Anda di halaman 1dari 20

UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA

JUDUL MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT

TIDAK MENULAR

DISUSUN OLEH:
Dodi Kurniawan
(1901012004)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANFAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA

DHARMASRAYA

2020
KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

1. Konsep dasar epidemiologi


Penyakit Tidak Menular Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan kondisi medik atau
penyakit yang tidak bersifat infektif. Biasanya memiliki durasi yang panjang dan
perkembangan yang relatif berkembang lambat. PTM biasanya juga dikenal sebagai
penyakit kronis. Pada tahun 2008, terdapat 57 juta kematian secara global, dimana
sebagian besar diantaranya (63,2%) disebabkan oleh PTM (sekitar 36 juta kematian) dan
sebagian besar kematian akibat PTM terjadi pada golongan lanjut usia (sekitar 9 juta
kematian).
Penyebab utama kematian secara global adalah karena penyakit kardiovaskular (stroke
dan penyakit jantung), kanker, diabetes dan penyakit paru kronis. Pada bulan September
2011 di New York, dilakukan pertemuan tingkat tinggi di Perserikatan Bangsa Bangsa
untuk membahasa pencegahan dan kontrol PTM. Pertemuan ini merupakan pertemuan
tingkat tinggi kedua oleh Majelis Umum PBB untuk membahas masalah kesehatan.
Pertemuan pertama membahas mengenai AIDS.
Pertemuan tersebut dilakukan untuk membahas agenda internasional dalam bentuk
dokumen global bagi pencegahan dan kontrol PTM. Penyakit tidak menular (PTM)
menjadi penyebab utama kematian secara global. Data WHO menunjukkan bahwa dari
57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua
pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk
dengan usia yang lebih muda.
Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian
yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM,
sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab
kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit cardiovaskular
merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit
pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama menyebabkan
sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes. Menurut Badan Kesehatan
Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus
meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negaranegara menengah
dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat
penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dalam
jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena
penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini.
Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular seperti malaria, TBC atau penyakit infeksi
lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030.4
Pada negara-negara menengah dan miskin PTM akan bertanggung jawab terhadap tiga
kali dari tahun hidup yang hilang dan disability (Disability adjusted life years=DALYs)
dan hampir lima kali dari kematian penyakit menular, maternal, perinatal dan masalah
nutrisi.
2. Peran ilmu epidemiologi dalam pencagahan dan kontrol Penyakit Tidak Menular Upaya
pembangunan sektor kesehatan tidak dapat berjalan sendiri tanpa dukungan banyak
pihak, baik itu dari lintas kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha hingga
masyarakat. Semua komponen bangsa diharapkan dapat berpartisipasi untuk terus
menyehatkan bangsa. Kualitas hidup manusia Indonesia sangat ditentukan oleh kualitas
pendidikan dan kesehatan. Dalam pelaksanaannya, pembangunan kesehatan menghadapi
pelbagai permasalahan. Kini Indonesia tengah mengalami perubahan pola penyakit yang
sering disebut transisi epidemiologi. Perubahan ini ditandai dengan meningkatnya kasus
kematian dan kesakitan akibat penyakit tidak menular (PTM) seperti stroke, jantung,
diabetes atau kanker. Dampak meningkatnya kejadian PTM adalah meningkatnya
pembiayaan pelayanan kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat dan
pemerintah; menurunnya produktivitas masyarakat; menurunnya daya saing negara yang
pada akhirnya mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat itu sendiri. Oleh
karenanya perlu adanya perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat untuk lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif. Situasi inilah yang melatarbelakangi
pemerintah melahirkan GERMAS. Gerakan ini didasari oleh Instruksi Presiden Nomor 1
Tahun 2017 yang memerintahkan kepada seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah
daerah untuk membuat kebijakan dan melakukan tindakan untuk membangun kesadaran,
kemauan dan kemampuan berperilaku sehat masyarakat untuk meningkatkan kualitas
hidupnya. Saat ini GERMAS difokuskan pada: 1) melakukan aktivitas fisik, 2)
mengonsumsi sayur dan buah, dan 3) memeriksakan kesehatan secara berkala. Penyebab
kematian di Indonesia didominasi oleh penyakit tidak menular (PTM) serta tidak terlepas
dari aspek lingkungan. Karena itu, perlu dukungan dalam pelaksanaan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Menurut data Sample Registration System
(SRS) Indonesia tahun 2014 ada 10 penyakit yang paling banyak diderita, yaitu penyakit
stroke 21,1%, penyakit jantung 12,9%, Diabetes Meliitus 6,7%, Tuberkulosis 5,7%,
Komplikasi tekanan darah tinggi 5,3%, Paru kronik 4,9%, Penyakit hati ,2,7%,
Kecelakaan lalu lintas 2,6%, Pneumonia 2,1%, serta gabungan diare dan gastroenteritis
karena infeksi 1,9%. Tingginya PTM yang terjadi di Indonesia membutuhkan inovasi
dalam peningkatan pelayanan kesehatan.
Salah satunya dengan Pendekatan Keluarga sebagai cara Puskesmas untuk meningkatkan
jangkauan sasaran dan mendekatkan atau meningkatkan akses pelayanan kesehatan
dengan mendatangi keluarga. Di lapangan, pelaksanaan pendekatan keluarga dilakukan
dengan pelatihan yang diikuti oleh tenaga Pembina keluarga, tenaga teknis, tenaga
pengolah data dan tenaga manajemen Puskesmas. Selain itu, pendataan dan Info
Kesehatan dengan pedoman 12 indikator keluarga sehat. Terakhir, analisis data keluarga
dan intervensi. Secara operasional dalam tahap persiapan pelaksanaan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga, Puskesmas perlu melakukan integrasi program, SDM
dan pembiayaan. Pelaksanaan dalam pembiayaan dapat menggunakan berbagai sumber
pembiayaan yang ada, yakni Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD, Dana
Kapitasi JKN (dari 40% untuk dukungan operasional), dan dana Biaya Operasional
Kesehatan (BOK) dalam Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan non Fisik Anggaran
Dana Desa (ADD).

