PENDAHLUAN
1. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria, hipoproteinemia,
edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Kadang- kadang disertai hematuri, hipertensi
dan menurunnya ecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun. Sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan
perbandingan pasien wanita dan pria 1:2. (Sundoyo dalam Nurarif dan Kusuma, 2015, p. 17)
Pada proses awal SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus
ditemukan proteinuria masih merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar
albumin serum rendah eskresi protein dalam urine juga berkembang. Proteinuria juga
berkontribusi terhadap berbagai kaomplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia,
hiperlipidemia dan lipiduria gangguan keseimbangn hidrogen, hiperkoagulitas, gangguan
metabolisme kalsium dan tulang serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umunya pada SN
fungsi ginjal normal kecuali sebagai khusus yang berkembang menjadi tahap akhir(PGTA) pada
beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi
stroid, tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik. (Sudoyo, 2010, hal. 999)
2. Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada pasien dengan
Nefrotik Syndrome
3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatn dengan sindrom nefrotik serta faktor-
faktor yang berhubungan dengan masalh tersebut.
2. Tujuan kusus
Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari glomerulusnefritis ditandai
dengan gejala edema, proteinurea pasif >35g/hari, hipoalbuminemia <3,5/dl, lipidolia dan hiper
kolesterolimia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal
(Nurarif dan Kusuma, 2015,:17)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminea dan
hiperkolesterolemia. (Ngastiyah, 2014:306).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpul bahwa sindrom nefrotik adalah penyakit dengan
gejala edema, proteinurea, hipoalbuminurea dan hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik sering
dijumpai pada anak umur 3 bulan sampai 14 tahun.
2. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh gromelunefritis (GN) primer dan sekunder akibat
infeksi keganansan penyakit jaringan penghubung obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik
(GN) primer atau idopatik merupakan penyebab sidrom nefrotik yang paling sering dalam
kelompok GN primer GN lesi minimal glomerulosklerosis fokal segmental, GN membranosa dan
GN membraproliveratif merupakan kelainan sistopalogi yang sering ditemukan (Sudoyo dkk,
2010,: 999).
Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada GN pasca infeksi
streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat misalnya obat antiinflamasi non-steroid
atau preparat emas organik, dan akibat penyakit siskemik misalnya pada lupus erimatosus
sistemik dan diabtes militus. (Sudoyo dkk, 2010,: 999)
3. Tanda Dan Gejala
Edema
Oliguria
Tekanan darah normal
Proteinuria sedang sampai barat
Hipoprotenemia dengan rasio albumin:globulin terbaik
Hiperkoesterolemia
Ureum/kreatinin darah normal atau meninggi
Beta 1C globulin (C3) normal (Nurarif dan Kusuma, 2015: 17-18)
4. Pathway Sumber: (Nurarif dan Kusuma, 2015,: 20-21)
Virus bakteri protozoa
Protein dalam urine meningkat
Perubahan permeabilitas membrane glomerulus
Kerusakan glomerulus
Kegagalan dalam proses filtrasi
proteinuria
Protein & albumin lolos dalam filtrasi
Protein dalam darah menurun
Odema
Syndrome nefrotik
Volume intravaskuler menurun
Ekstravaksi cairan
Paru-paru
Penumpukan cairan di ruang intestinum
Kelebihan volume cairan
Efusi pleura
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
asites
ADH meningkat
Reabsorbsi air meningkat
Tekanan abdomen meningkat
Menekan diafragma
Otot pernafasan tidak optimal
Nafas tidak adekuat
pola nafas tidak efektif
hipoalbuminemia
5.
6.
7.
8.
9.
5. Klasifikasi
Glomerulunefritis primer
Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, myeloma multiple, dan karsinoma
ginjal
Lupus erimatosus sistemik, arthtritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease)
Efek obat atau toksin
Obat antiinflamasi non- steroid, preparat emas, penisilamin, probensid, air raksa, kaptropril,
heroin
Lain –lain
Diabetes militus, amyloidosis, pre – eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks vesikauter, atau
sengatan lebah.
6. Komplikasi
7. Infeksi : infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular, dan gangguan sistem
komplemen.
