Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Sampai saat ini BBLR masih
merupakan masalah di seluruh dunia, karena merupakan penyebab kesakitan dan
kematian pada masa neonatal. Perkiraan WHO, pada tahun 1995 hampir semua
(98%) dari 5 juta kematian neonatal terjadi di negara berkembang atau
berpenghasilan rendah. Lebih dari dua per tiga kematian tersebut terjadi pada
periode neonatal dini dan penyebab terbanyak kematian ini adalah BBLR yaitu
berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Angka kejadian di Indonesia sangat
bervariasi antara satu daerah dan daerah yang lain, yaitu berkisar antara 9-30%.
Angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2000 masih tinggi yaitu sebesar 48
per seribu kelahiran hidup.
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah prematur baby dengan low
birth weight baby. Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat badan
kurang dari 2500 gram pada waktu lahir merupakan bayi prematur. Keadaan ini
disebabkan oleh keadaan yaitu: masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan
berat yang sesuai dan bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut
masa kehamilannya, atau keduanya.
Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan, maka
makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. BBLR dapat disebabkan oleh kelahiran
prematur maupun akibat tingkat kesehatan dan gizi ibu kurang pada saat hamil.
Bayi dengan BBLR memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami berbagai
komplikasi. Salah satu komplikasi yang sering terjadi pada bayi BBLR adalah
syndrome distress respiratory atau distress pernapasan.
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane
disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi
gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus
diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004 didalam
Leifer 2007).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran
surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran
lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli
kolaps pada akhir ekspirasi. (Bobak, 2005).
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) ,
pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting
(merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti:
hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia,
dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2005).
Prevalensi BBLR masih cukup tinggi terutama di negara-negara dengan
sosioekonomi rendah seperti di Indonesia. Secara statistik menunjukkan 90%
kejadian BBLR di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi
dibanding dengan bayi dengan berat lahir > 2500 gram.

B. TUJUAN ANALISA JURNAL


Adapun tujuan penulis menganalisa jurnal ini adalah untuk mengetahui
hubungan berat badan lahir rendah dengan kejadian sindrom distress respirasi pada
bayi. Mengetahui jumlah populasi dan sample yang digunakan dalam penelitian ini,
mengetahui desain penelitian, analisa data, hasil penelitian serta kekuatan dan
kelemahan penelitian ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. BBLR
1. Definisi BBLR
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam 1 (satu) jam setelah lahir15 atau paling lambat sampai bayi berusia satu
hari. Jika penimbangan tidak memungkinkan, BBLR dapat dideteksi dengan
mengukur lingkar lengan atas Selain itu pengukuran juga dapat dilakukan pada
lingkar dada. Dahulu BBLR dianggap sebagai bayi prematur, padahal
sebenarnya dapat terjadi pada bayi prematur (kurang bulan), aterm (cukup
bulan) atau postmatur (lebih bulan) tergantung masa kehamilan atau masa
gestasinya. Keadaan ini dapat disebabkan oleh masa kehamilan yang kurang
dari 37 minggu dengan berat yang sesuai (masa kehamilan dihitung mulai dari
hari pertama haid terakhir dari haid yang teratur); bayi small for gestational age
(SGA): bayi yang beratnya kurang dari semestinya menurut kehamilannya
Kecil untuk masa kehamilan=KMK); dan kombinasi dari kedua-duanya.6,7,8
2. Epidemiologi BBLR
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-
negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan
90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya
35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500
gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas
dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka
panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia
sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara
9%-30%, hasil studi di 7 daerah multisenter diperoleh angka BBLR dengan
rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka
BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan
pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni
maksimal 7%.14
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) 2002-2003, sekitar 57%
kematian bayi terjadi pada bayi umur dibawah 1 bulan dan utamanya
disebabkan oleh gangguan perinatal dan bayi berat lahir rendah. Menurut
perkiraan, setiap tahunnya sekitar 400.000 bayi lahir dengan berat rendah.
3. Klasifikasi BBLR
Berdasarkan berat badannya BBLR dapat dibagi menjadi tiga kelas yaitu
Low Birth Weight (LBW) yaitu BBLR dengan berat antara 1.500-2499 gram,
Very Low Birth Weight (VLBW) yaitu BBLR dengan berat antara 500-1499
gram, dan Extreme Low Birth Weight (ELBW) yaitu BBLR dengan berat <500
gram.
BBLR dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1) Prematuritas Murni
Prematuritas murni adalah bayi lahir dengan umur kehamilan kurang
dari 37 minggu dan mempunyai berat baan untuk masa kehamilan atau
disebut Neonatus Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan (NKBSMK).
Karakteristik bayi prematur adalah berat lahir sama dengan atau kurang dari
2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkar dada
kurang dari 30 cm, Lingkar kepala kurang dai 33 cm, umur kehamilan
kurang dari 37 minggu. Lebih dari 60% BBLR terjadi akibat bayi lahir
prematur. Semakin awal bayi lahir, semakin belum sempurna
perkembangan organ-organnya, semakin rendah berat badannya saat lahir
dan semakin tinggi resikonya untuk mengalami berbagai komplikasi
berbahaya.
2) Dismaturitas.
Dismaturitas adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari
seharusnya untuk masa gestasi itu. Dismatur dapat terjadi dalam preterm,
term, atau post term. Dismatur ini dapat pula Neonatus Kurang Bulan Kecil
untuk Masa Kehamilan (NKB-KMK), Neonatus cukup bulan Kecil Masa
Kehamilan (NCB-KMK), dan Neonatus Lebih Bulan Kecil Masa kehamilan
(NLB-KMK). Setiap bayi yang berat lahirnya sama dengan atau lebih
rendah dari 10 th persentil untuk masa kehamilan pada denver intra uterin
growth curves, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin
dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (KMK).
Bayi prematur (SMK)
Berdasarkan atas timbulnya berbagai macam-macam problematika pada
derajat prematuritas maka Usher (1975) menggolongkan bayi tersebut dalam 3
kelompok:
1) Bayi yang sangat prematur (prematur ekstrim): 24-30 minggu. Bayi dengan
masa gestasi ini masih sangat sukar hidup terutama di negara yang belum
atau sedang berkembang.
2) Bayi dengan derajat prematur sedang (moderat prematur) : 31-36 minggu.
Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari golongan
pertama dan gejala sisa yang dihadapinya dikemudian hari juga lebih
ringan, asal saja pengelolaan betul-betul intensif.
3) Borderline premature : 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat-sifat
prematur dan matur. Biasanya beratnya seperti berat bayi matur dan
dikelola seperti bayi matur, akan tetapi sering timbul problematika seperti
yang dialami bayi prematur, misalnya sindrom gangguan pernapasan,
hiperbilirubinemia, daya isap yang lemah, dan sebagainya, sehinga bayi
perlu diawasi dengan seksama.

