Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SALURAN

PERNAPASAN AKUT

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

Dosen Pengampu : Ibu Berlian Kusuma Dewi, S.Kep.,Ns,M.S.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6 :

1. Hilma Diana (2206047)


2. Indah Khilyatun (2206048)
Diajukan untuk memenuhi Tugas mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah

PRODI D3 KEPERAWATAN

POLITEKNIK NEGERI INDRAMAYU

2022/2O23

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur allhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
“ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT” ini bisa
selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan
baik. Kami berharap semoga makah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................1

BAB II TINJUAN TEORI.........................................................................2

2.1 Definisi........................................................................................................................2

2.2 Etiologi........................................................................................................................2

2.3 Patafiologi ..................................................................................................................3

2.4 Pathway.......................................................................................................................4

2.5 Tanda dan Gejala.........................................................................................................6

2.6 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................6

2.7 Penangan atau Penatalaksanaan .................................................................................7

2.8 Obat-obatan yang diberikan .......................................................................................9

2.9 Pencegahan ...............................................................................................................10

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................12

1.1 P
e
n

iii
g
k
a
ji
a
n
..
1
2
1.2 D
i
a
g
n
o
s
a
..
1
4
1.3 I
n
t
e
r
v
e
s
i.
..

iv
1
4
1.4 I
m
p
l
e
m
e
n
a
s
i
..
1
5
1.5 E
v
a
l
u
a
s
i
..
1
5

BAB IV

v
JURNAL ...................................................................................................16

4.1 Ketetapan Penentuan Kode Diagnosa Penyakit Gastroenteritis ...............................16

4.2 Analisis Ketetapan Penentuan Diagnosa Gastroenteritia..........................................17

BAB V

PENUTUP..................................................................................................19

5.1 Kesimpulan ...............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................20

vi
vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi pernafasan merupakan radang akut yang paling banyak terjadi pada
anak-anak yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, disertai
dengan radang parenkim paru (Wong, 2013). ISPA adalah masuknya
mikroorganisme (bakteri, virus, riketsi) ke dalam saluran pernapasan yang
menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari. (Sari,
2013). Penyakit ISPA sering terjadi pada anak Balita, karena sistem pertahanan
tubuh anak masih rendah. Kejadian batuk pilek pada balita di Indonesia
diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata
mendapat serangan batuk-pilek 3 sampai 6 kali setahun. ISPA dapat ditularkan
melalui air ludah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang
terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya, terutama yang disebabkan
oleh virus, sering terjadi pada semua golongan umur, jika berlanjut menjadi
pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang
dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. (Sundari, dkk.
2014). Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit
dan kematian karena ISPA, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk
memperbesar risiko), pemberian ASI (ASI eksklusif mengurangi risiko),
suplementasi vitamin A (mengurangi risiko), suplementasi zinc (mengurangi
risiko), bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko), vaksinasi
(mengurangi risiko), dan polusi udara dalam kamar terutama asap rokok dan
asap bakaran dari dapur (meningkatkan risiko). (Kemenkes RI, 2015). World
Health Organization (2018), memperkirakan insidens Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di
atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia
balita. Pada tahun 2018, jumlah kematian pada balita Indonesia sebanyak

1
151.000 kejadian, dimana 14% dari kejadian tersebut disebabkan oleh
pneumonia (Agrina, 2019).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi
asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan. Saluran
pernapasan atas (jalan napas atas) terdiri dari hidung, faring, dan laring. Saluran
pernapasan bawah terdiri dari bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini
disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri (Markamah. et al, 2012 dalam Marni,
2014, 28).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut?
2. Bagaimana cara mengatasi penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut?
2.2 Tujuan
Tujuannya adalah untuk mengetahui apa itu penyakit penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut dan cara mengatasinya

