Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tidak semua orang beruntung terlahir dalam keadaan yang normal dan sehat. Ada diantara kita terlahir dengan keadaan yang mengidap kelainan. Sindrom nefrotik atau ginjal bocor, salah satunya. Orang yang menderita ginjal bocor, sepintas tidak ada bedanya dengan anak-anak umumnya. Anak akan tetap aktif, gembira dan sehat. Namun, anak ini harus setiap minggu kontrol ke dokter. Capek sedikit saja membuat anak menjadi bengkak. Selain itu anak harus selalu segera makan jika ia merasa lapar. Jika sudah begini, hendaknya orang tua bersabar akan kondisi anak. Hal yang tetpenting adalah kontrol secara teratur. (1) Penyakit yang dalam bahasa medis disebut sindrom nefrotik ini ternyata bisa disembuhkan dengan obat yang murah dan mudah didapatkan. Sebenarnya dari segi ilmiah menurut dokter, ginjal bocor itu tidak ada. Karena untuk menjelaskan kepada pasien awam susah dan butuh waktu untuk memahaminya, jadi dipermudah dengan dikenal istilah ginjal bocor. (1) Penderita yang mengalami sindrom nefrotik ini terdapat albumin pada air seninya yang semestinya tidak ada pada orang normal. Normalnya dalam air kemih ini tidak terdapat albumin protein, tapi tidak dalam sindrom nefrotik terdapat albumin sehingga orang mengatakan bahwa ginjalnya yang bocor. Kalau dilihat dari mikroskop , jelas tak ada yang bolong. Lebih jauh lagi, setiap darah yang mengalir dari pembuluh arteri akan masuk ke ginjal, lalu diproses dan disaring di glomerulus, lalu balik keluar lagi. Hasil dari penyaringan inilah akan keluar sebagai air kemih. (1) Sehingga bisa dikatakan bahwa Sindrom Nefrotik (SN) adalah kelainan keadaan klinik yang khas ditandai oleh proteinuria masive ( > 40 mg/m) atau rasio protein/ kreatinin pada urine sewaktu > 2 mg/mg atau dipstick +2 ,hipoalbuminemia ( 2,5 gr/dL) dan edema yang biasanya disertai dengan atau tanpa hiperkolesterolemia. Di Amerika Serikat dan Inggris dilaporkan kejadian tahunan penyakit tersebut adalah 2-7 per 100.000 anak usia < 18 tahun. Angka prevalensi tersebut kurang lebih 15,5% per 100.000 orang usia < 16 tahun. Angka

kejadian tersebut lebih tinggi pada anak-anak Asia dan Afrika. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1. (3)

1.2 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut : a. Definisi dari Sindroma Nefrotik b. Pembagian Sindroma Nefrotik c. Patofisiologi serta Epidemiologi dari Sindroma Nefrotik d. Manifestasi Klinis dari Sindroma Nefrotik e. Diagnosa Sindroma Nefrotik f. Diagnosa Banding dari Sindroma Nefrotik g. Penatalaksanaan dari Sindroma Nefrotik h. Prognosis Sindroma Nefrotik Serta untuk memenuhi tugas dari bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak RST. dr. Soepraoen Malang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria masif,

hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang gejala disertai dengan hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. (3) 2.2 Epidemiologi Angka kejadian bervariasi antara 2-7 per 100.000 anak, dan lebi banyak pada anak lakilaki dari pada pada perempuan dengan perbandingan 2 : 1. (3) Kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada anak umur 6 bulan dan yang paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 85-90% pasien di bawah umur 6 tahun. Di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak pertahun. Pada penelitian di Jakarta ( Wila Wirya) menemukan hanya 44,2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan penelitiannya diantaranya 521 pasien, 76,4 % merupakan tipe kelainan minimal. (4) Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah 18 tahun diperkirakan berkisar 2-7 tahun kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi terjadi pada usia 2-3 tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75 % mempunyai onset sebelum 10 tahun. (5) 2.3 Etiologi Kebanyakan (90%) anak yang menderita sindroma nefrotik mempunyai mempunyai bentuk sindroma nefrotik idiopatik ; penyakit lesi minimal ditemukan sekitar 85% , proliferasi mesangium pada 5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10% anak sisanya menderita sindroma nefrotik, sindroma nefrotik sebagian besar diperantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis, dan yang tersering adalah membranosa dan

