Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata,ginjal,saraf,dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada
pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Laporan statistik dari international diabetes federation (IDF) menyebutkan bahwa
sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga
3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab
kematian yang disebabkan oleh diabetes. Hampir 80 persen kematian pasien diabetes
terjadi di negara berpenghasilan rendah-menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada
penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan
perhatian dan bantuan. Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak
tak lagi mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit
absolut insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu
terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia sehingga tejadi defisit
relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di iap negara. Dari data-data
epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM anak adalah pada usia
5-7 tahan dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita diabetas, 5-10 persennya
adalah penderita diabetes tipe 1. Di indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum
ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 pesen dari total keseluruhan. Mungkin ii di sebabkan
karena sebagai tidak terdiagnosis atau tidak diketahui sampai di pasien sudah mengalami
komplikasi dan meninggal. Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat
sampai mengakibatkan koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada
anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3p (pilifagi,polidipsi,poliuri) dan kadar gula rendah
(GD) tinggi, di aas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di

1
dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak dulu di sebut
penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial
yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya
komplikasi. Sasaran–sasaran ini dapat dicapai oleh penyadang DM maupun keluargannya
jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes.
Berhubungan dengan hal tersebut duatas kami tertarik untuk membuat asuhan
keperawatan pada anak dengan gangguan sistem endokrin : Diabetes Melitus dengan
metode masalah yang sistemastis melalui proses keperawatan.

B. Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas rumusan masalah yang muncul sebagai berikut :
1. Apa definisi dari diabetes mellitus tipe-1?
2. Apa etiologi diabetes mellitus tipe-1?
3. Apa saja klasifikasi dari diabetes mellitus tipe-1?
4. Apa saja manifestasi klinis pada diabetes mellitus tipe-1?
5. Bagaimana patofisiologi dari diabetes mellitus tipe-1?
6. Apa saja komplikasi dari diabetes mellitus tipe-1?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari diabetes mellitus tipe-1?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari diabetes mellitus tipe-1?
9. Apa diagnosa dari diabetes mellitus tipe-1?

C. Tujuan
Tujuan disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1. TujuanUmum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak
mengenai juvenile diabetikum (DM Tipe-1) pada anak.
2. TujuanKhusus
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang definisi diabetes mellitus tipe-1.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang etiologi diabetes mellitus tipe-1.

2
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang klasifikasi diabetes mellitus tipe-1.
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis diabetes mellitus
tipe-1.
5. Untuk mengetahui dan memahami tentang patofisiologi diabetes mellitus tipe-
1.
6. Untuk mengetahui dan memahami tentang komplikasi diabetes mellitus tipe-
1.
7. Untuk mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan penunjang diabetes
mellitus tipe-1.
8. Untuk mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan diabetes mellitus
tipe-1.
9. Untuk mengetahui dan memahami tentang diagnosa diabetes mellitus tipe-1.

D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik penyusun maupun pembaca adalah
untik menambah wawasan mahasiswa mengenai Diabetes Tipe-I (Juvenil
Diabetikum).
2. Bagi institusi
Manfaat makalah bagi institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan mahasiswa sebagai pesereta didik dalam mengetahui Diabetes
Tipe-I (Juvenil Diabetikum).
3. Bagi masyarakat
Manfaat bagi masyarakat untuk menamabah wawasan mengenai Diabetes Tipe-I
(Juvenil Diabetikum).

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diabetes Melitus tipe I adalah kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar gula
atau glukosa dalam darah. Diabetes melitus tipe I terjadi ketika tubuh kurang atau sama
sekali tidak memproduksi insulin. Akibatnya, penderita Diabetes Melitus tipe I
memerlukan tambahan insulin dari luar. Normalnya kadar gula dalam darah dikontrol
oleh hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas.
Diabetes melitus tipe I merupakan penyakit kronis yang tidak dapat di
sembuhkan, namun penyakit ini dapat dikelola dengan memperhatikan gaya hidup dan
pola makan yang disarankan oleh ahli kesehatan agar kadar gula darah terkontrol dengan
baik. Penyakit diabetes melitus tipe I tidak akan semakin parah dan timbul komplikasi
namun, apabila penyakit Diabetes melitus tersebut telah timbul komplikasi, maka
perlakuan yang paling efektif untuk penderita diabetes berat adalah dengan pengelolaan
diri yang kompleks dan akan memakan waktu lama agar kadar gula darah dapat
terkontrol dengan ketat.
Diabetes tipe 1 merupakan penyakit kronis yang paling banyak diderita oleh anak
dan remaja di dunia. Diabetes tipe 1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan
metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini diakibatkan
oleh kerusakan sel β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehinga
produksi insulin berkurang bahkan berhenti.