2
BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut menurut Sari (2015) adalah radang akut saluran
pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau
bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru.
ISPA adalah masuknya mikroorganisme (bakteri, virus, riketsi) ke dalam saluran
pernapasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai
14 hari. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan suatu infeksi yang
bersifat akut yang menyerang salah satu atau lebih saluran pernafasan mulai dari
hidung sampai alveolus termasuk (sinus, rongga telinga tengah, pleura) (Depkes,
2017). Djojodibroto (2009), menyebutkan bahwa ISPA dibagi menjadi dua
bagian, yaitu infeksi saluran pernafasan bagian atas dan infeksi saluran bagian
bawah. Infeksi Saluran Pernafsan Akut mempunyai pengertian sebagai berikut
(Fillacano, 2016) :
A. Infeksi adalah proses masuknya kuman atau mikroorganisme lainnya ke
dalam manusia dan akan berkembang biak sehingga akan menimbulkan gejala
suatu penyakit.
B. Saluran pernafasan adalah suatu saluran yang berfungsi dalam proses
respirasi mulai dari hidung hingga alveolus beserta adneksanya seperti sinus-
sinus, rongga telinga tengah, dan pleura.
C. Infeksi akut merupakan suatu proses infeksi yang berlangsung sampai 14
hari. Batas 14 hari menunjukan suatu proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat di golongkan ISPA ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
2.2 Etiologi

ISPA terdiri dari agen infeksius dan agen non- infeksius. Agen infeksius yang paling
umum dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut adalah virus, seperti
respiratory syncytial virus (RSV), nonpolio enterovirus 7 (coxsackie viruses Adan B),
Adenovirus, Parainfluenza, dan Human metapneumo viruses. Agen infeksius selain

3
virus juga dapat menyebabkan ISPA, staphylococcus, haemophilus influenza,
Chlamydia trachomatis, mycoplasma, dan pneumococcus (Wilson, 2015). Misnadiarly
(2016), menyebutkan bahwa selain agen infeksius, agen noninfeksius juga dapat
menyebabkan ISPA seperti inhalasi zat-zat asing seperti racun atau bahan kimia, asap
rokok, debu, dan gas.

ISPA dapat disebabkan oleh bakteri dan virus, yang paling sering menjadi penyebab
ISPA diantara bakteri Stafilokokus dan Streptokokus serta virus Influenza yang diudara
bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernapasan bagian atas yaitu hidung dan
tenggorokan. Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian
ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya
sanitasi lingkungan (Wijayaningsi, 2013)

Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia di bawah 2 tahun
yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke
musim hujan juga menimbulkan resiko serangan ISPA. Beberapa faktor lain yang
diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan
antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan (Sari, 2015).

2.3 Patafiologi

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen kesaluran pernapasan akan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran napas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring
atau dengan suatu rangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal
maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan (Kending,
2014). Iritasi kulit pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Seliff). Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernapasan menyebabkan kenaikan
aktivitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernapasan
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan
tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang sangat

4
menonjol adalah batuk. 8 Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya
infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mokosiloris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernapasan
sehingga memudahkan infeksi baakteri-bakteri patogen patogen yang terdapat pada
saluran pernapasan atas seperti streptococcus pneumonia, Haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri
tersebut menyebabkan sekresi mukus berlebihan atau bertambah banyak dapat
menyumbat saluran napas dan juga dapat menyebabkan batuk yang produktif. Infeksi
bakteri dapat dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. Suatu menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada
saluran napas dapat menimbulkan gangguan gisi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 2015).
Virus yang menyerang saluran napas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain di
dalam tubuh sehingga menyebabkan kejang, demam dan dapat menyebar ke saluran
napas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya diturunkan dalam saluran
pernapasan atas, akan menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri. Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas. Infeksi oleh
bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme
pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara inspirasi di rongga hidung, refleksi
batuk, refleksi epiglotis, pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya
daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme sistem
pertahanan tersebut akibatnya terjadi invasi di daerah-daerah saluran pernafasan atas
maupun bawah (Fuad, 2016).

Menurut Amalia Nurin, dkk, (2014) Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4
tahap yaitu :

1. Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.

2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.

5
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul gejala demam
dan batuk.

4. Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan atelektasis, menjadi kronis dan meninggal akibat pneumonia.

