OLEH :
KELOMPOK 7
KELAS C, SEMESTER 5
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019
1
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kami panjatkan ke hadiran Allah Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Kami menyadari makalah ini tentunya masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharap saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya
modul ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Kelompok 7
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan.............................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan...................................................................................... 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Palliative Care (Perawatan palliative) bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarga mereka dalam menghadapi masalah/penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan,
penilaian sempurna dan pengobatan rasa sakit masalah, fisik, psikososial dan spiritual (Kemenkes
RI Nomor 812, 2007).
Fokus perawatan palliative adalah peredaman rasa sakit dan gejala serta stress akibat penyakit
kritis seperti kanker stadium lanjut. Perawatan palliative dapat dilakukan segera setelah diputuskan
terapi yang akan diterima klien bersifat palliative sampai pasien meninggal. Perawatan ini
mencakup perawatan holistik bagi pasien dan keluarganya, serta pemberian informasi terkini
sehingga mereka dapat mengambil keputusan ketika dihadapkan pada peristiwa anggota
keluarganya akan meninggal. Melalui pengawasan, keluarga maupun teman terdekat dapat
membantu memberikan perawatan paliative pada penderita.
Peran agama dalam keperawatan adalah topik yang jarang untuk dibahas, padahal kita tahu hal
ini sangat berpengaruh didalam pelayanan, hal ini terbukti dengan didalam keperawatan kita juga
mengenal tentang kebutuhan spiritual (walaupun tidak benar-benar dapat disamakan dengan
agama).
B. Rumusan Masalah
1. Apa peran agama dalam perawatan paliatif ?
2. Apa tinjauan tiap agama tentang perawatan paliatif ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran agama dalam perawatan paliatif.
2. Untuk mengetahui tinjauan tiap agama tentang perawatan paliatif.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
/ atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos
dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai.
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi tentang
apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktik
agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi,
pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa,
musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari budaya manusia. Agama juga mungkin
mengandung mitologi.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan atau
kadang-kadang mengatur tugas; Namun, dalam kata-kata Émile Durkheim, agama berbeda dari
keyakinan pribadi dalam bahwa itu adalah "sesuatu yang nyata sosial" Émile Durkheim juga
mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan
praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan
bahwa 59% dari populasi dunia adalah beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang
ateis, dengan penurunan 9 persen pada keyakinan agama dari tahun 2005. Rata-rata, wanita lebih
religius daripada laki-laki. Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-
prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka
mengikuti tradisional yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.
Berdasarkan definisi yang dikutip dari Kamus besar Indonesia, Agama adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Agama
yang diakui di Indonesia ada 6 yakni Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan
Kong Hu Cu.
Dari sudut pandang keagamaan, baik agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, maupun
Buddha tidak menentang tindakan perawatan paliatif. Hal ini dikarenakan pada dasarnya tindakan
ini bertujuan untuk mengurangi penderitaan pasien yang merupakan perbuatan baik yang
dianjurkan oleh setiap agama.
6
2. Tinjauan Tiap Agama Tentang Perawatan Paliatif
a. Agama Katolik
Manusia yang sakit merupakan konsekuensi logis manusia sebagai
mahkluk yang memiliki tubuh. Tubuh manusia sebagai mahkluk hidup bersifat sangat
rapuh. Oleh karena itu manusia tidak tidak bisa tidak menderita sakit. Seperti kematian
demikianpun rasa sakit bersifat merelativir. Dan yang menyebabkan sakit adalah manusia
itu sendiri, karena kelalaian manusia menjaga tubuh.
Pandangan tersebut dilandasi oleh pemahaman orang katolik tentang eksistensi
Allah atau Tuhan sebagai Mahabaik. Mahabaik berarti tidak bisa dibandingkan
kebaikan-Nya dengan kebaikan manusia. Allah Mahabaik artinya Allah tidak baik
seperti manusia yang baik.
Pandangan yang demikian merupakan analogi entis, yaitu argument
tentang derajat kesempurnaan berdasarkan tingkat yang berbeda. Allah adalah cinta kasih
(1 Yoh 4: 8-16). Bukan Tuhan yang menyebabkan manusia sakit tetapi karena kelalaian
manusia. Oleh karena itu segala sesuatu yang tidak baik tidak berasal dari Allah .
Penyakit merupakan percobaan yang paling berat, dan setiap penyakit
akan mengingatkan kita pada suatu kematian [KGK 1500 (Katekismus Gereja Katolik)].
Penyakit dapat menyebabkan rasa takut, sikap menutup diri malahan kadang-kadang rasa
putus asa dan pemberontakan terhadap Allah. Tetapi ia juga dapat membuat manusia
menjadi lebih matang, dapat membuka matanya untuk apa yang tidak penting
dalam kehidupannya, sehingga ia berpaling kepada hal-hal yang penting. Sering kali
penyakit membuat orang mencari Allah dan kembali lagi kepada-Nya (KGK 1501).
Dalam Agama Katolik, tidak ada larangan bagi orang sakit untuk
menjalani dan pengobatan paliatif, selama pengobatan – pengobatan ini dapat
menyembuhkan atau membuat keadaan menjadi lebih baik. Hal ini berdasarkan pada
landasan ajaran agama Katolik, yaitu Hukum Cinta Kasih dan KGK 1506 – 1510, dimana
Kristus mengajak para murid – muridnya dan juga gereja untuk menyembuhkan dan
merawat para orang – orang sakit.
Sakramen Pengurapan Orang Sakit perlu diterima tiap saat penyakit memuncak
menjadi gawat, yang menimbulkan keadaan jasmani manusia sangat mencemaskan.
Dengan pengurapan orang sakit, Gereja dalam keseluruhannya menyerahkan si sakit
7
kepada kemurahan Tuhan, agar Ia menguatkan dan meluputkannya. Jika si sakit telah
melakukan dosa, maka dosanya itu diampuni. “Dan doa yang lahir dari iman akan
menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah
berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni”(bdk Yak 5:15).
Dalam bahaya maut, pengurapan orang sakit menguatkan manusia dalam
menghadapi perjuangan terakhir dan menghantarnya kepada persatuan dengan Tuhan,
yang melalui kematian telah masuk ke dalam kehidupan.
Buah-buah rahmat apa saja yang diperoleh dari Sakramen Pengurapan Orang Sakit? :
Persatuan orang sakit dengan sengsara Kristus demi keselamatannya sendiri dan
keselamatan Gereja;
Penghiburan, perdamaian dan keberanian untuk menderita secara Kristen sengsara
yang ditimbulkan oleh penyakit atau oleh usia lanjut;
Pengampunan dosa, apabila orang sakit tidak dapat menrimanya melalui
Sakramen Pengakuan;
Penyembuhan, kalau ini berguna bagi keselamatan jiwa;
Persiapan untuk peralihan ke hidup abadi.
Perawat dari segi rohani kristen adalah suatu panggilan untuk menolong sesame
sebagai insan ciptaan yang Maha kuasa,pangilan sebagai seorang perawat terlepas dari
menolong dari sisi fisik tetapi ada hal yang tak kala penting yaitu bagaimana perawat sebagai
beban pengabdian yang tidak melupakan sisi psikologis dan bahkan rohani spiritual kristen
untuk memberikan dukungan spriritual,sehinga pasien paliatif betul – betul merasakan asuhan
keperawatan dengan dasar kasih Yesus untuk memperoleh pemulihan iman dan yakin bahwa
ada kuasa yang dasyat dibalik semua situasi yang dialami melalui jamahan rohani kristen
melalui perawat.
8
Cara menolong pasien yang sedang mengalami krisis atau penyakit terminal tidak
semudah dengan cara menolong pasien yang bermasalah lainnya jadi diperlukan empati
dan kerelaan dalam ikut memahami keadaan pasien
Orang yang sedang krisis mengalami ketidak seimbangan perasaan dan pikiran. Bisa saja
tiba-tiba memarahi orang yang berusaha menolongnya dan tidak menerima pertolongan
kita
Tujuan dukungan itu untuk mengurangi kegelisahan rasa bersalah dan ketegangan
emosinya.semuanya ini adalah usaha demi memulihkan kembali kseimbangan dalan diri
pasien terminal
Dorongan semangat pada tahap permulaan untuk menolong pasien yang kuatir,merasa tak
berdaya dan berputus asa dalam krisisnya.
c. Memberikan dukungan dengan melibatkan Fiman Allah bahwa dalam Yesus ada
pengharapan
Sebagai perawat dasar dalam melengkapi asuhan keperawatan dari sisi rohani kristen
adalah memberikan konseling bahawa dalam Yesus ada pengharapan.
