Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SINDROMA NEFROTIK

DISUSUN OLEH :

1. ERISA AYUNINGTIAS (1914301014)


2. SHELVIA PUSPITASARI (1914301015)
3. AMBAR PUSPITA NINGRUM (1914301016)
4. UMMI SALAMAH (1914301017)
5. DILA PUTRI CAHYANTI (1914301019)
6. MONICA DEWI HANDAYANI (1914301020)
7. SRI MELATI NURHIDAYAH (1914301022)
8. SONI ARIFAN JAYA (1914301023)
9. ZAM SALWA AZIZAH SALIM (1914301024)
10.SYARI MUTYARA SYAHIDAH (1914301025)

POLITEKNIK KEMENKES TANJUNG KARANG


SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TINGKAT 3 REGULER 1
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun
sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-
hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sindrom Nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering


ditemukan pada anak, dan didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang
disebabkan oleh adanya kerusakan glomerulus yang terjadi pada anak
dengan karakteristik proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
edema (Suradi & Yuliani, 2010).

Sejumlah anak dengan sidroma nefrotik yang mengalami kekambuhan


dapat berkurang secara bertahap sesuai dengan bertambahnya usia anak.
Insiden yang ditemukan pada Sindroma Nefrotik yaitu angka mortalitas
dan prognosis anak bervariasi berdasarkan penyebab, keparahan, tingkat
kerusakan ginjal, usia anak serta respon anak terhadap pengobatan.
Penyakit ini sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan (Betz & Sowden, 2009).

Insidens Sindroma Nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika


Serikat dan Inggris terdapat 2-7 kasus baru per 100.000 anak dalam satu
tahun, dengan prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di negara
berkembang insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per
100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan
anak laki-laki dan perempuan 2:1 (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y.
Prabowo, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


Apa konsep teori dan asuhan keperawatan anak pada penderita sindrom nefrotik

1.3  Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada anak dengan sindrom nefrotik
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Dasar Kasus Sindroma Nefrotik

1. Pengertian

Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan


glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein
plasma yang dapat menyebabkan terjadinya proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009).

Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria,


hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2014).

2. Peredaran Darah Ginjal Fisiologis

Ginjal mendapatkan darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dari
aorta abdominalis. Arteri renalis memiliki cabang yang besar yaitu arteri
renalis anterior dan juga memiliki cabang yang kecil yaitu arteri renalis
posterior. Cabang anterior memberikan darah untuk ginjal anterior dan
ventral sedangkan cabang posterior memberikan darah untuk ginjal
posterior dan dorsal.

Diantara kedua cabang ini terdapat suatu garis yaitu Brudels Line yang
terdapat disepanjang margo lateral dari ginjal. Pada garis ini tidak terdapat
pembuluh darah, sehingga kedua cabang ini akan menyebar hingga
kebagian anterior dan posterior dari kolisis sampai ke medula ginjal yang
terletak diantara piramid dan disebut dengan arteri interlobularis yang
berjalan tegak kedalam korteks dan berakhir sebagai vasa aferen
glomerulus untuk 1-2 glomerulus, ploksus kaliper sepanjang sepanjang
tubulus dan melingkar didalam korteks serta sebagai pembuluh darah yang
menembus kapsul Bowman.
Dari glomerulus keluar pembuluh darah aferen dan terdapat suatu
anyaman yang mengelilingi tubuli kontorti. Disamping itu ada cabang
yang lurus menuju pelvis renalis untuk memberikan darah pada ansa henle
dan duktus koligen yang dinamakan dengan arteri rektal. (Syaifuddin,
2012).

3. Etiologi

Ngastiyah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui penyebab


Sindroma Nefrotik, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit
autoimun. Umumnya, etiologi Sindroma Nefrotik dibagi menjadi:
1. Sindroma Nefrotik Bawaan

Sindroma Nefrotik Bawaan diturunkan sebagai resesif autosomal, klien


ini biasanya tidak merespon terhadap pengobatan yang diberikan.
Adapun gejala yang biasanya terjadi yaitu edema pada masa neonatus.
Umumnya, perkembangan pada klien terbilang buruk dan klien akan
meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
1. Sindroma Nefrotik Sekunder

