Anda di halaman 1dari 25

Tugas Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif

Penanganan Pasien Terminal Nasrani/Kristen Protestan

DISUSUN OLEH

ANGGUN DESIMA S.S

NURHASANAH

NISA SUKRA JANNA

BELIA SAFITRI

PETRUS WIJAYA RIAU

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan ke hadiran Allah Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.

Kami menyadari makalah ini tentunya masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami mengharap saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya
makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan.

Pekanbaru, 5 Oktober 2020

Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATARBELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. Peran Perawatan Paliatif pada Pasien Terminal Penyakit Kanker Serviks

A.1. Perawatan Paliatif Pasien Terminal

A.2. Kanker Serviks

B. Peran Perawat dengan Dasar Iman Kristen Protestan

B.1. Proses intervensi terhadap pasien krisis atau terminal

B.2. Tindakan yang diberikan kepada pasien terminal secara Kristen Protestan dari yang
dapat di temukan.
B.3. Penanganan pasien Kristen protestan yang sudah meninggal.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Palliative Care (Perawatan palliative) bertujuan meningkatkan kualitas hidup


pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah/penyakit yang
mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian sempurna dan pengobatan
rasa sakit masalah, fisik, psikososial dan spiritual (Kemenkes RI Nomor 812,
2007).

Fokus perawatan palliative adalah peredaman rasa sakit dan gejala serta
stress akibat penyakit kritis seperti kanker stadium lanjut. Perawatan palliative
dapat dilakukan segera setelah diputuskan terapi yang akan diterima klien
bersifat palliative sampai pasien meninggal. Perawatan ini mencakup
perawatan holistik bagi pasien dan keluarganya, serta pemberian informasi
terkini sehingga mereka dapat mengambil keputusan ketika dihadapkan pada
peristiwa anggota keluarganya akan meninggal. Melalui pengawasan,
keluarga maupun teman terdekat dapat membantu memberikan perawatan
paliative pada penderita.

Peran agama dalam keperawatan adalah topik yang jarang untuk dibahas,
padahal kita tahu hal ini sangat berpengaruh didalam pelayanan, hal ini
terbukti dengan didalam keperawatan kita juga mengenal tentang
kebutuhan spiritual (walaupun tidak benar-benar dapat disamakan dengan
agama).

Perawat dari segi rohani kristen adalah suatu panggilan untuk menolong sesama
sebagai insan ciptaan yang Maha kuasa,pangilan sebagai seorang perawat terlepas dari
menolong dari sisi fisik tetapi ada hal yang tak kala penting yaitu bagaimana perawat
sebagai beban pengabdian yang tidak melupakan sisi psikologis dan bahkan rohani
spiritual kristen untuk memberikan dukungan spriritual,sehinga pasien paliatif betul –
betul merasakan asuhan keperawatan dengan dasar kasih Yesus untuk memperoleh
pemulihan iman dan yakin bahwa ada kuasa yang dasyat dibalik semua situasi yang
dialami melalui jamahan rohani kristen melalui perawat.
Dengan menggunakan pendekatan-pendekatan rohani Kristen kita akan
mampu memberikan pelayanan yang holistik dari segi
bio,psiko,sosoal,kultural dan spriritual sehingga pasien mempu menerapkan
koping atas dasar kuasa Kristus.
B. Rumusan masalah

1. Apa peran perawatan paliatif pada pasien terminal dengan penyakit


kanker serviks.
2. Bagaimana penanganan pasien terminal secara agama Kristen Protestan.

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui peran perawatan paliatif pada pasien terminal dengan


penyakit kanker serviks
2. Untuk mengetahui penanganan pasien terminal secara agama Kristen
Protestan.
Bab II
PEMBAHASAN

A. Peran Perawatan Paliatif pada Pasien Terminal Penyakit Kanker


Serviks

a. Perawatan Paliatif Pasien Terminal

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas


hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan
peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta
penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual
(KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).

Menurut KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 kualitas hidup pasien adalah


keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks
budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan
niatnya. Dimensi dari kualitas hidup. Dimensi dari kualitas hidup yaitu Gejala
fisik, Kemampuan fungsional (aktivitas), Kesejahteraan keluarga, Spiritual,
Fungsi sosial,
Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan), Orientasi
masa depan, Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri,
Fungsi dalam bekerja.
Menurut KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 Palliative home care adalah
pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan di rumah pasien, oleh tenaga
paliatif dan atau keluarga atas bimbingan/ pengawasan tenaga paliatif.
Hospis adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang
tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus
dilakukan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah
sakit, tetapi dapat memberikan pelayaan untuk mengendalikan gejala-gejala
yang ada, dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri.
Menurut KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 Sarana (fasilitas) kesehatan
adalah tempat yang menyediakan layanan kesehatan secara medis bagi
masyarakat.
Kompeten adalah keadaan kesehatan mental pasien sedemikian rupa
sehingga mampu menerima dan memahami informasi yang diperlukan dan
mampu membuat keputusan secara rasional berdasarkan informasi tersebut
(KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).
b. PENYAKIT TERMINAL
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju
ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau
penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada
lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di
katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian. (White,
2002).

c. Kanker Serviks

Kanker servik merupakan penyakit ginekologi pada leher rahim yang


disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV). Pada penyakit kanker servik
menunjukkan adanya sel-sel abnormal yang terbentuk oleh jaringan yang
tumbuh terus menerus dan tidak terbatas pada bagian leher Rahim memiliki
tingkat keganasan yang cukup tinggi dan menjadi penyebab kematian utama
pada wanita di negara–negara berkembang (Yayasan Kanker Servik). Kanker
servik cenderung terjadi pada usia pertengahan. di Indonesia, kanker servik
merupakan jenis penyakit yang paling banyak menyerang wanita usia
produktif. Pada usia 30-50 tahun wanita yang sudah kontak seksual akan
beresiko tinggi terkena kanker servik sehingga akan menyebabkan gangguan
kualitas hidup secara fisik, kejiwaan dan kesehatan seksual. Gejala-gejala
yang timbul munculnya rasa nyeri saat berhubungan seskual, perdarahan
spontan pervagina yang abnormal, keputihan berlebihan (Mardjikoen,2007).

