Anda di halaman 1dari 26

BAB II

PEMBAHASAN

A. Arti dan kedudukan shalat

Sholat menurut bahasa berarti do'a, sedang menurut istilah adalah suatu bentuk
ibadah yang terdiri dari perbuatan dan ucapan yang diawali dengan takbiratul ihram dan
diakhiri dengan salam Pengertian shalat dari bahasa Arab As-sholah, sholat menurut
Bahasa / Etimologi berarti Do’a dan secara terminology / istilah, para ahli fiqh
mengartikan secara lahir dan hakiki.

Di dalam islam, shalat mempunyai arti penting dan kedudukan yang sangat
istimewa, antara lain :

a. Shalat merupakan ibadah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah SWT
yang perintahnya langsung diterima oleh Rasullah SAW pada malam Isra’
Mi’raj (QS . Al Isra 17:1 ).

b. Shalat merupakan rukun islam kedua :

‫الصالَِة‬ َّ ‫س َش َه َاد ِة أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اللَّهُ َوأ‬


َّ ‫َن حُمَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َو َر ُسولُهُ َوإِقَ ِام‬ ٍ ْ‫بُىِن ا ِإل ْسالَ ُم َعلَى مَخ‬
َ
‫ضا َن‬ ِ ِ ِ َّ ‫اء‬/ ‫وإِيت‬ِ
َ ‫ص ْوم َر َم‬ َ ‫الز َكاة َو َح ِّج الَْبْيت َو‬ َ َ
“Islam dibangun atas lima perkara, yaitu : (1) bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang benar untuk diibadahi kecuali Allah dan bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan-Nya, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat,
(4) naik haji ke Baitullah -bagi yang mampu-, (5) berpuasa di bulan
Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16)

c. Shalat merupakan tiang agama. Nabi SAW bersabda:

ُ‫الصالَة‬ ُ ‫س األ َْم ِر ا ِإل ْسالَ ُم َو َع ُم‬


َّ ُ‫وده‬ ُ ْ‫َرأ‬
Artinya :
“ Pokok perkara adalah islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah
jihad “ (HHSR ; Hadis Hasan Sahih Riwayat Al Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibn
Majah, Ahmad dan al-Thabrani)

Dalam hadits ini disebut bahwa shalat dalam agama Islam adalah
sebagai tiang penopang yang menegakkan kemah. Kemah tersebut
bisa roboh (ambruk) dengan patahnya tiangnya. Begitu juga
dengan islam, bisa ambruk dengan hilangnya shalat. Demikianlah
cara berdalil Imam Ahmad dengan hadits ini.

d. Shalat merupakan amalan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat. Nabi
SAW bersabda :

Artinya :

Dijadikan shalat sebagai standar awal dalam menilai keseluruhan amal


menunjukan bahwa kualitas pelaksanaan shalat seseorang dapat
menunjukkan kualitas amalan orang tersebut.

B. Hukum perintah shalat

Dan telah diwajibkan kepada manusia untuk beribadah kepada Allah Swt yang secara
tegas termuatdalam sejumlah firman Allah SWT, diantaranya :

1. An Nisa Ayat 103

Artinya “Dirikanlah shalat, ssesungguhnya shalat itu diwajibkan untuk


melakukannya pada waktunya atas sekalian orang mukmin.

2. Al Ankabut ayat 45

Artinya :

“ Dan tegakkanlah shalat, karena shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan
jahat

3. Thaha Ayat 14I


Artinya :

“ Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku “

C. Tujuan hikmah dan Fungsi shalat, akhlak dalam shalat

Tujuan dan fungsi dan Hikmah Shalat Di antara fungsi dan hikmah
shalat, adalah :
1. Untuk mengingat Allah SWT. Inilah fungsi shalat yang utama
yaitu sarana dzikrulläh (mengingat Allah).  Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya Akulah Allah, Tidak ada Tuhan kecuali Aku,


maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untk mengingatKu." 
(QS. Thaha / 20: 14). 

Orang yang memfungsikan shalatnya sebagai sarana untuk


mengingat Allah, akan mendapatkan ketentraman hati. 

"Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram


dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tenteram."  (QS. Al-Ra'd / 13: 28)

Tidak mungkin orang bisa mendapatkan ketenangan dan ke-


khusyû'-an dalam mengingat Allah tanpa mengenal siapa pun
Allah (ma'rifatullah) yang disembahnya. Hal lain yang dapat
membantu kekhusyu'an dalam shalat yakni membaca dan
menghayati makna bacaan shalat.  Orang yang tidak mengerti
apa yang dibacanya ibaratnya seperti orang yang sedang
mabuk.  Dan Allah mengeluarkan kita shalat dalam keadaan
mabuk karena tidak mengerti apa yang dibacanya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu


dalam keadaan mabuk, jadi kamu mengerti apa yang kamu ucapkan. 
(QS. Al-Nisá / 4: 43).

Selain itu, kekhusyuan dapat diperoleh dengan menjauhkan hal-hal


yang dapat mengjauhkan hal-hal yang dapat mengacaukan kon-
sentrasi, seperti: suara dan gambar, melalui aktivitas yang
"nanggung" penyelesaiannya.
2. Shalat yang dilakukan intensif akan mendidik dan melatih seseorang
menjadi tenang dalam hadapi kesusahan dan tidak melatih kikir saat
men-dapat nikmat dari Allah SWT.  Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya manusia diciptakan hanya keluh kesah lagi kikir. Jika


ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, sedang didukung ia
mendapat sangat banyak kikir, orang-orang yang mengerjakan shalat,
yang sedang mengerjakan shalatnya."  (QS. Al-Ma'ârij / 70: 19-23).

3. Mencegah tindakan keji dan munkar

"Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu dihindari


dariperbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya Mengingat Allah
(shalat) lebilh benar (keutamannya) (Qs A Ankabut / 29 45).

Shalat yang dilakukan sesuai dengan fungsi utama yakni dzikrullah


mesti memiliki kualitas dan berpengaruh yang sangat kuat dalam
mencegah seseorang terhadap perbuataan keji dan munkar.