8. Metabolisme kalsium dan tulang : vitamin D merupakan unsur penting dalam metabolisme
kalsium dan tulang pada manusia. Vitamin D yang terikat protein akan diekskresikan melalui
urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma.
9. Hiperkoagulasi : komplikasi tromboeboli sering ditemukan padea SN akibat peningkatan
kogulasi intravaskular. Emboli paru dan trombosis vena dalam sering dijumpai pada SN.
Kelainan tersebut disebabkan oleh perubahan tingkat dan aktivitas berbagai faktor.
Mekanisme hiperkoagulasi pada SN cukup komplek meliputi peningkatan fibrinogen,
hiperagregasi trombosit dan penurunan fibrinolisis. Gangguan yang terjadi disebabkan
peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein melalui urine.
10. Gangguan fungsi ginjal: pasien SN mempunyai potensi untuk mengalami gagal ginjal akut
melalui berbgai mekanisme. Penurunan volume plasma dan atau sepsis sering menyebabkan
timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang diperkirakan menjadi penyebab gagal
ginjal akut adalah terjadinya edema intra renal yang menyebabkan kompresi pada tubulus
ginjal.
Sindrom nefrotik dapat progresif dan berkembang menjadi PGTA. Proteinuria merupakan faktor
resiko penentu terhad progresifitas SN. Progresifitas kerusakan glomerulus, perkembangan
glomerulusklosis, dan kerusakan tubuloin tertisum dikatakan dengan proteinuria. Hiperlipidemia
juga dihubungkan dengan mekanisme terjadinya glomeulosklerosis dan fibrosis tubuloinstisium
pada SN, walaupun peran terhdap progresivitas penyakitnya belum diketahui dengan pasti.
(Sudoyo dkk, 2010,:1001)
1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2. Pengkajian
3. Identitas
Sindrom nefrotik lebih banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien
wanita dan pria 1:2 (Nurarif dan Kusuma, 2015, 17)
Riwayat pengobatan
Biasanya klien Sindrom Nefrotik disebabkan karena mengonsumsi obat antiinflamasi non-steroid
atau preparat emas organic. (Sudoyo, 2010,:999)
1. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
1. Kesadaran
Tingkat kesadaran biasanya Composmentis terlihat adanya edema. (Nurarif dan Kusuma
2015:17)
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah normal 120/80 mmHg ,(Nurarif dan Kusuma 2015:17)
Body system
1. Sistem pernafasan
Terdapat penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura. (Suharyanto
dan Majid, 2013: 140)
1. Sistem perkemihan
Penurunan jumlah urine, urin tampak berbusa, akibat penumpukan tekanan permukaan akibat
proteinuria, hematuria. (Suharyanto dan Majid, 2013: 141).
1. Sistem pencernaan
Biasanya terjadi diare akibat edema intestinal (Marcdante etall, 2014:659)
1. Sistem endokrin
Sistem endokrin dalam batas normal (Marcdante etall, 2014, hal. 659)
9) Sistem kardiovaskuler
1. Sistem integument
Ditemukan pitting edema serta esites. (Marcdante etall, 2014,659)
1. Sistem muskuloskletal
Kehilangan massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh (lean body mass) tidak jarang dijumpai
pada SN. (Sudoyo dkk, 2010,:1000)
1. Sistem reproduksi
Biasanya terjadi pembengkakan labia dan skrotum (Wati, 2012)
1. Sistem persyarafan
Sistem saraf dalam batasan normal. (Suharyanto dan Majid, 2013:141)
1. Sistem imunitas
Kekebalan tubuh (C3) normal (Nurarif, 2015:18)
1. Sistem pengindraan
Komplikasi pada kulit sering terjadi karena infeksi Streptococcus dan terjadi sianosis sekitar
hidung dan mulut. (Ngastiyah, 2014:310)
1. Pemeriksaan penunjang
2. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukan adanya proteinuria (adanya protein di dalam urin).
2. Darah
3. Hipoalbuminemia, dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter
4. Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat), khususnya peningkatan low density
lipoprotein (LDL), yang secara umum bersamaan dengan peningkatan VLDL.
5. Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk mengetahui fungsi ginjal.
(Suharyanto, 2013:141)
6. Penatalaksanaan
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar dari
pengobata non-spesifikuntuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan mengobati
komplikasi.