membranoproliferatif(6). Secara klinis sindroma nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : a. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindroma nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan
3

pada glomerulus itu sendiri tanpa adanya penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di abwah 1 tahun. (2) Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer

dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC ( Internasional Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunoflueresensi. (2) Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevelensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebi sedikit dibadingkan pada anak-anak. (2) Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan rata-rata di luar negeri. Wila wirya (5) menemukan hanya 44,2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer (6) di surabaya mendapatkan 39,7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi. (2) b. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah : Penyakit metabolik atau kongenital Diabetes melitus, amiloidosis, sindrom alport, miksedema. Infeksi Hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptococcus, AIDS Toksin dan alergen Logam berat (Hg), penicilamin, probenecid, racun serangga, bisa ular. Penyakit sistemik bermediasi imunologik Lupus eritematous sistemik, purpura henoch-schonlein, sarkoidosis Neoplasma Tumor paru, penyakit hodgkin, tumor gastrointestinal (2)

2.4 Patofisiologi Proteinuria ( albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. (2) Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial. (2) Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik , disertai pula dengan

penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya -glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. (2) Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekana onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadinya ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruangan intersttial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan takanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial. (2) Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan

aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia, tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume
5

plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial, teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipovolemia. (2) Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu yang berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu (2) 2.5 Manifestasi Klinis Apapun tipe sindroma nefrotik, manifestasi klinis utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten ; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah ( misal, daerah periorbita, skrotum, atau labia). Akirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). (2) Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ektremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan ( pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria atau hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM. (2) Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindroma nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan melnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. (2)

Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernafasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat di atasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik. (2) Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronis umumnya yang merupakan stres non spesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu. (2) Manifestasi klinis yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95% paderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tike kelainan minimal (SNKM). Bila ringan,sembab biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misalnya pada daerah periorbita,skrotum, labia. Semab bersifat menyeluruh, dependen, dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat. (2) Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian Internasional Study of Kidney Disease in Clildren (SKDC) menunjukan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90 th persentil umur. (2) Tanda utama sindroma nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu >40 mg/m/jam atau > 50 mg/kg/24 jam ; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain. (2) Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2,5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindroma nefrotik dan umumnya berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik. (2)

Fungsi ginjal tetap normal normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. (2) Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada sindroma nefrotik. Pada pemeriksaan foto thoraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dans ecara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat ggambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadangkadang dijumpai pembesran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenitas yang normal. (2)

2.6 Diagnosis Anamnesis Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut,tungkai, atau seluruh tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah urin. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin keruh atau jika terdapat hematuri berwarna kemerahan. (3) Pemeriksaan fisis Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan edema pada kedua mata, tungkai atau adanya asites dan edema skrotum atau labia ; terkadang ditemukan hipertensi. (3) Pemeriksaan Penunjang Pada urinalisis ditemukan proteinuria masiv (+3 sampai+4), dapat disertai dengan hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia < 2,5 g/dL,

hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin atau globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.(2)

2.7 Diagnosa Banding Sembab no-renal : Gagal jantung kongestif Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang disertai dengan keluhan gagal jantung berupa sesak nafas,fatik, baik dalam
8

keadaan istirahat maupun latihan, edema dan tanda objektif lainya dan adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat (9) gangguan nutrisi, edema hepatal, edema quincke Glomerulonefritis akut Pada penyakit ini terjadi inflamasi akut glomerulus. Pada stadium akut, terjadi kerusakan mendadak pada membrane glomerulus. Penyakit ini sering dijumpai pada anak dan dewasa muda setelah mengalami infeksi kuman streptococus group A pada saluran nafas bagian atas. Terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi pada membrane glomerulus (8) Lupus sistemik eritematous (2)

2.8 Pemeriksaan Penunjang Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif ( >2+), rasio albumin kreatinin urin >2 dan dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia ( < 2,5 g/dL), hiperkolesterolemia ( > 200 mg/dl) dan laju endap darah yang meningkat. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. (3)