4. Shalat dan juga memungkinkan untuk penolong bagi orang yang


beriman.  Allah SWT berfirman:
"Dan jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu Dan yang
demikian itu benar-benar berat bagi orang orang yang khusyu" (QS.
Al-Baqarah / 2: 45), Ayat yang senada dengan di pakai setiap kali
digunakan untuk QS.  2: 153).

Untuk mendapatkan shalat yang fungsional seperti di atas maka


seseorang harus menjaga kualitas / kekhusyu (QS. 23: 2) dan
intensitas / kontinyuitas shalatnya (OS. 23 9; 70: 23), Orang yang
mampu memfungsikan shalatnya sebagai sarana untuk  Mengingat
Allah SWT akan mampu mengingat Allah SWT akan mengingat Allah
SWT yang selanjutnya mendorongnya untuk senantiasa menghiasi
dengan akhlak mulia dan menjauhi segala bentuk kekejian,
membiarkan kemunkaran dan kemaksiatan.SHALAT

D. Makna spritual shalat

1) Menguatkan Jiwa
Dalam hidup ini tak sedikit kita dapati manusia yang didominasi oleh hawa
nafsunya, lalu manusia itu mengikuti apapun yang menjadi keinginannyaa
meskipun keinginannya itu merupakan suatu yang mungkar dan mengganggu
serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada perintah untuk
memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikan, bukan
membunuh manusia yang membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap
sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia
mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusiayang kalah
dalam perang melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada
Allah Swt. Sebagai Tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung
mengarahkan manusia pada kesesatan. Allah memerintahkan kita memperhatikan
masalah ini dalam firman-Nya yang artinya : “Bacalah apa yang telah
diwahyukan kepadamu yaitu AlKitab (Al- Qur’an) dan didirikannya salat,
sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaan dari
ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS.
Al-Ankabut : 45).

Dengan ibadah salat, maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya
membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan
memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci dan ini akan
membuatnya mengetuk dan membuka pintu-pintu langit sehingga dikabulkan
oleh Allah SWT.

2) Mendidik Kemauan

Salat mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam


kebaikan, meskipun untuk melaksanakannya terhalang berbagai kendala. Salat
yang baik akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yang
baik, meskipun peluang untuk menyimpangnya begitu besar. Karena itu,
Rasulullah SAW menyatakan: Salat itu tiang agama. Dalam kaitan ini, maka salat
akan membuat kekuatan rohani seorang muslim semakin prima. Kekuatan rohani
yang prima akan membuat seseorang tidak akan lupa diri meskipun telah
mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang sangat besar, dan kekuatan
rohani juga akan membuat seorang muslim tidak akan berputus asa meskipun
penderita yang dialami sangat sulit.

3) Menyehatkan Badan

Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, salat yang baik dan benar juga akan
memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya
dinyatakan oleh Rasulullah SAW tetapi juga dibuktikan pada dokter atau ahli-ahli
kesehatan dunia yang tidak pernah meragukannya lagi. Mereka berkesempatan
bahwa pada gerakan salat mengandung unsure senam jasmani, sehingga dapat
menyehatkan tubuh, mencegah otot dan pada bangun pagi atau waktu
melaksanakan salat subuh udara masih sejuk dan segar sehingga badan kita
merasa ada yang fresh di dalam tubuh kita. Dan apabila kita melaksanakan salat
secara berjamaah dapat kita rasakanterjalinnya persaudaraan antara kaum muslim
dengan muslimin yang lainnya.

E. Ancaman bagi yang meninggalkan shalat

F. Macam macam Sholat

1. Sholat Wajib / Fardlu :

Sholat yang wajib dikerjakan bagi setiap muslim "Innash Sholata Kaanat Alal Mu'miniina
Kitaaban Mauquuta : Sholat itu wajib dikerjakan oleh muslim/mu'min yang sudah
ditentukan waktu-waktunya", dan akan mendapat pahala dari Allah Swt - bila
mengerjakannya, serta akan mendapat siksa dari Allah Swt - bila tidak mengerjakannya).

Adapun macam-macam sholat wajib/fardlu sebagaimana "ISLAM", berikut Sholat


Sunnah Rawatib sbb :

1. Sholat Isya' yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali
tasyahud dan satu kali salam. Waktu pelaksanaannya dilakukan menjelang malam (+
pukul 19:00 s/d menjelang fajar)yang diiringi dengan sholat sunnah qobliyah (sebelum)
dan ba'diyah (sesudah) sholat isya.

2. Sholat Subuh yaitu sholat yang dikerjakan 2 (dua) raka'at dengan satu kali salam.
Adapaun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah fajar (+ pukul 04:10) yang hanya
diiringi dengan sholat sunnah qobliyah saja, sedang ba'diyah dilarang.

3. Sholat Dhuhur yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali
tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksaannya dilakukan sa'at matahari tepat
di atas kepala (tegak lurus) + pukul 12:00 siang, yang diiringi dengan sholat sunnah
qobliyah dan sholat sunnah ba'diyah (dua raka'at-dua raka'at atau empat raka'at-empat
raka'at dengan satu kali salam).

4. Sholat Ashar yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali
tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah matahari
tergelincir (+ pukul 15:15 sore atau sebatas pandangan mata) yang hanya diiringi oleh
sholat sunnah qobliyah dengan dua raka'at atau empat raka'at (satu kali salam).

5. Sholat Maghrib yaitu sholat yang dikerjakan 3 (tiga) raka'at dengan dua kali
tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaanya dilakukan setelah matahari
terbenam (+ pukul 18:00) yang diiringi oleh sholat sunnah ba'diyah dua raka'at atau
empat raka'at dengan satu kali salam, sedang sholat sunnah qobliyah hanya dianjurkan
saja bila mungkin : lakukan, tapi bila tidak : jangan (karena akan kehabisan waktu).

c. Syarat – syarat rukun wajib syahnya shalat

1. Syarat Wajib Shalat

a). Islam

b). Baligh

c). Berakal

d) Suci dari hadats dan najis, baik kecil maupun besar.

2. Syarat Sah Shalat

a). Suci dari hadats, baik hadats kecil maupun besar.

b). Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.


c). Menutup aurat.