Kecil Masa kehamilan (KMK)


Ada 2 bentuk menurut Renfield, (1975) yaitu:
1) Proportionate IUGR : Janin yang menderita distress yang lama dimana
gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan
sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang, lingkaran kepala dalam proporsi
yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih dibawah masa gestasi
yang sebenarnya. Bayi tidak menunjukkan adanya wasted oleh karena
retardasi pada janin ini terjadi sebelum terbentuknya adiposa tissue.
2) Dispropornionate IUGR : Terjadi akibat distress sub akut. Gangguan terjadi
beberapa minggu sampai bebeapa hari sebelum janin lahir. Pada keaadaan
ini lingkar kepala dan panjang janin normal akan tetapi berat tidak sesuai
dengan masa gestasi. Bayi tampak wasted dengan tanda-tanda sedikitnya
jaringan lemak dibawah kulit. Kulit tanpak keriput dan mudah diangkat,
bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.

4. Patofisiologi dan Etiologi BBLR


Patofisiologi terjadinya BBLR bergantung terhadap faktor-faktor yang
berkaitan dengan prematuritas dan IUGR. Sangat susah untuk memisahkan
secara tegas antara faktor-faktor yang berkaitan dengan prematur dan faktor-
faktor yang berkaitan dengan IUGR dan menyebabkan terjadinya BBLR6.
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor
ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti
penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan
penyebab terjadinya BBLR.
Tabel Etiologi terjadinya kelahiran prematur.

Fetal
Fetal distress
Kehamilan kembar
Erythroblastosis
Hydrops nonimun
Cacat bawaan
Plasenta
Disfungsi plasenta
Plasenta previa
Abruptio placenta
Uterus
Uterus bikornu
Inkompetensi serviks (dilatasi prematur)
Maternal
Riwayat kelahiran prematur sebelumnya
Perdarahan antepartum
Malnutrisi
Preeklampsia
Penyakit medis kronis (contoh: penyakit jantung sianosis,
hipertensi, penyakit ginjal)
Infeksi (contoh: Listeria monocytogenes, Streptococcus grup
B, infeksi traktus urinarius, vaginosis bakterial,
chorioamnionitis)
Penyalahgunaan obat (contoh: kokain)
Sosial ( contoh : umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, sosial
ekonomi rendah dll)
Kebiasaan (contoh : pekerjaan yang melelahkan, merokok, dll)
Lainnya
Ruptur membran plasenta prematur
Polihidramnion
Iatrogenik
Trauma