2.9 Penatalaksanaan Medikamentosa Pengobatan dengan prednison diberikan dengan dosis awal 60 mg/m/hari atau 2 mg/kgBB/hari ( maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi tiga selama 4 minggu, dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal ( 40 mg/m/hari, maksimum 60 mg/hari) dosis tunggal pagi selang sehari ( dosis alternating) selama 4-8 minggu. Bila terjadi relaps, maka diberikan prednison 60 mg/m/hari sampai terjadi remisi ( maksimal 4 minggu), dilanjutkan 2/3 dosis awal (40 mg/m/hari) secara alternating selama 4 minggu. Pada sindrom nefrotik resisten steroid atau toksik steroid, diberikan obat imunosupresan lain seperti siklofosfamid per oral dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal di bawah pengawasan dokter nefrologi anak. Dosis dihitung berdasarkan berat badan tanpa edema ( persentil ke 50 berat badan menurut tinggi badan) (3)

Suportif Bila ada edema anasarka diperlukan tirah baring. Selain pemberian kortikosteroid atau imunosupresan, diperlukan pengobatan suportif lainnya, seperti pemberian diet protein normal ( 1,5-2 g/hari) dan diuretik. Diuretik furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasi dengan spironolakton ( antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari bila ada edema anasarka atau edema yang mengganggu aktivitas. Jika ada hipertrensi dapat ditambahkan obat antihipertensi. Pemberian albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgBB selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB dilakukan atas indikasi seperti edema refrakter, syok,atau kadar albumin i gram/dL. Terapi psikologis terhadap pasien dan orang tua diperlukn karena ini dapat berulang dan merupakan penyakit kronik. (3) Dosis pemberian albumin : Kadar albumin serum 1-2 g/dL diberikan 0,5 g/kgBB/hari ; kadar albumin < 1 g/dL diberikan 1 g/kgBB/hari. Skema pengobatan sindoma nefrotik inisial menurut ISKDC 1967

Lain-lain ( rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll) (3) Keadaan di bawa ini merupakan indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak : Awitan sindrom nefrotik pada usia dibawah 1 tahun, riwayat penyakit sindrom nefrotik di dalam keluarga Sindrom nefrotik dengan hipertensi, hematuria nyata persisten, penurunan fungsi ginjal, atau disertai gejala ekstrarenal seperti artitis, serositis, atau lesi di kulit Sindrom nefrotik resisten steroid Sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid Diperlukan biopsi ginjal (3)

Pemantauan Terapi Dengan pemberian prednison atau imunosupresan lain dalam jangka lama, maka perlu dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat. Prednison dapat menyebabkan hipertensi atau efek samping lain dan siklofosfamid dapat menyebabkan depresi sum-sum tulang dan efek samping lainnya. Pemeriksaan tekanan darah perlu
10

dilakukan secara rutin. Pada pemakaian siklofosfamid diperlukan pemeriksaan dara tepi setiap minggu. Apabila terjadi hipertensi, prednison dihentikan dsn diganti imunosupresan lain. Hipertensi diatasi dengan obat antihipertensi. Jika terjadi depresi sum-sum tulang (leukosit < 3.000/uL) makan obat dihentikan sementara dan dilanjutkan lagi jika leukosit 5.000/uL. (3) Tumbuh kembang Gangguan tumbuh kembang dapat terjadi sebagai akibat penyakit sindrom nefrotik sendiri atau efek samping pemberian obat prednison secara berulang dalam jangka lama. Selain itu, penyakit ini merupakan keadaan imunokompromais seingga sangat rentan terhadap infeksi. Infeksi berulang dapat mengganggu tumbuh kembang pasien. (3)

2.10

Prognosis

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut : Menderita untuk pertama kalinya pada umur di abwah 2 tahun atau di atas 6 tahun Disertai oleh hipertensi Disertai hematuria Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal

Pada umumnya sebagian besar 80% sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relaps berulang dan sekitar 10% tidak memberi respon lagi dengan pegobatan steroid. (2)

11

BAB III STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN Nama Umur : An. A.M : 5 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Berat Badan Alamat Agama Suku : 15 kg : jl. Klayatan, Malang : Islam : Jawa

Tanggal MRS : 15 Mei 2013

RIWAYAT KELAHIRAN Berat / Panjang badan lahir Tempat Persalinan Jenis Persalinan Ditolong oleh RIWAYAT IMUNISASI BCG DPT Polio Campak :+ :+ :+ :+
12