6
2.4 Pathway

7
2.5 Tanda dan Gejala
a. Gejala dari ISPA ringan dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
 Batuk.
 Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada
waktu berbicara atau menangis).
 Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
 Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak diraba
dengan punggung tangan terasa panas.
b. Gejala dari ISPA sedang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai
gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
 Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk kelompok
umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih
untuk umur 2 -< 5 tahun.
 Suhu tubuh lebih dari 39°C.
 Tenggorokan berwarna merah.
 Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
 Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
 Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
c. Gejala dari ISPA berat dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-
gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala
sebagai berikut :
 Bibir atau kulit membiru.
 Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
 Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah.
 Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
 Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

8
 Tenggorokan berwarna merah

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab) : hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai jenis kuman
b. Pemeriksaan hidung darah (deferential count) : laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia
c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Saputro, 2013)
2.7 Penangan Atau Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA Terapi untuk ISPA atas tidak selalu dengan antibiotik
karena sebagian besar kasus ISPA atas disebabkan oleh virus. Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) atas yang disebabkan oleh virus tidak memerlukan
antiviral, tetapi cukup dengan terapi suportif.
 Terapi Suportif Berguna untuk mengurangi gejala dan meningkatkan
performa pasien berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin.
 Antibiotik Hanya digunakan untuk terapi penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab,
utama ditujukan pada pneumonia, influenza, dan aureus. (Kepmenkes RI,
2011)
B. JENIS-JENIS ISPA
Menurut Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA, penyakit ISPA dibagi menjadi dua
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Untuk kelompok umur kurang dari 2
bulan klasifikasi dibagi atas :

 Pneumia Berat
Adanya tarikan dinding dada kedalam (chest idrawing)
Adanya napas cepat lebih dari 60 kali/,menit
 Bukan Pneumia
Tidak ada nafas cepat (napas kurang dari 60 kali/ menit)

9
 Tidak ada tarikan dinding dada/bagian bawah kedalam yang kuat

Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit


yaitu:
1. Pneumonia berat Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tidak menangis atau
meronta)
2. Pneumonia Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia
2-12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1-4 tahun
adalah 40 kali per menit atau lebih.
3. Bukan pneumonia Batuk pilck biasa, bila tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat

2.8 Obat-obatan yang diberikan


 Antipiretik, dapat membantu menurukan demam
 pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol 1mg, amoksisillin 3 x ½
sendok teh, amplisillin (500mg) 3 tab puyer/x bungkus / 3x sehari/8 jam,
penisillin prokain 1 mg.
 Pneumonia berat yaitu Benzil penicillin 1 mg, gentamisin (100 mg) 3 tab
puyer/x bungkus/3x bungkus/3x sehari/8 jam.
 Antibiotik baru lain yaitu sefalosforin 3 x ½ sendok teh, quinolon 5 mg,dll.
 Beri obat penurun panas seperti paracetamol 500 mg, asetaminofen 3 x
½ sendok teh. Jika dalam 2 hari anak yang diberikan antibiotik tetap sama
 ganti antibiotik atau rujuk dan jika anak membaik teruskan antibiotic sampai 3
hari (Kepmenkes RI, 2017)

10
2.9 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.


b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pengobatan dan perawatan

Prinsip perawatan ISPA antara lain :

a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari


b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek

3. Pengobatan antara lain :

a. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan


kompres, bayi dibawah2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untukwaktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus
dandiminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
b. Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu
ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan
kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kalisehari

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a) Identitas anak/biodata
Meliputi nama inisial, umur, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir,
suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan. Pada
pasien gastroenteritis akut, sebagian besar adalah anak yang berumur
dibawah dua tahun (Susilaningrum,dkk 2013)
b) Keluhan Utama : Klien mengeluh demam, batuk , pilek, sakit tenggorokan.
c) Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami demam
mendadak, sakitkepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun,
batuk,pilek dan sakittenggorokan.
d) Riwayat penyakit dahulu : Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit
sekarang
e) Riwayat penyakit keluarga : Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada juga
yang pernahmengalami sakit seperti penyakit klien tersebut
f) Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebu dan padat penduduknya
3.2 Diagnosa
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
b) Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme
c) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak
mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan
d) Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang
informasi.
3.3 Intervensi
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

