Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEHAMILAN EKTOPIK

DOSEN PEMBIMBING : Dr. IRNA NURSANTI. M.Kep., Sp.Kep.Mat.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. LINA PUSPITASARI (2019727048)
2. MARIATUL QIFTIA (2019727076)
3. MEIGY TRI APRIANI (2019727077)
4. MERTISA ANGRA (2019727019)
5. MUH FEBRI RAHMANDA (2019727078)
6. MUHAMAD HILMI (2019727079)
7. MUNAWAR HOLIL (2019727104)
8. NANA TRIHANDIKA (2019727051)

SARJANA 1 KEPERAWATAN TRANSFER – II B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AJAR

2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan ridho-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan Makalah
Keperawatan Matenitas I&II yang berjudul “Perdarahan, Penyakit Yang Timbul
Akibat Kehamilan, Infeksi, Dan Keganasan Pada Organ Reproduksi Pada
Maternal (Abortus, Ket, Dan Placenta Previa)” sebagai syarat kelulusan pemenuh
penugasan mata ajar Keperawatan Matenitas I&II program studi ilmu
keperawatan fik-umj.

Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat bantuan dan bimbingan


dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu sehingga dapat terselesaikannya makalah ini terutama
kepada :

1. Ketua Program Studi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas


Muhammadiyah Jakarta : Ns. Slametiningsih, M.Kep., Sp.Jiwa.
2. Sekertaris Prodi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta : Ns. Waji Jumaiyah, S.Kep., M.Kep., Sp.KMB.
3. Koordinator Mata Ajar dan Dosen Pembimbing Keperawatan Maternitas
I&II : Dr. Irna Nursanti. M.Kep., Sp.Kep.Mat.
4. Orang Tua dan teman-teman sekelompok yang telah membantu dan
mendukung baik secara moral maupun material.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang positif bagi para
pembaca. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini jauh dari
kata sempurna. Atas perhatiannya, kami ucapkan terimakasih.

Jakarta, 25 Maret 2020

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi kehamilan ektopik .......................................... 3


B. Etiologi kehamilan ektopik .......................................... 4
C. Patofisiologi kehamilan ektopik................................. 10
D. Gambaran Klinis kehamilan ektopik.......................... 13
E. Penatalaksanaan kehamilan ektopik........................... 15
F. Komplikasi kehamilan ektopik ................................... 18
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN EKTOPIK
A. Pengkajian ............................................................. 21
B. Diagnosa .................................................................. 22
C. Intervensi ................................................. 22
D. Evaluasi ................................................. 22

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 38
B. Saran .................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan heretropik, adalah kehamilan intrauterine yang terjadi
dalam waktu yang berdekatan dengan kehamilan ektopik. Sedangkan
kehamilan ektopik kombinasi, adalah kehamilan intrauterin yang terjadi
pada waktu bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin. Dan kehamilan
ektopik rangkap, adalah kehamilan intrauterin dengan kehamilan
ekkstrauterin yang lebih dulu terjadi, tapi janin sudah mati dan menjadi
litopendion. (Pranoto, Ibnu, dkk 2013 : 100)

B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan
pada perempuan dengan kehamilan ektopik , dimulai dari definisi,
etiologi, gambaran klinis, patofisiologi (bentuk bagan)
penatalaksanaan, komplikasi
2. Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian, diagnosa dan perencanaan keperawatan
3. Mahasiswa mampu melakukan analisis antara konsep dasar dengan
asuhan keperawatan dan menyusun dalam bentuk kesimpulan dan
saran
4. Mahasiswa mampu membuat daftar pustaka : medis, nursing, sdki,
siki, buku penulisan ilmiah

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi
diluar rongga uterus, Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan
ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30
tahun,frekwensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar
antara 0%-14,6%. apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan secara
tepat dan benar akan membahayakan bagi sipenderita (Sarwono
Prawiroharjho, Ilmu Kebidanan, 2015)

2
Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin
yang sekarang masih juga dipakai,oleh karena terdapat beberapa jenis
kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada
tempat yang normal (Sarwono prawirohardjo,ilmu kandungan,2015)