Sindroma Nefrotik Sekunder bukan disebabkan oleh turunan


kromosom, namun disebabkan oleh beberapa masalah seperti:
1. Malaria kuartana atau parasit lainnya

2. Penyakit Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dan anafilaktoid

3. Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena renalis

4. Penyakit sel sabit, dll

2. Sindrom Nefrotik Ideopatik

Belum diketahui penyebab Sindrom Nefrotik Ideopatik atau juga


disebut Sindroma Nefrotik Primer. Berdasarkan histopatologis yang
tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron, Churg, dkk membagi Sindrom Nefrotik Ideopatik
kedalam 4 golongan yaitu :

1. Kelainan minimal yaitu dengan mikroskop biasa glomerulus terlihat


normal, namun dengan mikroskop elektron terlihat foot prosessus sel
epitel berpadu.
2. Nefropati Membranosa yaitu terjadi penebalan dinding kapiler glomerulus

3. Glomerulonefritis Proliferatif

3. Glomerulonefritis fokal segmental

Pada Glomerulonefritis fokal segmental yang paling mencolok yaitu


sklerosis glomerulus yang disertai atrofi tubulus.

4. Patofisiologi

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat


pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria akan dapat mengakibatkan
hipoalbuminemia. Dengan menurunnya jumlah albumin, terjadilah
penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler akan
berpindah ke interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan
volume cairan intravaskuler berkurang dan terjadilah kondisi
hipovolemik pada pasien, kondisi hipovolemik ini jika tidak segera
diatasi akan berdampak pada hipotensi.

Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi


aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi
antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang
mengakibatkan retensi terhadap natrium dan air yang berdampak pada
edema. Penurunan daya tahan tubuh juga mungkin terjadi akibat
hipoalbuminemia, jika tidak segera diatasi pasien dengan Sindroma
Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis dan selulitis.

Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan


kolesterol dan trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi
lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma. Selain itu, peningkatan produksi lipoprotein didalam hepar
akibat kompensasi hilangnya protein dapat mengakibatkan terjadinya
hiperlipidemia, dan akan ditemukan lemak didalam urine atau
lipiduria.
Menurunnya kadar natrium dalam darah anak dengan sindroma
nefrotik atau keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang
sekresi hormon renin yang berperan penting dalam mengatur tekanan
darah. Selanjutnya renin mengubah angiotensin yang disekresi hati
menjadi angiotensin I. Sel kapiler paru selanjutnya mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II yang mengonsentrasi otot polos
sekeliling arteriola. Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami
tekanan darah tinggi. Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium
akibat konsumsi natrium yang terlalu sedikit akan mengakibatkan anak
mengalami hipotensi (Suriadi & Yuliani, 2010).
1. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis

Syaifuddin, (2012) mengatakan bahwa perubahan fisiologis pada anak


dengan sindrom nefrotik adalah :
1. Sistem Peredaran Darah (Sirkulasi)

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerulus


mengakibatkan protein lolos dan keluar bersama urine yang
menyebabkan protein dalam plasma berkurang, tekanan osmotik
koloid menurun dan tekanan hidrostatik meningkat, akibatnya
cairan intravaskuler berpindah kedalam interstisial. Respon tubuh
anak adalah edema, edema akan semakin parah dan hal ini terlihat
dari postur tubuh anak yang hingga mengalami edema anasarka.
Jumlah cairan intravaskuler yang menurun dapat mengakibatkan
syok hipovolemik.

2. Sistem Pencernaan

Penumpukan cairan keruang interstisial dapat mengakibatkan


peningkatan tekanan abdomen yang mendesak lambung. Respon
tubuh anak adalah anoreksia dan mual muntah.

3. Sistem Pernapasan

Penumpukan cairan keruang interstisial dapat mendesak rongga


dada, sehingga ekspansi paru menurun. Respon tubuh anak adalah
napas cepat.