12
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
6. Lakukan suction pada mayo
7. Berikan bronkodilator bila perlu
8. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
10. Monitor respirasi dan status O2
11. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
12. Pertahankan jalan nafas yang paten
13. Atur peralatan oksigenasi
14. Monitor aliran oksigen
15. Pertahankan posisi pasien
16. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
17. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

 Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme

1. Monitor suhu sesering mungkin

2. Monitor wama dan suhu kulit

3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

4. Monitor intake dan output

5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

6. Berikan pasien kompres air hangat, hindari pemberian kompres dingin.

13
7. Tingkatkan sirkulasi udara.

8. Kolaborasi pemebrian cairan intravena.

9. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas

10. Kolaborasi pemberian antipiretik

11. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak


mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan
1. Kaji adanya alergi makanan
2 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
6. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
7. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
8. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
9. Kaji keman pasien untuk menilapatkan matrisi yang dibutuhkan
10. BB pasien dalam batas normal
11. Monitor turgor kulit
12. Monitor mual dan muntah
13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
14. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

e) Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang


informasi.

14
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik.
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi danfisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit.
7. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
8. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatankesehatan, dengan cara yang tepat

3.4 Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
factor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan (Nursalam, 2008).

3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan
perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian,
analisis, perencanaan, dan implementasi. Meskipun tahap evaluasi diletakkan

15
pada akhir proses keperawatan tetapi tahap ini merupakan bagian integral
pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data
yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang di observasi.
Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya.
Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah
tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif (Nursalam,2008)
1.6

16
BAB IV
JURNAL

4.1 Hubungan antara usia anak dengan kejadian ISPA pada balita
Hasil analisis diketahui sebanyak 39,6% (19) balita berada dalam
kelompok usia berisiko tinggi (6 – 12 bulan). Analisis lebih
lanjut, dari 19 balita yang berada dalam kelompok usia berisiko
tinggi diketahui sebanyak 58,3% (14) balita yang mengalami
ISPA. Hasil analisis dengan uji chi square dengan tingkat
kepercayaan 95% diketahui ada hubungan antara Usia Anak
dengan ISPA (pvalue = 0.018) dan nilai OR = 5,320 (CI: 1,485 –
19,064) yang berarti bahwa balita yang memiliki usia berisiko
tinggi secara uji statistik memiliki risiko 5,320 kali mengalami
ISPA. ISPA sering terjadi pada bayi dan anak balita. Menurut
Kartasasmita (2010) 4), beberapa penelitian menunjukkan bahwa
insiden ISPA paling tinggi terjadi pada bayi di bawah satu tahun,
dan insiden menurun dengan. bertambahnya umur. Kondisi ini
dimungkinkan karena pada 10 tahun pertama kehidupan manusia,
sistem pernafasan masih terus berkembang untuk mencapai
fungsi yang sempurna, terutama dalam perbentukan alveoli,
selain itu hal tersebut menunjukkan usia yang lebih muda rentan
terkena infeksi. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian, yaitu
sebanyak 58,3% (14) balita yang berada dalam kelompok usia
berisiko tinggi mengalami ISPA. Terjadinya ISPA pada balita
umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum
terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah.
Sistem kekebalan tubuh seseorang sangat berpengaruh dalam
melawan infeksi virus maupun bakteri terhadap tubuh manusia.
Risiko seseorang mengalami infeksi akan meningkat ketika