B. Etiologi

3
Kehamilan ektopik pada dasarnya disebabkan segala hal yang menghambat
perjalanan zigot menuju kavum uteri. Terdapat sejumlah faktor risiko yang
menyebabkan kerusakan dan disfungsi tuba. Meskipun ada tumpang tindih, faktor-faktor
ini dapat digeneralisasi sebagai faktor mekanis dan fungsional.
1.      Faktor mekanis
Faktor-faktor ini menghalangi atau memperlambat perjalanan ovum yang telah
dibuahi menuju ke rongga uterus. Bedah tuba yang dilakukan sebelumnya, baik untuk
memulihkan patensi maupun melakukan sterilisasi, mempunyai risiko yang tertinggi untuk

4
terjadinya kehamilan ektopik pada tuba. Setelah terjadi sekali kehamilan ektopik,
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik selanjutnya adalah 7 sampai 15 persen.
Peningkatan risiko ini kemungkinan disebabkan oleh salpingitis yang terjadi sebelumnya
sehingga menyebabkan aglutinasi lipatan-lipatan mukosa yang bercabang-cabang se-
perti pohon disertai penyempitan lumen atau pembentukan kantong-kantong buntu.
Berkurangnya silia akibat infeksi juga ikut andil pada implantasi di tuba.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, penyakit radang panggul
yang terjadi sebelumnya, terutama yang disebabkan oleh Chlamydia tracho-
matis, merupakan faktor risiko yang paling lazim. Bjartling dkk. (2000) memperlihatkan bahwa
puncak angka salpingitis di Malmo, Swedia, setara dengan puncak angka kehamilan ektopik.
Perlekatan perituba yang terjadi setelah infeksi pascaabortus atau masa nifas, apendisitis, atau
endometriosis dapat menyebabkan tuba tertekuk dan lumennya menyempit. Hal ini dapat
sedikit meningkatkan risiko kehamilan ektopik yang terjadi setelah induksi aborsi sebelumnya.
Pajanan terhadap dietilstil-bestrol (DES) in utero dapat menjadi predisposisi
timbulnya kelainan perkembangan tuba, khususnya divertikulum, ostium asesorius, dan
hipoplasia. Akhirnya, seksio sesarea yang dilakukan sebelumnya telah dikaitkan dengan
peningkatan kecil risiko kehamilan ektopik.

2. Faktor Fungsional
Beberapa faktor tuba memperlambat perjalanan ovum yang telah dibuahi ke dalam rongga
uterus. Perubahan motilitas tuba dapat terjadi setelah terdapat perubahan kadar estrogen dan
progesteron serum, kemungkinan akibat upregulation receptor adrenergik pada otot polos.
Meningkatnya insidensi  kehamilan ektopik telah dilaporkan pada penggunaan kontrasepsi
oral yang hanya berisi progestin,  pada penggunaan AKDR dengan dan tanpa progesterone,
setelah penggunaan estrogen dosis tinggi pascaovulasi untuk mencegah kehamilan ("morning after
pill")  dan setelah induksi ovulasi. Angka kehamilan ektopik di tuba juga dilaporkan meningkat
secara signifikan pada wanita yang mengalami defek fase luteal, wanita perokok, d a n
wanita yang melakukan  vaginal douche.

     3. Reproduksi dengan bantuan


Peningkatan kehamilan ektopik pada reproduksi dengan bantuan kemungkinan
berkaitan dengan faktor tuba yang menyebabkan infertilitas. Kehamilan di tuba me-
ningkat setelah transfer gamet intrafalopii (GIFT) dan fertilisasi in vitro
(IVF). Society for Assisted Reproductive Technology  dan American Society of Repro-
ductive Medicine  menyebutkan insiden tahun 2000 untuk kehamilan semacam ini adalah 2,8
persen.
Implantasi "atipikal" lebih sering terjadi setelah dilakukannya teknik-teknik reproduksi
dengan bantuan. Chen dkk. (1998) melaporkan 11 kehamilan ektopik setelah 1014 siklus
IVF, dan 3 dari 11 di antaranya adalah implantasi di kornu. Demikian pula, kehamilan
ekstratuba serta kehamilan tuba heterotipik juga meningkat setelah dilakukan prosedur--
prosedur ini. Berliner dkk. (1998) melaporkan kehamilan kembar tiga heterotipik setelah
induksi ovulasi clan inseminasi intrauteri. Kehamilan serviks dan ovarium heterotipik juga
pemah dilaporkan.