Penderita kanker servik stadium lanjut mengalami perubahan sistem dan


fungsi tubuh yang mengakibatkan ketergantungan pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan dasar serta menyebabkan penurunan kualitas hidup
penderita secara drastis (Indrayani, 2007, dalam Fitriana & Ambarini, 2012).

Kualitas hidup penderita yang sesuai dengan konteks budaya dan sistem
nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidupnya, harapan, dan niatnya.
Pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan dirumah oleh tenaga paliatif
dapat diberikan kepada penderita dengan penyakit stadium lanjut yang dapat
dirawat dirumah penderita namun tidak melakukan tindakan yang harus
dilakukan di rumah sakit, tetapi dapat memberikan pelayanan untuk
mengendalikan gejala-gejala yang ada dengan keadaan di rumah penderita
sendiri (KEPMENKES RI nomor: 812,2007).

Masalah kesehatan yang sering muncul pada pasien kanker meliputi masalah
fisik dan masalah non fisik (Nuraeni, et al., 2015). Masalah fisik yang sering
dikeluhkan oleh pasien kanker adalah nyeri, fatigue, menurunnya kondisi fisik
dan kelelahan (Nuraeni, et al., 2015; Mercadante et al., 2018).
Kanker selain dapat menimbulkan masalah fisik pada pasien, juga dapat
menimbulkan masalah non fisik atau masalah psikologis dengan keluhan
atara lain berduka, sedih, syok, putus asa, cemas, takut mati, harga diri
rendah, penurunan persepsi diri (Nuraeni, et al., 2015), dan masalah spiritual
yang berdampak terhadap kualitas hidup pasien (Shneerson et al., 2013;
Ahmadi, 2015).

ETIOLOGI
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan membelah
secara tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah, maka akan
terbentuk suatu masa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak
atau ganas, jika tumor tersebut ganas maka keadaannya disebut kanker
serviks.
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui secara
pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap
terjadinya kanker servik yaitu :

1. HPV ( Human Papiloma Virus )

HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma Akuminata ) yang


ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah
HPV tipe 16, 18.

a. Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus


papiloma.
b. Dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi karsinoma
pada kondilom akuminata.
c. Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian kanker dilandasi
oleh beberapa faktor yaitu: epidemiologic infeksi HPV ditemukan angka
kejadian kanker serviks yang meningkat.
d. DNA HPV sering ditemukan pada Lis ( Lesi Intraepitel Serviks )
1. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali lebih tinggi
dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada serviks
adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen
infeksi virus.

2. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini ( kurang dari 18


tahun).
3. Berganti - ganti pasangan seksual.
4. Suami atau pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama
pada usia 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah
dengan wanita yang menderita kanker serviks.
5. Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran.

6. Pemakaian Pil KB.


Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima
tahun dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko
relative pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat
sesuai dengan lamanya pemakaian.
7. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun.
8. Golongan ekonomi lemah.
Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear secara
rutin dan pendidikan yang rendah. ( Dr imam Rasjidi, 2010 )

MANIFESTASI KLINIK

1. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
2. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama ( 75% - 80% ).
3. Perdarahan yang terjadi diluar senggama.
4. Perdarahan spontan saat defekasi.

5. Perdarahan diantara haid.


6. Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.
7. Anemia akibat pendarahan berulang.
8. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf.
(Dr RamaDiananda, 2009 )

PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan stadium
lanjut hanya dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur keberhasilan
pengobatan yang biasa digunakan adalah angka harapan hidup 5 tahun.
Harapan hidup 5 tahun sangat tergantung dari stadium atau derajatnya
beberapa peneliti menyebutkan bahwa angka harapan hidup untuk kanker
leher rahim akan menurun dengan stadium yang lebih lanjut. Pada penderita
kanker leher rahim ini juga mendapatkan sitistatika dalam ginekologi.
Penggolongan obat sitostatika antara lain :
a. Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan semua sel pada
siklus termasuk obat - obatan non spesifik.
b. Golongan obat - obatan yang memastikan pada fase tertentu darimana
proliferasi termasuk obat fase spesifik.
c. Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh proliferasi sel lebih
besar, termasuk obat - obatan siklus spesifik.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi radiasi
eksternal anatara lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang digunakan
untuk prosedur. Selama terapi yaitu memilih kulit yang baik dengan
menganjurkan menghindari sabun, kosmetik, dan deodorant.
Pertahankan kedekuatan kulit dalam perawatan post pengobatan antara lain
hindari infeksi, laporkan tanda - tanda infeksi, monitor intake cairan, beri tahu
efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah pengobatan, dan melakukan
perawatan kulit dan mulut.
Dalam terapi radiasi internal yang perlu dipertimbangkan dalam perawatan
umum adalah teknik isolasi dan membatasi aktivitas, sedangkan dalam
perawatan pre insersi antara lain menurunkan kebutuhan untuk enema atau
buang air besar selama beberapa hari, memasang kateter sesuai indikasi,
latihan nafas panjan dan latihan rom dan jelaskan pada keluarga tentang
pembatasan pengunjung. Selama terapi radiasi perawatannya yaitu monior
tanda - tanda vital tiap 4 jam. Memberikan posisi semi fowler, berikan
makanan berserat dan cairan parenteral sampai 300ml dan memberikan
support mental. Perawatan post pengobatan antara lain menghindari
komplikasi post pengobatan ( tromboplebitis, emboli pulmonal dan
pneumonia ), monitor intake dan output cairan. (Bambang sarwiji, 2011)

