Anda di halaman 1dari 7

http://klinikbayi.

com/2013/12/18/asfiksia-bayi-tidak-menangis-saat-lahir-dan-penanganannya/
Asfiksia, Bayi Tidak Menangis Saat Lahir dan Penanganannya
Posted on Desember 18, 2013by The Children Indonesia
Asfiksia, Bayi Tidak Menangis Saat Lahir dan Penanganannya

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur  pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam
darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi
dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur
setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan
dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-
akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.

Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia
jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada
kejadian asfiksia.

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim
ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O 2 selama kehamilan atau
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh
dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu
disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan
bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan
penurunan Tekanan Darah.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada
tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi
akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen
tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang.

Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa
keadaan diantaranya : Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung. Pengisian udara
alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru
sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.

Penyebab
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir,
diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:

 Faktor ibu:  Preeklampsia dan eklampsia. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio
plasenta), Partus lama atau partus macet, Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC, HIV) atau Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
 Faktor Tali Pusat: Lilitan tali pusat, Tali pusat pendek, Simpul tali pusat atau Prolapsus tali
pusat
 Faktor Bayi: Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), Persalinan dengan tindakan
(sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep), Kelainan bawaan
(kongenital), Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan
asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu
dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor
risiko menjadi sulit dikenali atau sepengetahuan penolong tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi.
Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan
persalinan.

Manifestasi Klinis
 Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap
 Denyut jantung kurang dari 100 x/menit
 Tonus otot menurun,
 Warna kulit kebiruan kulit sianosis, pucat,
 Kejang
 Penurunan kesadaran tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
Diagnosis
 Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.
 Pemeriksaan fisik :
 Nilai Apgar
Skor Apgar atau nilai Apgar (Apgar score) adalah sebuah metode yang diperkenalkan pertama kali
pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode sederhana untuk secara cepat
menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelahkelahiran.Apgar yang berprofesi sebagai ahli
anestesiologi mengembangkan metode skor ini untuk mengetahui dengan pasti bagaimana pengaruh
anestesi obstetrik terhadap bayi.
Skor Apgar dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir menggunakan lima kriteria
sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan dua. Kelima nilai kriteria tersebut kemudian dijumlahkan
untuk menghasilkan angka nol hingga 10. Kata “Apgar” belakangan dibuatkan jembatan keledai
sebagai singkatan dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration (warna kulit, denyut
jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan), untuk mempermudah menghafal.
Kriteria Penilaian Skor Apgar:

Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

warna kulit tubuh normal


merah muda, tetapi tangan warna kulit tubuh, tangan,
seluruhnya dan kaki kebiruan dan kaki normal merah
Warna kulit biru (akrosianosis) muda, tidak ada sianosis A

Denyut
jantung tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit P

tidak ada
respons
Respons terhadap meringis/menangis lemah meringis/bersin/batuk saat
refleks stimulasi ketika distimulasi stimulasi saluran napas G

lemah/tidak
Tonus otot ada sedikit gerakan bergerak aktif A

menangis kuat, pernapasan


Pernapasan tidak ada lemah atau tidak teratur baik dan teratur R

Interpretasi skor
Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan dapat diulangi
jika skor masih rendah.

Jumlah
skor Interpretasi Catatan

7-10 Bayi normal

Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang


menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk membantu
4-6 Agak rendah bernapas.

0-3 Sangat Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif


rendah

Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir ini
membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu mengindikasikan akan terjadi masalah
jangka panjang, khususnya jika terdapat peningkatan skor pada tes menit kelima. Jika skor Apgar
tetap dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut
dapat mengalami kerusakan syaraf jangka panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan
kerusakan otak. Namun demikian, tujuan tes Apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah
bayi yang baru lahir tersebut membutuhkan penanganan medis segera; dan tidak didisain untuk
memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut.