4. Sistem Perkemihan

1. Stimulus yang diberikan oleh hormon renin – angiotensin mengakibatkan


peningkatan sekresi hormon ADH. Sehingga, reabsorbsi Na+ dan Air juga
mengalami peningkatan. Respon tubuh anak adalah penurunan haluaran
urine atau Oliguri bahkan anak bisa mengalami anurine, selain itu anak
juga akan mengalami edema yang akan memburuk menjadi edema
anasarka.
2. Penurunan fungsi filtrasi glomerulus mengakibatkan protein terfiltrasi dan
ikut keluar bersama urine, jika dilakukan pemeriksaan hematologi akan
ditemukan hasil hipoalbuminemia. Respon tubuh anak adalah daya tahan
tubuh yang rendah.
2. Manifestasi Klinis

Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring dengan perbedaan


proses penyakit, gejala yang paling sering berkaitan dengan sindroma
nefrotik adalah:

1. Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa.

2. Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genitalia
dan ekstremitas).
3. Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit bernapas, nyeri
abdomen, anoreksia dan diare.
4. Pucat.

5. Keletihan dan intoleransi aktivitas.

6. Nilai uji laboratorium abnormal seperti proteinuria > 2gr/m2/hari, albumin


serum < 2gr/dl, kolesterol serum mencapai 450-1000mg/dl.

(Betz & Sowden, 2009)

3. Penatalaksanaan

Menurut Betz & Sowden, (2009) penatalaksanaan medis untuk


sindrom nefrotik meliputi :
1. Pemberian kortikosteroid seperti prednison atau prednisolon untuk
menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu
terapi. Jika pasien mengalami kekambuhan, maka perlu diberikan
kortikosteroid dengan dosis tinggi untuk beberapa hari.
2. Penggantian protein, hal ini dapat dilakukan dengan pemberian albumin
melalui makanan atau melalui intravena.
3. Pengurangan edema.

1. Terapi diuretik, hendaknya terapi ini diberikan lebih cermat guna


mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan
trombus maupun ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Membatasi pemberian natrium.

4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit.

5. Pengobatan nyeri untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan


dengan edema maupun tindakan medis yang dilakukan kepada pasien.
6. Pemberian antibiotik seperti penisilin oral atau jenis lain, mengingat
pasien dengan sindroma nefrotik rentan terkena infeksi akibat daya tahan
tubuhnya yang rendah.
7. Terapi Imunosupresif untuk anak yang gagal berespon dengan terapi
steroid.

Menurut Ngastiyah, (2014) Penatalaksanaan medis pada anak dengan Sindroma nefrotik
Meliputi :

1. Diit tinggi protein sebanyak 2-3 gr/Kg BB dengan garam minimal bila
edema masih berat. Bila edema sudah berkurang, maka dapat diberikan
sedikit garam ( Buku Kuliah IKA Jilid II).
2. Mencegah infeksi juga perlu dilakukan, karena anak kemungkinan akan
menderita tuberkulosis. Bila terjadi infeksi beri terapi antibiotik.
3. Kondisi alkalosis akibat hipokalemia dapat dibantu dengan pemberian
terapi KCl.
4. Kondisi hipertensi pada klien dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan
antihipertensif seperti resephin atau pemblok beta dengan efek samping
penurunan laju filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan sangat
hati-hati.
5. Berikan diuretik untuk mengatasi edema

6. Berikan terapi kortikosteroid. International Kooperative Study Of Kidney


Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai
berikut:
1. Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan dengan maksimum 80 mg/hari/luas permukaan badan.
2. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam seminggu diberikan dosis 60 mg/hari/lpb.
2. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindroma Nefrotik

1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:


1. Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir,
panjang badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak,
jenis kelamin, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2. Keluhan Utama
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa
bagian tubuh anak seperti pada wajah, mata, tungkai serta
bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan
anaknya mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang
rendah.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk


menilai adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat
keluarga dengan sindroma nefrotik seperti adakah saudara-
saudaranya yang memiliki riwayat penyakit ginjal dan riwayat
tumbuh kembang anak yang terganggu, apakah anak pernah
mengalami diare atau sesak napas sebelumnya, serta adanya
penurunan volume haluaran urine.

3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan


adakah menderita penyakit lupus eritematosus sistemik atau
kencing manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional
yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol
selama hamil.

4. Riwayat Pertumbuhan

Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan


pertumbuhan karena keletihan akibat lambung yang mengalami
tekanan oleh cairan intrastisial dan memberikan persepsi
kenyang pada anak.

5. Riwayat Psikososial dan Perkembangan

Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan


perfusi darah ke otak. Hal ini dapat berdampak pada
ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak.
Sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang
dengan baik.