: 2900 gram / 48 cm : Rumah Sakit : Spontan pervaginam : Bidan

Hepatitis Kesan

:+ : Imunisasi dasar lengkap

ANAMNESA Keluhan Utama : Bengkak pada kedua pipi

Riwayat Penyakit Sekarang Bengkak pada kedua pipi sejak 3 bulan yang lalu. Bengkak hanya di kedua pipi saja, bengkak sudah banyak berkurang dari sebelumnya. Tidak ada bengkak di anggota tubuh lainnya. Tidak ada demam, nyeri perut, batuk mapun pilek, pasien tampak aktif dan lincah. Nafsu makan normal 3- 4 kali sehari. BAK warna normal dan tidak tampak keruh, volume nya banyak. BAB normal setiap hari, warna kuning dan konsistensi normal. Riwayat Penyakit Dahulu Pada tanggal 21 Desember 2012 pasien kontrol ke poli dengan keluhan utama bengkak seluruh tubuh. Bengkak 4 hari yang lalu. Bengkak awalnya muncul pada daerah mata, mata terlihat sembab terutama pada pagi hari sewaktu bangun tidur, kemudian bengkak pada tangan dan kaki serta scrotum pasien. Tidak ada demam, batuk, pilek, dan nyeri perut. Nafsu makan baik, sehari bisa makan 3-4 kali dengan porsi yang banyak. Pasien menurut keterangan dari ibu pasien gemar mengkonsumsi makanan yang berlemak seperti jeroan, dan makanan yang bersantan dan pedas. BAK pasien berkurang dan lebih sedikit bila dibandingkan dengan sebelum sakit seperti ini yaitu jadi hanya 3 kali saja walaupun mengkonsumsi air banyak. BAK pasien berwarna keruh dan tidak ada darahnya. BAB normal tidak ada masalah. Dari hasil laboratorium menunjukan adanya kadar cholesterol (320), protein urine (+1), albumin (2,32) total protein (4,15). Kemudian MRS dan rajin kontrol setiap minggu sekali, kemudian masih sering kumat-kumatan menurut ibu bengkaknya terutama apabila obat pasien menjelang habis. Setiap 2 minggu sekali menurut keterangan ibu pasien di cek kan urine. Pasien sempat terkena gabakan pada bulan april. Dengan gejala panas naik turun 2 hari dengan panas terutama malam hari dan badan pasien terasa agak gatal menurut ibu pasien. Serta terdapat bintik-bintik merah seluruh tubuh
13

Riwayat Keluarga Dalam anggota keluarga tidak ada yang menderita sakit yang sama dengan pasien Tidak ada yang menderita tekanan darah tinggi maupun sakit kencing manis

Riwayat Penggunaan Obat Prednison ( Senin Rabu Jumat) 1 X 4 tab Vitamin 1 X 1 Amoxylin 3 X 1 cth

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran GCS Tekanan darah Nadi Respiratory rate Temperature : Baik : Compos mentis :4-5-6 : : 88 X/menit, reguler, intensitas kuat, dan equal : 20 X/menit, pola pernafasan thorako abdominal : 36,7 C, axillar

STATUS GENERALISATA Kepala/ Leher : Konjungtiva palpebra inferior tidak tampak pucat, sclera tidak

ikterik, oedem pada kedua pipi, hidung : tidak ada kelainan, telinga :tidak ada kelainan, mulut :tidak ada kelainan, tenggorokan :tidak ada kelainan, leher : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran tyroid dan KGB Thorax : Dada :simetris, retraksi tidak ada, mur-mur tidak ada, gallop

tidak ada, Paru-paru:suara napas vesikuler, wheezing tidak ada, ronchi tidak ada Abdomen : Supel , bising usus normal,meteorismus tidak ada, tidak ada

asites hepar tidak teraba, lien tidak teraba.