Diuretik: diuretik kuat misalnya furosemide (dosis awal 20-40 mg/hari) atau golongan tiazid
dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic digunakan untuk mengobati
edema dan hipertensi. Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari.
Diet : diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb/hari, sebagian besar terdiri ari karbohidrat.
Diet rendah garam (2-3 gr/hr), rendah lemak harus diberikan. Pembatasan asupan proten 0,8-
1,0 gr/kgbb/hr dapat mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D dapat diberikan jika
pasien mengalami kekurangan vitamin ini.
Terapi antikoagulan: bila didiagnosis adanya peristiwa thromboembolism, terapi anti
koagulan dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan untuk mencapai
waktu tromboplastin parsial. Teraupeutik mungkin meningkat karena adanya penurunan
jumlah anti thrombin III. Setelah terapi heparin intra vena, anti koagulasi oral dengan
warfarin dilanjutkan sampai SN dapat diatasi.
Terapi obat : terapi khusus untuk sindrom nefrotik adalah pemberian kortigosteroit yaitu
prednison 1-1,5 mg/kgbb/hr dosis tunggal pagi hari selama 4-6 minggu. Kemudian dikurangi
5 mg/minggu sampai tercapai dosis maintenance (5-10 mg) kemudian diberikan 5mg selang
sehari dan dihentikkan dalam 1-2 minggu bila pada saat tapering off keadaan penderita
memburuk kembali(timbul edema, protenuri), diberikan kembali full dose selama 4 minggu
kemudian tapering off kembali.
(Nurarif, 2015:18)
1. Diagnosa keperawatan
Menurut SDKI (2017) diagnose keperawatan sindrom nefrotik yang muncul antara lain :
Mayor:
Gulinan Barre Syndrome, sklerosis multiple, myasthenia grafis, prosedur diagnostic (Mis.
Bronkoskopi, Transesophageal Echocardiography (TEE), Depresi system saraf pusat, Cedera
kepala, Stroke, kuadriplegia, sindrome Aspirasi Mekonium, infeksi saluran nafas.
(SDKI, 2017:18)
Batasan karakteristik :
Mayor :
Penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekresi memanjang, pola nafas abnormal(mis,
takipnea,bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-strokes).
Minor:
Depresi sistem saraf pusat, cedera kepala, trauma toraks, gullian barre syndrome, multiple
scierosis, myasthenia gravis, stroke, kuadriplegia, intoksikasi alcohol.
(SDKI, 2017:26).
Batasan karakteristik:
Edema anasarka dan edema perifer, berat badan meningkat dalam waktu singkat, Jubular, fenous
tesure, refleks heppatojubular positif, dispense vena junggularis, terdengar suaara nafas
tambahan, hepatomegaly, kadar Hb/Ht turun, oliguria , intek lebih banyakdari output, kongesti
paru
(SDKI, 2017:62).
2. Intervensi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (Wilkinson, 2013:37)
4. Tujuan : Menunjukan bersihan jalan napas yang efektif, yang dibuktikan oleh pencegahan
aspirasi, status pernapasan, dan kepatenan jalan napas dan status pernapasan, ventilasi tidak
terganggu.
5. Kriteria Hasil : batuk efektif, mengeluarkan secret secara efektif, mempunyai jalan nafas
yang paten, mempunyai fungsi paru dalam batasan normal.
6. Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan :
1. Kaji dan dokumentasikan keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain.
2. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan
ventilasi dan adanya suara napas tambahan
3. Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea
Penyuluhan Untuk Klien atau Keluarga :
1. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (misalnya, oksigen, mesin
pengisapan, spirometer, inhaler, dan intermittent positif pressure breating [IPPB]).
2. Ajarkan kepada klien teknik bernafas dan relaksas.
3. Jelaskan kepada klien dan keluarga alas an pemberian oksigen dan tindakan lainnya.
4. Informasikan kepada klien dan keluarga bahwa merokok itu dilarang.
Aktivitas Kolaboratif :
1. Rundingkan dengan ahli terapi pernafasan, jika perlu
2. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan pendukung
3. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang normal
Aktivitas lain :
1. Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran secret.