Sekitar sepuluh tahun setelah diperkenalkan oleh Dr. Virgina Apgar, akronim APGAR dibuat di
Amerika Serikat sebagai alat bantu menghafal: Appearance, Pulse, Grimace, Activity, dan Respiration
(warna kulit, denyut jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan). Alat bantu hafal
ini diperkenalkan pada tahun 1963 oleh dokter anak Dr. Joseph Butterfield. Akronim yang sama juga
digunakan di Jerman, Spanyol, dan Perancis. Kata Apgar juga dibuatkan kepanjangan American
Pediatric Gross Assessment Record.

Tes ini juga telah direformulasikan dengan singkatan yang berbeda How Ready Is ThisChild, dengan
kriteria yang pada dasarnya sama: Heart rate, Respirotary effort,Irritability, Tone, dan Color (denyut
nadi, pernapasan, reaksi refleks, sikap, dan warna).
Nilai Apgar
 Nilai 0-3   : Asfiksia berat
 Nilai 4-6   : Asfiksia sedang
 Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit  masih
kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.Nilai Apgar berguna untuk
menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai
resusitasikarena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit
seperti penilaian skor Apgar)

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit  masih
kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk
menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai
resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit
seperti penilaian skor Apgar)

 Pemeriksaan penunjang : Foto polos dada, USG kepala, Laboratorium : darah rutin, analisa gas
darah, serum elektrolit
Penyulit Meliputi berbagai organ yaitu :
 Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
 Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru.
 Gastrointestinal : enterokolitis  nekrotikans.
 Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH. Hematologi : DIC
Penatalaksanaan
 Resusitasi Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar . Baca juga : “Penanganan Terkini
Resusitasi Bayi Baru Lahir”.  Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka:  Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-
3 cm. – Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea. – Bila perlu masukkan pipa endo trachel
(pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan : Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan – Memakai VTP
bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan
infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi :Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara –
Kompresi dada.
Langkah-Langkah Resusitasi
 Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi
untuk mengurangi evaporasi.
 Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
 Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
 Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian
lanjutkan ke hidung.
 Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap
punggung bayi.
 Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil
kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan
observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan
positif.
 Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
 Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker,
masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag
beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
 Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Bila: 100
hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung
teruskan pemberian PPV. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV,
disertai kompresi jantung. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung. Kompresi
jantung
 Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung :
Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi. Jari
tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.
 Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada. Denyut jantung
80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit
dan bayi dapat nafas spontan. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat
epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
 Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat. Jika denyut jantung
< 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
 Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan
tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit.
(Wiknjosastro, 2007)
Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang
perlu dilakukan adalah : 1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi
dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat
diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum. 2. Mempersiapkan alat dan
tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain : – Alat pemanas siap
pakai – Oksigen – Alat pengisap – Alat sungkup dan balon resusitasi – Alat intubasi – Obat-obatan

Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :


 Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim
yang hadir pada setiap persalinan.
 Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan,
tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
 Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang
terkoordinasi.
 Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan
khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
 Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.
Terapi medikamentosa :
 Epinefrin : Indikasi : Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan pemijatan dada. Asistolik. Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 :
10.000   (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila
perlu.
 Volume ekspander : Indikasi : Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami
hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya
perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada
resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Jenis cairan : Larutan kristaloid yang isotonis
(NaCl 0,9%, Ringer Laktat). Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah
banyak. Dosis : Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai 
menunjukkan respon klinis.
 Bikarbonat : Indikasi : Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi.
Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis
metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis :  1-2 mEq/kg BB  atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%). Cara : Diencerkan
dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan
minimal 2 menit. Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
 Nalokson : Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi
pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil. Indikasi : Depresi
pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika
sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi. Dosis :   0,1 mg/kg BB
(0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Cara :  Intravena,  endotrakeal atau bila perpusi baik  diberikan i.m
atau s.c
 Suportif: Jaga kehangatan. Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka. Koreksi gangguan
metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

Anda mungkin juga menyukai