14

Genitalia Ekstremitas

: Laki-laki, tidak ada kelainan : superior dan inferior tidak ada oedem, akral hangat

DIAGNOSA SEMENTARA Sindroma Nefrotik Relaps

PENATALAKSANAAN Bed rest Prednison 20 mg 1 X 4 tab Diet rendah garam

PEMERIKSAAN PENUNJANG HASIL LABORATORIUM Tanggal 27 Desember 2012 Parameter LEMAK Kolesterol ( CHOD-PAP) 320 < 200 mg/dl Hasil Normal

FAAL GINJAL Ureum (Bartelot) kreatinin ( Jafee) FAAL HATI SGOT SGPT Total protein Albumin URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin + 1 / NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg 29 16 4,15 2,32 < 33 U/L < 42 U/L 6,3-8,9 g/dl 3,6-5,2 g/dl 20 0,71 15-45 mg/dl 0,7-1,4 mg/dl

15

Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 1-3 / 0-1 / + HYALIN 0-1 0-4 / 0-1 / + / lpb neg /lpk

HASIL LABORATORIUM Tanggal 18 Januari 2013 Parameter URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 4-6 / 0-1 / + 0-4 / 0-1 /+ neg / lpk NEG / NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg Hasil Normal

Tanggal 25 Januari 2013 Parameter DARAH LENGKAP Hemoglobin n(met hb) Lekosit ( flow impedance) LED (westwergen mod) Trombosit impedance) PCV ( flow impedance) LEMAK Kolesterol ( CHOD-PAP) 216 < 200 mg/dl
16

Hasil

Normal 12 17 mg/dl 3 4 10 ribu/cmm 20 mm/ 1 jam 150 450 ribu 40 50 %

15,6 15.200 13 353.000 46,7

(flow

FAAL GINJAL Ureum (Bartelot) kreatinin ( Jafee) 23 0,78 15 45 mg/dl 0,7 1,4 mg/dl

FAAL HATI Total protein Albumin 6,92 4,50 6,3 8,9 g/dl 3,6 5,2 g/dl

URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 0-1 / 0-1 / + 0-4 / 0-1 / + / lpb neg / lpk NEG / NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg

Tanggal 8 Februari 2013 Parameter URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 2-3 / 0-1 / + GRANULAR 2-3, HYALIN 4-6 0-4 / 0-1 / + / lpb neg / lpk + 2 /NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg Hasil Normal

17

Tanggal 15 Februari 2013 Parameter URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 3-5 /1-2 / + CAOX (+) 0-4 / 0-1 /+ / lpb neg / lpk NEG / NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg Hasil Normal

Tanggal 22 Februari 2013 Parameter URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 2-3 / - / + FINELY 0-1 0-4 / 0-1 / + / lpb neg / lpk NEG/NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg Hasil Normal

Tanggal 8 Maret 2013 Parameter URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder 1-2 / - / + FINELY 1-3 0-4 / 0-1 / + / lpb neg / lpk + 2/NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg Hasil Normal

18

Kristal Lain-lain

Tanggal 11 Maret 2013 Parameter DARAH LENGKAP Hemoglobin n(met hb) Lekosit ( flow impedance) LED (westwergen mod) Trombosit impedance) PCV ( flow impedance) LEMAK Kolesterol ( CHOD-PAP) 291 < 200 mg/dl (flow 15,9 11.900 61 439.000 47,1 5 6 12 17 mg/dl 10 ribu/cmm 20 mm/ 1 jam 150 450 ribu 40 50 % Hasil Normal

FAAL GINJAL Ureum (Bartelot) kreatinin ( Jafee) 18 0,60 15 45 mg/dl 0,7 1,4 mg/dl

URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 2-3/ 1-2 / + 0-4 / 0-1 / + / lpb neg / lpk + 2 / NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg

19

Tanggal 25 Maret 2013 Parameter LEMAK Kolesterol ( CHOD-PAP) 133 < 200 mg/dl Hasil Normal

FAAL GINJAL Ureum (Bartelot) kreatinin ( Jafee) 18 0,89 15 45 mg/dl 0,7 1,4 mg/dl

URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 2-3/ 0-1 / + 0-4 / 0-1 / + / lpb neg / lpk NEG/ NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg

Tanggal 2 April 2013 Parameter URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 0-1 /0 -1 / + 0-4 / 0-1 / + / lpb neg / lpk NEG/NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg Hasil Normal

20

Tanggal 9 April 2013 Parameter URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 2-3 / 1-2 / + GRANULA 4-6 0-4 / 0-1 / + / lpb neg / lpk + 3 /NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg Hasil Normal

Tanggal 23 April 2013 Parameter URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 2-3 / 0-1 / + GRANULA 4-6 CAOX ++ 0-4 / 0-1 / + / lpb neg / lpk NEG /NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg Hasil Normal