17
kekebalan tubuh lemah. Kondisi cenderung terjadi pada anak –
anak dan orang yang lebih tua. Sedangkan orang dewasa sudah
banyak terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat
pengalaman infeksi yang terjadi sebelumnya (Behrman & Arvin,
2000) 3). Pemberian imunisasi merupakan salah satu usaha untuk
membentuk sistem antibodi pada tubuh manusia. Antibodi yang
terbentuk dari imunisasi memerlukan waktu untuk dapat
berfungsi. Kelengkapan pemberian imunisasi dapat membantu
pembentukan antibodi secara optimal diharapkan dapat menekan
perkembangan penyakitnya tidak menjadi lebih berat jika terkena
ISPA.
4.2 Hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian ISPA pada balita
Hasil analisis diketahui sebanyak 37,5% (18) balita berada dalam kelompok
berat badan lahir tidak normal (< 2500 gram). Analisis lebih lanjut, dari 18
balita yang berada dalam kelompok berat badan lahir tidak normal diketahui
sebanyak 54,2% (13) balita yang mengalami ISPA. Hasil analisis dengan uji
chi square dengan tingkat kepercayaan 95% diketahui ada hubungan antara
berat badan lahir tidak dengan ISPA (p-value = 0.037) dan nilai OR = 4,491
(CI: 1,260 – 16,006) yang berarti bahwa balita yang memiliki usia berisiko
tinggi secara uji statistik memiliki risiko 4,491 kali mengalami ISPA
dibandingkan dengan balita yang berat badan lahir normal. Berat badan lahir
bayi dapat dipengaruhi oleh gangguan kesehatan pada saat ibu hamil yang
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin. Berat badan lahir
menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa
balita. Seperti dikemukan oleh Dachi J yang dikutip Sukmawati, dan Sri
D.A, (2009) 10), risiko kesakitan hingga risiko kematian pada BBLR cukup
tinggi oleh karena adanya gangguan pertumbuhan dan imaturitas organ.
Penyebab utama kematian pada BBLR adalah afiksia, sindroma gangguan
pernapasan, infeksi dan komplikasi hipotermia. Pada bayi BBLR,
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah

18
terkena penyakit infeksi terutama pada saluran pernapasan. Bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki risiko kematian yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi yang memiliki barat badan lahir normal, terutama
pada bulan– bulan pertama kelahiran. Kondisi ini disebabkan karena
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah
terkena penyakit infeksi. Balita dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
memiliki kekebalan tubuh yang masih rendah dan organ pernafasan masih
lemah. Pada bayi dengan BBLR memiliki pusat pengaturan pernafasan yang
belum sempurna, surfaktan paru–paru masih kurang, otot pernafasan dan
tulang iga masih lemah, dan dapat disertai penyakit hialin membran sehingga
balita BBLR lebih mudah terserang penyakit infeksi, khususnya infeksi
pernafasan dibandingkan dengan balita tidak BBLR Berdasarkan uraian
sebelumnya, belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh balita bukan
penyebab utama terjadinya ISPA pada kelompok kasus dengan berat badan
lahir rendah. Hal ini dipastikan seluruh responden memiliki riwayat
imunisasi lengkap.

19
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Infeksi saluran pernafasan akut menurut Sari (2015) adalah radang akut
saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik
atau bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim
paru. ISPA adalah masuknya mikroorganisme (bakteri, virus, riketsi) ke dalam
saluran pernapasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung
sampai 14 hari.
ISPA dapat disebabkan oleh bakteri dan virus, yang paling sering
menjadi penyebab ISPA diantara bakteri Stafilokokus dan Streptokokus serta
virus Influenza yang diudara bebas akan masuk dan menempel pada saluran
pernapasan bagian atas yaitu hidung dan tenggorokan.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia di
bawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan
musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan resiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA
pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan
buruknya sanitasi lingkungan

20
DAFTAR PUSTAKA
KARO, D. B. (2020). Asuhan Keperawatan Pada An. D Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan: ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) Di Puskesmas
Rambung Dalam Kecamatan Binjai Selatan Kota Binjai Tahun 2020.

Ainurokhmah, A., Riesmiyatiningdyah, R., Diana, M., & Annisa, F.


(2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK" S" DENGAN DIAGNOSA
MEDIS ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI RUANG ASOKA
RSUD BANGIL PASURUAN (Doctoral dissertation, Akademi Keperawatan
Kerta Cendekia Sidoarjo).

RESTU AMALIA RAMADHANTI, R. A. R. (2021). Asuhan Keperawatan An.


D Dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Di RSUD Panembahan
Senopati Bantul (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Nurhasanah, ASKEP ANAK DENGAN ISPA.


(https://www.academia.edu/10017293/ASKEP_ANAK_DENGAN_ISPA)

21

Anda mungkin juga menyukai