Penyakit tidak menular (PTM) adalah jenis penyakit yang tidak dapat ditularkan dari orang ke


orang melalui bentuk kontak apa pun. Meski demikian, beberapa
macam penyakit tidak menular tersebut memiliki angka kematian yang cukup tinggi.

1. PENGERTIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR


PTM atau penyakit tidak menular merupakan suatu penyakit yang jika Anda melakukan kontak
dengan penderita tidak akan menular. Biasanya PTM ini dapat disebabkan oleh faktor genetik
dan diikuti dengan gaya hidup yang tidak sehat
Perbedaan penyakit menular dan tidak menular dapat dilihat dari penyebab dan faktor
risikonya. Ada banyak jenis penyakit menular dan tidak menular yang berisiko diderita
seseorang. Penyakit menular dan tidak menular telah memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia
setiap tahun. Namun, setiap jenis penyakit bermanifestasi berbeda.

Perbedaan penyakit menular dan tidak menular penting dipahami agar dapat menentukan


penanganan tepat. Perbedaan penyakit menular dan tidak menular dapat dilihat dari berbagai
faktor. Perbedaan penyakit menular dan tidak menular berkisar pada penyebab, cara
penyembuhan, jangka waktu, dan masih banyak lagi

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit menular disebabkan oleh


mikroorganisme, seperti bakteri atau parasit, yang dapat menyebar dari orang ke orang atau dari
hewan ke orang. Penyakit menular mudah menyebar melalui bakteri, virus, parasit dan jamur
melalui kontak dengan orang lain atau hewan.

Menurut WHO, penyakit menular yang paling umum adalah HIV / AIDS, TBC, malaria, dan
infeksi saluran pernapasan bawah. Pneumonia adalah penyakit menular lain yang dapat
menyebabkan kematian anak-anak yang sangat muda dan sangat fatal bagi bayi yang memiliki
berat badan lahir rendah atau sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Saat ini, tingkat global penyakit menular menurun berkat kemajuan dalam program vaksinasi dan
pengembangan obat; Namun, penyakit menular masih menimbulkan bahaya yang signifikan.

Beberapa cara penyebaran penyakit menular adalah dengan:

1. kontak fisik dengan orang yang terinfeksi, seperti melalui sentuhan (staphylococcus),
hubungan seksual (gonore, HIV), penularan tinja / oral (hepatitis A), atau tetesan (influenza,
TB).

2. kontak dengan permukaan atau benda yang terkontaminasi (virus Norwalk), makanan
(salmonella, E. coli), darah (HIV, hepatitis B), atau air (kolera).

3. gigitan serangga atau hewan yang mampu menularkan penyakit (nyamuk: malaria dan demam
kuning; kutu: wabah); dan bepergian melalui udara, seperti TBC atau campak.
2. PERBEDAAN PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR, BEDA
PENCEGAHANNYA

Perbedaan penyakit menular dan tidak menular dapat dilihat dari penyebab dan faktor risikonya.
Ada banyak jenis penyakit menular dan tidak menular yang berisiko diderita seseorang. Penyakit
menular dan tidak menular telah memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun.
Namun, setiap jenis penyakit bermanifestasi berbeda.

Perbedaan penyakit menular dan tidak menular penting dipahami agar dapat menentukan


penanganan tepat. Perbedaan penyakit menular dan tidak menular dapat dilihat dari berbagai
faktor. Perbedaan penyakit menular dan tidak menular berkisar pada penyebab, cara
penyembuhan, jangka waktu, dan masih banyak lagi.

Memahami perbedaan penyakit menular dan tidak menular juga membuat orang lebih waspada
dan melakukan pencegahan sebelum terlambat. Perbedaan penyakit menular dan tidak menular
juga merupakan pengetahuan dasar dalam dunia kesehatan sehari-hari.

Berikut perbedaan penyakit menular dan tidak menular dilihat dari berbagai faktor,

Mengenal Penyakit Menular

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit menular disebabkan oleh


mikroorganisme, seperti bakteri atau parasit, yang dapat menyebar dari orang ke orang atau dari
hewan ke orang. Penyakit menular mudah menyebar melalui bakteri, virus, parasit dan jamur
melalui kontak dengan orang lain atau hewan.

Menurut WHO, penyakit menular yang paling umum adalah HIV / AIDS, TBC, malaria, dan
infeksi saluran pernapasan bawah. Pneumonia adalah penyakit menular lain yang dapat
menyebabkan kematian anak-anak yang sangat muda dan sangat fatal bagi bayi yang memiliki
berat badan lahir rendah atau sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Saat ini, tingkat global penyakit menular menurun berkat kemajuan dalam program vaksinasi dan
pengembangan obat; Namun, penyakit menular masih menimbulkan bahaya yang signifikan.
Cara Penularan Penyakit dan Risikonya

Beberapa cara penyebaran penyakit menular adalah dengan:

1. kontak fisik dengan orang yang terinfeksi, seperti melalui sentuhan (staphylococcus),
hubungan seksual (gonore, HIV), penularan tinja / oral (hepatitis A), atau tetesan (influenza,
TB).

2. kontak dengan permukaan atau benda yang terkontaminasi (virus Norwalk), makanan
(salmonella, E. coli), darah (HIV, hepatitis B), atau air (kolera).

3. gigitan serangga atau hewan yang mampu menularkan penyakit (nyamuk: malaria dan demam
kuning; kutu: wabah); dan bepergian melalui udara, seperti TBC atau campak.

Cara Mencegah Penyakit Menular

siapkan Makanan dengan Aman

Makanan bisa membawa kuman. Cuci tangan, peralatan, dan permukaan saat menyiapkan
makanan apa pun, terutama daging mentah. Selalu cuci buah dan sayuran. Masak dan simpan
makanan pada suhu yang tepat.

Jangan Bagikan Barang Pribadi

Hindari berbagi barang pribadi yang tidak dapat didesinfeksi, seperti sikat gigi dan pisau cukur,
atau berbagi handuk. Jarum tidak boleh dibagi, hanya boleh digunakan sekali, dan kemudian
dibuang dengan benar.

Dapatkan Vaksinasi
Vaksin dapat mencegah banyak penyakit menular. Ada vaksin untuk anak-anak dan orang
dewasa yang dirancang untuk memberikan perlindungan terhadap banyak penyakit menular. Ada
juga vaksin yang direkomendasikan atau diperlukan untuk perjalanan ke bagian dunia tertentu.

Mengenal Penyakit Tidak Menular

Penyakit tidak menular juga dikenal sebagai penyakit kronis, cenderung berlangsung lama dan
merupakan hasil dari kombinasi faktor genetik, fisiologis, lingkungan dan perilaku. Penyakit
tidak menular membunuh 41 juta orang setiap tahun, setara dengan 71% dari semua kematian
secara global.

Menurut WHO, jenis utama penyakit tidak menular adalah penyakit kardiovaskular (seperti
serangan jantung dan stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (seperti penyakit paru
obstruktif kronis dan asma) dan diabetes.

Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular

Faktor risiko perilaku yang dapat dimodifikasi

Perilaku yang dapat dimodifikasi, seperti penggunaan tembakau, aktivitas fisik, makanan tidak
sehat, dan penggunaan alkohol yang berbahaya, semuanya meningkatkan risiko penyakit tidak
menular. Tembakau menyumbang lebih dari 7,2 juta kematian setiap tahun (termasuk dari
dampak pajanan terhadap perokok pasif), dan diproyeksikan akan meningkat tajam pada tahun-
tahun mendatang.

4,1 juta kematian tahunan disebabkan oleh kelebihan asupan garam / natrium. Lebih dari
setengah dari 3,3 juta kematian tahunan yang disebabkan oleh penggunaan alkohol berasal dari
penyakit tidak menular, termasuk kanker. 1,6 juta kematian setiap tahun dapat dikaitkan dengan
aktivitas fisik yang tidak mencukupi.

