Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI PATOFISIOLOGI SYSTEM


PENCERNAAN DAN PERKENIHAN

“ GLOMERULONEFRITIS”

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah yang diampu oleh Ibu :

Ns. Sri Mulyani, S. Kep., M. Kep.

Disusun oleh:

MUHAMAD MUFTI QIFAYA TULOH

(20212000039)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SAINS AL QURAN JAWA TENGAH DI WONOSOBO

2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang
pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang
lain.Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula
digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan
kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%),
kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang
(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia
antara 6-8 tahun (40,6%).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat
mengetahui tentang asuhan keperawatan glomerulonefritis akut.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui Anatomi Fisiologi Ginjal.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis
dari glomerulonefritis akut pada anak
c. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksaan, komplikasi, masalah
keperawatan yang mungkin muncul pada glomerulonefritis akut pada klien
d. Mahasiswa mampu melaksanaan perencanaan asuhan keperawatan dan
implementasi serta evaluasi dari masalah keperawatan glomerulonefritis akut
pada Klien

C. Manfaat penulisan
1. Bagi Penulis
Semoga dengan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat
meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya
pencegahan penyakit glomerulonefritis agar terciptanya kesehatan masyarakat yang
lebih baik.
2. Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang glomerulonefritis lebih
dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit
glomerulonefritis.
3. Bagi Petugas Kesehatan dan Institusi Pendidikan
Dapat menambah bahan pembelajaran dan informasi tentang
glomerulonefritis.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal
dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata ,
dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya
kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.

Gambar 1. Bagian-bagian nefron


Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus
proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang
oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial.
Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah
dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang
berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas
membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai
pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai
podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM
= glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh
lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini
terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna,
lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan
sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai
Bowman.

Gambar 2. Penampang glomerulus normal


Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub
vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam keadaan
patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (”
crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler,
fibroseluler atau fibrosa.
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring
melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel,
mengandung semua substansi plasma seperti  ektrolit, glukosa, fosfat, ureum,
kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang
berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat
dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum
meningalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan
penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut
single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh
faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.

Gambar 3. Filtrasi Glomerulus.


B.     Definisi
Glumerulonefritis ( juga disebut sindrom nefrotik) , mungkin akut,
dimana pada kasusu seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau kronis
ditandai oleh penurunan fungsi ginjal lambat , tersembunyi , dan progresif yang
akhirnya menimbulkan penyakit ginjal tahap akhir. Ini memerlukan waktu 30 tahun
untuk merusak ginjal sampai tahap akhir.
Pada keadaan iini beberapa macam intervensi seperti dialisa atau pencangkokan
ginjal dibutuhkan untuk menopang kehidupan. ( Blaiir, 1990).
Glumerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan
dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus
( seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus ( agen infeksius atau proses penyakiy
sistemik yang menyertai). Hopes ( ginjal ) mengenali antigen sebagai benda asing dan
mulai membentuk antibodi untuk menyerangnya. Respons peradangan ini
menimbulkan penyebaran perubahan patofisiologi, termasuk menurunnya laju filtrasi
glomerulus ( LFG), peningkatan permebilitas dari dinding kapiler glomerulus
terhadap protein plasma ( terutama albumin) dan SDM , dan retensi abnormal natrium
dan air yang menekan produksi renin dan aldosteron( Glassock, 1988).
Glumerulonefritis kerusakan funsi glomerulus mengakibatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus. Ganguan ganguan pre-renal , seperti
hemokonsntrasi atau penurunan tekanan darah arteri perifer , tatu bendungan vena
ginjal secara pasif menurunkan tekanan filtrasi, sehingga terjadi penurunan laju
filtrasi glomerulus. ( Kapita Seelekta)
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal
tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa.
Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa
kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal
yang lain.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada
ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi
kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan
istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain
menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
prognosis.
C.    Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di
traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan
infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907
dengan alas an timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi
skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan
meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat
masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan
25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya.
Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi
mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom
nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan
penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus
beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki
dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5
% diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus
beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit,
sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat
menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka
kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan
seperti keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis,
purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus.
F.     Manifestasi Klinis
1.    Hematuria
2.    Edema pada wajah terutama periorbita atau seluruh tubuh
3.    Oliguria
4.    Tanda-tanda payah jantung
5.    Hypertensi
6.    Muntah-muntah,nafsu makan kurang kadang diare
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala
ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada rumbai
kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan
albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak
kemerah-merahan atau seperti kopi. Kadang-kadang disertai edema ringan yang
terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada
oliguria dan bila ada gagal jantung.Edema yang terjadi berhubungan dengan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air,
natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Di pagi hari
sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling
nyata dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja
biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin
berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium.Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah
terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah
tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat
peradangan glomerulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan
seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari
pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila
terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama
beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis.
Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama.
Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang
mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi
dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin
hanya sedang.Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau
akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas. 