5
Kehamilan abdominal pernah dilaporkan setelah transfer gamet intrafalopii dan fertilisasi in
vitro, kehamilan serviks mungkin meningkat setelah fertilisasi invitro dan akhirnya
kehamilan ovarium juga meningkat setelah fertilisasi invitro. 

4. Kegagalan kontrasepsi
Dengan bentuk kontrasepsi apapun, jumlah kehamilan ektopik sebenarnya rnenurun
karena kehamilan akan lebih jarang terjadi. Namun, pada beberapa kegagalan
kontrasepsi, terdapat peningkatan insiden kehamilan ektopik dibandingkan dengan
kehamilan intrauteri. Contohnva antara lain adalah beberapa bentuk sterilisasi tuba dan
pada wanita yang menggunakan AKDR atau mengkonsumsi minipil yang berisi
progestin saja. Kehamilan setelah sterilisasi tuba mempunyai angka kehamilan ektopik
Sembilan kali lipat angka tertinggi terjadi pada fulgurasi laparoskopik. Kehamilan tuba
juga kadang terjadi setelah histerektomi.
4. Faktor lain
a. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri
atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang
dibuahi ke uterus. Pertumbuhan yang terlalu cepat dapat
menyebabkan implantasi prematur.
b. Fertilisasi in vitro ( pembuahan sel telur dalam kondisi
laboratorium, sel telur yang sudah di buahi itu kemudian
ditempatkan di dalam rahim wanita).
5. Bekas radang pada tuba
/6. Kelainan bawaan tuba
7. Gangguan fisiologik tuba karena pengaruh hormonal
8. Operasi plastik/riwayat pembedahan pada tuba
9. Abortus buatan
10. Riwayat kehamilan ektopik yang lalu
11. Infeksi pasca abortus
12. Apendisitis
13. Infeksi pelvis
14. Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)
( Winkjosastro, 2015 - Helen Varney, 2017 - Cunningham, 2016)

C. Patofisiologi
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang
terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau

6
interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung
atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh
kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari
lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-
kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk
kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu;
tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang
terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus
luteum graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek,
endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada
endometrium yaitu; sel epitel membesar, nucleus hipertrofi, hiperkromasi,
lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang
abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma
mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui
mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi
Arias-Stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi
kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan
yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus
disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif. 
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6
sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil
konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.
Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah :
1.      Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.

7
2.      Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh
vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta
serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna,
seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam
kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan
gejala-gejala menghilang. 
3.      Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis
ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering
terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya
terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-
intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara
spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan
pemeriksaan vagina.

PATHWAY KEHAMILAN EKTOPIK


Tuba Abnormalitas Zigot Hormonal Ovarium

Peradangan / Infeksi
Zigot terlalu besar/tumbuh Konsumsi Pil KB Ovum ditangk
pada Tuba
terlalu cepat tuba kontral

Lumen tuba menyempit Zigot susah melalui tuba Produksi progesteron

Gerakan tuba melambat

Zigot tidak menempel di


endometrium Pelepasan mediator nyeri
Presepsi Sampai ke korteks Dibawa melalui Merangsang (histamin, bradikinin,
nyeri somatosensorik medula spinalis nosiseptor prostaglandin, serotonin)

Pasien tidak paham Kehamilan ektopik


NYERI AKUT
mengenai penyakitnya Hasil pemeriksaan
Pelepasan
endovaginal
sitokinscan
Penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis
Merangsang set
menuju peritoneum
Terjadi pembentukan Sinyal mencapaui Pelepasan interleukin-1
poin suhu di otak prostaglandin di otak sistem saraf pusat 8 interleukin-6
dan