Faktor risiko metabolik


Faktor-faktor risiko metabolik berkontribusi terhadap empat perubahan metabolisme utama yang
meningkatkan risiko penyakit tidak menular:

- tekanan darah meningkat

- kelebihan berat badan/obesitas

- hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi)

Cara Mencegah Penyakit Tidak Menular

Berhenti merokok

Berhenti merokok (atau tidak pernah mulai) menurunkan risiko masalah kesehatan yang serius,
seperti penyakit jantung, kanker, diabetes tipe 2, dan penyakit paru-paru, serta kematian dini —
bahkan untuk perokok lama.

Pola makan sehat

Makan sehat membantu mencegah, menunda, dan mengelola penyakit jantung, diabetes tipe 2,
dan penyakit kronis lainnya. Pola makan yang seimbang antara buah-buahan, sayuran, biji-bijian,
daging tanpa lemak, dan produk susu rendah lemak adalah penting pada segala usia.

Aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu Anda mencegah, menunda, atau mengelola penyakit
kronis. Lakukan aktivitas fisik sedang seperti jalan cepat atau berkebun selama setidaknya 150
menit seminggu.

Karakteristik penyakit tidak menular : Penularan penyakit tidak melalui suatu rantai


penularan tertentu Masa inkubasi yang panjang Perlangsungan penyakit kronik Banyak
menghadapi kesulitan diagnosis Mempunyai Variasi yang luas Memerlukan biaya yang tinggi
dalam upaya pencegahan maupun penanggulangannya
3.KARAKTERISTIK PENYAKIT TIDAK MENULAR

Telah dijelaskan diatas bahwa penyakit tidak menular terjadi akibat interaksi antara agent (Non
living agent) dengan host dalam hal ini manusia (faktor predisposisi, infeksi dll) dan lingkungan
sekitar (source and vehicle of agent)

1. Agent

a. Agent dapat berupa (non living agent) :

1) Kimiawi

2) Fisik

3) Mekanik

4) Psikis

b. Agent penyakit tidak menular sangat bervariasi, mulai dari yang paling sederhana sampai yang
komplek (mulai molekul sampai zat-zat yang komplek ikatannya)

c. Suatu penjelasan tentang penyakit tidak menular tidak akan lengkap tanpa mengetahui
spesifikasi dari agent tersebut

d. Suatu agent tidak menular dapat menimbulkan tingkat keparahan yang berbeda-beda
(dinyatakan dalam skala pathogenitas) Pathogenitas Agent : kemampuan / kapasitas agent
penyakit untuk dapat menyebabkan sakit pada host e. Karakteristik lain dari agent tidak menular
yang perlu diperhatikan antara lain :

1) Kemampuan menginvasi / memasuki jaringan

2) Kemampuan merusak jaringan : reversible dan irreversible

3) Kemampuan menimbulkan reaksi hipersensitif

2. Reservoir

a. Dapat didefinisikan sebagai organisme hidup, benda mati (tanah, udara, air batu dll) dimana
agent dapat hidup, berkembang biak dan tumbuh dengan baik.
b. Pada umumnya untuk penyakit tidak menular, reservoir dari agent adalah benda mati.

c. Pada penyakit tidak menular, orang yang terekspos/terpapar dengan agent tidak berpotensi
sebagai sumber/reservoir tidak ditularkan.

3. Relasi Agent – Host

a. Fase Kontak : Adanya kontak antara agent dengan host, tergantung :

1). Lamanya kontak

2). Dosis

3). Patogenitas

b. Fase Akumulasi pada jaringan Apabila terpapar dalam waktu lama dan terus-menerus

c. Fase Subklinis JMJ, Volume 4, Nomor 2, November 2016, Hal: 195 – 202 Armaidi. E Pada
fase subklinis gejala/sympton dan tanda/sign belum muncul Telah terjadi kerusakan pada
jaringan, tergantung pada : 1)Jaringan yang terkena 2) Kerusakan yang diakibatkannya (ringan,
sedang dan berat) 3) Sifat kerusakan (reversiblle dan irreversible/ kronis, mati dan cacat)

d. Fase Klinis Agent penyakit telah menimbulkan reaksi pada host dengan menimbulkan
manifestasi (gejala dan tanda).

4. Karakteristik penyakit tidak menular :

a. Tidak ditularkan

b. Etiologi sering tidak jelas

c. Agent penyebab : non living agent

d. Durasi penyakit panjang (kronis)

e. Fase subklinis dan klinis panjang untuk penyakit kronis.

