Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS

Dosen Pembimbing:
Erna Handayani, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

1. Dwi Rifanika (14201.12.20009)


2. Ummi Sya’idah (14201.12.20044)

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN-PROBOLINGGO
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb

Puji syukur senantiasa selalu kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat, taufik dan hidayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Sholawat serta salam tak lupa kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak ISPA dan
juga untuk khayalak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang
semoga bermanfaat.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin.Namun,kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna
dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini
mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama dosen mata
kuliah ilmu pendidikan yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Wassalamualaikum wr wb.

Probolinggo, 20 September 2022


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................


Daftar Isi ..................................................................................................................
Bab I Pendahuluan………………………………...................................................
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1.3 Tujuan .................................................................................................................
Bab II Pembahasan..................................................................................................
2.1 Pengertian Ispa.............................................................................................................
2.2 Etiologi Ispa .........................................................................................................
2.3 Manifestasi Ispa ...................................................................................................
2.4 Pathofisiologi Ispa ...............................................................................................
2.5 Klasifikasi............................................................................................................
2.6 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................
2.7 Penatalaksanaan...................................................................................................
2.8 Komplikasi...........................................................................................................
2.9 Diagnosa Keperawatan.........................................................................................
Bab III Penutup........................................................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
3.2 Saran.....................................................................................................................
Daftar Pustaka .........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernapasan. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai
dari hidung sampai alveoli paru (Intan, 2014 dalam Dary et al, 2018).
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang
parenkim paru (Alsagaff dan Mukty, 2006: Sari Rita Kartika, Siti Thomas Zulaikhah et
al, 2019).
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) adalah infeksi yang disebabkan
mikroorganisme di struktur saluran nafas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas,
termasuk rongga hidung, faring, dan laring, dengan gejala yaitu pilek, faringitis atau
radang tenggorokan, laringitis, dan influenza (DepKes, 2015 dalam Anivah 2021).
ISPA disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri Staphylococcus, Streptococcus.
Staphylococcus dan Streptococcus merupakan bakteri gram positif. Staphylococcus
tumbuh pada lingkungan dengan temperatur 15-45ºC, sedangkan Streptococcus tumbuh
pada lingkungan dengan temperatur suhu 37ºC. (Dary et al, 2018).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Ispa?
2. Apa etiologi Ispa pada anak ?
3. Apa manifestasi Ispa pada anak?
4. Apa Patofisiologi klinik/ tanda gejala Ispa pada anak?
5. Apa Klasifikasi Ispa pada anak?
6. Apa Pemeriksaan penunjang Ispa pada anak?
7. Apa penatalaksanaan Ispa?
8. Bagaimana Komplikasi Ispa pada anak?
9. Bagaimana masalah/diagnose keperawatan Ispa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Ispa.
2. Untuk mengetahui etiologi Ispa pada anak.
3. Untuk mengetahui manifestasi Ispa pada anak.
4. Untuk mengetahui Patofisiologi Ispa pada anak.
5. Untuk mengetahui Klasifikasi Ispa pada anak.
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang Ispa pada anak.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan Ispa.
8. Untuk mengetahui Komplikasi Ispa pada anak.
9. Untuk mengetahui masalah/diagnosa keperawatan Ispa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi ISPA


ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, tanpa atau disertai parenkim paru. ISPA
merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menyebar melalui udara.
Penyakit ini dapat menular apabila virus atau bakteri yang terbawa dalam droplet terhirup
oleh orang sehat. Droplet penderita dapat disebarkan melalui batuk atau bersin. Proses
terjadinya penyakit setelah agent penyakit terhirup berlangsung dalam masa inkubasi
selama 1 sampai 4 hari untuk berkembang dan menimbulkan ISPA. (Yuhendri & Sekar,
2019)
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernapasan. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai
dari hidung sampai alveoli paru (Intan, 2014 dalam Dary et al, 2018).
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang
parenkim paru (Alsagaff dan Mukty, 2006: Sari Rita Kartika, Siti Thomas Zulaikhah et
al, 2019).
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) adalah infeksi yang disebabkan
mikroorganisme di struktur saluran nafas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas,
termasuk rongga hidung, faring, dan laring, dengan gejala yaitu pilek, faringitis atau
radang tenggorokan, laringitis, dan influenza (DepKes, 2015 dalam Anivah 2021).
ISPA adalah penyakit menular dari saluran pernapasan atas atau bawah yang
dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit berkisar dari infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada pathogen penyebabnya, faktor
pejamu dan faktor lingkungan (WHO, 2015 Anivah 2021).
2.2 ETIOLOGI
ISPA disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri Staphylococcus, Streptococcus.
Staphylococcus dan Streptococcus merupakan bakteri gram positif. Staphylococcus
tumbuh pada lingkungan dengan temperatur 15-45ºC, sedangkan Streptococcus tumbuh
pada lingkungan dengan temperatur suhu 37ºC. (Dary et al, 2018).
Menurut (Roy Meadow, 2003 dalam Isa, 2019) ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)
dapat disebabkan oleh:
a. Bakteri
Bakteri adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membrane inti sel.
Bakteri penyebab ISPA, antara lain: escherichia coli, streptococcus pneumonia,
chlamidya trachomatis, clamidia pneumoniae, dan mycoplasma pneumonia.
b. Virus
Virus adalah makhluk berukuran super kecil bahkan ukurannya lebih kecildari sel
yaitu sekitar 0,2 mikron. Oleh karena ukurannya yang super kecil, virus hanya dapat
diamati dengan menggunakan mikroskop elektron, sedangkan mikroskop cahaya
belum mampu untuk menjangkaunya. Tubuh virus hanya terdiri dari satu jenis protein
dan asam inti saja yang berarti hanya dapat berupa DNA atau RNA saja, namun tidak
dapat memiliki keduanya. Virus penyebab ISPA diantaranya miksovirus, adenovirus,
koronavirus, pikornavirus, virus influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, respiratory
syncytial virus, dan severe acute respiratory syndrome associated coronavirus (SARS-
CoV).
c. Jamur
Jamur adalah organisme yang mempunyai inti, spora dan tidak berklorofil,
dinding sel terdiri dari sellulosa, khitin atau kombinasi keduanya. Jamur penyebab
ISPA antara lain: aspergillus sp, candidia albicans, blastomyces dermatitidis,
histoplasma capsulatum, coccidioides immitis, dan crytococcus neoformans.

Menurut (Roy Meadow, 2003 dalam Isa, 2019) Faktor resiko terjadinya ISPA adalah:

a. Status imunisasi
Dengan anak yang tidak mendapat imunisasi mempunyai resiko lebih tinggi
dibandingkan dengan yang mendapat imunisasi. imunisasi merupakan cara preventif
yang tersedia dan dapat didapatkan oleh anak. Anak memiliki hak untuk terlindungi
dari penyakit infeksi. Imunisasi memberikan kekebalan terhadap berbagai penyakit.

b. Pemberian kapsul vitamin A.


Vitamin A memiliki peran untuk meningkatkan imunitas anak. Apabila anak atau
bayi yang tidak mendapatkan vitamin A dapat beresiko lebih besar terkena penyakit
ISPA dibanding dengan anak yang sudah mendapatkan vitamin A.
c. Keberadaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumahnya (Markamah. et al.
2012).

Sedangkan menurut Tamba (2009), faktor resiko infeksi saluran pernapasan atas
adalah status ekonomi yang rendah dan hunian yang padat (polusi udara). ISPA
merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menyebar melalui udara.
Penyakit ini dapat menular apabila virus atau bakteri yang terbawa dalam droplet terhirup
oleh orang sehat. Droplet penderita dapat disebarkan melalui batuk atau bersin. Proses
terjadinya penyakit setelah agent penyakit terhirup berlangsung dalam masa inkubasi
selama 1 sampai 4 hari untuk berkembang dan menimbulkan ISPA. Oleh karena itu
kualitas lingkungan udara dapat menentukan berbagai macam transmisi penyakit (Shibata
et al dalam Nur, Sonia A. 2017 dalam Yuhendri & Sekar, 2019).