Aurat laki-laki antar pusar sampai lutut dan aurat perempuan adalah seluruh
badannya kecuali muka dan telapak tangan.

d).Telah masuk waktu shalat, artinya tidak sah bila dikerjakan belum masuk
waktu shalat atau telah habis waktunya, dalam (Buku siswa/Kementerian Agama, Jakarta:
kementerian Agama 2015, hlm.17).

e). Menghadap kiblat

3. Rukun Shalat

Rukun shalat bias juga disebut fardhu. Perbedaan antara syarat dan rukun shalat adalah
bahwa syarat merupakan sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan amal ibadah itu
dikerjakan , sedangkan pengertian rukun atau fardu adalah sesuatu yang harus ada pada
suatu pekerjaan/amal ibadah pada waktu pelaksanaan suatu pekerjaan /amal ibadah
tersebut.

Rukun Shalat ada 13 yaitu:

a). Niat, yaitu menyengaja untuk mengerjakan shalat karena Allah SWT

b). .Berdiri bagi yang mampu.

c). Takbirotul Ihram.

d). Membaca Surah Al-fatihah.

e). Ruku‟ dan Thuma‟ninah

f). I‟tidal dengan Thum‟ninah.

g). Sujud dua kali dengan thuma‟ninah.

h). Duduk diantara dua sujud dengan thum‟ninah.


i). Duduk yang terakhir.

j). Membaca Tasyahud pada waktu duduk akhir.

k). Membaca Shalawat atas Nabi Muhammad SAW pada tasyahud akhir setelah
membaca tasyahud.

l). Mengucapkan Salam.

m). Thuma‟ninah pada setiap gerakan.

n). Tertib, maksudnya ialah melaksanakan ibadah shalat harus berurutan dari rukun yang
pertama sampai yang terakhir.

4. hal – hal yang membatalkan shalat

a). Meninggalkan salah satu rukun shalat atau memutuskan rukun sebelum sempurna
dilakukan.

b). Tidak memenuhi salah satu dari syarat shalat seperti berhadats, terbuka aurat.

c). Berbicara dengan sengaja.

“ Pernahkami berbicara pada waktu shalat, masingmasing dari kami berbicara dengan
temannya yang ada di sampingnya, sehingga turun ayat : dan berdirilah untuk Allah
(dalam shalatmu)dengan khusyu‟”. (HR. Jamaah Ahli Hadits kecuali Ibnu Majah dari
Zain bin Arqam).

d). Banyak bergerak dengan sengaja.

e). Makan dan minum.

f). Menambah rukun fi‟li, seperti sujud tiga kali.

g). Tertawa. Adapun batuk, bersin tidaklah membatalkan shalat.

h). Mendahului imam sebanyak 2 kali, khusus bagi ma‟mum.

d. Cara mengerjakan shalat

1. Menghadap ka‟bah.

2. Berdiri.
3. Kewajiban menghadap sutrah.

4. Niat.

5. Takbiratul Ihram.

6. Mengangkat kedua tangan

7. Bersedekap

8. Memandang tempat sujud

9. Membaca do‟a Iftitah

10. Membaca Ta‟awwudz

11. Membaca al- Fatihah

12. Membaca Amiin

13. Bacaan surah setelah al-Fatihah

14. Ruku‟

15. I‟tidal dari Ruku‟

16. Sujud

17. Bangun dari sujud

18. Duduk antara dua sujud

19. Duduk Tasyahud Awal dan Tasyahud Akhir

20. Salam

e. Macam – Macam Shalat Fardhu

1. Shalat Dhuhur

2. Shalat Ashar

3. Shalat Maghrib
4. Shalat Isya‟

5. Shalat Subuh

Bila dalam keadaan normal sholat wajib harus dikerjakan sesuai waktunya, tapi bila
dalam keadaan bepergian (antara + 81 Km) atau dalam keadaan masyaqot/kesulitan
keadaan, boleh dilakukan dengan cara Jama' dengan ketentuan jumlah raka'atnya tidak
berkurang. Jama' terbagi dua yaitu :

1.Jama' Taqdim : sholat yang dikerjakan dalam satu waktu dengan menarik waktu yang
terbelakang, seperti : sholat Ashar dilakukan pada waktu sholat Lohor (Dhuhur), dan
sholat Isya dilakukan pada waktu sholat Maghrib, kesemuanya itu dilakukan secara
bersama-sama.

2.Jama' Ta'khir : sholat yang dikerjakan dalam satu waktu dengan mengakhirkan waktu
yang pertama, seperti : sholat Lohor dilakukan pada waktu sholat Ashar dan sholat
Maghrib dilakukan pada waktu sholat Isya.

Adapun sholat Jama' dapat pula dilakukan dengan cara mengqoshor (mengurangi) raka'at
disebut Jama' Qoshor, seperti : Lohor = 2 raka'at, Ashar = 2 raka'at, Maghrib = 3 raka'at
(tetap) dan Isya = 2 raka'at, kecuali sholat shubuh tidak boleh dijama' saja, ataupun
dijama' qoshor.

Salat Jumat

Salat Jumat adalah aktivitas ibadah salat pemeluk agama Islam yang dilakukan setiap hari
Jumat secara berjama'ah pada waktu dzhuhur.

Syarat syarat kewajiban Shalat Jum'at

Shalat Jum'at di wajibkan atas setiap muslim, laki-laki yang merdeka, sudah mukallaf,
sehat badan serta muqaim (bukan dalam keadaan mussafir). Ini berdasarkan hadits
Rasulallah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬: " Shal Jum'at itu wajib bagi atas setiap muslim, dilaksanakan
secara berjama'ah kecualu empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil,
dan orang sakit." (HR. Abu Daud, Dan Al Hakim)
Adapun bagi orang musafir, maka tidak wajib melaksanakan shalat Jum'at, sebab
Rasulallah ‫لم‬TT‫ه وس‬TT‫لى هللا علي‬TT‫ ص‬pernah melakukan perjalanan untuk melakukan haji dan
bertampur, namun tidak pernah diriwayatkan bahwa beliau ‫ صلى هللا عليه وسلم‬melakukan
Shalat Jum'at. Begitu juga anak kecil dan wanita, begitu pula para budak.