5. Rute dari keterpaparan

a. Melalui sistem pernafasan,


b. Sistem digestiva,

c. Sistem integumen/kulit dan

d. Sistem vaskuler

4. PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)


(PD3I). Yang disebut dengan PD3I adalah penyakit-penyakit yang sudah tersedia vaksinnya
untuk upaya pencegahannya. Vaksin tersebut apabila diberikan kepada sasaran akan memberikan
perlindungan baik sebagian maupun secara keseluruhan kepada sasaran tersebut

Berbagai Jenis Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)


Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 5% (1,7 juta) kematian pada anak balita akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Sementara pada tahun 1972, sesuai
laporan WHO, berdasarkan hasil evaluasi kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi, diperkirakan setiap tahun sebanyak 5000 anak meninggal karena difteri dan penemuan
kasus difteri tenggorok pada balita sebanyak 28.500 kasus.

Imunisasi sebagai upaya preventif yang harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh,
dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memutus mata rantai penularan penyakit dan
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga
bila kelak individu itu terpapar oleh dengan penyakit tersebut tidak menderita sakit.

Imunisasi adalah suatu upaya atau proses untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan
seseorang terhadap suatu antigen sehingga bila kelak individu itu terpapar oleh antigen serupa
tidak akan terjadi penyakit. Tujuan jangka panjang dari upaya pelayanan imunisasi adalah
eradikasi atau eliminasi suatu penyakit. Tujuan jangka pendek adalah pencegahan penyakit
secara perorangan atau kelompok.
Banyak penyakit yang telah ditemukan vaksin sebagai upaya pencegahannya, tetapi tidak semua
diajadikan program imunisasi nasional. Menurut Depkes RI (2005), beberapa pertimbangan
untuk memasukkannya kedalam program antara lain adalah besarnya masalah yang ditimbulkan
(disease burdens), keganasan penyakit, efektifitas vaksin, dan ketersedian vaksin. Upaya
pencegahan penyakit melalui progran imunisasi lebih populer dengan sebutan Penyakit Yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

Difteri
Gejala Difteri antara lain panas lebih kurang 38oC disertai adanya pseudo membran (selaput
tipis) putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring, tonsil) yang tak mudah lepas dan
mudah berdarah. Gejala juga dapat disertai nyeri menelan, leher membengkak seperti leher sapi
(bull neck) dan sesak nafas disertai bunyi (stridor) dan pada pemeriksaan apusan tenggorok atau
hidung terdapat kuman difteri.

Difteri disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae; terdiri dari type gravis,
mitis, dan intermedius. Gej ala klinik terjadi sebagai akibat kerja dari eksotoksin; masa inkubasi
2—5 hari. Penularan difteri melalui kontak air borne dari orang ke orang dan pada umumnya
menyerang golongan umur di bawah 15 tahun. Reservoar difteri hanya manusia. Gejala klinis
yang diakibatkannya dapat tidak nyata atau ringan sekali, yaitu berupa sedikit membran dalam
rongga hidung (anterior nasal diphtheriae) sampai sangat berat dan dapat menyebabkan kematian
(Papaevangelou, 1995).

Tanda khas yang membedakan difteri dengan penyakit saluran pernafasan lainnya adalah dengan
terbentuknya pseudomembran dan mengeluarkan eksotoksin. Pseudomembran biasanya timbul
lokal tapi kemudian bisa menjalar dari faring, tonsil, laring dan saluran nafas bagian atas.
Eksotoksin yang dikeluarkan bakteri akan menyebabkan miokarditis bila sampai di otot jantung
dan jika sampai mengenai jaringan saraf perifer akan mengakibatkan paralisis terutama otot-otot
pernafasan, nekrosis fokal pada hati dan ginjal yang menyebabkan nefritis interstitial.

Toksin difteri dihasilkan oleh Corynebacterium diphtheriae, yaitu eksotoksin yang terdiri dari
protein. Semua galur toksigenik Corynebacterium diphtheriae akan menghasilkan toksin yang
identik. Suatu strain diphtheriae dapat menjadi toksigenik jika terinfeksi terlebih dulu oleh
bakteri khusus (particular bakteri virus) yang disebut bakteriofage. Masuknya galur toksigenik
Corynebacterium diphtheriae ke dalam suatu komunitas akan menyebabkan wabah difteri dengan
cara transfer bakteriofage ke strain nontoksigenik yang berlangsung di saluran nafas.