B. Etiologi
Berikut ini faktor penyebab penyakit Diabetes Melitus :
1. Riwayat Keluarga Faktor keturunan
Genetik punya kontribusi yang tidak bisa diremeh untuk seseorang
terserang penyakit diabetes. Menghilangkan faktor genetik sangatlah sulit. Yang
bisa dilakukan untuk seseorang bisa terhindar dari penyakit diabetes melitus
karena sebab genetic adalah dengan memperbaiki pola hidup dan pola makan.
2. Obesitas Atau Kegemukan

4
Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi
terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak
untuk menyerap insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu untuk
memproduksi insulin sebanyak-banyaknya sehingga menjadikan organ ini
menjadi kelelahan dan akhirnya rusak.
3. Mengkonsumsi Makanan Berkolesterol Tinggi
Makanan berkolesterol tinggi juga diyakini memberi kontribusi yang
cukup tinggi untuk seseorang mudah terserang penyakit diabetes melitus. Batasi
konsumsi kolesterol Anda tidak lebih dari 300mg perhari.
4. Hipertensi Atau Darah Tinggi
Jagalah tekanan darah Anda tetap di bawah 140/90 mmHg. Jangan terlalu
banyak konsumsi makanan yang asin-asin. Garam yang berlebih memicu untuk
seseorang teridap penyakit darah tinggi yang pada akhirnya berperan dalam
meningkatkan resiko untuk Anda terserang penyakit diabetes melitus.
5. Terlalu Sering Konsumsi Obat-Obatan Kimia
Konsumsi obatan kimia dalam jangka waktu yang lama diyakini akan
memberika efek negatif yang tidak ringan. Salah satu obat kimia yang sangat
berpotentsi sebagai penyebab diabetes adalah THIAZIDE DIURETIK dan BETA
BLOKER. Kedua jenis obat tersebut sangat meningkatkan resiko terkena diabetes
melitus karena bisa merusak pankreas.

C. Klasifikasi
DM tipe 1 dibagi menjadi DM tipe 1A dan 1B :
1. DM tipe 1A
Yaitu tipe 1A yaitu diabetes yang diakibatkan proses immunologi
(immune-mediated diabetes) yang ditandai oleh destruksi autoimun sel beta.
2. DM Tipe B
Yaitu diabetes idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya. Pada DM tipe
1B tidak disebabkan faktor otoimun, kerusakan sel beta terjadi tanpa penyebab
yang jelas.

5
D. Manifestasi Klinik/Tanda Gejala
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita DM tipe 1 yaitu berupa :
a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang berlebih)
Disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar glukosa
serum yang meningkat.
b. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih)
Terjadi karena glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori
negatif. Penderita DM tipe 1 akan mengalami
c. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan
Disebabkan penggunaan glukosa oleh sel menurun. Pada kulit pasien DM
tipe 1 akan mengalami kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan
rasa gatal pada kulit. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas
disebabkan oleh kadar glukosa intrasel yang rendah, kram pada otot, iritabilitas,
serta emosi yang labil akibat ketidak seimbangan elektrolit merupakan.
d. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur
Disebabkan karena pembengkakan akibat glukosa dan sensasi kesemutan
atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan kerusakan jaringan saraf juga
sering di alami oleh penderita DM tipe .
e. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen
Pada penderita DM tipe 1 disebabkan karena neuropati otonom yang akan
menimbulkan konstipasi.