STADIUM KARSINOMA SERVIKS

Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri :Tingkat kriteria

Tahap O : Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel, tidak terdapat
bukti invasi.
Tahap I : Karsinoma yang benar - benar berada dalam serviks. Proses terbatas
pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri.
Tahap Ia : Karsinoma mikroinvasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel
tumor sudah memasuki stoma lebih dari 1 mm, sel tumor tidak terdapat pada
pembuluh limfa atau pembuluh darah.
Tahap Ib : Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik
menunjukkan invasi serviks uteri.
Tahap II : Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks hingga mengenai
vagina (bukan sepertiga bagian bawah ) atau area para servikal pada salah
satu sisi atau kedua sisi.
Tahap IIa : Penyebarah hanya perluasan vagina, parametrium masih bebas
dari infiltrate tumor.
TahapIIb : Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetapi belum sampai
pada dinding panggul.
Tahap III : Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina atau telah meluas
kesalah satu atau kedua dinding panggul. Penyakitnodus limfe yang teraba
tidak merata pada dinding panggul. Urogram IV menunjukkan salah satu
atau kedua ureter tersumbat oleh tumor.
Tahap IIIa : Penyebaran sampai pada sepertiga bagian distal vagina, sedang
ke parametrium tidak dipersoalkan.
Tahap IIIb : Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul, tidak ditemukan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul ( frozen pelvic )
atau proses pada tingkatan klinik I dan II, tetapi sudah ada gangguan faal
ginjal.

Tahap IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rektum dan atau kandang kemih (dibuktikan secara histologik ) atau
telah terjadi metastasis keluar paanggul atau ketempat - tempat yang jauh.

Tahap IVa : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rektrum dan atau kandung kemih.
Tahap IVb : Telah terjadi penyebaran jauh.

( Dr Imam Rasjidi, 2010 )

B. Peran Perawat dengan Spiritual dan Dasar Iman Kristen


Protestan

a. Peran Spiritual dalam Paliative Care

Spiritualitas dan religiusitas merupakan dua komponen penting dalam


perawatan paliatif pasien kanker yang merupakan karakter holistik yang
dapat mempengaruhi dalam peningkatan kualitas hidup, well-being, dan
mengurangi distres pada pasien kanker (Ahmadi, 2015). Dewasa ini
peningkatan kebutuhan pasien dan keluarga pasien akan perawatan spiritual
dan religius semakin meningkat pada pasien kanker terutama ketika pasien
dalam tahap akhir kehidupan yang mengalami pencarian makna dan tujuan
kehidupan (Ferrell, et al.,2013).
Spiritualitas merupakan sumber motivasi dan emosi individu yang berkenaan
dengan hubungan seseorang dengan Tuhan, sedangkan religiusitas
merupakan pengabdian kepada Tuhan atau kesalehan (KBBI, 2016).

Beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis dalam agama


dan keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam
penyakit fisik yang serius Profesional kesehatan memberikan perawatan
medis menyadari pentingnya pasien dalam memenuhi 'kebutuhan spiritual
dan keagamaan. (Woodruff , 2004: 1)
Sebuah pendekatan kasihan kebutuhan ini meningkatkan kemungkinan
pemulihan atau perbaikan. Dalam contoh terburuk, ia menawarkan
kenyamanan dan persiapan untuk individu melalui proses traumatis penyakit
terakhir sebelum kematian. (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003 :101)
Studi pasien dengan penyakit kronis atau terminal telah menunjukkan insiden
tinggi depresi dan gangguan mental lainnya. Dimensi lain adalah bahwa
tingkat depresi adalah sebanding dengan tingkat keparahan penyakit dan
hilangnya fungsi agunan. Sumber depresi seperti sering berbaring dalam isu-
isu yang berkaitan dengan spiritualitas dan agama. Pasien di bawah
perawatan paliatif dan dalam keadaan seperti itu sering mempunyai
keprihatinan rohani yang berkaitan dengan kondisi mereka dan mendekati
kematian. (Ferrell & Coyle, 2007: 848)
Spiritual dan keprihatinan keagamaan dengan pasien biasa bergumul dengan
isu-isu sehari-hari penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dengan orang tua
dan mereka yang menghadapi kematian yang akan datang. Kekhawatiran
semacam itu telah diamati bahkan pada pasien yang telah dirawat di rumah
sakit untuk serius tetapi non-terminal penyakit. (Ferrell & Coyle, 2007: 52).