##Patofisiologi
Glomerulonifritis Akut.
Pada glomerulonefritis akut terjadi peradangan pada bagian tubuh lain sehingga tubuh
berusaha memproduksi antibodi untuk melawan kuman penyebabnya. Apabila
pengobatan terhadap peradangan tubuh lain itu tidak adekuat, maka tubuh akan
memproduksi antibodi dan antibodi dalam tubuh akan meningkat jumlahnya dan lama
kelamaan akan merusak glomerulus ginjal dan menimbulkan peradangan. Akibat dari
peradangan tersebut, maka glomerulus ginjal tidak dapat lagi menjalankan fungsinya
dengan baik, karena menurunnya lagu filtrasi ginjal (GFR) dan aliran darah ke ginjal
(REF) mengalami penurunan. Darah, protein dan substansi lainnya yang masuk ke
ginjal tidak dapat terfiltrasi dan ikut terbuang dalam urine sehingga dapat
menyebabkan terjadinya proteinuria dan hematuria. Pelepasan sejumlah protein
secara terus menerus ini akan mengakibatkan hipoprotein. Hal ini menyebabkan
tekanan osmotik sel akan menurun dan menjadi lebih kecil dari tekanan hidrostatik
sehingga cairan akan berpindah dari plasma keruangan interstisial dan menyebabkan
edema fasial yang bermula dari kelopak mata dan kondisi kronik edema ini akan
mengenai seluruh tubuh. Adanya peningkatan tekanan darah akibat mekanisme renin
angiotensin yang merupakan respon tubuh untuk mengurangi sirkulasi volume cairan
dan reabsorbsi air dan natrium ditubuh akan bertambah sehingga terjadi edema.

Glomerulonefritis Kronik.
Glomerulonefritis Kronik atau GNK memiliki karakteristik kerusakan glomerulus
secara progesif lambat dan kehilangan filtrasi renal secara perlahan-lahan. Ukuran
ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari jaringan
fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm
atau kurang. Berkas jaringan parut merusak korteks, menyebabkan permukaan ginjal
kasar dan irregular. Sejumlah glomerulus dan tubulusnya berubah menjadi jaringan
parut dan bercabang-cabang arteri menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus
yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir.

##Pathway
Pathway dari glomerulonefritis adalah sebagai berikut:
G.    Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau
aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini
terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,


pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis


eritropoetik yang menurun.

H.    Pemeriksaan Penunjang


1.    Pemeriksaan urine : adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine
dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++),
albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine adanya strptococus
2.    Pemeriksaan darah :
-          kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
-          jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.
-          analisa gas darah ; adanya asidosis.
-          Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah.
-          kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan erytrosit)adanya anemia
3.    Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya streptokokus
4.    Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase \
5.    Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun
6.    Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru  atau payah
jantung
7.    ECG : adanya gambaran gangguan jantung
Urinalisis menunjukkan hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50%
penderita, Kadang-kadang dengan tanda gagal ginjal seperti Kadang-kadang tampak
adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. pada hampir semua pasien
dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan
kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi
jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan.
Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu.
Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang
juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok
dan kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji
serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya
infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B.
Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi
terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat
pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin
sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih
dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90%
kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus.Titer ASTO meningkat pada hanya
50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen
sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum
meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri.Kenaikan titer 2-3 kali
berarti adanya infeksi. 
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan
C3.kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai
nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.

I.       Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama
6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4
minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap
perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis
yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang
anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan
ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan
amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap
golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3
dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)
dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan
suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada
anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian


sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular.
Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan
peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral
tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis,
bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila
prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-


akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali)
dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus (Repetto dkk, 1972).