2.3 MANIFESTASI KLINIS


Menurut (WHO, 2007 dalam Dary et al 2018) Timbulnya gejala ISPA biasanya
cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam,
batuk, dan sering juga nyeri tenggorokan, pilek, sesak napas, mengi, atau kesulitan
bernapas.
Menurut Wong (2004 dalam Isa, 2019), umumnya penyakit infeksi saluran
pernapasan akut biasanya ditandai dengan keluhan dan gejala yang ringan, namun seiring
berjalannya waktu, keluhan dan gejala yang ringan tersebut bisa menjadi berat kalau
tidak segera diatasi. Oleh sebab itu, jika anak sudah menunjukkan gejala sakit ISPA,
maka harus segera diobati agar tidak menjadi berat yang bisa menyebabkan gagal napas
atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Gejala yang ringan biasanya diawali dengan
demam, batuk, hidung tersumbat dan sakit tenggorokan.
Menurut (Rasmaliah, 2004 dalam dalam Isa, 2019) bahwa tanda bahaya bisa
dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. Secara klinis
pada pemeriksaan respirasi akan terdapat tanda gejala sebagai berikut: takipnea, napas
tidka teratur (apnea), retraksi dinding thoraks, napas cuping hidung, sianosis, suara napas
lemah atau hilang, grunting expiratior dan wheezing. Sedangkan pada system
kardiovaskuler akan menunjukkan gejala takikardi, bradikardi, hypertensi, hypotensi dan
cardiac arrest. Sedangkan hasil pemeriksaan laboratorium adalah jika ditemukan
hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis metabolik maupun asidosis respiratorik.
Menurut (Ema et al, 2019) Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu
tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama  bayi
tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran  pernafasan
akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan pada nafas Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran  pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak  terdapatnya suara
pernafasan.
2.4 PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan
suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus
merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick,
1983 dalam DepKes RI, 1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang
mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983) . Infeksi sekunder bakteri ini
menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas
sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri
ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu
laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada
saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat tempat yang
lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar
ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa
menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasanatas,sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann,
1985).Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis salurannafas terutama dalam hal bahwa sistem imun disaluran nafas yang
sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada
umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang
tersebar, merupakan eiri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa
IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas
bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (slgA) sangat berperan dalam
mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).Dari uraian di atas,
perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,yaitu:1.Tahap
prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.2.Tahap
inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi
bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah. 3.Tahap dini penyakit : dimulai dari
munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk.4.Tahap lanjut penyakit,
dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempuma, sembuh dengan atelektasis, menjadi
kronis dan meninggal akibat pneumonia.
2.5 KLASIFIKASI
Menurut (Isa et al, 2019) dalam Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA)
mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.


Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan
umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu:
1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu
60 kali per menit atau lebih.
2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bln hingga 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus
dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Menurut (Hendricon et al, 2021) pemeriksaan penunjang yang diperlukan, seperti:
a. Pemeriksaan darah di laboratorium
b. Pengambilan sampel dahak untuk diperiksa di laboratorium
c. Pencitraan dengan x-ray atau CT scan untuk menilai kondisi paru-paru.
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah  biakan
kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia,
dan
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

2.7 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di
beri oksigen dan sebagainya.
b. ISPA ringan : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol,
jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin.
c. ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang
tidak mengandung zat yang merugikan, Bila demam diberikan obat penurun panas
yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan
tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss
dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih
menyusu.
g. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
h. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional/non
farmakologi