Kelahiran prematur dari BBLR yang sesuai masa kehamilan dihubungkan


dengan kondisi medis yang berhubungan dengan ketidakmampuan uterus untuk
mempertahankan janin, tindakan-tindakan selama masa kehamilan, pecah
ketuban prematur atau solusio plasenta prematur, atau rangsangan-rangsangan
yang tidak dapat dijelaskan yang dapat menimbulkan konstraksi uterus sebelum
waktunya.
Infeksi bakterial (Listeria monocytogenes, Streptococcus grup B,
Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Trichomanas vaginalis,
Gardnerella vaginalis, Bacteroides spp.) baik yang menimbulkan gejala klinis
atau asimtomatik pada cairan amnion dan membrannya (chorioamnionitis)
dapat menyebabkan kelahiran prematur. Produk bakteri dapat menstimulasi
produksi dari mediator inflamasi lokal (interleukin 6, prostaglandin) yang dapat
menginduksi konstraksi uterus prematur atau respon inflamasi lokal yang dapat
menyebabkan ruptur membran fokal.
Terjadinya IUGR berkaitan dengan kondisi medis yang mengganggu
sirkulasi dan efisiensi dari plasenta, dengan perkembangan dan pertumbuhan
dari fetus, atau dengan kondisi kesehatan umum dan nutrisi dari ibu.

Tabel Etiologi BBLR yang berkaitan dengan IUGR


Fetal
Kelainan kromosom (contoh: Autosomal trisomies)
Infeksi fetus kronis (contoh: Cytomegallovirus, herpes, Rubella
kongenital, syphilis)
Anomali kongenital
Radiasi
Kehamilan kembar
Hipoplasia pankreas
Defisiensi insulin
Defisiensi insulin like growth factors
Plasenta dan Uterus
Penurunan berat dan selularitas dari plasenta
Penurunan dari area permukaan
Villous placentitis (bakteri, virus, parasit)
Infark plasenta
Tumor (chorioangioma, molahidatidosa, hemangioma)
Insersi tali pusat yang tidak normal
Uterus bikornus
Sebagian plasenta lepas
Transfusi dari kembar yang satu dengan kembar yang lain
Maternal
Toksemia
Hipertensi, penyakit ginjal, atau keduanya, diabetes mellitus.
Hipoksemia (tempat tinggal di daerah pegunungan, kardiak sianosis
atau penyakit pulmoner)
Malnutrisi atau penyakit kronis
Sickle cell anemia
Obat-obatan (narkotik, alkohol, rokok, kokain, antimetabolik)
Penyebab Lain
Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Tidak Diketahui

5. Gambaran Klinis BBLR


Gambaran klinik dari bayi BBLR tergantung dari tuanya umur kehamilan.
Makin muda umur kehamilan makin jelas tanda-tanda imaturitas. Karakteristik
untuk bayi BBLR adalah berat lahir sama atau kurang dari 2500 gam, panjang
badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm,
lingkaran kepala kurang dari 33 cm.
Kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis, transparan, lanugonya
banyak, lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltik usus. Tangisnya
lemah dan jarang, pernafasan tidak teratur dan sering terjadi apnea. Bila hal ini
sering terjadi dan tiap serangan lebih dari 20 detik maka kemungkinan
timbulnya kerusakan otak yang permanen lebih besar. Otot-otot masih
hipotonik, sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua paha selalu abduksi,
sendi lutut dan pergelangan kaki dalam fleksi atau lurus dan kepala mengarah
ke satu sisi.
Reflek tonik-leher dan refleks Moro positif. Gerakan otot jarang akan tetapi
lebih baik dari bayi cukup bulan. Daya isap lemah terutama dalam hari-hari
pertama. Bayi yang lapar akan menangis, gelisah dan menggerak-gerakkan
tangannya. Bila tanda-tanda lapar itu tidak muncul dalam 96 jam, maka harus
curiga akan terjadinya perdarahan intraventrikuler atau infeksi. Edema biasanya
sudah terlihat segera sesudah lahir dan makin bertambah jelas dalam 24-28 jam
berikutnya. Kulit mengkilat, licin, pitting edema dan edema ini dapat berpindah
dengan perubahan posisi. Edema yang hebat merupakan tanda bahaya bagi bayi
tersebut. Edema ini sering berhubungan dengan perdarahan antepartum,
toksemia gravidarum, dan diabetes mellitus. Frekuensi nadi berkisar antara 100-
140 kali permenit. Pada hari pertama frekuensi pernafasan 40-50 kali permenit.
Pada hari-hari berikutnya 35-45 permenit.
B. Respiratory Distress Syndrome
1. Definisi
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi
premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis
pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan
besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting
darah melalui PDA (Stark 1986).
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila
didapatkan sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat
(tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya
pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada
foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema
paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic
respiratory distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis,
dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit
pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara
diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease (HMD)
sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS (Bobak, 2005).
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan
oleh ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk
menghasilkan surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005).
2. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena
kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak
kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula
kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi
surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes,
seksual sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur.
Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan
berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum
berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi
lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom
ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga
tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru
yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit membran hialin (PMH),
3. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan
10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan
menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru
nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab
itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga
udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding
alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type
II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya
defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau
volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga
menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam
setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang
immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD).
4. Pencegahan RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah
komplikasi pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran
prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan
indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan
dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:

ü Mencegah kelahiran < bulan (premature).


ü Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi
medis.
ü Management yang tepat.
ü Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
ü Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
ü Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
ü Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus
Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (untuk
asma: 5 mg/ml)
Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml
dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 – 50 μg/menit dgn
monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan
diturunkan atau obat dihentikan
ü Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5
mg setiap 12 jam untuk 4 x pemberian)
ü Cek kematangan paru (lewat cairan amniotic pengukuran rasio
lesitin/spingomielin : > 2 dinyatakan mature lung function)

5. Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia
kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan
kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam
alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul
iaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai
dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi
dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama
setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium
RDS yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit
bronchogram udara, kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua
lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan
meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi
paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru
terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga
jantung tak dapat dilihat.

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :

0 1 2
Frekuensi < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
Nafas
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2 Sianosis menetap
walaupun diberi
O2
Air Entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan Dapat didengar
stetoskop tanpa alat bantu

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe


Skor < 4 gangguan pernafasan ringan
Skor 4 – 5 gangguan pernafasan sedang
Skor > 6 gangguan pernafasan ringan (pemeriksaan gas darah
harus dilakukan)

6. Penunjang / Diagnostik

Laboratory Evaluation for Respiratory Distress in the Newborn

Test Indication
Blood culture May indicate bacteremia Not helpful initially because results may
take 48 hours
Blood gas Used to assess degree of hypoxemia if arterial sampling, or
acid/base status if capillary sampling (capillary sample usually
used unless high oxygen requirement)
Blood glucose Hypoglycemia can cause or aggravate tachypnea
Chest radiography Used to differentiate various types of respiratory distress
Complete blood Leukocytosis or bandemia indicates stress or infection
count with
differential
Neutropenia correlates with bacterial infection
Low hemoglobin level shows anemia
High hemoglobin level occurs in polycythemia
Low platelet level occurs in sepsis
Lumbar puncture If meningitis is suspected
Pulse oximetry Used to detect hypoxia and need for oxygen supplementation

7. Penatalaksanaan

Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

8. Komplikasi Penyakit

Komplikasi jangka pendek dapat terjadi : 1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai


terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala
klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. 2. Jangkitan
penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit
dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan
jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. 3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia
periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang
tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak
dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : 1. Bronchopulmonary
Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume
dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi. 2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan
adanya infeksi.
BAB II