Pada saat wabah baik strain toksigenik maupun nontoksigenik Corynebacterium diptheriae dapat
diisolasi. Toksin Corynebacterium diphtheriae jika dipaparkan terhadap formaldehid dan panas
akan kehilangan kemampuannya untuk menempel pada sel dan kehilangan aktivitas
enzimatiknya, tetapi tetap mempertahankan sifat imunogenisitasnya. Tindakan inilah yang
mengubah toksin diphtheriae menjadi toksoid yang dapat digunakan untuk tujuan imunisasi
terhadap penyakit difteri. CFR difteri berkisar antara 5-10% dan mencapai > 20% pada
kelompok umur <5 tahun dan >40 tahun. Angka ini hampir tak berubah dalam 50 tahun terakhir.

Difteri ditemukan di seluruh dunia, namun kasus klinis lebih banyak di daerah tropis dan
subtropis. Imunisasi difteri pada bayi di Indonesia dimulai tahun 1977 dan pada anak sekolah
tahun 1984. Sejak imunisasi di mulai insiden difteri jauh berkurang. Manusia dapat menjadi
karier yang asimptomatik. Transmisi secara langsung dari orang ke orang melalui saluran
pernapasan. Penularan dari lesi pada kulit atau materi yang tercemar cairan dari lesi kulit atau
muntahan kasus difteri jarang terjadi. Penularan dapat terjadi sepanjang basil virulent ada pada
lesi, bervariasi antara 2-4 minggu pada kasus yang tidak mendapat pengobatan dengan antibiotik.
Seorang karier kronis dapat menebarkan organisme selama 6 bulan atau lebih.

Imunogenitas dan Vaccine Efficacy difteri Setelah 3 dosis primer toxoid dengan interval minimal
4 minggu, pada > 85% sasaran dicapai level protektif antitoxin dalam darah (>0.1 IU/ml). Reaksi
lokal KIPI setelah pemberian toxoid umumnya adalah kemerahan (erythema) dan bengkak
(indurasi) dengan atau tanpa nyeri, gej ala ini umumnya hilang tanpa memerlukan pengobatan.
Benjolan mungkin masih teraba pada tempat suntikan selama beberapa minggu. Abses di lokasi
suntikan mungkin terjadi. Demam sering terjadi, gejala sistemik lainnya jarang terjadi. Reaksi
hipersensitivitas type arthus, yang ditandai dengan reaksi lokal yang lebih hebat, dapat terjadi,
biasanya pada orang yang menerima terlalu banyak dosis difteri toxoid, sebelumnya. Reaksi ini
disebabkan oleh tingginya kadar antibodi difteri yang bersirkulasi.

Tetanus
Penyebab tetanus adalah Clostridium tetani yang terdiri dari tetanus neonatorum dan tetanus.
Tetanus neonatorum adalah bayi lahir hidup normal dan dapat menangis dan menetek selama 2
hari kemudian timbul gejala sulit menetek disertai kejang rangsang pada umur 3-28 hari. Tetanus
dengan gejala riwayat luka, demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-
kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan melengkung) pada umur di atas 1 bulan.

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan exotoxin yang diproduksi oleh Clostridium
Tetani. Clostridium Tetani adalah basil batang anaerob, gram positif yang dapat membentuk
spora pada salah satu ujungnya, sehingga bentuknya menyerupai pemukul genderang. Organisme
ini sensitif terhadap panas dan tidak tahan terhadap oksigen. Sebaliknya, dalam bentuk spora,
organisme ini sangat tahan terhadap panas maupun antiseptik biasa. Spora bertahan hidup dalam
autoclav pada suhu 121OC selama 10 – 15 menit. Spora juga tahan terhadap phenol serta bahan
kimia lainnya. Basil tetanus ditemukan di tanah, dalam usus serta tinja kuda, domba, ternak,
anjing, kucing, tikus, kelinci dan ayam. Tanah yang dipupuk mengandung banyak spora. Di
daerah pertanian, banyak orang dewasa terinfeksi tetanus.

Spora ditemukan pada permukaan kulit. Spora tetanus yang masuk ke dalam luka dapat
berkembang biak dalam suasana anaerobik dan membentuk toksin. Reservoarnya adalah usus
manusia dan hewan serta tanah yang terkontaminasi kotoran manusia atau hewan. Pada neonatus
penyakit ini dikenal dengan tetanus neonatorum yang diakibatkan oleh kuman yang masuk
melalui luka pada tali pusat. Gej ala khas berupa kejang rangsang atau kejang spontan; muka
tampak menyerigai (rhesus sardonicus), pada bayi mulut terkancing (trismus). Pada kasus yang
ringan gej ala tersebut hilang setelah 2—3 minggu. Tanpa program imunisasi, attack rate sebesar
20 per 1.000 kelahiran hidup. CFR bervariasi berkisar 30—90%, bergantung pada umur, masa
inkubasi, dan pengobatan.