3. Pemeriksaan Fisik

1. TTV

1. Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah


sistole normal 80 sampai 100 mmHg dan nilai diastole
normal 60 mmHg. Anak dengan hipovolemik akan
mengalami hipotensi, maka akan ditemukan tekanan darah
kurang dari nilai normal atau dapat ditemukan anak
dengan hipertensi apabila kolesterol anak meningkat.
2. Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun
105x/ menit, frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun
95x/menit, frekuensi nadi anak usia 10-14 tahun 85x/menit
dan frekuensi nadi anak usia 14-18 tahun 82x/menit.
3. Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21-
30x/menit, anak 6 sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak
usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
2. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur
dalam tahun) + 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak
sebelum sakit untuk menentukan adanya peningkatan BB pada
anak dengan sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat
ditandai dengan peningkatan Berat Badan >30%.
3. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya

Jugularis Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulus


sternalis pada posisi 450, pada anak dengan hipovolemik akan
ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun pada anak
dengan hipervolemik akan ditemukan JVD melebar sampai ke
angulus mandibularis pada posisi anak 450.
4. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami
edema pada periorbital yang akan muncul pada pagi hari
setelah bangun tidur atau konjunctiva terlihat kering pada anak
dengan hipovolemik.
5. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan,
namun anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan
memiliki pola napas yang tidak teratur sehingga akan
ditemukan pernapasan cuping hidung.
6. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat
penurunan saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula
bibir kering serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik .
7. Kardiovaskuler
1. Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola

napas yang tidak teratur


2. Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut

jantung
3. Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
4. Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta

penurunan bunyi napas pada lobus bagian bawah


Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia,
pendataran gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran
QRS, serta peningkatan interval PR.
8. Paru-Paru
1. Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
2. Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris bila

anak mengalami dispnea


3. Perkusi, biasanya ditemukan sonor
4. Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun,

frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen kerongga dada.
9. Abdomen
1. Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila anak
asites
2. Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur lingkar

perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran


3. Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
4. Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness
10. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare
akan tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit
anak tegang akibat edema dan berdampak pada risiko
kerusakan integritas kulit.
11. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila
edema anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja.
Selain itu dapat ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.
12. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada
skrotum dan pada anak perempuan akan mengalami edema
pada labia mayora.
4. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Urine

1. Urinalisis

1. Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam


urine lebih dari 2 gr/m2/hari.
2. Ditemukan bentuk hialin dan granular.

3. Terkadang pasien mengalami hematuri.

2. Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan


darah.
3. Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya
proteinuria ( normalnya 50-1.400 mOsm).
4. Osmolaritas urine akan meningkat.

2. Uji Darah

1. Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang


dari 2 gr/dl (normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
2. Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai
450-1000 mg/dl (normalnya <200 mg/dl).
3. Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau
mengalami hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki
44-52% dan pada Perempuan 39-47% ).
4. Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000-
1.000.000/ µl (normalnya 150.000-400.000/µl).
5. Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan
penyakit perorangan (normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+
135-145 mEq/L, Kalsium 4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106
mEq/L )
3. Uji Diagnostik

Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan


status glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon terhadap
penatalaksanaan medis dan melihat proses perjalanan penyakit.
(Betz & Sowden, 2009)

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan Diagnosis Keperawatan 2012-2014, diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul:

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik


koloid
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan.
3. Nyeri Kronis berhubungan dengan agen biologis.

4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan


sekuder,imunosupresan.
5. Diare berhubungan dengan edema mukosa usus.

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan faktor biologis.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologik.

3. Intervensi Keperawatan
T 2.1 Intervensi
abel Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Kelebihan volume cairan 1. Keseimbangan 1. Manajemen cairan
Batasan Karakteristik : cairan
1. Timbang berat
1. Gangguan elektrolit Kriteria Hasil:
2. Anasarka 1. Keseimbanga badan setiap
3. Perubahan tekanan darah n intake dan hari dan
4. Perubahan pola napas output dalam
5. Penuruna hematokrit 24 jam monitor status
6. Penurunan hemoglobin 2. Berat badan pasien
7. Edema stabil
2. Jaga dan catat
8. Asupan melebihi 3. Turgor kulit
haluaran 4. Asites intake/output
9. Oliguri 5. Edema 3. Monitor status
10. Distensi vena jugularis perifer
11. Efusi pleura 2. Eliminasi urine hidrasi
12. Penambahan berat badan Kriteria hasil : 4. Monitor tanda-
dalam waktu singkat 1. Pola
tanda vital
Faktor Berhubungan eliminasi
pasien
dengan : 2. Bau urine
1. Gangguan 3. Jumlah urine 5. Monitor
mekanisme 4. Warna urine kelebihan cairan
regulasi atau
2. Kelebihan asupan
cairan retensi
3. Kelebihan asupan (misalnya
natrium
edema, distensi
vena jugularis
dan edema)
6. Kaji luas dan
lokasi edema
7. Monitor status
gizi
8. Berikan cairan
dengan tepat
9. Berikan diuretik
yang diresepkan

2. Monitor Cairan
3.
1. Tentukan riwayat,
jumlah dan tipe
intake/output
2. Monitor serum dan
elektrolit urine
3. Monitor TD, HR
dan RR
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
pernapasan dengan
tepat
2. Monitor irama dan
laju pernapasan
3. Monitor warna kulit,
suhu dan
kelembaban
4. Monitor sianosis
sentral dan perifer
2. Ketidakefektifan pola 1. Status 1. Monitor pernapasan
napas pernapasan 1. Monitor kecepatan,
Batasan Karakteristik : irama, kedalaman
1. Bradipnea
Kriteria hasil : dan kesulitan dalam
2. Penurunan
1. Frekuensi bernapas
tekanan ekspirasi
pernapasan 2. Catat pergerakan
3. Pernapasan
2. Irama dada, catat
cuping hidung
pernapasan ketidaksimetrisan,
4. Fase ekspirasi
3. Kedalaman penggunaan otot-
memanjang
inspirasi otot bantu
5. Pernapasan bibir
4. Suara pernapasan dan
Faktor Berhubungan
dengan : auskultasi retraksi dada
1. Obesitas pernapasan 3. Monitor suara napas
2. Nyeri 5. Penggunaan tambahan seperti
3. Posisi tubuh otot bantu ngorok
napas 4. Monitor pola napas
6. Retraksi (misalnya:bradipnea
dinding dada ,takipnea,
7. Sianosis hiperventilasi,
8. Pernapasan kusmaul)
cuping 5. Palpasi kesimetrisan
hidung ekspansi paru
6. Monitor
peningkatan
kelelahan,
kecemasan dan
kekurangan udara
pada pasien

Manajemen Jalan
napas tambahan

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan tepat
2. Monitor irama dan
laju pernapasan
3. Monitor warna kulit,
suhu dan
kelembaban
4. Monitor sianosis
sentral dan perifer
3 Nyeri Akut 1. Kontrol nyeri Manajemen nyeri
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : Lakukan pengkajian
1. Perubahan 1. Mengenali nyeri komprehensif
tekanan darah kapan terjadi yang meliputi lokasi,
2. Perubahan nyeri karakteristik, durasi,
frekuensi 2. Menggunaka frekuensi,kualitas,int
pernapasan n tindakan ensitas dan faktor
3. Mengekspresikan pengurangan pencetus
dengan perilaku nyeri non Kendalikan faktor
4. Melaporkan nyeri analgetik lingkungan yang
secara verbal 3. Melaporkan dapat mempengaruhi
Faktor yang nyeri yang terjadinya nyeri

berhubungan : terkontrol seperti suhu


Ajarkan prinsip
1. Agen cedera biologis 2. Tingkat nyeri
Kriteria Hasil : managemen nyeri

1. Nyeri yang (teknik relaksasi)

dilaporkan Dukung istirahat yang

2. Ekspresi adekuat untuk

nyeri wajah mengurangi nyeri


Monitor kepuasan klien
terhadap
managemen nyeri
yang diberikan
kepada klien
Pemberian analgetik
1. Cek perintah
pengobatan meliputi
nama, dosis dan
frekuensi
2. Cek adanya riwayat
alergi obat
3. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian terapi
4. Berikan terapi sesuai
dengan waktu
paruhnya terutama
saat nyeri hebat
5. Evaluasi keefektifan
terapi analgetik