Studi lain telah menunjukkan bahwa persentase yang tinggi dari pasien di
atas usia 60 menemukan hiburan dalam agama yang memberi mereka
kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi, sampai batas tertentu, dengan
kehidupan. Agama kekhawatiran di sakit parah mengasumsikan berbagai
bentuk seperti hubungan seseorang dengan Allah, takut akan neraka dan
perasaan ditinggalkan oleh komunitas keagamaan mereka. Sering
menghormati dan memvalidasi individu dorongan agama dan keyakinan
adalah setengah pertempuran ke arah menyiapkan mereka untuk suatu 'baik'
kematian (Ferrell & Coyle, 2007: 1171)

b. Proses intervensi terhadap pasien krisis atau terminal

a. Intervensi langsung oleh perawat sebagai konselor Kristen


1. Kerelaan dan empati

Cara menolong pasien yang sedang mengalami krisis atau penyakit


terminal tidak semudah dengan cara menolong pasien yang bermasalah lainnya
jadi diperlukan empati dan kerelaan dalam ikut memahami keadaan pasien

Orang yang sedang krisis mengalami ketidak seimbangan perasaan dan


pikiran. Bisa saja tiba-tiba memarahi orang yang berusaha menolongnya dan tidak
menerima pertolongan kita

2. Memberikan dukungan emosi

Tujuan dukungan itu untuk mengurangi kegelisahan rasa bersalah dan


ketegabgan emosinya.semuanya ini adalah usaha demi memulihkan kembali
kseimbangan dalan diri pasien terminal

3. Memberikan dorongan semangat

Dorongan semangat pada tahap permulaan untuk menolong pasien yang


kuatir,merasa tak berdaya dan berputus asa dalam krisisnya.

b. Mengambil tindakan pemulihan

1. Bagi pasien yang sedang mengalami krisis,diperlukan rencana bertindak yang harus
segera di berikan

2. Selama masa krisis atau menghadapi penyakit terminal,perlu membantu pasien untuk
memahami kondisi yang masih baru di alami

c. memberikan dukungan dengan melibatkan Fiman Allah bahwa dalam Yesus ada
pengharapan

Sebagai perawat dasar dalam melengkapi asuhan keperawatan dari sisi


rohani kristen adalah memberikan konseling bahawa dalam yesus ada
pengharapan.

“Hai anakKu,janganlah engkau melupakan ajaranKu,dan biarlah hatimu


memelihara perintahKu,karena panjang umur lanjut usia serta sejaterah akan
ditambahkan kepadamu.jangan kiranya Kasih dan Setia meninggalkan engkau!
Kalungkanlah pada lehermu,tuliskanlah itu pada loh hatimu,maka engkau akan
mendapat kasih dan penghargaan dalam pandangan Allah serta
manusia.percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu,dan janganlah
bersandar kepada pengertianmu sendiri.akuilah Dia dalam segalah lakumu,maka
Ia akan meluruskan jalanmu”

Dari Firman Allah diatas didapatkan pengharapan yang datangnya dari


Allah sendiri bahwa dalam keadaan krisispun Allah masih dapat melakukan
mukjizat. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tentunya yakin
bahwah setelah semua tindakan yang di lakukan dalam pemenuhan kebutuhan
pasien ternyata tidak cukup tanpa campur tangan Tuahan sendiri,termasuk
penguatan rohani yang sesungguh menjadi suatu dasar karena atas dasar kasih
Kristus pasien akan mendapatkan pemulihan dan mengerti Kasih Yesus karena
setelah semua pertolongan dari segi medis masih ada kuasa Tuhan yang mampu
merubah yang sesungguhnya mustahil bagi manusia tapi itu sanggup dilakukan
oleh Tuahan.seperti Yesus mambangkitkan orang mati

d. Atas dasar kasih

Perawat sebagai perpanjangan tangan Tuhan sendiri akan sangat berperan


dalam memberikan pemulihan secara rohani setelah semua tindakan yang telah di
upayakan dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif.kasih sendiri telah telah
menjadi komitmen Yesus sendiri dimana yesus tidak akan membiarkan kita untuk
menghadapi persoalan sendiriaan.

Berbagai macam penguatan dapat kita berikan sebagai perawat,dalam


menolong pasien menghadapi keadaan yang di alami dengan dasr kasih Kristus.

e. Campur tangan Yesus

Yesus mempunyai kuasa mengatasi penyakit

contoh dalam Alkitab :

1. Penyakit kusta adalah penyakit kulit yang buruk dan pada masa
Yesus tak seorangpun yang sakit kusta dapat disembuhkan. Dalam Mar 1:40-43
kita membaca seorang yang berpenyakit kusta datang kepada Yesus mohon
pertolongan. Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut
di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: "Kalau Engkau mau, Engkau
dapat mentahirkan aku." Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia
mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: " Aku
mau, jadilah engkau tahir." Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu,
dan ia menjadi tahir. Segera Ia menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras:
Yesus menyembuhkannya dengan satu sentuhan tangan.
2. Dalam Mar 5:25-34 kita membaca tentang seorang wanita yang
sakit selama dua belas tahun. Dia telah berobat kepada beberapa dokter dan
telah menghabiskan uangnya dalam usahanya agar sembuh. Tidak
seorangpun dapat menolongnya, tetapi ketika dia menjamah jubah Yesus, ia
segera sembuh.

c. Tindakan yang diberikan kepada pasien terminal secara Kristen Protestan


dari yang dapat di temukan, dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Penanganan Tanpa Orang Gereja atau Pendeta.

 Berkumpul atau perorangan


 Berdoa,
 Membaca firman Tuhan atau membaca Alkitab,
 Memberikan konseling secara rohani,maksud dari konseling rohani
yaitu kita menjabarkan isi firman Tuhan ke dalam kehidupan ataupun
kondisi pasien saat ini,

2. Penanganan Dengan Orang gereja atau Pendeta.

 Berkumpul,
 Menyanyikan lagu pujian,
 Berdoa bersama,
 Membaca firman Tuhan atau membaca Alkitab,
 Pendeta memberikan khotbah,
 Melakukan perjamuan kudus,
Perjamuan Kudus menghadapkan kepada kematian Yesus dan
kebangkitan-Nya yang telah nyata, bahwa kematian-Nya itu telah
menerbitkan keselamatan bagi yang mempercayainya. Untuk itulah
perjamuan kudus dapat dikatakan merupakan sebuah sakramen yang
ditetapkan Tuhan Yesus untuk menguatkan dengan sesama orang
percaya, seluruh umatNya, atau segenap keluarga Allah, di semua
tempat dan segala zaman.

d. Peran Pendeta sebagai Konselor Pastoral (Komunikasi Pelayan Kerohanian


di RSUP Haji Adam Malik Medan)

Pendeta adalah konselor krisis yang bersifat wajar karena keuntungan yang
inheren (melekat) dari posisi dan perannya yaitu: jaringan hubungannya
dengan umatnya, haknya memasuki banyak sistem keluarga, keyakinan
banyak orang kepada pendeta, kemudahannya berhubungan dengan orang
dan kehadirannya dalam banyak krisis perkembangan psikologis dan krisis
yang terjadi secara kebetulan (yang tidak diharapkan) misalnya penyakit,
kematian dan kehilangan orang yang dikasihi (Clinebell, 2002).
Tujuan Pendampingan dan Konseling Pastoral bagi Pasien adalah:
a. Membimbing, membimbing dilakukan untuk menunjukkan jalan yang
benar bagi seseorang sampai ia mendapatkannya. Orang yang didampingi
tentu adalah pasien sedangkan yang mendampingi adalah pendeta (pelayan
kerohanian), ditolong untuk memilih / mengambil keputusan tentang apa
yang akan ditempuh atau apa yang menjadi masa depannya.

b. Fungsi mendamaikan/ memperbaiki hubungan, media yang digunakan


tentu peran pendeta yang diyakini mempunyai sisi netral (tidak memihak).
Untuk pasien tentu konflik yang dihadapi adalah diri sendiri yang bergejolak
didalam dirinya.
c. Fungsi menopang/menyokong, dukungan berupa kehadiran dan sapaan
yang meneduhkan dan sikap yang terbuka, akan mengurangi penderitaan
mereka.

d. Fungsi menyembuhkan, fungsi menyembuhkan ini bukan berarti


menyembuhkan secara fisik namun lebih kepada hati atau mental.Fungsi ini
penting terutama bagi mereka yang mengalami dukacita dan luka batin
akibat kehilangan seseorang, biasanya berakibat pada penyakit psikosomatis.
Pada saat itu hal yang dianggap dapat menolong adalah bagaimana
pendamping melalui pendekatannya mengajak penderita untuk
mengungkapkan perasaan batinnya yang tertekan. Melalui interaksi ini kita
membawanya pada hubungan imannya dengan Tuhan melalui doa bersama,
renungan, pembacaan kitab suci/ Alkitab, penjelasan tentang penyakit
ditinjau dari kitab suci, serta rohaniawan yang memberikan layanan ini yang
sekaligus sebagai sarana penyembuhan batin yang dimana hal tersebut akan
membantu penyembuhan secara fisik dan hal inilah yang sedang dilakukan
oleh pelayan kerohanian RSUP Haji Adam Malik Medan.

e. Fungsi mengasuh, dalam hal menolong mereka yang memerlukan


pendampingan kita perlu melihat potensi apa yang dapat menumbuh
kembangkan kehidupannya sebagai kekuatan yang dapat diandalkannya
untuk tetap melanjutkan kehidupan. Untuk itu diperlukan pengasuhan ke
arah pertumbuhan melalui proses pendampingan pastoral.

f. Fungsi mengutuhkan, merupakan tujuan utama dari pendampingan


pastoral, yaitu pengutuhan kehidupan manusia dalam segala aspek
kehidupannya, yakni fisik, sosial, mental, dan spiritual.
Bertolak dari uraian di atas, maka setiap orang dapat menjadi pendamping
pastoral, namun di dalam pelayanannya ia harus berangkat dari perspektif
pendampingan/ mengembalakan. Dengan demikian maka dalam
mendampingi sesama yang menderita haruslah bersifat pastoral, atau dengan
kata lain pertolongan kepada sesama yang utuh mencakup jasmani, mental,
sosial dan rohani hendaklah bersifat pastoral (enam fungsi di atas) sehingga
pendampingan tidak saja bersifat horizontal (antara sesama manusia) tetapi
juga bersifat vertikal (hubungan dengan Allah).

e. Penanganan pasien Kristen protestan yang sudah meninggal.

Perawatan jenazah cara agama Kristen Cara merawat jenazah supaya tahan
lama dan kelihatan bersih dan menghargai jenazah.

1) Perlengkapan memandikan jenazah Adapun perlengkapan yang


diperlukan dalam memandikan jenazah:Air bersih secukupnya, Sabun mandi
untuk membersihkan, Sarung tangan atau handuk untuk membersihkan
kotoran-kotoran, Lidi atau sebagainya untuk membersihkan kuku, Handuk
untuk mengeringkan badan atau tubuh jenazah setelah selesai dimandikan.
2) Cara-cara memandikan jenazah Adapun cara memendikanya; Bujurkan
jenazah di tempat yang tertutup, tetapi jika jenazah dapat didudukkan di
kursi bisa didudukan dikursi, Seandainya jenazah perempuan maka yang
memandikan perempuan demikian juga sebaliknya, Lepaskan seluruh pakaian
yang melekat dan menutup, Tutup bagian auratnya, Lepaskan logam seperti
cincin dan gigi palsu seandainya ada, Bersihkan kotoran nazisnya dan
meremas bagian perutnya hingga kotorannya keluar, hal ini dialakukan dalam
keadaan duduk, Bersihkan rongga mulut, Bersihkan kuku, jari dan tangannya,
Diusahakan menyiram air mulai dari anggota yang kanan, diawali dari kepala
bagian kanan terus ke bawah, kemudian bagian kiri terus kebawah dan
diulang sampai bersih.

3) Cara pelaksanaan memandikan jenazah Adapun cara pelaksanaanya ;


Mulai menyiram anggota tubuh secara urut, tertib segera dan rata hingga
bersih minimal 3 kali serta dimulai anggota tubuh sebelah kanan, Menggosok
seluruh tubuh dengan air sabun, Menyiram beberapa kali sampai bersih,
Setelah bersih seluruh tubuh dikeringkan dengan handuk kering hingga
kering, Pakailah baju jenazah dengan warna gelap atau pakaian
kesukaannya, Diangkat ke rumah di ruang tengah dimana dialasi tikar
pandan,Memakaikan Pakaian Jenazah jika jenazah seorang gadis dipakaikan
baju pengantin, jika perempuan atau laki-lakiyang sudah menikah dipakaikan
dress dan jas,jadi pada prinsipnya perawatan jenazah dalam agama kristen
adalah dimulai dari dimandikan,dirias(dibajukan), didoakan, dimasukan ke
dalam peti dan masuk ke acara kebaktian lalusebelumdikubur dibaptis lagi
oleh pendeta yang dipercaya oleh keluarga jenazah.

4) Hal-hal yang diperhatikan Diantaranya ;Dilarang memotong rambut, hal ini


dihindari karena dianggap menganiaya jenazah dengan menimbulkan
kerusakan atau cacat tubuh, Saat menyiram air pada wajah dan muka
tutuplah lubang mata, hidung, mulut dan telinganya agar tidak kemasukan
air, Apabila anggota tubuh terluka dalam menggosok dan membersihkan
bagian terluka supaya hati-hati dilakukan dengan lembut seakan
memperlakukan pada waktu masih hidup.
5) Cara memformalin jenazah Yaitu ; 1) Formalin yang digunakan 70%
sebab dapat membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri
dehidrasi kekurangan air, sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk
lapisan baru dipermukaan, hal ini bertujuan untuk melindungi lapisan
dibawah, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain, Formalin digunakan
kurang lebih 4 liter supaya tahan lama kurang lebih satu minggu, untuk tiga
hari jumlah 2 liter dimana konsentrasinya sama 70%, untuk penyuntikan
formalin dipercayakan kepada pihak RS atau bidan. Jika di RS penyuntikan ini
dipercayakan kepada perawat sedang di luar RS dipercayakan kepada bidan.
Ini disuntikan pada tubuh jenazah. Salah satu tempatnya di bagian yang
banyak mengandung air dan berongga contohnya di bagian sela-sela iga.
Formalin juga dapat dimasukkan ke pembuluh vena saphena magna.
Pembuluh ini letaknya di atas persendian kaki supaya tidak merusak organ
tubuh lainnya. Ada juga yang disuntikkan di pelipatan paha. Namun, di dunia
kedokteran sudah menggunakan standar di kaki karena selain mencarinya
mudah juga pembuluh sudah kelihatan.

.
BAB III

ASKEP PALIATIF CA.SERVIKS

a. Pengalaman Pasien Kanker Serviks dalam Mengatasi Kecemasan


RSUD dr. Pirngadi Medan.

Kanker serviks sangat berhubungan dengan rasa nyeri dan cemas serta
banyaknya rasa sakit, ini menyatakan bahwa gejala dan pengobatan kanker
serviks menjadikan faktor kecemasan yang utama yang mengakibatkan
turunnya kondisi fisik, kualitas hidup dan hubungan dengan keluarga
terdekat. Hal ini sangat penting diketahui agar dapat memahami akan
strategi atau cara mengatasi kecemasan yang ada. Demikian pula pada masa
pengobatan pasien banyak situasi yang menimbulkan kecemasan pasien
seperti biaya pengobatan, efek dari pengobatan dan juga kematian yang
menjadikan kecemasan pada pasien.

Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi pengalaman pasien dalam


mengatasi kecemasan pada saat sudah terdiagnosa kanker serviks dan juga di
tahap pengobatannya. Hasil wawancara mendalam yang dilakukan pada
pasien kanker serviks didalam mengatasi kecemasan diantaranya dengan
menjalani proses pengobatan secara teratur, selalu optimis atau berpikiran
positif, mengikuti terapi kelompok, mengikuti kelompok konseling kanker,
memperoleh dukungan keluarga, ikhlas dan lebih banyak berdoa pada
Tuhan.

Hasil penelitian ini diperoleh empat tema yaitu, mengalami perubahan


psikologis, mengalami perubahan dalam berinteraksi, memperoleh dukungan
sosial dan melakukan aktifitas spiritual.

Tema 1. Mengalami perubahan psikologis1. Menangis

Hampir semua partisipan dalam mengungkapkan kecemasan penyakitnya


dengan menangis, sesuai dengan ungkapan :“saya sangat terkejut dan
langsung menangis”(P2)

“saya sering menangis di kamar apabila mengingat penyakitku”(P3)

“setelah didiagnosa dokter, saya hanya bisa menangis dan menangis”(P5)

2. KecemasanPartisipan merasakan kecemasan yang tinggi dengan


kondisinya sekarang, berikut ungkapannya :“saya sangat cemas, apalagi
penyakit ini sangat mematikan”(P1)“perasaan saya cemas sekali terutama
anakanak masih sekolah”(P3)
“bagaimana tidak cemas,bu...dada saya sesak mengingat penyakit saya
ini”(P4)

3. KetakutanPartisipan mengungkapkan ketakutannya akan kematian yang


akan menghampirinya, berikut ungkapannya :“saya terkejut dan takut karena
dalam pikiran saya bahwa penyakit kanker itu tidak bisa sembuh dan pasti
mati”(P1)“setiap mengingat penyakit ini, maka kematian saya sudah
dekat”(P5)