2. Atur posisi klien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga dada
(misalnya, bagian kepala tempat tidur ditinggikan 45 kecuali ada kontraindikasi.
3. Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan secret.
4. Pola napas tidak efektif (Wilkinson, 2013:99)
5. Tujuan
Menunjukan pola nafas efektif, yang di buktikan oleh status pernapasan yang tidak terganggu,
ventilasi dan stattus pernapasan,
2. Kriteria hasil
3. Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis
4. Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal
5. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
6. Meminta bantuan pernapasan saat dibutuhkan
7. Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
1. Pantau adanya pucat dan sianosis
2. Pantau efek obat pada status pernapasan
3. Kaji kebutuhan insersi jalan napas
4. Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar iga
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
1. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola
pernapasan
2. Diskusikan perencanan untuk keperawatan dirumah meliputi pengobatan, peralatan
pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan, sumber-sumber komunitas
3. Ajarkan tehnik batuk efektif
4. Informasikan kepada pasien dan kelurga bahwa merokok tidak boleh didalam ruangan.
5. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu perawat pada
saat terjadi ketidakefektifan pola pernapasan
Aktivitas kolaboratif
1. konsultasikan dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator
mekanis
2. laporkan perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan, nilai GDA, sputum, dan
sebagainya, jika perlu sesuai protokol
3. berikan obat (misalnya, bronkodilator)
4. berikan terapi nelbulizer ultrasonik dan udara atau oksigen yang dilembapkan sesuai progam.
5. Kelebihan volume cairan (Wilkinson J. , 2013:317-322)
6. Tujuan : kelebehihan volume cairan dapat dikurangi, yang dibuktikan oleh keseimbangan
cairan, keparahan overload cairan minimal, dan indicator fungsi ginjal yang adekuat
7. Kriteria hasil
8. Menyatakan secara verbal pemahaman tentang pembatasan cairan dan diet
9. Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang diprogramkan
10. Mempertahankan tanda vital dalam batas normal untuk pasien
11. Tidak mengalami pendek napas
12. Hematocrit dalam batas normal
13. Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
1. Tentukan lokasi dan derajat edea perifer, sacral, dan perorbital pada skala 1+ samapai 4+
2. Kaji komplikasi pulmonal atau kardivaskuler yang diinginkan dengan peningkatan tanda
gawat napas, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah, bunyi jantung tidak
normal, atau suara napastidak normal
3. Kaji ekstermitas atau bagian tubuh yang edema terhadapgangguan sirkulasi dan integritas
kulit
4. Kaji efek pengobatan (mis:stroid, diuritik dan litium) pada edema
5. Pantau secara teratur lingkar abdomen atau ekstermitas
6. Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecendrungannya
Penyuluha untuk keluarga
1. Ajarakan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema: pembatasan diet:dan
penggunaan, dosis dan efek samping obat yangdiprogramkan
2. Anurkan pasien untuk puasa, sesuai dengan kebutuhan
Aktivitas kolaboratif
1. Lakukan dialisi, jika diindikasikan
2. Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer mengenai penggunaan stoking
antiemboli atau balutan Ace
3. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan kandunagan protein yang
adekuat dan pembatasan natrium
4. Konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejala kelebihan volume cairan meneta atau
memburuk berikan diurtik, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Kharisma, Y. (2017). Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik . Tinjauan Umum Penyakit
Sindrom Nefrotik .
Marcdante, & dkk. (2014). ilmu kesehatan anak esensial. singapura: saunders.
Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit. jakarta: EGC.
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis & Nanda
NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction.
SDKI. (2017). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. jakarta selatan: dewan pengurus
pusat.
Sudoyo, A. w. (2010). buku ajar ilmu penyakit dalam. jakarta: internapublishing.
Suharyanto, T. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan sistem
Perkemihan. Jakarta: CV. Trans info medika.
Wati, N. E. (2012). Asuhan Keperawatan Pada An.A dengan Gangguan Sistem Nefrologi :
Sindrom Nefrotik di Ruang Mina RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Asuhan Keperawatan
Pada An.A dengan Gangguan Sistem Nefrologi : Sindrom Nefrotik di Ruang Mina RS PKU
Muhammadiyah Surakarta.
Wilkinson, J. (2013:317-322). Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.