ANALISA JURNAL

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN SINDROM

DISTRESS RESPIRASI PADA BAYI

DI RSUD. PROF. MARGONO SOEKARJO

A. Judul Penelitian
Hubungan berat badan lahir rendah dengan kejadian syndrome distress
respirasi pada bayi di RSUD PROF MARGONO SOEKARJO. Judul Penelitian tidak
lengkap belum memenuhi 5 W 1 H (what, when, who, where, why, how) yakni waktu
atau tahun penelitian. Sifat/jenis penelitian sudah jelas yakni studi korelasi. Masalah
Penelitian adalah peneliti ingin mengetahui hubungan berat badan lahir rendah
dengan kejadian syndrome distress respirasi pada bayi.
B. Nama Peneliti
Nurhanifah Tamad, Supriyanto, dan Tutik Ida Rosanti
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD PROF MARGONO SOEKARJO dari
tanggal 1 Agustus 2008 sampai 25 Januari 2010.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam jurnal ini adalah untuk mengetahui hubungan berat
badan lahir rendah dengan kejadian syndrome distress respirasi pada bayi di RSUD
PROF MARGONO SOEKARJO.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dalam jurnal ini belum disertakan sinopsis teori hanya
menyampaikan sumber literatur. Adapun tinjauan pustaka dalam jurnal ini adalah
bayi BBLR dan syndrome distress pernapasan.
F. Kerangka Konsep dan Hipotesa
Dalam jurnal tidak dijelaskan kerangka konsep dan Hipotesa dari penelitian
yang dilakukan. Adapan hipotesa dalam jurnal ini adalah ada hubungan antara berat
badan lahir rendah dengan kejadian sindrome distress respirasi pada bayi di RSUD
PROF MARGONO SOEKARJO.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional.
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis deskriptif untuk
mengetahui frekuensi berat badan lahir rendah yang didiagnosis sindrom distress
respirasi, asfiksia neonatorum, ensefalopati hipoksik iskemik, sepsis neonatorum dan
pneumonia aspirasi. Data berat badan lahir dan sindrom distress respirasi didapatkan
dari data rekam medik.
H. Populasi dan Sample
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi BBLR yang ada di RSUD
PROF MARGONO SOEKARJO. Teknik pengambilan sample yang digunakan
adalah total sampling. Dengan menggunakan kriteria inklusi berupa bayi dengan
berat badan lahir 1.000 gram - 2.500 gram, preterm dan aterm, berusia 0-3 hari,
dengan skor APGAR menit kelima lebih dari 6, dan tidak mengalami ensefalopati
hepatik. Sedangkan untuk kriteria eksklusinya tidak dijelaskan. Jumlah responden
adalah 744 responden.
Teknik pengambilan sample yang digunakan kurang tepat, seharusnya
peneliti tidak menggunakan total sampling dalam pengambilan sample tetapi
menggunakan purposive sampling dengan kriteria yang sudah ditentukan.
I. Insrument dan Prosedur Pengumpulan Data
Data berat badan lahir dan sindrom distress respirasi didapatkan dari data
rekam medik.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pengujian
hipotesis dilakukan dengan analisis bivariat yaitu uji chi square dengan tingkat
kepercayaan minimal 95%.
J. Hasil Penelitian
Dari jurnal telah dijelaskan hasil penelitian yaitu:
1. Hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,67 (p > 0,05) yang berarti tidak
terdapat hubungan antara BBLR preterm dengan kejadian sindrom distress
respirasi pada bayi.
2. Pembahasan dalam jurnal juga dilengkapi dengan penelitian lain sebagai penguat
dalam kesimpulan dari penelitian tersebut.
K. Implikasi di Lapangan
Dengan diketahuinya bahwa tidak ada hubungan antara berat badan lahir rendah
dengan kejadian sindrome distress respirasi pada bayi di RSUD PROF. MARGONO
SOEKARJO, maka dapat menambah pengetahuan kita sebagai tenaga kesehatan
bahwa syndrome distress respirasi tidak mutlak disebabkan karena bayi lahir dengan
berat badan rendah, tetapi masih banyak faktor resiko lain yang dapat menyebabkan
syndrome distress respirasi ini terjadi.
L. Kesimpulan Penelitian
Adapun kesimpulan dalam jurnal ini adalah
Tidak terdapat hubungan antara berat badan lahir rendah dengan kejadian sindrom
distress respirasi pada bayi di RSUD. Prof. Margono Soekarjo, dan tidak terdapat
hubungan antara penurunan berat badan lahir dengan peningkatan kejadian
sindrom distress respirasi pada bayi di RSUD. Prof. Margono Soekarjo.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari analisa jurnal yang telah dilakukan didapatkan hasil yaitu tidak ada
hubungan antara berat badan lahir rendah dengan kejadian sindrome distress respirasi
pada bayi di RSUD. Prof. Margono Soekarjo.

B. Saran
Dengan memperhatikan hasil penelitian dengan segala keterbatasan yang peneliti
miliki perlu kiranya ada saran yang dapat disampaikan yakni:
1. Bagi ilmu keperawatan
Tenaga keperawatan diharapkan meningkatkan pengetahuan tentang ilmu-ilmu
baru yang terkait dengan perinatologi untuk dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang lebih berkompeten. Selain itu juga diperlukan penelitian lebih
lanjut terkait dengan kekurangan yang ada pada penelitian sebelumnya agar bisa
disempurnakan untuk mendapatkan penelitian yg lebih akurat
2. Bagi RSUD SARAS HUSADA PURWEREJO
Diharapkan dengan adanya adanya penelitian ini RSUD Saras Husada Purwerejo
dapat meningkatkan pengetahuan stafnya terkait kasus bayi BBLR dan distress
respirasi sehingga diharapkan mampu memberikan pelayanan yang lebih kondusif.

Anda mungkin juga menyukai