E. Patofisiologi
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut merupakan penyakit
autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel anti-islet
dalam darah (WHO, 2014). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi
limfositik dan kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya
penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu. Akhirnya,
insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta

6
pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1
membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat
oral.
Diabetes melitus tipe 1 dapat terjadi karena gangguan terhadap produksi insulin
akibat kerusakan sel beta pankreas. Patofisiologi dari DM tipe 1 yakni adanya reaksi
autoimun akibat peradangan pada sel beta. Hal ini menyebabkan timbulnya antibody
terhadap sel beta yang disebut Islet Cell Antibody (ICA). Reaksi antigen (sel beta)
dengan antibodi ICA yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Selain
karena autoimun, DM tipe 1 juga bias disebabkan virus cocksakie, rubella, citomegalo
virus (CMV), herpes dan lain-lain.

F. Komplikasi
Diabetes melitus tipe 1 yang tidak ditatalaksana dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi yang paling sering pada DM tipe 1 adalah ketoasidosis
diabetikum (KAD). Ketoasidosis diabetikum terjadi akibat defisiensi insulin yang beredar
dan kombinasi peningkatan hormon-hormon kontraregulator yaitu katekolamin,
glukagon, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Ketoasidosis diabetikum pada anak sering
ditemukan pada penderita DM tipe 1 yang tidak patuh jadwal suntikan insulin atau
pemberian insulin yang dihentikan maupun kasus baru DM tipe 1.
Komplikasi DM Tipe-1 mencakup komplikasi akut dan kronik. Pada anak,
komplikasi kronik jarang menimbulkan manifestasi klinis signifikan saat masih dalam
pengawasan dokter anak. Sebaliknya, anak berisiko mengalami komplikasi akut setiap
hari. Komplikasi akut terdiri atas KAD dan hipoglikemia, Studi SEARCH menemukan
bahwa sekitar 30% anak dengan DM tipe-1 terdiagnosis saat KAD. Kriteria KAD
mencakup hiperglikemia, asidosis, dan ketonemia. Gejala KAD antara lain adalah
dehidrasi, takikardi, takipnea dan sesak, napas berbau aseton, mual, muntah, nyeri perut,
pandangan kabur, dan penurunan kesadaran. Seringkali gejala-gejala ini disalahartikan
oleh orangtua maupun tenaga kesehatan sebagai usus buntu, infeksi, atau penyakit
lainnya. Kelalaian ini dapat menyebabkan kematian. Anak yang berkunjung secara rutin
dan menetap pada dokter keluarga atau dokter anak memiliki risiko yang lebih rendah
terdiagnosis DM tipe-1 saat KAD. Sebaliknya, KAD saat diagnosis berhubungan

7
signifikan dengan penghasilan keluarga yang rendah, ketiadaan asuransi kesehatan, dan
pendidikan orang tua yang rendah.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemantauan pada pasien DM tipe-1 mencakup pemantauan gula darah mandiri
(PGDM), HbA1C, keton, dan glukosa darah berkelanjutan. Ikatan Dokter Anak Indonesia
menyarankan PGDM paling tidak 4-6 kali per hari, yaitu (1) pagi hari saat bangun tidur,
(2) sebelum makan, (3) 1,5-2 jam setelah makan, dan (4) malam hari.
1. Pemantauan gula darah mandiri
Dapat lebih sering dilakukan dan bervariasi pada setiap individu.
American Diabetes Association (ADA) dan The International Society for
Pediatric and Adolescent Diabetes (ISPAD) merekomendasikan PGDM lebih
sering, mencapai 6-10 kali per hari. Di Indonesia, persentase pasien yang terdata
melakukan pemantauan gula darah mandiri minimal 3 kali per hari relatif rendah,
yaitu sekitar 20%.
2. Pengukuran HbA1c
Dilakukan paling tidak tiga bulan sekali. Rekomendasi IDAI dan ADA
menargetkan <7,5%, sementara ISPAD menetapkan patokan lebih rendah, yaitu
<7%. Data UKK Endokrinologi IDAI pada Oktober 2018 mendapatkan bahwa
lebih dari setengah pasien (62,6%) memeriksakan HbA1C tiap tiga bulan, tetapi
proporsi pasien yang tidak memeriksakan HbA1c secara rutin juga masih tinggi,
yaitu 32,3%.
3. Pemantauan glukosa kontinu
Menggunakan alat minimal invasif yang dapat mengukur glukosa cairan
interstisial subkutan setiap 1-5 menit. Alat ini dapat memberikan peringatan
kepada pasien jika kadar glukosa diperkirakan akan meningkat atau menurun dari
target dalam 10-30 menit. (Cemeroglu dkk) mendapatkan dalam studinya bahwa
pencegahan hipoglikemi merupakan manfaat utama dari pemantauan glukosa
kontinu yang dirasakan oleh pasien, diikuti oleh berkurangnya ansietas yang
berhubungan dengan hipoglikemi, kemudahan tata laksana, dan perbaikan kontrol
diabetes.

8
4. Pemeriksaan keton darah dan urin
Dilakukan pada saat kondisi hiperglikemia tidak terkontrol, kondisi sakit,
dan terdapat tanda-tanda KAD. Pemeriksaan keton darah lebih dapat dipercaya
dalam penanganan dan diagnosis KAD. Studi oleh Pulungan dkk20 di Indonesia
menunjukkan bahwa pemeriksaan keton darah β-hidroksibutirat memiliki korelasi
yang lebih baik terhadap pH dan kadar bikarbonat dibandingkan dengan
pemeriksaan keton urin.

H. Penatalaksanaan (Medis Keperawatan dan Farma & Nonfarmakologi)


Berdasarkan rekomendasi International Society for Paediatric and Adolescent
Diabetes (ISPAD) target HbA1c <7% sebagai target control metabolik yang baik. Untuk
mencapai sasaran dan tujuan tersebut, komponen pengelolaan DM tipe-1 terdiri dari lima
pilar meliputi pemberian insulin, nutrisi, olahraga, dan edukasi, didukung pemantauan
mandiri. Seluruh komponen harus terintegrasi. Pengelolaan DM tipe-1 pada anak
sebaiknya dilakukan terpadu oleh tim yang terdiri dari ahli endokrinologi anak, dokter
anak, ahli gizi, psikiatri, psikologi anak, pekerja sosial, dan edukator. Kerjasama yang
baik akan lebih menjamin tercapainya control metabolik yang baik.
1. Insulin
a. Jenis Insulin
Insulin merupakan elemen utama kelangsungan hidup anak
DM tipe-1.8,15Tujuan terapi insulin adalah menjamin kadarinsulin
cukup di dalam tubuh selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan
metabolism sebagai insulin basal ataupun bolus sesuai efek
glikemik dari makanan.
b. Regimen Insulin
Terapi insulin dapat menggunakan berbagai regimen.
Regimen insulin bersifat individual bertujuan untuk mengikuti pola
fisiologi sekresi insulin normal, sehingga mampu menormalkan
metabolisme glukosa atau mendekati normal. Pemilihan regimen
insulin memperhatikan beberapa faktor, yaitu: umur, lama
menderita DM, gaya hidup (pola makan, jadwal latihan, sekolah),

9
target control metabolik, dan kebiasaan individu ataupun
keluarganya.
Tiga jenis regimen insulin dalam penanganan DM tipe-1,
yaitu sistem konservatif, system intensif, dan sistem basal-bolus.
- Sistem konservatif adalah pemberian insulin 2 atau 3 kali per
hari dengan pemantauan kadar gula darah yang tidak rutin,
kontrol ke dokter setiap 3 bulan, dan tidak dapat mengubah
dosis insulin.
- Sistem intensif berarti pemberian insulin minimal 4 kali sehari
dengan pemantauan glukosa darah minimal 4 kali sehari.
- Sistem basal-bolus adalah pemberian insulin kerja panjang atau
kerja menengah sebelum tidur malam (komponen basal) atau
pompa insulin dan pemberian insulin kerja pendek setiap kali
sebelum makan. Dosis komponen basal 30%-40% dari total
dosis insulin per hari dan sisanya dibagi rata untuk komponen
bolus. Regimen yang disarankan berdasarkan DCCT adalah
regimen basa-bolus karena paling menyerupai sekresi insulin
fisiologis.
Dosis insulin harian, tergantung pada: umur, berat badan, status
pubertas, lama penyakit, fase diabetes, asupan makanan, pola
olahraga, aktivitas harian, hasil monitoring glukosa darah, dan
HbA1c, serta ada tidaknya komorbiditas. Dosis insulin (empiris),
yaitu:
- Dosis selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin <0,5
IU/kg/ hari.
- Prepubertas (diluar fase remisi parsial) dalam kisaran dosis 0,7-
1 IU/kg/hari.
- Selama pubertas kebutuhan biasanya meningkat menjadi 1,2–2
IU/kg/hari. Saat ini, regimen dengan pompa insulin (CSII=
continoius subcutaneous insulin infusion) populer di negara
maju karena yang paling mendekati kebutuhan insulin

10
fisiologis, terbukti aman, efektif, mencapai control metabolik
yang baik, serta efek samping episode hipoglikemia minimal.
Saat ini CSII belum tersedia secara luas di Indonesia.Berdasarkan
data registri UKK Endokrinologi IDAI pada Oktober 2018,
pengguna regimeninsulin konservatif, intensif, dan CSII secara
berturut-turut adalah 52,9%, 46,3%, dan 0,7%.
c. Penyesuaian Dosis Insulin
Bertujuan untuk mencapai kontrol metabolik optimal
dengan pengaturan dosis insulin fleksibel. Penyesuaian dosis
insulin bolus dengan memperhitungkan rasio insulin
boluskarbohidrat, yaitu dengan memperhitungkan rasio dosis
insulin bolus harian dengan total karbohidrat harian. Koreksi
hiperglikemia dapat dilakukan dengan rumus 1800 bila
menggunakan insulin kerja cepat, dan rumus 1500 bila
menggunakan insulin kerja pendek. Angka 1800 atau 1500 dibagi
dengan insulin total harian hasilnya dalam mg/dL, artinya 1 unit
insulin akan menurunkan kadar glukosa darah sebesar hasil
pembagian tersebut dalam mg/dL. Pada saat sakit, dosis insulin
perlu disesuaikan dengan asupan makanan tetapi jangan
menghentikan insulin, karena dapat meningkatkan lipolisis dan
glikogenolisis sehingga kadar glukosa darah meningkat dan pasien
rentan menderita KAD. Pada perjalanan penyakitnya, DM tipe-1
sering ditandai dengan fase remisi (honeymoon period), yaitu
sering mengalami serangan hipoglikemia sehingga kebutuhan
insulin harus dikurangi bahkan pada beberapa kasus metabolik
terkontrol tanpa insulin. Dosis insulin perlu disesuaikan untuk
menghindari serangan hipoglikemia dengan dosis lebih rendah dari
terapi inisial (0,3 IU/kg/hari).
d. Cara dan Lokasi Penyuntikan Insulin
Insulin harus disuntikkan secara subkutan dalam dengan
melakukan pinch (cubitan)dan jarum suntik harus membentuk

11
sudut 45o atau 90o apabila jaringan subkutannya tebal.25 Teknik
pen injector membutuhkan pengetahuan yang cermat termasuk
memastikan tidak ada udara atau penyumbatan pada jarum.
Penundaan 15 detik setelah mendorong plunger membantu
memastikan pengeluaran insulin. Penyuntikan dapat dilakukan di
daerah yang sama setiap hari, dianjurkan rotasi tempat
penyuntikan. Disinfeksi kulit tidak diperlukan, kecuali ada masalah
higienitas; infeksi pada lokasi penyuntikan jarang terjadi.
2. Nutrisi
Bertujuan untuk mencapai kontrol metabolic yang baik tanpa
mengabaikan kalori yangdibutuhkan untuk metabolisme basal,
pertumbuhan, pubertas, ataupun aktivitas sehari-hari. Dengan pengaturan
makan ini, diharapkan anak dapat tumbuh optimaldengan berat badan
ideal dan mencegahhipoglikemia. Kebutuhan kalori per hari dapat
dihitung berdasarkan berat badan ideal dan kecukupan kalori yang
dianjurkan berdasarkan usia tinggi. Komposisi kalori yang
dianjurkanadalah 50%-55% dari karbohidrat, 15%- 20% berasal dari
protein, dan 25%-35% dari lemak. Bukti klinis menganjurkan setiap
individu mengonsumsi 45%-50% energi dari karbohidrat dan mencapai
kontrol glikemik postprandial optimal dengan insulin yang sesuai dengan
rasio insulin-karbohidrat.
3. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dan olahraga merupakan bagian dari kehidupan
termasuk anak, baik dengan DM tipe-1 maupun tidak. Olahraga pada DM
tipe-1 dapat membantu meningkatkan perasaan ‘sehat’, membantu
menurunkan dan mengontrol berat badan, menurunkan kadar gula darah,
meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga dapat mengurangi kebutuhan
insulin. Petunjuk mengenai beberapa penyesuaian diet, insulin, dan cara
monitoring gula darah agar aman berolahraga bagi anak DM tipe-1.
4. Edukasi

12
Edukasi memiliki peran penting dalam penanganan DM tipe-1
karena didapatkan bukti kuat berpengaruh baik pada control glikemik dan
keluaran psikososial. Untuk mempertahankan terapi glikemik yang
intensif, keluarga berperan dalam membantu manajemen diri dalam
perubahan aktivitassehari-hari, makanan, dan fisiologi. Edukasi ini harus
dilakukan secara bertahap dan terusmenerus sesuai tingkat pendidikan
serta status sosial pasien/keluarga. Edukasi dilakukan oleh tim
multidisiplin dengan sasaran adalah pasien dan orang tua, serta
pengasuhnya. Edukasi tahap pertama dilakukan saat diagnosis ditegakkan
atau selama perawatan di rumah sakit. Edukasi ini meliputi pengetahuan
dasar tentang DM tipe-1, pengaturan makanan, insulin, serta pertolongan
pertama pada kedaruratan medik. Pada saat diagnosis, keluarga tidak dapat
menerima edukasi karena tekanan emosional, sehingga edukasi dirancang
untuk memenuhi kecepatan yang ditentukan oleh kesiapan keluarga untuk
belajar, fokus pada keterampilan praktis untuk mengelola diabetes di
rumah, dan mengatasi masalah langsung yang diungkapkankeluarga.
Konsep dasar harus direvisi dalam 4 minggu setelah diagnosis. Edukasi
tahap kedua berlangsung selama konsultasi di poliklinik. Pada tahap ini,
edukasi berisi penjelasan lebih terperinci tentang patofisiologi, olahraga,
komplikasi, dan pengulangan terhadap apa yang pernah diberikan serta
bagaimana menghadapi lingkungan sosial. Mutu pengelolaan DM tipe-1
sangat bergantung pada proses dan hasil konsultasi pasien/keluarga
dengan tim, antara lain dengan dokter. Hubungan timbal balik dokter-
pasien yang baik, jujur, terbuka, dan tegas akan sangat membantu
penderita menanamkan kepercayaan kepada dokter, sehingga
memudahkan pengelolahan selanjutnya.
5. Pemantauan Mandiri
Tujuan pemantauan gula darah pada pasien dengan DM tipe-1
adalah mencapai target kontrol glikemik yang optimal, menghindari
komplikasi jangka pendek dan jangka panjang, dan meminimalisasi akibat
hipoglikemia dan hiperglikemia terhadap fungsi kognitif. Pemantauan

13
kontrol glikemik dilakukan dengan melakukan pemantauan glukosa darah
mandiri, HbA1c, keton, dan pemantauan glukosa darah berkelanjutan.
Pemantauan tumbuh kembang merupakan bagian integral dari pemantauan
diabetes.

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis DM dibuat berdasarkan ada/ tidaknya gejala klinis DM dan hasil
pengukuran kadar glukosa plasma. Gejala klinis klasik DM adalah poliuria, polidipsia,
nokturia dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Tanpa adanya gejala klinis
DM, pemeriksaan harus diulang pada waktu yang berbeda.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL
2. Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Apabila hasil pemeriksaan tidak
memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh,
maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Diagnosis TGT
ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2
jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL. Diagnosis GDPT pula
ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan
antara 100 – 125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140
mg/Dl (Luwiharto & Ginanti, 2020).
Diagnosis dari DM tipe 1 sering mengalami kesalahan dan keterlambatan. Pada
beberapa penderita mulai timbulnya gejala sampai menjadi ketoasidosis dapat terjadi
sangat cepat, sedangkan pada penderita yang lain dapat timbul secara lambat dapat dalam
beberapa bulan. Akibat keterlambatan diagnosis, penderita DM tipe-1 akan memasuki
fase ketoasidosis yang dapat berakibat fatal bagi penderita. Keterlambatan ini dapat juga
terjadi karena penderit disangka menderita bronkopneumonia dengan asidosis atau syok
berat (IDAI & World Diabetes Foundation, 2015)