Aplikasi panas /
dingin
1. Jelaskan penggunaan
aplikasi panas atau
dingin, alasan dan
pengaruh terhadap
nyeri
2. Pertimbangkan
kondisi kulit dan
kontraindikasi
3. Bungkus perangkat
panas/dingin dengan
media seperti kain
4. Tentukan durasi
pengaplikasian
berdasarkan respon
verbal, perilaku, dan
biologis individu
4 Risiko infeksi 1. Kontrol Kontrol Infeksi
Batasan Karakteristik : risiko1:. proses 1. Batasi jumlah
1. Kerusakan integritas infeksi Kriteria pengunjung
kulit Hasil : 2. Anjurkan pasien
2. Statis cairan tubuh 1. Mengidentifi mengenai teknik
3. Penurunan kasi faktor cuci tangan yang
hemoglobin risiko infeksi benar
4. Vaksinasi tidak 2. Mengidntifik 3. Anjurkan
adekuat asi tanda dan pengunjung untuk
gejala infeksi mencuci tangan saat
3. Menggunaka memasuki dan
n alat meninggalkan
pelindung ruangan pasien
diri
4. Mencuci Monitor nutrisi
tangan 2. 1. Timbang berat badan
2. Status nutrisi pasien
Kriteria hasil : 2. Lakukan pengukuran
1. Asupan gizi antropometri pada
2. Asupan komposisi tubuh
makanan 3. Monitor
3. Ratio berat
badan/tinggi kecenderungan naik
badan dan turunnya berat
4. hidrasi badan anak
4. Identifikasi
perubahan berat
badan terakhir

3. Pengecekan kulit
1. Amati warna,
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
2. Monitor warna dan
suhu kulit
3. Monitor warna kulit
untuk memeriksa
adanya ruam atau
lecet
4. Monitor kulit untuk
adanya kekeringan
atau kelembaban
5. Monitor infeksi,
terutama dari daerah
edema
5 Diare 1. Eliminasi 1. Manajemen
Batasan Karakteristik : Usus Diare
1. Bising usus hiperaktif Kriteria Hasil: 1. Tentukan riwayat
2. Nyeri abdomen 1. Pola diare
sedikitnya tiga eliminasi 2. Intruksikan pasien
kali defekasi 2. Warna feses atau anggota
perhari 3. Suara bising keluarga untuk
3. Kram usus mencatat warna,
Faktor yang volume, frekuensi
berhubungan : dan konsistensi tinja

1. Proses infeksi dan 3. Anjurkan pasien

parasit menghindari

2. malabsorbsi makanan pedas dan


yang menimbulkan
gas dalam perut
4. Monitor tanda dan
gejala diare
5. Monitor kulit
perinium terhadap
adaya iritasi dan
ulserasi
6. Ukur diare atau
output pencernaan
7. Timbang pasien
secara berkala
8. Beritahu dokter jika
terjadi peningkatan
frekuensi atau suara
perut

2. Manajemen
cairan
1. Timbang berat
badan setiap
hari dan
monitor status
pasien
2. Jaga intake
dengan akurat
dan hitung
output pasien
3. Monitor status
hidrasi
4. Monitor tanda-
tanda vital
pasien

3. Pengecekan
Kulit
1. Amati warna kulit
2. Monitor suhu kulit
3. Monitor kulit dan
selaput lendir
4. Monitor adanya
kelembaban atau
kekeringan yang
berlebihan
5. Dokumentasi membran
mukosa

6 Ketidakseimbangan 1. Status 1. Terapi nutrisi


nutrisi kurang dari nutrisi 1. Lengkapi
kebutuhan tubuh Kriteia Hasil : pengkajian
Batasan Karakteristik : 1. Asupan gizi nutrisi sesuai
1. Nyeri abdomen 2. Asupan kebutuhan
2. Diare makanan 2. Monitor
3. Bising usus 3. Asupan intruksi diet
hiperaktif cairan yang sesuai
4. Energi untuk
4. Membran mukosa 5. Rasio berat memenuhi
pucat kebutuhan
badan/ tinggi
5. Tonus otot nutrisi pasien
menurun badan perhari sesuai
Faktor yang 6. Hidrasi kebutuhan
Berhubungan : 3. Berikan nutrisi