2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi merupakan akibat dari invasi bakteri sinus paranasal dan bagian
bagian lain saluran pernafasan. Limfonodi servikalis dapat juga menjadi terlibat dan
kadang-kadang bernanah, Mastoiditis, selulitis peritonsiler, sinusitis, atau selulitis
periorbital dapat terjadi.
Komplikasi yang paling sering adalah otitis media, yang ditemukan pada bayi
bayi kecil sampai sebanyak 25 persennya. Kebanyakan, infeksi virus saluran pernafasan
atas juga melibatkan saluran pernafasan bawah, dan pada banyak kasus, fungsi paru
menurun walaupun gejala saluran pernafasan bawah tidak mencolok atau tidak ada
(Nelson, 2007 dalam Padila, 2019).

2.9 TEORI ASUHAN KEPERAWATAN FARINGITIS


A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark.
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga,
dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Diketahui bahwa
penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain
adalahrendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan
asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan
mempermudah terjadinya ISPA anak.
2. Pengkajian Riwayat Keperawatan
Pengkajian Riwayat Keperawatan meliputi beberapa pengkajian antara lain :
a. Keluhan Utama
b. Riwayat PenyakitRiwayat penyakit yang pasien alami sekarang sampai hari
pen gkajian seperti: klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan
lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit
tenggorokan.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien tersebut.Pengkajian Pola Kesehatan

Pengkajian pola kesehatan yang muncul pada pasien ISPA meliputi berikut :
a. Pola nutrisi atau metabolik.Pasien mengeluhkan mual-muntah, anoreksia,
berat badan menurun karena asupan makanan berkurang, nyeri menelan, dan
bau berbau.
b. Pola eliminasi.Pola eliminasi klien yang harus dikaji oleh perawat meliputi:
1) Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan lain.
2) Kebiasaan pola buang air besar :frekuensi, jumlah (cc), warna, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAB, pengggunaan obat-
obatan untuk BAB, adanya perubahan lain, ada darah dalam feses dan
rektum.
3) Kemampuan perawatan diri : kekamar mandi, kebersihan diri.
4) Penggunaan bantuan untuk ekskresi
3. Pola aktivitas dan latihan.
Pasien dengan ISPA biasanya ketika melakukan aktivitas dengan mudah
lelah dan lemah karena asupan makanan dan cairan berkurang.
4. Pola tidur dan istirahat.
5. Pola kognitif dan perseptual.
Pasien dengan ISPA yang tidak segera ditangani (parah) biasanya
pendengaran dan fokus perhatiannya berkurang atau menyempit, kemampuan
berfikir abstrak menurun, kehilangan perhatian untuk lingkungan.
6. Pola presepsi diri.
Pasien dengan ISPA sering mengalami penurunan harga diri, perubahan
konsep diri dan citra tubuh, menurunnya harga diri, menurunnya kemandirian dan
perawatan diri.
7. Pola peran dan hubungan.
ISPA jika tidak ditangani dapat membuat Pasien tidak dapat menjalankan
sekolah sehingga dapat menyebabkan penurunan kontak sosial dan aktivitas pada
Pasien.
8. Pola manajemen koping-stres.
Kecemasan Pasien terhadap hospitalisasi.

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan ISPA biasanya ditemukan pada:
1) TTV :Suhu tubuh mengalami peningkatan, nadi meningkat, RR meningkat
2) Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
3) Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
4) Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
5) Mulut dan faring
- Inspeksi : Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah
kotor/ tidak, biasanya nafas pasien berbau, adanya di daerah faring atau tonsil.
kemerahan pada faring, apakah ada gangguan dalam menelan, Tonsil tampak
kemerahan dan edema, Tampak batuk tidak produktif
6) Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis, Tidak ada jaringan parut dan leher, Teraba adanya pembesaran
kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis.
7) Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan, Tidak tampak penggunaan
otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung, Perkusi suara paru
normal (resonance), Auskultasi suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada
kedua sisi paru.
8) Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen,
apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
9) Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, biasanya kulit teraba panas karena demam.
10) Ekstremitas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk. (Nursing Student, 2015).

C. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien faringitis (SDKI, 2017)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d proses infeksi
2. Hipertermi b.d proses penyakit (infeksi)
3. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur
4. Defisit pengetahuan b.d kurangnya terpapar informasi
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
6. Risiko defisit nutrisi b.d faktor psikologis
7. Nausea b.d iritasi lambung

D. Intervensi keperawatan
Tindakan keperawatan penyakit Faringitis akut pada anak menurut SIKI (2018) yaitu:
1. Diagnosa : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d proses infeksi
Luaran Utama : Bersihan jalan nafas

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


menurun meningkat
Batuk efektif 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Produksi 1 2 3 4 5
sputum 1 2 3 4 5
Mengi 1 2 3 4 5
wheezing 1 2 3 4 5
Mekonium
(pada neonatus) 1 2 3 4 5
Dispnea 1 2 3 4 5
Ortopnea 1 2 3 4 5
Sulit bicara 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


memburuk membaik
Frekuensi nafas 1 2 3 4 5
Pola nafas 1 2 3 4 5

Intervensi Utama : Manajemen Jalan Nafas

Observasi 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)


2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering) Monitor sputum (jumlah, wama, aroma)

Terapeutik 3. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift


(jawthrust jika curiga trauma servikal)
4. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
5. Berikan minum hangat
6. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
7. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
8. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
9. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
10. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi 11. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
12. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi 13. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika


perlu.

2. Diagnosa : Gangguan pola tidur b.d kurang control tidur


Luaran Utama : Pola tidur

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


menurun meningkat
Kemampuan 1 2 3 4 5
beraktivitas

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Keluhan sulit 1 2 3 4 5
tidur
Keluhan sering 1 2 3 4 5
terjaga
Keluhan tidak 1 2 3 4 5
puas tidur
Keluhan pola 1 2 3 4 5
tidur berubah
Keluhan 1 2 3 4 5
istirahat tidak
cukup

Intervensi Utama : Dukungan Tidur


Observasi 1. ldentifikasi pola aktivitas dan tidur
2. ldentifikasi faktor penggangqu tidur (fisik dan atau psikologis)
3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis.
Kopi, teh, Alkohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak
air sebelum tidur)
4. ldentifikasi obat tidur yang dikonsumsi

Terapeutik 5. Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan, kebisingan, suhu,


matras, dan
tempattidur) Batasi waktu tidur siang. jika perlu
6. Fasilitasi menghilangkan slres sebelum tidur
7. Tetapkan jadwal tidur rutin
8. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. pijat,
pengaturan posisi,terapi akupresur)
9. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk
menunjang siklus tidurterjaga

Edukasi 10. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit


11. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
12. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
13. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
14. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur (mis.gangguan polapsikologis, gaya hidup, sering berubah
shift bekerja)
15. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya

3. Diagnosa : Hipertemia b.d proses penyakit


Luaran Utama :Termoregulasi

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Menggigil 1 2 3 4 5
Kulit merah 1 2 3 4 5
Kejang 1 2 3 4 5
Akrosianosis 1 2 3 4 5
Konsumsi 1 2 3 4 5
oksigen 1 2 3 4 5
Piloereksi 1 2 3 4 5
Vasokontriksi
perifer 1 2 3 4 5
Kutis memorata 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5
Takikardia 1 2 3 4 5
Takipnea 1 2 3 4 5
Bradikardi 1 2 3 4 5
Dasar kuku
sianotik 1 2 3 4 5
Hipoksia

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


memburuk membaik
Suhu tubuh 1 2 3 4 5
Suhu kulit 1 2 3 4 5
Kadar glukosa 1 2 3 4 5
darah
Pengisian kapiler 1 2 3 4 5
Ventilasi 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5