Tetanus disebabkan oleh suatu neurotoksin yang sangat poten, disebut tetanoplasmin yang
dihasilkan pada saat tumbuhnya bakteri anaerob Clostridium tetani. Toksin tetanus akan
bermigrasi ke susunan syaraf pusat dengan cara transport retrograd melalui syaraf. Toksin
tetanus bersifat neurotropik dan akan berikatan dengan reseptor yang mengandung gangliosid
pada terminal syaraf. Sekali berikatan dengan jaringan neuron, toksin tetanus tidak dapat
dipengaruhi oleh antitoksin tetanus. Toksin ini akan berakumulasi pada susunan syaraf pusat dan
menghadang release dari substansi neurotransmiter inhibitori, seperti glysin dan gamma-
aminogluteric acid pada synaps neuron. Toksin tetanus sangat toksik. Penyakit ini ditandai oleh
kaku seluruh tubuh dan serangan kejang dari otot lurik (otot skeletal). Kaku otot biasanya
dimulai dari rahang (rahang terkunci/trismus), leher dan akhirnya seluruh tubuh.

Masa inkubasi rata-rata 8 hari (3-2 1 hari), pada umumnya semakin jauh lokasi luka dari susunan
syaraf, semakin panjang masa inkubasinya, semakin pendek masa inkubasinya, semakin tinggi
risiko kematiannya. Pada tetanus neonatorum, gej ala umumnya muncul antara 4-14 hari setelah
lahir (rata-rata 7 hari). Berdasarkan gejala klinis, tetanus dibedakan atas : Tetanus lokal, Tetanus
cephalica, Tetanus gereralisata, Tetanus Neonatorum.

Clostridium Tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka. Pada kondisi anaerob ( kadar
oksigen rendah), spora menjelma menjadi bentuk aktif. Toksin, antara lain tetanospasmin
diproduksi dan menyebar melalui darah dan cairan limfe. Toksin bekerja pada beberapa tempat,
seperti susunan syaraf pusat, ujung motorik, medulla spinalis, otak serta system syaraf simpatik.
Manifestasi klinis dari tetanus timbul bila vaksin tetanus mempengaruhi pelepasan
neurotransmitter, menghalangi efek inhibisi. Hal ini berakibat pada kontraksi otot terus menerus
dan kejang.

Pertusis
Pertusis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bardetella pertusis dengan gejala
batuk beruntun dan pada akhir batuk menarik nafas panjang terdengar suara “hup” (whoop) yang
khas, biasanya disertai muntah. Serangan batuk lebih sering pada malam hari. Akibat batuk yang
berat dapat terjadi pedarahan selaput lendir mata (conjunctiva) atau pembengkakan di sekitar
mata (oedema periorbital). Lamanya batuk bisa mencapai 1-3 bulan dan penyakit ini sering
disebut penyakit 100 hari. Pemeriksaan lab pada apusan lendir tenggorokan dapat ditemukan
kuman pertusis (Bordetella pertussis).
Pada fase awal, infeksi pertusis ditandai dengan melekatnya Bordetella pertusis ke epitel bersilia
saluran nafas. Gejala awal berupa pilek dan batuk. Mulai hari ke-10 batuk bertambah dan
menjadi spasmodik. Komplikasi terbanyak adalah pneumonia yang banyak menimbulkan
kematian dan ensefalopati yang meninggalkan kerusakan otak yang menetap. Kematian sering
dijumpai pada anak berumur kurang dari satu tahun. Reservoarnya adalah manusia (penderita itu
sendiri) dengan penularan melalui percikan ludah (droplet infection). Tanpa program imunisasi,
attact rate mencapai 80 per 1.000 kelahiran hidup; yang tertinggi terdapat pada golongan balita.
CFR sebesar 0,5% (Galazka, 1993). Toksin pertusis dapat diubah menjadi toksoid pertusis yang
nontoksik, tetapi imunogenik (Galazka, 1993).

Tuberkulosis
Merupakan penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosa menyebar melalui pernapasan
lewat bersin atau batuk, gejala awal adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan
keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan
dapat terjadi batuk darah.

Campak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles, disebarkan melalui droplet bersin atau
batuk dari penderita, gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek,
conjunctivitis (mata merah), selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar
ke tubuh, tangan serta kaki.

Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari tiga stadium yang masing-masing
mempunyai ciri khusus sebagai berikut :

1.  Stadium masa tunas, berlangsung kira-kira 10-12 hari, suhu tubuh dapat meningkat
sedikit 9-10 hari sejak mulai infeksi dan turun dalam 24 jam. Pasien dapat menularkan virus
pada hari ke 9/10 setelah paparan sebelum penyakit dapat didiagnosis.
2. Stadium prodromal, berlangsung 3-5 hari, ditandai dengan demam     ringan sampai
sedang, gejala pilek, batuk yang meningkat, serta konjungtivis, kemudian ditemukan ruam
kemerahan pada mukosa pipi (bercak koplik).
3. Stadium akhir, dengan keluarnya ruam dari belakang telinga dan menyebar ke muka,
badan, lengan, dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat,
kemudian normal kembali secara cepat. Selanjutnya ruam menghitam dan mengelupas.
Penularan campak sangat efektif dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan
infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi melalui percikan ludah yang keluar dari batuk,
bersin, atau pilek. Pasien campak tanpa komplikasi/ penyulit dapat berobat jalan, tanpa
perawatan dirumah sakit. Anak harus diberi cukup cairan dan kalori sedangkan pengobatan
bersifat simptomatik dengan pemberian antipiretik untuk menurunkan demam, obat batuk/pilek,
dan penenang jika diperlukan. Sedangkan campak dengan komplikasi perlu dirawat inap dirumah
sakit. Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan
1500 IU tiap hari.

Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi berumur 9 bulan atau
lebih. Program imunisasi campak secara luas baru dikembangkan pelaksanaannya pada tahun
1982.

Reaksi KIPI imunisasi campak yang banyak dijumpai terjadi pad aimunisasi ulang pada
seseorang yang telah memiliki imunitas sebagian akibat imunisasi dengan vaksin campak dari
virus yang dimatikan. KIPI imunisasi campak telah menurun dengan digunakannya vaksin
campak yang dilemahkan. Gejala KIPI berupa demam diatas 39,5 derajat celcius yang dimulai
pada hari ke-5 dan 6 setelah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari.

Berbeda dengan infeksi alami, demam tidak tinggi, walaupun tetap dapat merangsang terjadinya
kejang demam. Ruam dapat dijumpai pada 5% pasien, timbul pad hari ke 7 hingga 10 sesudah
imunisasi dan berlangsung selama 4 hari. Reaksi KIPI berat jika ditemukan gangguan sistem
syaraf pusat seperti infeksi otak (ensefalitis), diperkirakan resiko terjadinya kedua efek samping
tersebut 30 hari setelah imunisasi.

Poliomielitis
Adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang
berhubungan, yaitu virus polio type 1, 2, atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah anak di
bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis/AFP).
Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan
dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit.
Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani

Hepatitis B

Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit
terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selama proses persalinan, melalui
hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah
lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu, urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat.
Warna kuning bisa terlihat pula mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan
menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian.

Meningitis Meningokokus
Adalah penyakit akut radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis.
Meningitis penyebab kematian dan kesakitan diseluruh dunia, CFR melebihi 50%, tetapi dengan
diagnosis dini, terapi modern dan suportif CFR menjadi 5 – 15%. Pencegahan dapat dilakukan
dengan imunisasi dan kemoprofilkasis untuk orang-orang yang kontak dengan meningitis dan
karier.

Demam Kuning (Yellow Fever)


Adalah penyakit infeksi virus akut dengan durasi pendek (inkubasi 3 sd 6 hari) dengan tingkat
mortalitas yang bervariasi, disebabkan oleh virus demam kuning dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, vektor perantara adalah Aedes aegypti. Icterus sedang ditemukan pada awal
penyakit. Beberapa kasus berkembang menjadi stadium intoksikasi yang lebih berat ditandai
dengan gejala hemoragik seperti epistaksis, perdarahan gingiva, hematemesis, melena, gagal
ginjal dan hati, 20% – 50% kasus ikterik berakibat fatal.

Berbagai jenis penyakit diatas saat ini dapat dicegah dengan melakukan imunisasi DPT, DT dan
TT. Tujuan jenis imunisasi ini diantaranya untuk memberi kekebalan dasar terhadap difteri,
pertusis dan tetanus dan memberikan kekebalan sampai anak usia prasekolah. Mulai tahun 1984
imunisasi Difteri Tetanus Toxoid dan Tetanus Toxoid diberikan kepada anak SD/MI sebagai
booster untuk mendapatkan perlindungan jangka panjang terhadap penyakit tetanus, termasuk
tetanus neonatorom dan difteri. Menurut Wharton, dkk (2004), setelah mendapatkan tiga dosis
toksoid difteri semua anak-anak rata-rata mendapat memberikan titer lebih besar dari 0,01 IU
dalam 1 ml (nilai batas protektif adalah 0.01 IU)

Anda mungkin juga menyukai