Tema 2. Mengalami perubahan dalam berinteraksi1. Interaksi didalam


keluargaPenyakit yang diderita partisipan berpengaruh pada keharmonisan
komunikasi didalam keluarga, berikut ungkapan partisipan :“saya sering
termenung di rumah dan malas untuk bicara pada suami dan
anakanak”(P1)“dirumah saya suka marah-marah pada suami dan anak-
anak”(P4)

2. Interaksi didalam sosial masyarakatDampak interaksi partisipan akibat


penyakit yang diderita juga berpengaruh pada interaksi sosial masyarakat,
seperti ungkapan berikut ini :

“saya merasa tidak berguna dan malas untuk keluar-keluar gabung dengan
tetangga”(P2)“undangan-undangan sudah sering tak datang aku, lebih baik
kuhindari”(P5)

Tema 3. Memperoleh dukungan sosial1. Dari keluargaKecemasan dan


ketakutan yang melanda partisipan akan berkurang apabila didukung dan
diberi semangat dari suami dan anak-anak, berikut ungkapannya :

“kecemasan saya berkurang pada saat keluarga selalu memberikan semangat


dan menemani saat konsul dan kemoterapi”(P2)“....bersyukur pada Tuhan
bahwa suami baik selalu mendengarkan keluhan dan kekhawatiran saya
tentang penyakit ini”(P3)

2. Dari teman sekerjaDukungan yang didapatkan partisipan tidak hanya dari


keluarga tetapi juga diperoleh dari teman sekerja, seperti ungkapannya :

”saya sangat bersyukur memiliki temanteman dikantor yang peduli..kadang


mereka nelpon dan wa untuk memberikan semangat”(P3)“karena saya kader,
teman-teman sering ke rumah dan ibu kepling juga sering kerumah melihat
saya”(P5)

3. Dari sesama penderitaMengatasi kecemasan dapat dialami partisipan


dengan saling membagi pengalaman ataupun sharing sesama partisipan
terutama sama-sama menjalani kemoterapi yang dilakukan, seperti ungkapan
dibawah ini :“kau harus kuat dan tegar, lihat anak-anakmu..kalau kau nangis
terus maka kondisimu drops dan suamimu lekas kawin”(P2)
“kau harus optimis, lihat aku..stadiumku lebih parah dari kau tapi aku tetap
hidup sampai sekarang”(P3)

Tema 4. Melakukan aktifitas spiritual1. Sering berdoa

Setelah partisipan mengetahui bahwa menderita kanker serviks, mereka lebih


sering berdoa walaupun tidak harus pergi ke mesjid/gereja, seperti ungkapan
berikut ini :“...saya langsung berdoa pada Allah sambil menangis, dengan
berdoa padaNya saya sedikit lega dan cemas sedikit berkurang”(P1)

“kalau saya bangun tengah malam, saya langsung berdoa. Jadi lebih sering
berdoa kalau bangun tengah malam”(P3)

“saya mencoba berpikiran positif dan selalu berdoa agar diberikan umur
yanng panjang”(P4)

2. Ikhlas dan berharapPartisipan mengakui dalam mengatasi kecemasan


harus lebih ikhlas dan terus berharap kan kesembuhan melalui pengobatan
yang dilakukan, seperti ungkapan dibawah ini :“kadang cemas ini muncul,
saya berdoa dan ikhlas menjalani yang terjadi sambil berharap pada Allah
pasti memberikan kesembuhan”(P1)“...awalnya saya cemas, tetapi sekarang
setelah kemoterapi saya lebih optimis dan berharap akan kesembuhan
penyakitku”(P3)“harapan saya bisa kembali kumpul dengan keluarga dan
menjalani pekerjaanku seperti semula”(P5)

b. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul

1. Nyeri kronis berhubungan dengan penekanan saraf

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan


3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin

4. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh


5. Difisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

6. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan pada citra tubuh.

7. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi


(trombositopenia)

8. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh


sekunder (imunosupresi)

c. Tindakan Perawatan Paliatif yang Dapat Dilakukan


1. PENURUNAN NYERI PADA Ca SERVIKS DENGAN KOMBINASI TEKNIK
RELAKSASI GUIDED IMAGERY DENGAN AROMATERAPI LAVENDER.

Salah satu gejala pada penderita kanker post kemoterapi adalah nyeri yang
dapat bersifat ringan, sedang sampai menjadi berat bisa mempengaruhi
kualitas hidup pasien dalam menjalani kehidupannya. Jensen et al (2010).

Sebelum intervensi kombinasi teknik relaksasi guided imagery dengan


aromaterapi lavender dilakukan peneliti melakukan pengukuran skala nyeri
pada pasien ca serviks dengan menggunakan Numeric Rating Scale (NRS).

Hasil pengukuran ulang setelah diberikan intervensi rasa nyeri berkurang.


Pemberian intervensi dilakukan pada 1 pasien selama 15 menit. Dari hasil
evaluasi dari responden, nyeri sudah sedikit berkurang.

2. PENGARUH PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DAN HYPNOTHERAPY


TERHADAP NYERI DAN KECEMASAN PASIEN KANKER SERVIKS.

PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION (PMR)

Nyeri kanker servikss menyerang pada bagian bawah perut dan punggung
serta diperberat oleh aktivitas fisik yang berat.