9
segenap hatimu,dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.akuilah Dia dalam
segalah lakumu,maka Ia akan meluruskan jalanmu”
Dari Firman Allah diatas didapatkan pengharapan yang datangnya dari Allah sendiri
bahwa dalam keadaan krisispun Allah masih dapat melakukan mukjizat. Perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan tentunya yakin bahwah setelah semua tindakan yang di
lakukan dalam pemenuhan kebutuhan pasien ternyata tidak cukup tanpa campur tangan
Tuahan sendiri,termasuk penguatan rohani yang sesungguh menjadi suatu dasar karena atas
dasar kasih Kristus pasien akan mendapatkan pemulihan dan mengerti Kasih Yesus karena
setelah semua pertolongan dari segi medis masih ada kuasa Tuhan yang mampu merubah
yang sesungguhnya mustahil bagi manusia tapi itu sanggup dilakukan oleh Tuahan.seperti
Yesus mambangkitkan orang mati
Perawat sebagai perpanjangan tangan Tuhan sendiri akan sangat berperan dalam
memberikan pemulihan secara rohani setelah semua tindakan yang telah di upayakan dalam
memberikan asuhan keperawatan paliatif.kasih sendiri telah telah menjadi komitmen Yesus
sendiri dimana yesus tidak akan membiarkan kita untuk menghadapi persoalan sendiriaan.
Berbagai macam penguatan dapat kita berikan sebagai perawat,dalam menolong pasien
menghadapi keadaan yang di alami dengan dasr kasih Kristus.
c. Agama Islam
Perawatan paliatif dalam agama Islam menggunakan Metode Counselling,
konseling Islam yang dilakukan diarahkan pada peningkatan pengetahuan, pemahaman dan
pengamalan pada pasien dengan peyakit terminal terhadap ajaran Islam, seperti mengakui
kesalahan (taubatan nasuha), mendekatkan diri pada Allah, tekun salat, dan menjalani
kehidupan selanjutnya dengan lebih bermakna. Proses ini mampu mengantarkan pasien
mendapatkan kondisi psikologis positif. Dengan demikian pada akhirnya dapat dilihat
bahwa konseling Islam mampu meningkatkan kualitas hidup pasien terutama dalam
menangani masalah psiko-sosiospiritual pasien. Peningkatan kualitas hidup pasien inilah
yang berarti terwujudnya palliative care.
d. Agama Budha
10
Agama Buddha tidak memandang kematian sebagai akhir dari segalanya, artinya
pada saat kita meninggal pada kehidupan ini, kita akan lahir menjadi makhluk lain di
kehidupan yang selanjutnya. Maka dari itu, pada saat seseorang berada pada stadium
terminal, maka seharusnya pasien dianjurkan untuk melakukan kebaikan sebanyak
mungkin agar ia dapat terlahir di alam yang bahagia di kehidupan yang selanjutnya. Agama
Budha mengajarkan Cara untuk mengakhiri penderitaan adalah dengan menghentikan
hasrat. Cara untuk menghentikan hasrat adalah dengan mengikuti jalan mulia berunsur
delapan:
Mengikuti jalan ini menyebabkan penghentian hasrat dan menuju nirwana, atau terbebas
dari kelahiran kembali.
Buddha menyebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang perawat baik. Ia
harus mampu memberikan obat, ia harus mengetahui apa yang bermanfaat untuk pasien
dan apa yang tidak bermanfaat. Ia harus menjauhkan apa yang tidak bermanfaat dan hanya
memberikan apa yang bermanfaat bagi pasien. Ia harus mempunyai cinta kasih dan murah
hati, ia harus melakukan kewajibannya atas kesadaran untuk melayani dan bukan hanya
untuk imbalan (mettacitto gilanam upatthati no amisantaro). Ia tidak boleh merasa jijik
terhadap air liur, lendir, air kencing, tahi, luka, dll. Ia harus mampu menasehati dan
mendorong pasien dengan ide-ide mulia, dengan pembicaraan Dhamma (A.iii,144).
Buddha juga menjelaskan bahwa perawat tidak hanya diharapkan cakap dalam
merawat badan dengan memberi makanan dan obat yang tepat, tetapi ia juga diharapkan
untuk merawat kondisi batin pasien. Diketahui bahwa kebaikan para perawat dan dokter
11
adalah obat yang hampir sama effektifnya untuk semangat juang dan kesembuhan seorang
pasien. Saat seseorang sedang sakit parah dan merasa tidak berdaya, suatu kata ramah atau
suatu tindakan baik menjadi sumber kesenangan dan harapan. Itulah sebabnya cinta kasih
(metta) dan belas kasihan (karuna), yang juga merupakan perasaan-perasaan mulia
(brahmavihara), dianggap sebagai sifat-sifat yang patut dipuji dalam seorang perawat.