Dalam sebuah atsar disebutkan, bahwa Amirul Mukminin Umar ibnul Khaththab melihat
seseorang yang terlihat akan melakukan perjalanan, kemudian belau mendengar
ucapannya, 'sesungguhnya hari ini bukan hari Jum'at, niscaya aku akan berpegian.' Maka
Khalifah Umar berkata,' Silahkan anda pergi, sesungguhnya shalat Jum'at itu tidak
menghalangimu dan berpegian.

Hukum Salat Jumat

Salat Jumat merupakan kewajiban setiap muslim laki-laki. Hal ini tercantum dalam Al
Qur'an dan Hadits berikut ini:

Al Qur'an Al Jumu'ah ayat 9 yang artinya:"Wahai orang-orang yang beriman, apabila


kamu diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah mengingat
Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui."
(QS 62: 9)

"Hendaklah orang-orang itu berhenti dari meninggalkan salat Jum’at atau kalau tidak,
Allah akan menutup hati mereka kemudian mereka akan menjadi orang yang lalai." (HR.
Muslim)

"Sungguh aku berniat menyuruh seseorang (menjadi imam) salat bersama-sama yang
lain, kemudian aku akan membakar rumah orang-orang yang meninggalkan salat Jum’at.”
(HR. Muslim)

"Salat Jum’at itu wajib bagi tiap-tiap muslim, dilaksanakan secara berjama’ah terkecuali
empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang yang sakit." (HR.
Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)

Tata Cara Salat Jum’at

Adapun tata cara pelaksanaan salat Jum’at, yaitu :


Khatib naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari (waktu dzuhur), kemudian
memberi salam dan duduk.

Muadzin mengumandangkan adzan sebagaimana halnya adzan dzuhur.

Khutbah pertama: Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan
hamdalah dan pujian kepada Allah SWT serta membaca shalawat kepada Rasulullah
SAW. Kemudian memberikan nasihat kepada para jama’ah, mengingatkan mereka
dengan suara yang lantang, menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT dan
RasulNya, mendorong mereka untuk berbuat kebajikan serta menakut-nakuti mereka dari
berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan serta ancaman-
ancaman Allah Subhannahu wa Ta'ala. Kemudian duduk sebentar

Khutbah kedua : Khatib memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan pujian
kepadaNya. Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan
khutbah pertama sampai selesai

Khatib kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamat untuk
melaksanakan salat. Kemudian memimpin salat berjama'ah dua rakaat dengan
mengeraskan bacaan

Hal-hal yang dianjurkan

Pada salat Jumat setiap muslim dianjurkan untuk memperhatikan hal-hal berikut:

Mandi, berpakaian rapi, memakai wewangian dan bersiwak (menggosok gigi).

Meninggalkan transaksi jual beli ketika adzan sudah mulai berkumandang.

Menyegerakan pergi ke masjid.

Melakukan salat-salat sunnah di masjid sebelum salat Jum’at selama Imam belum datang.

Tidak melangkahi pundak-pundak orang yang sedang duduk dan memisahkan/menggeser


mereka.

Berhenti dari segala pembicaraan dan perbuatan sia-sia apabila imam telah datang.

Hendaklah memperbanyak membaca shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW pada
malam Jum’at dan siang harinya
Memanfaatkannya untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa karena hari Jumat adalah
waktu yang mustajab untuk dikabulkannya doa.

Shalat Sunnah Sebelum Dan Sesudah Shalat Jum'at

Dianjurkan shalat sunnah sebelum pelaksaan shalat Jum'at semampunya sampai imam
naik ke mimbar, karena pada waktu itu tidak dianjurkan lagi shalat sunnah, kecuali shalat
tahiyatul masjid dan bagi orang yang (terlambat) masuk kedalam masjid. Dalam hal ini
shalat tetap boleh dilakukan sekalipun imam sedang berkhutbah dengan catatan
mempercepatkan pelaksanaannya.

Adapun setalah shalat, maka disunnahkan shalat empat raka'at atau dua raka'at. Ini
berdasarkan sebuah riwayat dari muslim: "Dari Abdullah bin Umar, bahwasanya beliau
tidak shalat setalah menunaikan shalat Jum'at sehingga beliua kembali lalu shalat dua
rakaat di rumahnya." (HR. Muslim : 882)

2. Shalat sunah

Shalat sunnah itu ada dua macam:

1. Shalat sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah

2. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan dilakukan secara berjamaah

A. Shalat sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah

1. Shalat Idul Fitri

2. Shalat Idul Adha

Ibnu Abbas Ra. berkata: “Aku shalat Idul Fithri bersama Rasulullah SAW dan Abu bakar
dan Umar, beliau semua melakukan shalat tersebut sebelum khutbah.” (HR Imam
Bukhari dan Muslim)
Dilakukan 2 raka’at. Pada rakaat pertama melakukan tujuh kali takbir (di luar Takbiratul
Ihram) sebelum membaca Al-Fatihah, dan pada raka’at kedua melakukan lima kali takbir
sebelum membaca Al-Fatihah.

3. Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)

4. Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)

Ibrahim (putra Nabi SAW) meninggal dunia bersamaan dengan terjadinya gerhana
matahari. Beliau SAW bersabda:

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda (kebesaran)
Allah SWT. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak juga karena
kehidupan (kelahiran) seseorang. Apabila kalian mengalaminya (gerhana), maka shalatlah
dan berdoalah, sehingga (gerhana itu) berakhir.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)

Dari Abdullah ibnu Amr, bahwasannya Nabi SAW memerintahkan seseorang untuk
memanggil dengan panggilan “ashsholaatu jaami’ah” (shalat didirikan dengan
berjamaah). (HR Imam Bukhari dan Muslim)

Dilakukan dua rakaat, membaca Al-Fatihah dan surah dua kali setiap raka’at, dan
melakukan ruku’ dua kali setiap raka’at.

5. Shalat Istisqo’

Dari Ibnu Abbas Ra., bahwasannya Nabi SAW shalat istisqo’ dua raka’at, seperti shalat
‘Id. (HR Imam Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Tata caranya seperti shalat ‘Id.

6. Shalat Tarawih (sudah dibahas)

Dari ‘Aisyah Rda., bahwasannya Nabi Muhammad SAW shalat di masjid pada suatu
malam. Maka orang-orang kemudian mengikuti shalat beliau. Nabi shalat (lagi di masjid)
pada hari berikutnya, jamaah yang mengikuti beliau bertambah banyak. Pada malam
ketiga dan keempat, mereka berkumpul (menunggu Rasulullah), namun Rasulullah SAW
tidak keluar ke masjid. Pada paginya Nabi SAW bersabda: “Aku mengetahui apa yang
kalian kerjakan tadi malam, namun aku tidak keluar karena sesungguhnya aku khawatir
bahwa hal (shalat) itu akan difardlukan kepada kalian.” ‘Aisyah Rda. berkata: “Semua itu
terjadi dalam bulan Ramadhan.” (HR Imam Muslim)
Jumlah raka’atnya adalah 20 dengan 10 kali salam, sesuai dengan kesepakatan shahabat
mengenai jumlah raka’at dan tata cara shalatnya.

7. Shalat Witir yang mengiringi Shalat Tarawih

Adapun shalat witir di luar Ramadhan, maka tidak disunnahkan berjamaah, karena
Rasulullah SAW tidak pernah melakukannya.

B. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan berjamaah

1. Shalat Rawatib (Shalat yang mengiringi Shalat Fardlu), terdiri dari:

a. 2 raka’at sebelum shubuh

b. 4 raka’at sebelum Dzuhur (atau Jum’at)

c. 4 raka’at sesudah Dzuhur (atau Jum’at)

d. 4 raka’at sebelum Ashar

e. 2 raka’at sebelum Maghrib

f. 2 raka’at sesudah Maghrib

g. 2 raka’at sebelum Isya’

h. 2 raka’at sesudah Isya’

Dari 22 raka’at rawatib tersebut, terdapat 10 raka’at yang sunnah muakkad (karena tidak
pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW), berdasarkan hadits:

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW senantiasa menjaga (melakukan) 10 rakaat
(rawatib), yaitu: 2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya, 2 raka’at sesudah
Maghrib di rumah beliau, 2 raka’at sesudah Isya’ di rumah beliau, dan 2 raka’at sebelum
Shubuh … (HR Imam Bukhari dan Muslim).

Adapun 12 rakaat yang lain termasuk sunnah ghairu muakkad, berdasarkan hadits-hadits
berikut:

a. Dari Ummu Habibah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:


“Barang siapa senantiasa melakukan shalat 4 raka’at sebelum Dzuhur dan 4 raka’at
sesudahnya, maka Allah mengharamkan baginya api neraka.” (HR Abu Dawud dan
Tirmidzi)

2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya ada yang sunnah muakkad dan ada
yang ghairu muakkad.

b. Nabi SAW bersabda:

“Allah mengasihi orang yang melakukan shalat empat raka’at sebelum (shalat) Ashar.”
(HR Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Huzaimah)

Shalat sunnah sebelum Ashar boleh juga dilakukan dua raka’at berdasarkan Sabda Nabi
SAW:

“Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat.” (HR Imam Bazzar)

c. Anas Ra berkata:

“Di masa Rasulullah SAW kami shalat dua raka’at setelah terbenamnya matahari
sebelum shalat Maghrib…” (HR Imam Bukhari dan Muslim)

Nabi SAW bersabda:

“Shalatlah kalian sebelum (shalat) Maghrib, dua raka’at.” (HR Imam Bukhari dan
Muslim)

d. Nabi SAW bersabda:

“Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat.” (HR Imam Bazzar)

Hadits ini menjadi dasar untuk seluruh shalat sunnah 2 raka’at qobliyah (sebelum shalat
fardhu), termasuk 2 raka’at sebelum Isya’.

2. Shalat Tahajjud (Qiyamullail)

Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 79, As-Sajdah ayat 16 – 17, dan Al-Furqaan ayat 64.
Dilakukan dua raka’at-dua raka’at dengan jumlah raka’at tidak dibatasi.

Dari Ibnu Umar Ra. bahwa Nabi SAW bersabda: “Shalat malam itu dua (raka’at)-dua
(raka’at), apabila kamu mengira bahwa waktu Shubuh sudah menjelang, maka witirlah
dengan satu raka’at.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
3. Shalat Witir di luar Ramadhan

Minimal satu raka’at dan maksimal 11 raka’at. Lebih utama dilakukan 2 raka’at-2 raka’at,
kemudian satu raka’at salam. Boleh juga dilakukan seluruh raka’at sekaligus dengan satu
kali Tasyahud dan salam.

Dari A’isyah Rda. Bahwasannya Rasulullah SAW shalat malam 13 raka’at, dengan witir
5 raka’at di mana beliau Tasyahud (hanya) di raka’at terakhir dan salam. (HR Imam
Bukhari dan Muslim)

Beliau juga pernah berwitir dengan tujuh dan lima raka’at yang tidak dipisah dengan
salam atau pun pembicaraan. (HR Imam Muslim)

4. Shalat Dhuha

Dari A’isyah Rda., adalah Nabi SAW shalat Dhuha 4 raka’at, tidak dipisah keduanya
(tiap shalat 2 raka’at) dengan pembicaraan.” (HR Abu Ya’la)

Dari Abu Hurairah Ra., bahwasannya Nabi pernah Shalat Dhuha dengan dua raka’at (HR
Imam Bukhari dan Muslim)

Dari Ummu Hani, bahwasannya Nabi SAW masuk rumahnya (Ummu Hani) pada hari
Fathu Makkah (dikuasainya Mekkah oleh Muslimin), beliau shalat 12 raka’at, maka kata
Ummu Hani: “Aku tidak pernah melihat shalat yang lebih ringan daripada shalat (12
raka’at) itu, namun Nabi tetap menyempurnakan ruku’ dan sujud beliau.” (HR Imam
Bukhari dan Muslim)

5. Shalat Tahiyyatul Masjid

Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian
masuk masjid, janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.” (HR Jama’ah Ahli Hadits)

6. Shalat Taubat

Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang berdosa, kemudian ia bangun
berwudhu kemudian shalat dua raka’at dan memohon ampunan kepada Allah, kecuali ia
akan diampuni.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan lain-lain)

7. Shalat Tasbih
Yaitu shalat empat raka’at di mana di setiap raka’atnya setelah membaca Al-Fatihah dan
Surah, orang yang shalat membaca: Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallah
wallaahu akbar sebanyak 15 kali, dan setiap ruku’, i’tidal, dua sujud, duduk di antara dua
sujud, duduk istirahah (sebelum berdiri dari raka’at pertama), dan duduk tasyahud
(sebelum membaca bacaan tasyahud) membaca sebanyak 10 kali (Total 75 kali setiap
raka’at). (HR Abu Dawud dan Ibnu Huzaimah)

8. Shalat Istikharah

Dari Jabir bin Abdillah berkata: “Adalah Rasulullah SAW mengajari kami Istikharah
dalam segala hal … beliau SAW bersabda: ‘apabila salah seorang dari kalian berhasrat
pada sesuatu, maka shalatlah dua rakaat di luar shalat fardhu …dan menyebutkan
perlunya’ …” (HR Jama’ah Ahli Hadits kecuali Imam Muslim)

9. Shalat Hajat

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mempunyai hajat kepada Allah atau kepada
seseorang, maka wudhulah dan baguskan wudhu tersebut, kemudian shalatlah dua
raka’at, setelah itu pujilah Allah, bacalah shalawat, atas Nabi SAW, dan berdoa …” (HR
Tirmidzi dan Ibnu Majah)

10. Shalat 2 rakaat di masjid sebelum pulang ke rumah

Dari Ka’ab bin Malik: “Adalah Nabi SAW apabila pulang dari bepergian, beliau menuju
masjid dan shalat dulu dua raka’at.” (HR Bukhari dan Muslim)

11. Shalat Awwabiin

Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 25

Dari Ammar bin Yasir bahwa Nabi SAW bersabda: “Barang siapa shalat setelah shalat
Maghrib enam raka’at, maka diampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih lautan.”
(HR Imam Thabrani)

Ibnu Majah, Ibnu Huzaimah, dan Tirmidzi meriwayatkan hadits serupa dari Abu Hurairah
Ra. Nabi SAW bersabda: “Barang siapa shalat enam raka’at antara Maghrib dan Isya’,
maka Allah mencatat baginya pahala ibadah 12 tahun” (HR Imam Tirmidzi)

12. Shalat Sunnah Wudhu’


Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa berwudhu, ia menyempurnakan wudhunya,
kemudian shalat dua raka’at, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR Imam
Bukhari dan Muslim)

13. Shalat Sunnah Mutlaq

Nabi SAW berpesan kepada Abu Dzar al-Ghiffari Ra.: “Shalat itu sebaik-baik perbuatan,
baik sedikit maupun banyak.” (HR Ibnu Majah)

Dari Abdullah bin Umar Ra.: “Nabi SAW bertanya: ‘Apakah kamu berpuasa sepanjang
siang?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bertanya lagi: ‘Dan kamu shalat sepanjang malam?’
Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bersabda: ’Tetapi aku puasa dan berbuka, aku shalat tapi
juga tidur, aku juga menikah, barang siapa tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak
termasuk golonganku’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits terakhir ini menunjukkan bahwa shalat sunnah bisa dilakukan dengan jumlah
raka’at yang tidak dibatasi, namun makruh dilakukan sepanjang malam, karena Nabi
sendiri tidak menganjurkannnya demikian. Ada waktu untuk istirahat dan untuk
istri/suami.

k. sholat jenazah

yaitu sholat yang hukumnya fardu kifayah dan merupakan dan merupakan sholat yang
dilakukan 4 kali takbir. Fardu kifayah artinya wajib dan di tujukan oleh orang banyak

G. sholat jenazah
1. definisi
Menurut bahasa Arab yaitu ‫ صالة الجنازة‬atau sholat Al-Janazat adalah shalat yang
dikerjakan sebanyak 4(empat) kali takbir pada saat orang muslim yang sudah meninggal
dunial (mati) sebelum di masukkan ke liang lahat (kuburan) tetapi sesudah
dikafankan. Shalat jenazah ini merupakan shalat sunnah tetapi bersifat wajib atau yang
disebut Fardhu Kifayah. Hukum dari Fardhu Kifayah adalah suatu kewajiban yang
dilakukan oleh orang muslim untuk melaksanakan shalat, jika seorang muslim sudah
melaksanakan shalat jenazah maka gugurlah kewajiban bagi orang muslim yang lainnya
2. rukun sholat jenazah:

1. Niat
2. Berdiri (bagi yang mampu)
3. Empat kali takbir
4. Mengangkat tangan pada saat takbir pertama
5. Membaca Surat Al-Fatihah
6. Membaca shalawat atas Nabi SAW sesudah takbir kedua
7. Berdoa untuk jenazah
8. Salam
3. Tata cara sholat jenazah
Tata cara sholat jenazah laki-laki dan perempuan berbeda. Ketika menyolatkan jenazah
laki-laki, posisi imam berada sejajar dengan kepala jenazah. Sedangkan jika jenazahnya
perempuan, posisi imam berada sejajar dengan pusar atau pinggang jenazah.

Sholat jenazah lebih diutamakan dilakukan di masjid atau musholla terdekat. Namun jika
keduanya jauh, bisa dilakukan di rumah.

Berikut ini urutan tata cara sholat jenazah:

1. Niat dan takbiratul ihram, kemudian membaca Surat Al-Fatihah

Cara berniat adalah dengan dilafadzkan dalam hati dan diniati akan sholat jenazah dengan
empat kali takbir.

Niat sholat jenazah untuk laki-laki

Lafadz niat sholat jenazah (sebagai makmum) untuk jenazah laki-laki:

“Usholli 'alaa haadzihil mayyiti arba'a takbiratatin fardhol kifayaatai ma'muuman lillahi
ta'aala”.

Yang Artinya: Saya niat sholat atas mayit ini empat kali takbir fardhu kifayah, sebagai
makmum karena Allah Ta'ala.

Niat sholat jenazah untuk perempuan

Lafadz niat sholat jenazah (sebagai makmum) untuk jenazah perempuan:

“Ushollii 'alaa haadzihill mayyitati arba'a takbirootin fardhol kifaayati ma'muuman


lillaahi ta'aalaa”

Artinya: Saya niat sholat atas mayit ini empat kali takbir fardhu kifayah, sebagai
makmum karena Allah Ta'ala.

