai situasi sulit yang dialami di masa
lampau.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data hasil pengkajian, diagnosa keperawatan utama meliputi :
a. Risiko defisit cairan berhubungan dengan gejala poliuria dan dehidrasi.
Tujuan

16
 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam risiko
defisit cairan teratasi.
Intervensi
 Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi, konsistensi, bau,
volume, dan warna.
 Pantau tanda dan gejala retensi urin.
 Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
 Instruksikan untuk segera merespon keinginan mendesak untuk
berkemih.
Implementasi
 Memonitor eliminasi urin termasuk frekuensi, konsistensi, bau,
volume, dan warna.
 Memantau tanda dan gejala retensi urin.
 Mengajarkan pasien mengenai tanda dan gejala infeksi saluran
berkemih.
 Menintruksikan untuk segera merespon keinginan mendesak untuk
berkemih.
Evaluasi
Setelah melakukan intervensi dan implementasi pada pasien diabetes
melitus dengan diagnosa keperawatan defisit cairan berhubungan dengan
poliuria dan dehidrasi maka perkemihan pada pasien mulai terkontrol.
b. Gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin,
makanan, dan aktivitas jasmani kurang pengetahuan tentang
informasi/keterampilan perawatan mandiri diabetes.
Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam gangguan nutrisi
dapat teratasi.
Intervensi
 Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
 Intruksikan pasien mengenai keutuhan nutrisi yaitu memebahas
pedoman diet dan pramida makanan.

17
 Atur diet yang diperlukan (menyediakan makanan protein tinggi
menyarankan menggunakan bumbu dan rempah-rempah sebagai
alternatif untuk garam, menyediakan pengganti gula, menambah
atau mengurangi kalori, menambah atau mengurangi vitamin
mineral atau suplemen).
 Melakukan atau bantu pasien terkait denagan perawatan mulut
sebelum makan.
Implementasi
 Menentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
 Menintruksi pasien mengenai keutuhan nutrisi yaitu membahas
pedoman diet dan paramida makanan.
 Mengatur diet yang diperlukan (menyediakan makanan protein
tinggi menyarankan menggunakan bumbu dan rempah-rempah
sebagai alternatif untuk garam, menyediakan pengganti gula,
menambah atau mengurangi kalori, menambah atau mengurangi
vitamin mineral atau suplemen).
 Melakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut
sebelum makan.
Evaluasi
Setelah melakukan intervensi dan implementasi pada pasien diabetes
melitus dengan diagnosa keperawatan gangguan nutrisi berhubungan
dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan, dan aktivitas jasmani
kurang pengetahuan tentang informasi/keterampilan perawatan mandiri
diabetes maka asupan diet pada pasien mulai terkontrol.
c. Ansietas berhubungan dengan hilang kendali, perasaan takut terhadap
ketidakmampuan menangani diabetes, informasi yang salah tentang
penyakit diabetes, ketakutan terhadap komplikasi diabetes.
Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam ansietas dapat
berkurang.

18
Intervensi
 Tentukan riwayat fisik, sosial, psikologis, kebiasaan dan rutinitas
pasien.
 Berikan perhatian/hubungan positif tanpa syarat.
 Berikan waktu istirahat untuk mencegah kelelahan dan mengurangi
stress.
 Monitor nutrisi dan berat badan.
Implementasi
 Menentukan riwayat fisik, sosial, psikologis, kebiasaan dan
rutinitas pasien.
 Memberikan perhatian/hubungan positif tanpa syarat.
 Memberikan waktu istirahat untuk mencegah kelelahan dan
mengurangi stress.
 Memonitor nutrisi dan berat badan.
Evaluasi
Setelah melakukan intervensi dan implementasi pada pasien diabetes
melitus dengan diagnosa keperawataan ansietas pasien sudah mulai merasa
tenang. (NandaNicNoc 2018-2020)

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bedasarkan pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa diabetes Melitus (DM)
adalah penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi batas
normal. Apabila penyakit ini dibiarkan tak terkendali maka akan menimbulkan
komplikasi-komplikasi yang dapat berakibat fatal, termasuk penyakit jantung, ginjal,
kebutaan, dan mudah terkena ateroskelosis. Penyakit ini dapat dikontrol dengan cara pola
hidup dan olah raga yang teratur.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.

Daftar Pustaka
Price and Wilson.2006.Patofiologi.Jakarta:EGC.
Bare,barenda.Suzanne Smeltzer.2002.Keperawatan Medical Bedah.Jakarta:EGC
Price,sylvia.Lorriane Wilson.2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Kowalak, Jennifer P.2014.Professional guide to pathophysiology.
Esther Chang, John Daly, Doug Elliott.2010.Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik
Keperawatan.jakarta: EGC
Alan, D.2002.Normal of regulation of Blood Glucose. In . diabet Care. J.Medical Scie, 14 (2).
NandaNicNoc 2018-2020.Diagnosa Keperawatan.jakarta:EGC

20

Anda mungkin juga menyukai