Ruptur tuba
Meningkatkan
HIPERTERMI
suhu basal
Tidak terdapat gestasi
Pasien bertanya mengenai
intrauterine
penyakitnya
Kehilangan bagian dan
proses tubuh (kehamilan)
Defisiensi Pengetahuan Merangsang nosiseptor
Keadaan umum Akumulasi darah
Perdarahan perreaksi
Terjadi
Perdarahan
menurun pada kavum douglas Duka Cita
vaginam
inflamasi
Dibawa melalui medula
spinalis
Rencana Port de entry
PK: Perdarahan Perdarahan pada rongga
PelepasanPort de entry
mediator nyeri (histamin,
salpingektomi abdomen bradikinin, prostaglandin, serotonin)
Sampai ke korteks somatosensorik

Resiko Infeksi
Presepsi nyeri

Nyeri Akut

KETIDAKEFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN
NAFAS
Post Operasi Salpingektomi

KERUSAKAN
Kurang pengetahuan Adanya luka akibat
Efek anastesi INTEGRITAS
mengenai perawatan pot proses invasif
Depresi sistem Merangsang JARINGAN
operasi
gastrointestinal saraf vagus
Adanya luka
Terjaditerbuka
proses
Menurunkan kerja Pasien khawatir dengan inflamasi
MUAL Mengganggu
usus perawatan selanjutnya
keseimbangan
Pintu masuk
hematologi
bakteri
KONSTIPASI CEMAS

Suplai
Laju ATP
RISIKO
INFEKSI
terfokus kepada
metabolisme
Depresi sistem Penurunan reflek
proses infeksi
meningkat
respirasi epiglotis
dan inflamasi
Peningkatan
Penurunan reflek
sekresi mukosa Tidak diimbangi
batuk
selama operasi dengan
Suplaiintake
ATP ke
nutrisi yang baik
otot dan jaringan
Penumpukan menurun
sekret di paru-paru

Terjadi
Otot danberat
penurunan jaringan
Memperkecil jalan kekurangan
badan
nafas pasien energi

KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI KURANG DARI
Gangguan jalan
KEBUTUHAN TUBUH
nafas

KETIDAKEFEKTIFAN Pelepasan mediator nyeri


Presepsi BERSIHAN
Sampai ke korteks JALAN
Dibawa melalui Merangsang (histamin, bradikinin,
nyeri somatosensorik medula spinalis nosiseptor KELETIHAN
prostaglandin, serotonin)
NAFAS

NYERI AKUT Pelepasan


sitokin

Merangsang set Terjadi pembentukan Sinyal mencapaui


Pelepasan interleukin-1
poin suhu di otak prostaglandin di otak sistem saraf pusat
dan interleukin-6

10

Meningkatkan
suhu basal HIPERTERMI
KETIDAKEFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN Penurunan
NAFAS
kekuatan otot

KELETIHAN
D. Gambaran Klinis
Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung
Pelepasan mediator nyeri
(histamin,
dari ada tidaknya ruptur. Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri,bradikinin,
prostaglandin, serotonin)
amenorrhea, dan perdarahan per vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam
usia reproduktif, yang datang dengan keluhan amenorrhea dan nyeri
Merangsang nosiseptor
abdomen bagian bawah, harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya
kehamilan ektopik.
Dibawa melalui medula
E. Penatalaksanaan spinalis

Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa Sampaihal,ke


antara lain somatosensorik
korteks
lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan
kehamilan tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu,
perlu dibedakan pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu
Presepsi nyeri
dari kehamilan ektopik terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan
kehamilan ektopik yang belum terganggu berbeda dengan penatalaksanaan
pasien dengan kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan syok. Nyeri Akut
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam
kondisi baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi
(expectant management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.
1.      Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% ß-hCG
pasien dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar. Pada
penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar ß-hCG yang
stabil atau cenderung turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasien
dengan kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini.
Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada yang keadaan-keadaan berikut:
a) kehamilan ektopik dengan kadar ß-hCG menurun
b) kehamilan tuba
c) tidak ada perdarahan intraabdominal atau rupture
d) diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm. Sumber ß-hCG awal harus
kurang dari 1000 mIU/mL, sumber lain menyebutkan bahwa kadar  dan diameter Pelepasan mediator nyeri
Presepsi Sampai ke korteks Dibawa melalui Merangsang (histamin, bradikinin,
massa ektopik
nyeri tidak melebihi 3.0 cm.
somatosensorik
Dikatakan bahwa
medula spinalis
penatalaksanaan
nosiseptor Pelepasan mediator
prostaglandin, nyeri
serotonin)
ekspektasiPresepsi
ini efektifSampai
pada ke korteks kehamilan
47-82% Dibawa melalui
tuba. Merangsang (histamin, bradikinin,
nyeri somatosensorik medula spinalis nosiseptor prostaglandin, serotonin)
Penatalaksanaan
NYERI AKUT Medis Pelepasan
NYERI AKUT sitokin
Pelepasan
sitokin
Merangsang set Terjadi pembentukan Sinyal mencapaui Pelepasan interleukin-1
poin suhu di otak prostaglandin di otak sistem saraf pusat 11
dan interleukin-6
Merangsang set Terjadi pembentukan Sinyal mencapaui Pelepasan interleukin-1
poin suhu di otak prostaglandin di otak sistem saraf pusat dan interleukin-6
Meningkatkan HIPERTERMI
HIPERTERMI
suhu basal
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis
harus memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas
nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam
rongga abdomen dan kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus
menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak
memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada kehamilan
intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang
normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate.
Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik secara
medis.
         Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi
keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik,
methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien
dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel
trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya
dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada umumnya,
kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis
dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal.
Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum
mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat
pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter
lebih dari 4 cm. Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi
medis, pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk
kemungkinan menjalani pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik
terganggu harus selalu diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus
sesegera mungkin menjalani pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat
juga dilarang. Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa efek samping
yang harus diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis,
gastroenteritis dan depresi sumsum tulang.
Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang disebutkan
dalam literatur antara lain aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi
dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Namun disebutkan
dalam sumber kadar ß-hCG-lah yang bermakna secara statistik. Untuk
memantau keberhasilan terapi, dilakukan pemeriksaan serial beta-hCG.
Pemeriksaan dilakukan pada hari-hari pertama setelah dimulainya pemberian
methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomen yang diakibatkan
pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation pain), dan
hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan
analgetik. beta-hCG umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari.  setelah
pemberian methotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan
tampak membesar pada pencitraan ultrasonografi akibat edema dan hematoma,
sehingga jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. Setelah terapi berhasil ß-
hCG masih perlu diawasi setiap minggunya hingga kadarnya di bawah 5 mIU/mL.

12
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis
tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis
multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari
pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin
ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg
(intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate
dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba
dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat
pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil
konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling
ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.
         Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5
hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan
kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.
         Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif
terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan
melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam
menterminasi kehamilan tuba. Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap
lebih unggul. Selain itu, angka kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa
tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif ini jarang digunakan.

2.      Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan
tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada
kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada
dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu
pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan
pembedahan radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif
mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain
itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi
maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke dalam syok atau tidak stabil, maka
tidak ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi.
a. Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada
prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil
konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera
terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi
umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian
dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini
dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi
saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu. Sebuah
penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi

13
methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih
lama daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup
salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas
trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun demikian angka
keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka kehamilan intrauterine setelah
kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda secara bermakna.

b. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak
ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba
pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.

c. Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun
yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun
laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1)
kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan
fertilitas pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan
rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan
sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi, 7) kehamilan tuba
berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter lebih dari
5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang
dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih
dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan
parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada
kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk
menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba
antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya
(stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan
arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari
mesosalping.

d. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi


Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari
fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah
tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat
terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil
konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan
bertekanan.
F.
G.

H. Komplikasi

14
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu ;
- Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu
telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini
merupakan indikasi operasi.
- Infeksi
- Sterilitas
- Pecahnya tuba falopii
- Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio.