Setelah takbiratul ihram tangan bisa diletakkan di atas pusar seperti sholat umumnya lalu
membaca Al-Fatihah. .
2. Takbir Kedua dan Membaca Shalawat.
Setelah melakukan takbir, kemudian membaca shalawat Nabi.

3. Takbir Ketiga Lalu Berdoa Untuk Jenazah

Takbir ketiga dan kemudian bacalah doa untuk jenazah. Doa itu umpamanya “
Allahumaghfirlahu warhamhu wa’ a-fihi wa’fuan’hu, wa akrim nuhula-hu-wa wassi’
madkhalahu-waghsilhu bima- in wa tsaljin, wa na – qqihi- minal khta-ya-kama-yunaqqats
tsaubul abyadhu minaddanas, a abdhu da- ran khairan min zaijihi- wa qihi fitnatal wabri
wa ‘ adza-bah”
4. Takbir Keempat Lalu Berdoa Lagi

Takbir yang keempat dan berdoalah untuk jenazah dan keluarga yang ditinggalkan.

5. Salam

H. Sholat dalam keadaan sakit


Shalat diwajibkan kepada semua Muslim yang baligh dan berakal.
Merekalah mukallaf, orang yang terkena beban syariat. Yang dibolehkan untuk
meninggalkan shalat adalah orang yang bukan mukallaf, yaitu anak yang belum
baligh dan orang yang tidak berakal, wanita haid dan nifas, maka tidak ada
pengecualian dengan orang yang sedang sakit selama iya sehat, berakal, baligh
tidak haid dan nifas.
Namun ada keringanan bagi orang sedang sakit untuk melakukan sholat
diantara nya
 Dibolehkan untuk tidak shalat berjamaah di masjid
Shalat berjama’ah wajib bagi lelaki. Namun dibolehkan bagi lelaki
untuk tidak menghadiri shalat jama’ah di masjid lalu ia shalat di
rumahnya jika ada masyaqqah (kesulitan) seperti sakit, hujan, adanya
angin, udara sangat dingin atau semacamnya.
 Dibolehkan menjamak shalat
Menjamak shalat dibolehkan secara umum ketika ada masyaqqah
(kesulitan). Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu beliau
mengatakan:
‫خوف وال‬
ٍ ‫غير‬
ِ ‫ة من‬Tِ ‫ب والعشا ِء بالمدين‬
ِ ‫ والمغر‬، ‫والعصر‬
ِ ‫الظهر‬
ِ ‫جمع رسو ُل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّ َم بين‬
‫مطر‬
ٍ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjamak shalat Zhuhur dan
shalat Ashar, dan menjamak shalat Maghrib dan Isya, di Madinah
padahal tidak sedang dalam ketakutan dan tidak hujan” (HR. Muslim no.
705).
 Dibolehkan shalat sambil duduk jika tidak mampu berdiri

 Dibolehkan shalat sambil berbaring jika tidak mampu duduk


Jika orang yang sakit masih sanggup berdiri tanpa kesulitan, maka
waijb baginya untuk berdiri. Karena berdiri adalah rukun shalat. Shalat
menjadi tidak sah jika ditinggalkan. Dalil bahwa berdiri adalah rukun
shalat adalah hadits yang dikenal sebagai hadits al musi’ shalatuhu, yaitu
tentang seorang shahabat yang belum paham cara shalat, hingga setelah ia
shalat Nabi bersabda kepadanya:
‫صلِّ فإنك لم تُص ِّل‬
َ َ‫ار ِج ْع ف‬
“Ulangi lagi, karena engkau belum shalat”
Menunjukkan shalat yang ia lakukan tidak sah sehingga tidak teranggap
sudah menunaikan shalat. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
mengajarkan shalat yang benar kepadanya dengan bersabda:
‫ ثم اسْتقبل القِبْلةَ فكبِّر‬،‫…إذا قُمتَ إلى الصَّال ِة فأ ْسبِغ ال ُوضُو َء‬
“Jika engkau berdiri untuk shalat, ambilah wudhu lalu menghadap
kiblat dan bertakbirlah…” (HR. Bukhari 757, Muslim 397).
Namun jika orang yang sakit kesulitan untuk berdiri dibolehkan baginya
untuk shalat sambil duduk, dan jika kesulitan untuk duduk maka sambil
berbaring. Dari Imran bin Hushain radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
َ : ‫ فقال‬، ‫ي صلَّى هللاُ عليه وسلَّم ع ِن الصال ِة‬
‫ فإن لم‬، ‫صلِّ قائ ًما‬ َّ ‫لت النب‬ ُ َ ‫ فسأ‬، ‫كانت بي بَواسي ُر‬
ْ
‫ب‬ٍ َ ‫ن‬‫ج‬ ‫فعلى‬ ْ
‫ع‬ ‫ط‬
ِ َ ‫ت‬‫تس‬ ‫لم‬ ‫فإن‬ ، ‫ًا‬
‫د‬ ‫فقاع‬ ‫ع‬ ِ َ‫تست‬
‫ط‬
“Aku pernah menderita penyakit bawasir. Maka ku bertanya kepada
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai bagaimana aku shalat.
Beliau bersabda: shalatlah sambil berdiri, jika tidak mampu maka
shalatlah sambil duduk, jika tidak mampu maka shalatlah dengan
berbaring menyamping” (HR. Al Bukhari, no. 1117).
Dalam riwayat lain disebutkan tambahan:
‫فإن لم تستطع فمستلقيا‬
“Jika tidak mampu maka berbaring telentang”