1. Faktor psikologis yang


dibutuhkan
sesuai dengan
batasan anjuran
diet

2. Monitor
nutrisi
Timbang berat badan
pasien
Lakukan pengukuran
antropometrik pada
1. komposisi tubuh
Monitor
kecenderungan
2.
naik dan turunnya
berat badan anak
Identifikasi perubahan
berat badan
3. terakhir
Monitor adanya mual
dan muntah
Identifikasi
abnormalitas
4. eliminasi bowel
Monitor diet dan
asupan kalori
Identifikasi perubahan
5. nafsu makan dan
aktivitas akhir-
akhir ini
6. Tentukan pola makan
(misalnya makanan
yang disukai dan
tidak disukai,
7. konsumsi makanan
cepat saji, makan
tergesa-gesa)
8.
3. Penahapan
diet
1. Berikan nutrisi
9.
peroral sesuai
kebutuhan
2. Monitor toleransi
peningkatan diet
3. Tawarkan
kemungkinan
makan 6 kali dalam
porsi kecil
4. Ciptakan
lingkungan yang
memungkinkan
makanan disajikan
sebaik mungkin
7 Kerusakan integritas kulit 1. Integritas 1. Manajemen
Batasan Karakteristik : jaringan: tekanan
1. Kerusakan Kulit & 1. Berikan pakaian
lapisan kulit Membran yang tidak ketat
2. Gangguan mukosa pada pasien
permukaan kulit Kriteria Hasil : 2. Monitor area
Faktor yang 1. Suhu kulit kulit yang

Berhubungan : 2. Sensasi mengalami


3. Elastisitas kemerahan dan
1. Perubahan turgor
4. Keringat pecah-pecah
2. Kondisi gangguan
5. Tekstur 3. Monitor
metabolik
6. Ketebalan mobilitas dan
7. Perfusi aktivitas pasien
jaringan 4. Monitor sumber
8. Lesi pada tekanan dan
kulit gesekan
9. Pengelupasan 2. Pengecekan
kulit Kulit
1. Amati warna,
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
2. Monitor warna dan
suhu kulit
3. Monitor warna
kulit untuk
memeriksa adanya
ruam atau lecet
4. Monitor kulit untuk
adanya kekeringan
atau kelembaban
5. Monitor infeksi,
terutama dari
daerah edema

3. Manajemen
cairan
1. Timbang berat badan
setiap hari dan
monitor status
pasien
2. Jaga intake dengan
akurat dan hitung
output pasien
3. Monitor status hidrasi
4. Monitor kelebihan
cairan atau retensi
(misalnya edema,
distensi vena
jugularis dan
edema)
5. Kaji luas dan lokasi
edema
6. Monitor status gizi
7. Berikan cairan dengan
tepat
8. Berikan diuretik yang
diresepkan
Sumber: NIC-NOC 2016
BAB 3
PENUTUP

KESIMPULAN

Sindroma nefrotik merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya


peningktan membran glomerular, sehingga terjadi injuri glomerular yang sering
terjadi pada anak-anak , yang ditandai denagan adanya : proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan terdapatnya edema.
Kasus Sindrom nefrotik harus dilakukan perawatan seefektif mungkin untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang dapat mengganggu tumbuh kembang pasien.
Dari asuhan keperawatan pada An. A dengan Sindroma Nefrotik di Ruang
Mina II RS PKU Muhammadiyah Surakarta, penulis melakukan tindakan selama 3
hari dan penulis menemukan 3 diagnosa keperawatan yang muncul pada An. A yaitu
:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan
dalam jaringan dan ruang ke tiga
2. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan


Dari ketiga diagnosa diatas, dilakukan tindakan sesuai intervensi dengan
kriteria waktu 3x24 jam tiap-tiap diagnosa keperawatan. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari, kemudian diperoleh 2 masalah teratasi dan

DAFTAR PUSTAKA

Suriadi & Yuliana, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung seto.

Wilson, David, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Buku kedokteran.
EGC.

Syaifullah Noer, Mohammad, dkk . 2011. Kompendium Nefrologi Anak. Surakarta :


diinventariskan di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
eprints.undip.ac.id/44647/3/Bab_2_-_Bab_II_Tinjauan_Pustaka.pdf

Anda mungkin juga menyukai