BAB III
ASUHANAN KEPERAWATAN DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK
TERGANGGU

A. Pengkajian
a. Anamnesis dan gejala klinis
1) Riwayat terlambat haid
2) Gejala dan tanda kehamilan muda
3) Dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginan
4) Terdapat aminore
5) Ada nyeri mendadak di sertai rasa nyeri bahu dan seluruh
abdomen, terutama abdomen bagian kanan / kiri bawah
6) Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah
yang terkumpul dalam peritoneum.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a) Mulut : bibir pucat
b) Payudara : hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris

15
c) Abdomen : terdapat pembesaran abdomen
d) Genetalia : terdapat perdarahan pervaginam
e) Ekstremitas : dingin
2) Palpasi
a) Abdomen : uterus teraba lembek, TFU lebih kecil
daripada UK, nyeri tekan, perut teraba tegang, messa pada
adnexa.
b) Genetalia : nyeri goyang porsio, kavum douglas
menonjol.
3) Auskultasi
1) Abdomen : bising usus (+), DJJ (-)
4) Perkusi
2) Ekstremitas : reflek patella + / +

c. Pemeriksaan fisik umum:


1) Pasien tampak anemis dan sakit
2) Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah
adneksa.
3) Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma tidak sadar.
4) Daerah ujung (ekstremitas) dingin
5) Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat,
adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian
bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
6) Pemeriksa nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai syok
7) Pemeriksaan abdomen: perut kembung, terdapat cairan bebas
darah, nyeri saat perabaan.

d. Pemeriksaan khusus:
1) Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks
2) Kavum douglas menonjol dan nyeri
3) Mungkin tersa tumor di samping uterus
4) Pada hematokel tumor dan uterus sulit dibedakan.

16
5) Pemeriksaan ginekologis: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri
pada uteris kanan dan kiri
1. Diagnosa keperawatan
a. Devisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi
implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang di perlukan untuk pengiriman nutrient ke sel.
c. Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba falopi, pendarahan
intraperitonial
d. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman
atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
2. Intervensi
Diagnosis 1: Devisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada
lokasi implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.
Kriteria hasil: ibu menunjukan kestabilan/ perbaikan keseimbangn cairan
yang di buktikan oleh tanda-tanda vital yang stabil, pengisian kapiler cepat,
sensorium tepat, serta frekuensi berat jenis urine adekuat.

Inervensi Rasional
1. Lakukan pendekatan kepada - Pasien dan keluarga lebih
pasien dan keluarga. kooperatif
1. Memberikan penjelasan - Pasien mengerti tentang keadaan
mengenai kondisi pasien saat dirinya dan lebih kooperatif
ini terhadap tindakan.
2. Observasi TTV dan observasi - Parameter deteksi dini adanya
tanda akut abdoment. komplikasiyang terjadi.
3. Pantau input dan output cairan - Untuk mengetahui
kesaimbangan cairan dalam
tubuh
4. Pemeriksa kadar Hb - Mengetahui kadar Hb klien
sehubungan dengan
perdarahan.
5. Lakukan kolaborasi dengan tim - Melaksanakan fungsi

17
medis untuk penanganan lebih independent.
lanjut.

Diagnosa 2: Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan


komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman nutrient ke sel.
Kriteria hasil: menunjukan perfusi jaringan yang adekuat, misalnya: Tanda-tanda
vital stabil, membrane mukosa warna merah muda, pengisian kapilerbaik, haluaran
urine adekuat, wajah tidak pucat dan mental seperti biasa.

Intervensi Rasional
1. Awasi tanda vital, kaji - Memberikan informasi tentang
pengisian kapiler, warna derajat/adekuat perfusi jaringan
kulit/membrane mukosa, dasar dan membantu menentukan
kuku. kebutuhan intervensi.
2. Catat keluhan rasa dingin, - Vasokonstriksi menurunkan
pertahankan suhu lingkungan sirkulasi perifer. Kenyamanan
dan tubuh hangat sesuai pasien/ kebutuhan rasa hangat
indikasi. harus seimbang dengan
kebutuhan untuk menghindari
panas berlebihan.
3. Kolaborasi dengan tim medis - Mengidentifikasi defisiensi dan
yang lain, awasi pemeriksaan kebuutuhan pengobatan atau
lab: misalnya: HB/HT terhadap terapi.

Diagnosa 3: Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba falopi, pendarahan


intraperitonial.
Kriteria hasil: ibu dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi, tanda-tanda
vital dalam batas normal, dan ibu tidak meringis atau menunjukan raut
muka yang kesakitan.

Intervensi Rasional
1. Tentukan sifat, lokasi dan - Membantu dalam mendiagnosis
durasi nyeri. Kaji kontraksi dan menentukan tindakan yang

18
uterus hemoragi atau nyeri akan dilakukan. Ketidak
tekan abdomen. nyamanan dihubungkan dengan
aborsi spontan dan molahidatiosa
karena kontraksi uterus yang
mungkin diperberat oleh infuse
oksitosin. Rupture kehamilan
ektropik mengakibatkan nyeri
hebat, karena hemoragi
tersembunyi saat tuba falopi
rupture ke dalam abdomen.
2. Kaji steres psikologi - Ansietas terhadap situasi darurat
ibu/pasangan dan respons dapat memperberat ketidak
emosional terhadap kejadian. nyamanan karena syndrome
ketegangan, ketakutan, dan
nyeri..
2. Berikan lingkungan yang - Dapat membantu dalam
tenang dan aktivitas untuk menurunkan tingkat asietas dan
menurunkan rasa nyeri. karenanya mereduksi
Instruksikan klien untuk ketidaknyamanan.
menggunakan metode
relaksasi, misalnya: napas
dalam, visualisasi distraksi,
dan jelaskan prosedur.
3. Berikan obat-obat praoperatif - Meningkatkan kenyamanan,
bila prosedur pembedahan menurunkan komplikasi
diindikasikan. pembedahan
4. Siapkan untuk prosedur bedah - Tingkatkan terhadap
bila terdapat indikasi penyimpangan dasar akan
menghilangkan nyeri.

Diagnosis 4: Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang


pemahaman atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.

19
Tujuan: ibu berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan dalam istilah
sederhana, mengenai patofisiologi dan implikasi klinis.

Intervensi Rasional
1. Menjelaskan tindakan dan - Memberikan informasi,
rasional yang ditentukan untuk menjelaskan kesalahan konsep
kondisi hemoragia. pikiran ibu mengenai prosedur
yang akan dilakukan, dan
menurunkan sters yang
berhubungan dengan prosedur
yang diberikan.
2. Berikan kesempatan bagi ibu - Memberikan klisifikasi dari
untuk mengajukan pertanyaan konsep yang salah, identifikasi
dan mengungkapkan kesalah masala-masalah dan
konsep kesempatan untuk memulai
mengembangkan ketrampilan
penyesuaian (koping)
3. Diskusikan kemungkinan - Memberikan informasi tentang
implikasi jangka pendek pada kemungkinan komplikasi dan
ibu/janin dari kedaan meningkatkan harapan realita
pendarahan. dan kerja sama dengan aturan
tindakan.
4. Tinjau ulang implikasi jangka - Ibu dengan kehamilan ektropik
panjang terhadap situasi yang dapat memahami kesulitan
memerlukan evaluasi dan mempertahankan setelah
tindakan tambahan. pengangkatan tuba/ovarium
yang sakit.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

20
Kehamilan ektopik, adalah kehamilan dengan hasil konsepsi
berinflantasi diluar endometrium rahim. Kehamilan ektopik terganggu
(KET), adalah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus
atau pecah, dan membahayakan wanita tersebut.

B. Saran
Guna penyempurnaan makalah ini, kelompok kami sangat
mengharapkan kritik, saran serta masukan dari rekan-rekan pembaca
khususnya Dosen Pembimbing. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi
Rekan-rekan dalam membantu kegiatan belajar kita, sekian dan terima
kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Benson, R. C., & Pernoll, M. L. (2010). Buku Saku Obstetri & Ginekologi.
Jakarta: EGC

Cunningham, F.Gary.2016.Obstretri Williams.Edisi 21.Jakarta : EGC.

Cunningham, G. (2016). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Dorland. 2012. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.

Fadlun & feryanto, ahmad.2011.Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salema


Medika.

Helen Varney .2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

Manuaba, Ayu Ida C. H Bagus, Ida G.F. Manuaba, Ida Bagus Manuaba. (2010).
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: EGC

Mochtar, Rustam. (2012). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

21
Oxorn, H. (2013). Fisisologi dan Patologi Persalinan. Jakarta: Yayasan. Essentia
Medica

Pranoto, Ibnu, (2013). Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya.

Prawirohardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka

Saifuddin, Abdul Bari. 2008.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta.Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Verney Helen, dkk. (2016). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC

Wiknjosastro, Hanifa. (2015). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

22

Anda mungkin juga menyukai