14
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM Tipe 1,
meliputi :
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi
pankreas (D.0027)
2. Resiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia
(D.0015)
3. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan ketidaktepatan
pemantauan gula darah (D.0038)
4. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (D.0142)
5. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan
kekurangan atau kelebihan volume cairan (D.0139)

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes melitus tipe I merupakan penyakit kronis yang tidak dapat di sembuhkan,
Diabetes melitus tipe I terjadi ketika tubuh kurang atau sama sekali tidak memproduksi
insulin. Akibatnya, penderita Diabetes Melitus tipe I memerlukan tambahan insulin dari luar.
DM Tipe 1 dibagi menjadi DM Tipe 1A dan DM Tipe 1B. Manifestasi klinis yang muncul
pada penderita DM tipe 1 yaitu poliuria dan polydipsia, anoreksia dan polifagia, keletihan
dan kelemahan, gangguan penglihatan, gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen.
Komplikasi DM Tipe-1 mencakup komplikasi akut dan kronik. Pemantauan pada pasien DM
tipe-1 mencakup pemantauan gula darah mandiri (PGDM), HbA1C, keton, dan glukosa
darah berkelanjutan. komponen pengelolaan DM tipe-1 terdiri dari lima pilar meliputi
pemberian insulin, nutrisi, olahraga, dan edukasi, didukung pemantauan mandiri. Diagnosis
DM dibuat berdasarkan ada/ tidaknya gejala klinis DM dan hasil pengukuran kadar glukosa
plasma.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya, namun sebagai manusia
kami tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun kami
sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini diwaktu yang akan datang.

16
DAFTAR PUSTAKA

Djahido, Mutia, dkk. (2020). POLA PENGGUNAAN INSULIN PADA PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE I DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
MANADO. PHARMACON. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT. Diakses pada 6 April
2021
Ispriantari, Aloysia., Pitaloka Priasmoro D. (2017). PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA
DENGAN DIABETES TIPE 1 DI KOTA MALANG. Dunia Keperawatan : Jurnal
Keperawatan dan Kesehatan, Volume 5. Diakses pada 6 April 2021
Ria Janita Riduan, Syazili Mustofa. (2017). Penatalaksanaan KAD dan DM tipe 1 pada Anak
Usia 15 Tahun. Lampung : J Medula Unila. Diakses pada 6 April 2021
Rizqi, Fahriza M. (2019). Faktor Yang Mempengaruhi Penyebab Terjadinya Diabetes Mellitus
(DM). Osf.io : Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia. Diakses pada 6 April 2021
Marzel Rivaldi. (2021). TERAPI PADA DM TIPE 1. Lampung : Jurnal Penelitian Perawat
Profesional. Diakses pada 6 April 2021
Nurfaida, Sari Y., Septian Wijaya D. (2018). EKSTRAK DAUN PUTRI MALU TERHADAP
KADAR GULA DARAH DIABETES MELLITUS. Journal of Health Traditional Medicine.
Diakses pada 6 April 2021
Adelita, Miranda, dkk. (2020). Kontrol Metabolik pada Diabetes Melitus Tipe-1. Medan :
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RS
Pendidikan Universitas Sumatera Utara. Diakses pada 6 April 2021
Neli, Frisma., dkk. (2019).HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN STATUS JARINGAN
PERIODONTAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2. Yogyakarta :
eprintsoltekkesjogja.ac.id. Diakses pada 11 April 2021
Pulungan Aman B, dkk. (2019). Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak : Situasi di Indonesia dan
Tata Laksana. Sari Pediatri : Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Diakses pada 11 April 2021
Hasanah, Yulisnawati. (2019). Diabetes Pada Anak. Unsri Press: Prosiding Ilmiah Dies Natalis
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Vol 57. Diakses pada 11 April 2021
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

17

Anda mungkin juga menyukai