Intervensi Utama : Manajemen hipertermi

Observasi 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar


lingkungan panas, penggunaan inkubator)
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor haluran urine
5. Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik 6. Sediakan lingkungan yang dingin


7. Longgarkan atau lepaskan pakaian
8. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
9. Berikan cairan oral
10. Ganti linen seriap hari atau lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat berlebih)
11. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hiportemia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
12. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
13. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi 14. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi 15. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

4. Diagnosa : Risiko defisit nutrisi b.d faktor psikologis


Luaran Utama : Status nutrisi

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


menurun meningkat
Porsi makanan 1 2 3 4 5
yang di
habiskan 1 2 3 4 5
Kekuatan otot
mengunyah 1 2 3 4 5
Kekuatan otot
menelan
Serum albumin 1 2 3 4 5
Verbalisasi 1 2 3 4 5
Keinginan untuk
meningkatkan
nutrisi
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang pilihan
minuman yang
sehat 1 2 3 4 5
Pengetahuan
tentang standar
asupan nutrisi
yang tepat
Penyiapan dan 1 2 3 4 5
penyimpanan
makanan yang
aman
Penyiapan dan 1 2 3 4 5
penyimpanan
minuman yang
aman
Sikap terhadap 1 2 3 4 5
Makanan /
minuman sesuai
dengan tujuan
kesehatan
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Perasaan cepat 1 2 3 4 5
kenyang 1 2 3 4 5
Nyeri abdomen 1 2 3 4 5
Sariawan 1 2 3 4 5
Rambut rontok 1 2 3 4 5
Diare 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


memburuk membaik
Berat badan 1 2 3 4 5
Indeks Massa 1 2 3 4 5
Tubuh (IMT)
Frekuensi makan 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Bising usus 1 2 3 4 5
Tebal lipatan 1 2 3 4 5
kulit trisep

Intervensi Utama : Manajemen nutrisi

Observasi 1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik 9. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


10. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)
11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
12. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
13. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
14. Berikan suplemen makanan, jika perlu
15. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi 16. Anjurkan posisi duduk, jika mampu


17. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi 18. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
19. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

5. Diagnosa : Nausea b.d iritasi lambung


Luaran Utama : Tingkat Nausea (L.08065)

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


menurun meningkat
Nafsu Makan 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Keluhan mual 1 2 3 4 5
Perasaan ingin 1 2 3 4 5
muntah
Perasaan asam di 1 2 3 4 5
mulut
Sensasi Panas 1 2 3 4 5
Sensasi dingin 1 2 3 4 5
Frekuensi Menelan 1 2 3 4 5
Diaforesis 1 2 3 4 5
Jumlah Sativa 1 2 3 4 5

Memburu Cukup Sedang Cukup Membaik


k memburuk membaik
Pucat 1 2 3 4 5
Takikardia 1 2 3 4 5
Dilatasi pupil 1 2 3 4 5

Intervensi Utama : Manajemen Mual (I.03117)

Observasi 1. Identifikasi pengalaman mual


2. Identifikasi isyarat nonverbal ketidak nyamanan (mis. Bayi, anak-
anak, dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
3. Identifikasi dampak mual terhadapkualitas hidup (mis. Nafsu
makan, aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
4. Identifikasi faktor penyebab mual (mis. Pengobatan dan prosedur)
5. Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual (kecuali mual pada
kehamilan)
6. Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
7. Monitor asupan nutrisi dan kalori

Terapeutik 8. Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis. Bau tak sedap,
suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
9. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
10. Berikan makan dalam jumlah kecil dan menarik
11. Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak
berwarna, jika perlu
Edukasi 12. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
13. Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang
mual
14. Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak
15. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual
(mis. Biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur)

Kolaborasi 16. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, tanpa atau disertai parenkim paru. ISPA
merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menyebar melalui udara.
Penyakit ini dapat menular apabila virus atau bakteri yang terbawa dalam droplet terhirup
oleh orang sehat. Droplet penderita dapat disebarkan melalui batuk atau bersin. Proses
terjadinya penyakit setelah agent penyakit terhirup berlangsung dalam masa inkubasi
selama 1 sampai 4 hari untuk berkembang dan menimbulkan ISPA. (Yuhendri & Sekar,
2019).
Menurut (WHO, 2007 dalam Dary et al 2018) Timbulnya gejala ISPA biasanya
cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam,
batuk, dan sering juga nyeri tenggorokan, pilek, sesak napas, mengi, atau kesulitan
bernapas.
Menurut Wong (2004 dalam Isa, 2019), umumnya penyakit infeksi saluran
pernapasan akut biasanya ditandai dengan keluhan dan gejala yang ringan, namun seiring
berjalannya waktu, keluhan dan gejala yang ringan tersebut bisa menjadi berat kalau
tidak segera diatasi. Oleh sebab itu, jika anak sudah menunjukkan gejala sakit ISPA,
maka harus segera diobati agar tidak menjadi berat yang bisa menyebabkan gagal napas
atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Gejala yang ringan biasanya diawali dengan
demam, batuk, hidung tersumbat dan sakit tenggorokan.
3.2 Saran

Bagi Masyarakat Meminimalisir merokok dan menggunakan obat nyamuk bakar


di dalam rumah.Diharapkan keluarga yang sedang menderita ISPA untuk tidak tidur
sekamar bersama balita guna mencegah penularan infeksi, serta menjaga kesehatan
melalui PHBS seperti menutup mulut saat batuk ataupun bersin.

Bagi Keluarga Klien Memberikan pemahaman kepada keluarga klien dalam


upaya pencegahan kekambuhan ISPA dengan menjaga kebersihan lingkungan sekitar
tempat tinggal dan memberikan asupan makanan bergizi kepada anak.

Bagi Puskesmas Melakukan upaya penanggulangan penyakit ISPA di Puskesmas


Pakis Surabaya dengan mengadakan penyuluhan mengenai tindakan promotif dan
preventif guna mencegah timbulnya penularan penyakit ISPA melalui kegiatan di
Puskesmas maupun Posyandu.
DAFTAR PUSTAKA

Dary, dkk. 2018. Peran Keluarga Dalam Penanganan Anak dengan Penyakit ISPA Di RSUD Piru.
Jurnal Kepperawatan Muhammadiyah. Vol.3 no.1. diakses pada tanggal 1 Februari 2022.

Devi, B.K.A. (2018). Anatomi Fisiologi dan Biokimia Keperawatan. Cetakan Pertama. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.

Padila, dkk. 2019. Perawatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita. Jurnal Kesmas
Asclepius. Vol.1 No.1. diakses pada tanggal 1 Februari 2022.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan Indikator Diagnostik, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Putra.Y & Wulandari.S.S. 2019. Faktor Penyebab Kejadian ISPA. JURNAL KESEHATAN. Vol.10
no.1. diakses pada tanggal 1 Februari 2022.

Rahayu. Isa. 2019. PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP SATURASI OKSIGEN PADA
ANAK DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI RSU KALIWATES
JEMBER. (Karya Tulis Ilmiah. Jember : Universitas Jember) diakses pada tanggal 1 Februari
2022.

Suriani. Yunilis. 2018. ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R DENGAN GANGGUAN ISPA
(INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI WIAYAH KERJA PUSKESMAS AIR HAJI
KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI KABUPATEN PESISIR SELATAN. (Karya Tulis
Ilmiah: Sekkolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang) diakses pada tanggal 1 Februari
2022.

Wulanningsih, Indah & Hastuti, Witri. 2018. Hubungan pengetahuan orang tua tentang ISPA
dengan kejadian ISPA pada balita di desa dawungsari kecamatan pegandon kabupaten
Kendal. Jurnal Smart Keperawatan. Vol. 5 No.1. diakses pada tanggal 1 Februari 2022.

Anda mungkin juga menyukai