Orang-orang yang sedang menghadapi maut benar-benar ingin dan mampu
berbicara mengenai kematian mereka dan juga mampu berkomunikasi tentang kapan
mereka ingin mati. Tidak memberikan kesempatan berbicara kepada mereka dan tidak mau
mendengarkan dan menyimak apa yang sedang mereka katakan akan rasakan seumur
hidup, malah sampai kepada saat maut akan tib , untuk dapat mengembangkan komunikasi
yang bermakna dengan klien, perawat harus mempunyai hubungan saling percaya.
Satu cara yang penting untuk berkomunikasi dengan klien yang menjelang kematian
adalah sentuhan tangan.sentuhan tangan sering kali dapat mengkomunikasikan jauh lebih
banyak hal daripada kata-kata apapun juga. Kenalilah kebutuhan klien dan berusaha untuk
memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut. Biarkan dan dorong klien untuk berbicara dan
mengungkapkan emosinya dengan bebas dalam suasana dimana ia tidak merasa sedang
dinilai. Biarkan prognosis secara terbuka dan terus terang, perawat mempersiapkan
dorongan moril. Berikan bantuan moril menurut keyakinan agama buddha.
Pentingnya Dukungan Spiritual Perawat Menurut Buddha
Buddha mengungkapkan bahwa profesi perawatan dengan memasukkan elemen
spiritual dalam pembicaraan perawat. Keadaan sakit adalah saat seseorang sedang
menghadapi kenyataan-kenyataan hidup d n kondisi ini adalah suatu kesempatan baik
untuk menanamkan suatu kesadaran spiritual yang mendesak, bahkan dalam batin yang
paling materialistis sekalipun. Lebih lanjut lagi, seseorang yang sedang sakit tentunya
mempunyai perasaan takut pada kematian yang lebih besar daripada saat ia sedang sehat.
Cara-cara yang paling bagus untuk menenangkan perasaan takut ini adalah dengan
mengalihkan perhatian kepada Dhamma. Dalam pengawasannya, perawat diharapkan
memberikan bimbingan spiritual kepada pasien sebagai suatu bagian dan paket dari
kewajiban seorang perawat. Sang buddha tidak membahas keberadaan atau
ketidakberadaan Tuhan atau juga tidak menjawab pertanyaan mengenai kematian. Isu
utama saat menjelang ajal bagi banyak pasien dan keluarga beragama Buddha adalah untuk
mempertahankan kesadaran sehingga pasien dapat “mengisi benak mereka dengan
pemikiran yang sehat” (Ratanakul, 1991, hlm. 396).
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keperawatan Paliatif tidak hanya berfokuskan kepada keperawatan pengelolaan keluhan
nyeri, pengelolaan keluhan fisik lain, maupun pemberian intervensi pada asuhan keperawatan,
dukungan psikologis, dukungan social saja tetapi kita tahu fungsi perawat sebelumya yaitu salah
satunya adalah holistic care pada keperawatan palliative yaitu kultural dan spiritual, serta
dukungan persiapan dan selama masa duka cita (bereavement). Berdasarka penelitian-penelitian
yang sudah ada ternyata peran aspek agama dalam keperawatan paliative sangatlah penting dilihat
dari psikologis pasien yang memerlukan dukungan dalam menghadapi penyakitnya. Dari sudut
pandang keagamaan, baik agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, maupun Buddha tidak
menentang tindakan perawatan paliatif. Hal ini dikarenakan pada dasarnya tindakan ini bertujuan
untuk mengurangi penderitaan pasien yang merupakan perbuatan baik yang dianjurkan oleh setiap
agama.
B. Saran
Kami menyarankan bahwa kegiatan terapi menggunakan metode holistic keagamaan
dengan kepercayaan masing – masing, mendekatkan kepada Tuhan sangatlah berdampak
positif bagi kualitas hidup pada pasien karena akan lebih meringankan beban bagi pasien
terminal baik secara psikologis dan fisiknya siap menerima keadaanya sampai dengan akhir
hayatnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://dokumen.tips/documents/pandangan-katolik-tentang-sakit-end-of-life-dan-pengobatan-
paliatif.html
http://bimasbuddha.kemenag.go.id
http://secangkirteh.com/index.php?topic=1274.0
http://mettadhamma.com/?p=1539
Kemp, Charles. 2009. Klien Sakit Terminal: Seri Asuhan Keperawatan. Ed. 2. Jakarta: EGC
14