Progressive Muscle Relaxation (PMR) yang menggabungkan latihan nafas


dalam, serangkaian seri kontraksi serta relaksasi otot tertentu, dan distraksi.
pengukuran nyeri menggunakan Visual Analog Scale (VAS) distraksi yang
mengarahkan responden harus berfokus pada pengalihan yang diberikan.
Latihan PMR bekerja melibatkan aktivitas sistem saraf otonom yaitu dengan
meningkatkan kerja saraf parasimpatis dan menurunkan stimulasi sistem saraf
simpatis serta hipotalamus sehingga pengaruh stres fisik terhadap keduanya
menjadi minimal.Responden mengatakan setelah mendapatkan intervensi
hypnotherapy selama 4 hari perasaan hati dan pikiran terasa nyaman dan
tenang sehingga jarang merasakan nyeri. Hal ini sejalan dengan beberapa
pendapat jika nyeri tidak dapat dihilangkan akan tetapi koping positif akan
membuat seseorang dapat menerima dan menyadari rasa nyeri dengan lebih
nyaman seiring perubahan presepsi otak selama proses hypnotherapy dan
paska hypnotherapy.

HYPNOTHERAPY
Pengalaman rasa nyeri penderita kanker servikss berpengaruh pada psikologis
pasien. Bentuk respon psikologis yang sering muncul adalah kecemasan.
Kecemasan adalah perasaan yang tidak nyaman atau kekhawatiran yang
samar disertai respon autonomi (sumber tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu). Kecemasan yang dirasakan penderita umumnya bercampur
dengan gangguan suasana hati lainnya diantaranya ketidakpastian, ancaman
terhadap kelangsungan hidup dan kemungkinan cacat atau kehilangan
fungsi tubuh.

alat pengukuran kecemasan menggunakan kuesioner Zung Self-Rating


Anxiety Scale (SAS/SRAS). Hypnotherapy adalah seni komunikasi untuk
mempengaruhi seseorag sehingga mengubah tingkat kesadarannya yang
dicapai dengan cara mengendalikan emosional seseorang dengan
serangkaian aktivitas. Hypnotherapy dapat digunakan untuk menghilangkan
beberapa kebiasaan buruk dari dirinya atau menyimpan suatu keadaan yang
lebih tenang dalam dirinya.Dibawah hypnotherapykorteks serebri mengalami
inhibisi kuat sehingga daya identifikasi, analisa, pengambilan keputusan
terhadap stimulus baru menurun, pengalaman masa lalu tidak dapat di
manfaatkan sehingga kata-kata sugestif menjadi kekuatan dominan yang
tidak dapat ditolak.Melalui arahan aktif kondisi dan perilaku psikis dan faal
pasien dapat dikendalikan.

3. ANALISIS PENGARUH PELAYANAN ROHANI TERHADAP KEPUASAN


PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA “Dr. CIPTO”
SEMARANG

Dari hasil wawancara terhadap 15 orang pasien rawat inap Kristen RSPWDC
diketahui sebanyak (80%) dari sejumlah pasien yang diwawancarai
menyatakan percaya terhadap kekuatan doa untuk penyembuhan, sebanyak
(70%) menyatakan bahwa Tuhan dapat melakukan intervensi untuk
menyembuhkan orang yang menderita penyakit serius, sebanyak (70%)
percaya bahwa doa dapat membantu orang memperoleh kesembuhan atas
penyakit yang diderita dan (90%) menyatakan setuju pelayanan rohani
dijalankan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep kualitas hidup seseorang yang dipengaruhi olah kanker meliputi


dimensi kesejahteraan fisik dan gejalanya, dimensi kesejahteraan psikologikal,
dimensi kesejahteraan sosial dan dimensi kesejahteraan spiritual, Ketika
seorang pasien dirawat di rumah sakit, sebenarnya ia membutuhkan
perawatan dalam jasmani, rohani dan sosial. Jadi perawatan yang
dibutuhkannya bersifat holistik.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.unair.ac.id/29649/4/4.%2520
BAB
%25201%2520PENDAHULUAN.pdf&ved=2ahUKEwiGjOKk0J7sAhVp4XMBH
U1-C7EQFjAMegQIBxAB&usg=AOvVaw1ZWebSMfF-1cSB4zpu9Pbo

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://perpustakaan.poltekkes-
malang.ac.id/assets/file/karyadosen/Modul_4_Etika_,_Kaidah_2_Agama.pdf&
ved=2ahUKEwjXjLSQ85zsAhVFfH0KHeoiDGsQFjAEegQIARAB&usg=AOvVaw
2qMcnfQxxQBTyYWFGinJmB

Kaleka, Erikson. 2013. Peran Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Paliatif
Dari Segi Iman Rohani Kristen Protestan. http://erikson28kaleka.blogspot.html .

PALLIATIVE CARE PADA PENDERITA PENYAKIT TERMINAL,Cemy Nur Fitria,


Dosen Akper Pku Muhammadiyah Surakarta.

STRATEGI KOMUNIKASI PELAYAN KEROHANIAN KRISTEN PROTESTAN


DALAM PROSES PERAWATAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM
MALIK MEDAN, Marganda Lubis, Universitas Sumatera Utara, Medan,
Indonesia.

PENGALAMAN PASIEN KANKER SERVIKS DALAM MENGATASI KECEMASAN,


Dameria M. Sinaga1, Heru Santosa2, Namora Lubis3, Departement of Health
Promotion, Faculty of Publich Health, University of Sumatera Utara123.

LITERATUR REVIEW ASPEK SPIRITUALITAS / RELIGIUSITAS DAN PERAWATAN


BERBASIS SPIRITUAL / RELIGIUS PADA PASIEN KANKER,Imron Rosyadi1),
Kusbaryanto2) Falasifah Ani Yuniarti2), Mahasiswa Magister Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Model Pelayanan Pastoral Konseling terhadap Orang Sakit berdasarkan Lukas


10:33-35, Sori Tjandrah Simbolon.

Anda mungkin juga menyukai