Tanggal 7 Mei 2013 Parameter URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen NEG /NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg Hasil Normal

21

Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain

1-2 / 0-1 / + -

0-4 / 0-1 / + / lpb neg / lpk

Tanggal 14 Mei 2013 Parameter DARAH LENGKAP Hemoglobin n(met hb) Lekosit ( flow impedance) LED (westwergen mod) Trombosit impedance) PCV ( flow impedance) URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 3-4 / 0-1 / + 0-4 / 0-1 / + / lpb neg / lpk NEG /NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg (flow 15,7 10.000 11 384.000 46,1 7 8 12 17 mg/dl 10 ribu/cmm 20 mm/ 1 jam 150 450 ribu 40 50 % Hasil Normal

Tanggal 16 Mei 2013 Parameter LEMAK Kolesterol ( CHOD-PAP) 187 < 200 mg/dl Hasil Normal

FAAL GINJAL Ureum (Bartelot) kreatinin ( Jafee) 16 0,79 15 45 mg/dl 0,7 1,4 mg/dl
22

FAAL HATI Total protein Albumin 6,3 4,25 6,3 8,9 g/dl 3,6 5,2 g/dl

URINE LENGKAP Protein / Reduksi Bilirubin / Urobilin Sedimen Lekosit / Eritrosit / Epitel Silinder Kristal Lain-lain 0-1/ 0-1 / + 0-4 / 0-1 / + / lpb neg / lpk NEG / NEG NEG / NEG neg / neg neg / neg

HASIL FOLLOW UP SELAMA DIRUANGAN Tanggal 15-3-2013 Subjective Objective Assesment sindrom Nefrotik Relaps Planning Prednison 20 mg 1 X 4 tab ( senen Kepala/leher : a/i/c/d : -/-/-/oedema pada pipi dan Thoraks : S1,S2 tunggal, wh (-), rh(-) Abdomen : bu (+) N, NT(-), met (-) Extremitas : hangat (+/+), odema (-/-) rabu- jumat)

Bengkak pada Nadi : 88 x/ menit kedua sejak bulan lalu pipi RR : 20 x/ menit 3 Suhu : 36,7C

yang Pmx fisik -

Nafsu makan normal

Anak aktif BAK

BAB lancar

23

16-3-2013

Bengkak masih

Nadi : 92 x/ menit pada RR : 22 x? Menit

Cek Lab Tx tetap

kedua pipi Keluhan (-) BAK & BAB lancar

Suhu : 36,4C Pmx fisik Kepala/leher : a/i/c/d : -/-/-/oedema pada pipi Thoraks : S1,S2 tunggal, wh (-), rh(-) Abdomen : bu (+) N, NT(-), met (-) Extremitas : hangat (+/+), odema (-/-)

24

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

1. Mahardika

Aldi,

2008.

Penyakit

Sindrom

Nefrotik.

Diakses

dari

http://aldimahardika.blogspot.com/2008/03/penyakit-sindrom-nefrotik.html. 2. Sjaifullah Muhammad, Soemiarso Niniek. Lensa.Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF ilmu kesehatan anak, Edisi III, Penerbit Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. Surabaya, 2008 3. Pujiastuti, Partini, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jilid 1, Penerbit Ikatan Dokter Anaka Indonesia. Jakarta. 2010 4. Atlas, Husein dkk. 2005. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. h 1-18 5. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik ; Phatogenesis dan Penatalaksanaan Cermin Dunia Kedokteran No. 150. Jakarta, h 50-54 6. Kliegman, Behrman,Jenson, Stanton. 2007. Nelson Text book of pediatric 18th ed. Saunders. Philedelhia. 7. www. Scribd.com 8. Herawati Sudiono, Iskandar Ign, Halim S.L Santoso Regie, Sinsanta, Penyakit /kelainan ginjal/.In : Winarto Emilia F. Patologi klinik urinalisis Edisi ke 2. Jakarta : Bagian patologi klinik fakultas kedokteran UKRIDA ; 2008. Hal 74 9. Ghanie Ali. Gagal jantung kronik, In : Zsudoyo Aru W. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke 4. Jakarta: Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas kedokteran Unversitas Indonesia ; 2006. Hal 1511

25

26

Anda mungkin juga menyukai