 Dibolehkan shalat semampunya jika kemampuan terbatas


Jika orang yang sakit sangat terbatas kemampuannya, seperti orang sakit
yang hanya bisa berbaring tanpa bisa menggerakkan anggota tubuhnya,
namun masih berisyarat dengan kepala, maka ia shalat dengan sekedar
gerakan kepala.
Dari Jabir radhiallahu’anhu beliau berkata:
، ‫ فأخذ عودًا ليصلي عليه‬، ‫ فأخذها فرمى بها‬، ‫عاد صلى هللاُ علي ِه وسلَّ َم مريضًا فرآه يصلي على وساد ٍة‬
‫أخفض من‬
َ ‫ واجعل سجودَك‬، ‫ وإال فأوم إيما ًء‬، ‫األرض إن استطعت‬
ِ ‫ ص ِّل على‬: ‫ وقال‬، ‫فأخذه فرمى به‬
‫ركوعك‬
ِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam suatu kala menjenguk
orang yang sedang sakit. Ternyata Rasulullah melihat ia sedang shalat di
atas bantal. Kemudian Nabi mengambil bantal tersebut dan
menjauhkannya. Ternyata orang tersebut lalu mengambil kayu dan shalat
di atas kayu tersebut. Kemudian Nabi mengambil kayu tersebut dan
menjauhkannya. Lalu Nabi bersabda: shalatlah di atas tanah jika kamu
mampu, jika tidak mampu maka shalatlah dengan imaa` (isyarat kepala).
Jadikan kepalamu ketika posisi sujud lebih rendah dari rukukmu“ (HR. Al
Baihaqi dalam Al Kubra 2/306, dishahihkan Al Albani dalam Shifatu
Shalatin Nabi, 78).
6. Dibolehkan tidak menghadap kiblat jika tidak mampu dan tidak
ada yang membantu
Menghadap kiblat adalah syarat shalat. Orang yang sakit hendaknya
berusaha tetap menghadap kiblat sebisa mungkin. Atau ia meminta
bantuan orang yang ada disekitarnya untuk menghadapkan ia ke kiblat.
Jika semua ini tidak memungkinkan, maka ada kelonggaran baginya untuk
tidak menghadap kiblat. Syaikh Shalih Al-Fauzan menyatakan:
‫والمريض إذا كان على السرير فإنه يجب أن يتجه إلى القبلة إما بنفسه إذا كان يستطيع أو بأن يوجهه أحد إلى‬
‫ يخشى من خروج وقت‬،‫ فإذا لم يستطع استقبال القبلة وليس عنده من يعينه على التوجه إلى القبلة‬،‫القبلة‬
‫الصالة فإنه يصلي على حسب حاله‬
“Orang yang sakit jika ia berada di atas tempat tidur, maka ia tetap wajib
menghadap kiblat. Baik menghadap sendiri jika ia mampu atau pun
dihadapkan oleh orang lain. Jika ia tidak mampu menghadap kiblat, dan
tidak ada orang yang membantunya untuk menghadap kiblat, dan ia
khawatir waktu shalat akan habis, maka hendaknya ia shalat sebagaimana
sesuai keadaannya”[3]

Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit


Orang yang sakit tentunya memiliki keadaan yang beragam dan bervariasi, namun
memeiliki prinsip dasar dalam memahami tata cara orang sakit adalah hendaknya
orang sakit berusaha sebisa mungkin menepati tata cara shalat dalam keadaan
sempurna, jika tidak mungkin maka mendekati sempurna. Berikut ini tata cara
sholat orang dalam keadaan sakit, yaitu:

1. Tata cara shalat orang yang tidak mampu berdiri


Orang yang tidak mampu berdiri, maka shalatnya sambil duduk. Dengan
ketentuan sebagai berikut:
 Yang paling utama adalah dengan cara duduk bersila. Namun jika tidak
memungkinkan, maka dengan cara duduk apapun yang mudah untuk
dilakukan.
 Duduk menghadap ke kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap
kiblat maka tidak mengapa.
 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam
keadaan berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan
setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.
 Cara rukuknya dengan membungkukkan badan sedikit, ini merupakan
bentuk imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua telapak tangan di
lutut.
 Cara sujudnya sama sebagaimana sujud biasa jika memungkinkan. Jika
tidak memungkinkan maka, dengan membungkukkan badannya lebih
banyak dari ketika rukuk.
 Cara tasyahud dengan meletakkan tangan di lutut dan melakukan tasyahud
seperti biasa.
2. Tata cara shalat orang yang tidak mampu duduk
Orang yang tidak mampu berdiri dan tidak mampu duduk, maka shalatnya sambil
berbaring. Shalat sambil berbaring ada dua macam:
a. ‘ala janbin (berbaring menyamping)
Ini yang lebih utama jika memungkinkan. Tata caranya:
 Berbaring menyamping ke kanan dan ke arah kiblat jika memungkinkan.
Jika tidak bisa menyamping ke kanan maka menyamping ke kiri namun
tetap ke arah kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat
maka tidak mengapa.
 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam
keadaan berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan
setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.
 Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk
imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah
lutut.
 Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika
rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
 Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk
tetap berisyarat ke arah kiblat.
b. mustalqiyan (telentang)
Jika tidak mampu berbaring ‘ala janbin, maka mustalqiyan. Tata caranya:
 Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Yang utama, kepala
diangkat sedikit dengan ganjalan seperti bantal atau semisalnya sehingga
wajah menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap
kiblat maka tidak mengapa.
 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam
keadaan berdiri. Yaitu tangan diangkat hingga sejajar dengan telinga dan
setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.
 Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk
imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah
lutut.
 Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika
rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
 Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk
tetap berisyarat ke arah kiblat.
3. Tata cara shalat orang yang tidak mampu menggerakkan anggota
tubuhnya (lumpuh total)
Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya namun bisa menggerakkan
mata, maka shalatnya dengan gerakan mata. Karena ini masih termasuk makna al-
imaa`. Ia kedipkan matanya sedikit ketika takbir dan rukuk, dan ia kedipkan
banyak untuk sujud. Disertai dengan gerakan lisan ketika membaca bacaan-
bacaan shalat. Jika lisan tidak mampu digerakkan, maka bacaan-bacaan shalat pun
dibaca dalam hati.
Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya sama sekali namun masih
sadar, maka shalatnya dengan hatinya. Yaitu ia membayangkan dalam hatinya
gerakan-gerakan shalat yang ia kerjakan disertai dengan gerakan lisan ketika
membaca bacaan-bacaan shalat. Jika lisan tidak mampu digerakkan, maka bacaan-
bacaan shalat pun dibaca dalam hati.

Anda mungkin juga menyukai