7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

KONSEP ASKEP GLOMERULONEFRITIS


a.      Pengkajian Anamnesis
1.    Indentitas klien:
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun
lebih sering pada pria
2.    Riwayat penyakit
Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritematosus
atau penyakit autoimun lain.
Sekarang :
Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata dan
seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah  dan diare. Badan panas hanya sutu
hari pertama sakit.
3.    Pertumbuhan dan perkembangan :
Ø  Pertumbuhan :
BB = 9x7-5/2=29 kg , menurut anak umur 9 tahun BB nya  adalah  BB umur 6 tahun
= 20 kg ditambah 5-7 lb pertahun = 26 -  29 kg, tinggi badan anak  138 cm.  Nadi 80
—100x/menit, dan RR 18-20x/menit, tekanan darah 65-108/60-68 mm Hg.
Kebutuhan kalori 70-80 kal/kgBB/hari. Gigi pemanen pertama /molar, umur 6-7
tahun gigi susu mulai lepas, pada umur 10—11 tahun jumlah gigi permanen 10-11
buah.
Ø  Perkembangan :
Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri X inferioritas, dapat
menyelesaikan tugas menghasilkan sesuatu.

b.   Pemeriksaan Fisik


1. Aktivitas/istirahat
-       Gejala: kelemahan/malaise
-       Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
-       Tanda: hipertensi, pucat,edema
3. Eliminasi
-       Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
-       Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4. Makanan/cairan
-       Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah
-       Tanda: penurunan keluaran urine
5. Pernafasan
-       Gejala: nafas pendek
-       Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan
kusmaul)
6. Nyeri/kenyamanan
-       Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
-       Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

c.    Pengkajian Perpola


a.         Pola nutrisi  dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban
sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh
tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya
mual , muntah dan  anoreksia  menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB
meningkat karena adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
b.        Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi urin  : gangguan pada glumerulus
menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi  dan terjadi penyerapan
kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang
menyebabkan oliguria sampai anuria, proteinuri, hematuria.
c.         Pola Aktifitas dan latihan :
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena
adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan
jantung dan  dan tekanan darah mutlak selama 2  minggu dan mobilisasi  duduk
dimulai  bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1 minggu.  Adanya edema paru
maka pada inspeksi terlihat retraksi dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba ,
auskultasi terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas.
Kelebihan beban sirkulasi   dapat  menyebabkan  pemmbesaran jantung (Dispnea,
ortopnea dan pasien terlihat lemah) , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan
oleh spasme pembuluh darah. Hipertensi yang  menetap dapat  menyebabkan gagal
jantung.   Hipertensi ensefalopati  merupakan gejala serebrum karena hipertensi
dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah,  dan kejang-kejang. GNA
munculnya tiba-tiba  orang tua tidak mengetahui penyebab dan  penanganan penyakit
ini.
d.        Pola  tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia.
keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
e.         Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar  dan rasa gatal. Gangguan
penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi. Hipertemi terjadi
pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas yang 
menurun.
f.         Persepsi diri :
Klien  cemas  dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan  perawatan
yang  lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula
g.        Hubungan peran :
Anak  tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh  dan lingkungan perawatann
yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
h.        Nilai keyakinan : Klien berdoa memohon kesembuhan  sebelum tidur.

d.      Pemeriksaan Diagnostik


Pada laboratorium didapatkan:
-                 Hb menurun ( 8-11 )
-                 Ureum dan serum kreatinin meningkat.
( Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam, wanita = 7,9-14,1
mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam, Sedangkan Serum kreatinin : Laki-laki = 55-123
mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl, wanita = 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl ).
-                 Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
-                 Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin Å, Eritrosit Å, leukosit
Å)
-                 Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)
-                 Pemeriksaan darah
LED meningkat.
Kadar HB menurun.
Albumin serum menurun (++).
Ureum & kreatinin meningkat.
Titer anti streptolisin meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Marry dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Ginjal. Jakarta : EGC
Chris O’calloghan. 2006. At a Glance Sistem Ginjal Edisi ke 2. Jakarta : Erlangga
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Elizabet, J.Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
https://id.scribd.com/upload-document?archive_doc=133527458& %3A%22web
%22%7D di akses pada tanggal 20 november 2016 jam 22.30 WIB
http://int.search.tb.ask.com/search/GGmain.glomerulonetritis.jhtml?sear79282586220
di akses pada tanggal 20 november 2016 jam 22.30 WIB
https://www.google.com/search?q=edema&= =edema+glomerulonefritis& di akses
pada tanggal 25 november 2016 jam 22.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai