Dosen Pembimbing:
Erna Handayani, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Disusun Oleh :
Assalamualaikum wr wb
Puji syukur senantiasa selalu kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat, taufik dan hidayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Sholawat serta salam tak lupa kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak ISPA dan
juga untuk khayalak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang
semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin.Namun,kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna
dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini
mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama dosen mata
kuliah ilmu pendidikan yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Wassalamualaikum wr wb.
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernapasan. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai
dari hidung sampai alveoli paru (Intan, 2014 dalam Dary et al, 2018).
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang
parenkim paru (Alsagaff dan Mukty, 2006: Sari Rita Kartika, Siti Thomas Zulaikhah et
al, 2019).
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) adalah infeksi yang disebabkan
mikroorganisme di struktur saluran nafas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas,
termasuk rongga hidung, faring, dan laring, dengan gejala yaitu pilek, faringitis atau
radang tenggorokan, laringitis, dan influenza (DepKes, 2015 dalam Anivah 2021).
ISPA disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri Staphylococcus, Streptococcus.
Staphylococcus dan Streptococcus merupakan bakteri gram positif. Staphylococcus
tumbuh pada lingkungan dengan temperatur 15-45ºC, sedangkan Streptococcus tumbuh
pada lingkungan dengan temperatur suhu 37ºC. (Dary et al, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Ispa?
2. Apa etiologi Ispa pada anak ?
3. Apa manifestasi Ispa pada anak?
4. Apa Patofisiologi klinik/ tanda gejala Ispa pada anak?
5. Apa Klasifikasi Ispa pada anak?
6. Apa Pemeriksaan penunjang Ispa pada anak?
7. Apa penatalaksanaan Ispa?
8. Bagaimana Komplikasi Ispa pada anak?
9. Bagaimana masalah/diagnose keperawatan Ispa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Ispa.
2. Untuk mengetahui etiologi Ispa pada anak.
3. Untuk mengetahui manifestasi Ispa pada anak.
4. Untuk mengetahui Patofisiologi Ispa pada anak.
5. Untuk mengetahui Klasifikasi Ispa pada anak.
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang Ispa pada anak.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan Ispa.
8. Untuk mengetahui Komplikasi Ispa pada anak.
9. Untuk mengetahui masalah/diagnosa keperawatan Ispa.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut (Roy Meadow, 2003 dalam Isa, 2019) Faktor resiko terjadinya ISPA adalah:
a. Status imunisasi
Dengan anak yang tidak mendapat imunisasi mempunyai resiko lebih tinggi
dibandingkan dengan yang mendapat imunisasi. imunisasi merupakan cara preventif
yang tersedia dan dapat didapatkan oleh anak. Anak memiliki hak untuk terlindungi
dari penyakit infeksi. Imunisasi memberikan kekebalan terhadap berbagai penyakit.
Sedangkan menurut Tamba (2009), faktor resiko infeksi saluran pernapasan atas
adalah status ekonomi yang rendah dan hunian yang padat (polusi udara). ISPA
merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menyebar melalui udara.
Penyakit ini dapat menular apabila virus atau bakteri yang terbawa dalam droplet terhirup
oleh orang sehat. Droplet penderita dapat disebarkan melalui batuk atau bersin. Proses
terjadinya penyakit setelah agent penyakit terhirup berlangsung dalam masa inkubasi
selama 1 sampai 4 hari untuk berkembang dan menimbulkan ISPA. Oleh karena itu
kualitas lingkungan udara dapat menentukan berbagai macam transmisi penyakit (Shibata
et al dalam Nur, Sonia A. 2017 dalam Yuhendri & Sekar, 2019).
Untuk golongan umur 2 bln hingga 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus
dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).
2.7 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di
beri oksigen dan sebagainya.
b. ISPA ringan : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol,
jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin.
c. ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang
tidak mengandung zat yang merugikan, Bila demam diberikan obat penurun panas
yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan
tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss
dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih
menyusu.
g. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
h. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional/non
farmakologi
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi merupakan akibat dari invasi bakteri sinus paranasal dan bagian
bagian lain saluran pernafasan. Limfonodi servikalis dapat juga menjadi terlibat dan
kadang-kadang bernanah, Mastoiditis, selulitis peritonsiler, sinusitis, atau selulitis
periorbital dapat terjadi.
Komplikasi yang paling sering adalah otitis media, yang ditemukan pada bayi
bayi kecil sampai sebanyak 25 persennya. Kebanyakan, infeksi virus saluran pernafasan
atas juga melibatkan saluran pernafasan bawah, dan pada banyak kasus, fungsi paru
menurun walaupun gejala saluran pernafasan bawah tidak mencolok atau tidak ada
(Nelson, 2007 dalam Padila, 2019).
Pengkajian pola kesehatan yang muncul pada pasien ISPA meliputi berikut :
a. Pola nutrisi atau metabolik.Pasien mengeluhkan mual-muntah, anoreksia,
berat badan menurun karena asupan makanan berkurang, nyeri menelan, dan
bau berbau.
b. Pola eliminasi.Pola eliminasi klien yang harus dikaji oleh perawat meliputi:
1) Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan lain.
2) Kebiasaan pola buang air besar :frekuensi, jumlah (cc), warna, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAB, pengggunaan obat-
obatan untuk BAB, adanya perubahan lain, ada darah dalam feses dan
rektum.
3) Kemampuan perawatan diri : kekamar mandi, kebersihan diri.
4) Penggunaan bantuan untuk ekskresi
3. Pola aktivitas dan latihan.
Pasien dengan ISPA biasanya ketika melakukan aktivitas dengan mudah
lelah dan lemah karena asupan makanan dan cairan berkurang.
4. Pola tidur dan istirahat.
5. Pola kognitif dan perseptual.
Pasien dengan ISPA yang tidak segera ditangani (parah) biasanya
pendengaran dan fokus perhatiannya berkurang atau menyempit, kemampuan
berfikir abstrak menurun, kehilangan perhatian untuk lingkungan.
6. Pola presepsi diri.
Pasien dengan ISPA sering mengalami penurunan harga diri, perubahan
konsep diri dan citra tubuh, menurunnya harga diri, menurunnya kemandirian dan
perawatan diri.
7. Pola peran dan hubungan.
ISPA jika tidak ditangani dapat membuat Pasien tidak dapat menjalankan
sekolah sehingga dapat menyebabkan penurunan kontak sosial dan aktivitas pada
Pasien.
8. Pola manajemen koping-stres.
Kecemasan Pasien terhadap hospitalisasi.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan ISPA biasanya ditemukan pada:
1) TTV :Suhu tubuh mengalami peningkatan, nadi meningkat, RR meningkat
2) Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
3) Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
4) Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
5) Mulut dan faring
- Inspeksi : Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah
kotor/ tidak, biasanya nafas pasien berbau, adanya di daerah faring atau tonsil.
kemerahan pada faring, apakah ada gangguan dalam menelan, Tonsil tampak
kemerahan dan edema, Tampak batuk tidak produktif
6) Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis, Tidak ada jaringan parut dan leher, Teraba adanya pembesaran
kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis.
7) Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan, Tidak tampak penggunaan
otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung, Perkusi suara paru
normal (resonance), Auskultasi suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada
kedua sisi paru.
8) Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen,
apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
9) Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, biasanya kulit teraba panas karena demam.
10) Ekstremitas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk. (Nursing Student, 2015).
C. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien faringitis (SDKI, 2017)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d proses infeksi
2. Hipertermi b.d proses penyakit (infeksi)
3. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur
4. Defisit pengetahuan b.d kurangnya terpapar informasi
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
6. Risiko defisit nutrisi b.d faktor psikologis
7. Nausea b.d iritasi lambung
D. Intervensi keperawatan
Tindakan keperawatan penyakit Faringitis akut pada anak menurut SIKI (2018) yaitu:
1. Diagnosa : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d proses infeksi
Luaran Utama : Bersihan jalan nafas
Kolaborasi 15. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Kolaborasi 18. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
19. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
Terapeutik 8. Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis. Bau tak sedap,
suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
9. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
10. Berikan makan dalam jumlah kecil dan menarik
11. Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak
berwarna, jika perlu
Edukasi 12. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
13. Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang
mual
14. Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak
15. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual
(mis. Biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, tanpa atau disertai parenkim paru. ISPA
merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menyebar melalui udara.
Penyakit ini dapat menular apabila virus atau bakteri yang terbawa dalam droplet terhirup
oleh orang sehat. Droplet penderita dapat disebarkan melalui batuk atau bersin. Proses
terjadinya penyakit setelah agent penyakit terhirup berlangsung dalam masa inkubasi
selama 1 sampai 4 hari untuk berkembang dan menimbulkan ISPA. (Yuhendri & Sekar,
2019).
Menurut (WHO, 2007 dalam Dary et al 2018) Timbulnya gejala ISPA biasanya
cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam,
batuk, dan sering juga nyeri tenggorokan, pilek, sesak napas, mengi, atau kesulitan
bernapas.
Menurut Wong (2004 dalam Isa, 2019), umumnya penyakit infeksi saluran
pernapasan akut biasanya ditandai dengan keluhan dan gejala yang ringan, namun seiring
berjalannya waktu, keluhan dan gejala yang ringan tersebut bisa menjadi berat kalau
tidak segera diatasi. Oleh sebab itu, jika anak sudah menunjukkan gejala sakit ISPA,
maka harus segera diobati agar tidak menjadi berat yang bisa menyebabkan gagal napas
atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Gejala yang ringan biasanya diawali dengan
demam, batuk, hidung tersumbat dan sakit tenggorokan.
3.2 Saran
Dary, dkk. 2018. Peran Keluarga Dalam Penanganan Anak dengan Penyakit ISPA Di RSUD Piru.
Jurnal Kepperawatan Muhammadiyah. Vol.3 no.1. diakses pada tanggal 1 Februari 2022.
Devi, B.K.A. (2018). Anatomi Fisiologi dan Biokimia Keperawatan. Cetakan Pertama. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Padila, dkk. 2019. Perawatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita. Jurnal Kesmas
Asclepius. Vol.1 No.1. diakses pada tanggal 1 Februari 2022.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan Indikator Diagnostik, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Putra.Y & Wulandari.S.S. 2019. Faktor Penyebab Kejadian ISPA. JURNAL KESEHATAN. Vol.10
no.1. diakses pada tanggal 1 Februari 2022.
Rahayu. Isa. 2019. PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP SATURASI OKSIGEN PADA
ANAK DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI RSU KALIWATES
JEMBER. (Karya Tulis Ilmiah. Jember : Universitas Jember) diakses pada tanggal 1 Februari
2022.
Suriani. Yunilis. 2018. ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R DENGAN GANGGUAN ISPA
(INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI WIAYAH KERJA PUSKESMAS AIR HAJI
KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI KABUPATEN PESISIR SELATAN. (Karya Tulis
Ilmiah: Sekkolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang) diakses pada tanggal 1 Februari
2022.
Wulanningsih, Indah & Hastuti, Witri. 2018. Hubungan pengetahuan orang tua tentang ISPA
dengan kejadian ISPA pada balita di desa dawungsari kecamatan pegandon kabupaten
Kendal. Jurnal Smart Keperawatan. Vol. 5 No.1. diakses pada tanggal 1 Februari 2022.