Anda di halaman 1dari 17

1.

APGAR SKOR

a. Pengertian Apgar Skor

Apgar skor adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk menilai keadaan umum bayi
sesaat setelah kelahiran (Prawirohardjo : 2002). Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi
menderita asfiksia atau tidak. Yang dinilai adalah frekuensi jantung (Heart rate), usaha nafas
(respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan reaksi terhadap rangsang
(respon to stimuli) yaitu dengan memasukkam kateter ke lubang hidung setelah jalan nafas
dibersihkan (Prawirohardjo : 2002). Setiap penilaian diberi angka 0,1,2. Dari hasil penilaian
tersebut dapat diketahui apakah bayi normal (vigorous baby = nilai apgar 7-10), asfiksia ringan
(nilai apgar 4-6), asfiksia berat (nilai apgar 0-3) (Prawirohardjo : 2002).

b. Kriteria Apgar Skor Tabel

2.1 Kriteria Apgar Skor

Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim


Warna Kulit Seluruh badan warna kulit warna kulit Appearance
biru atau pucat tubuh normal tubuh, tangan,
merah muda, dan kaki normal
tetapi tangan dan merah muda,
kaki kebiruan tidak ada
sianosis
Denyut Jantung tidak ada <100 kali atau >100 kali atau Pulse
menit menit
Respon Reflek tidak ada respons meringis atau meringis atau Grimace
terhadap menangis lemah bersin atau batuk
stimulasi ketika saat stimulasi
distimulasi saluran napas
Tonus Otot lemah atau tidak sedikit gerakan bergerak aktif Activity
ada
Pernafasan tidak ada lemah atau tidak menangis kuat, Respiration
teratur pernapasan baik
dan teratur
Sumber : Prawirohardjo : 2002

c. Interpretasi Skor Tabel

2.2. Interpretasi Skor

Jumlah Skor Interpretasi Catatan


7-10 Normal
4-6 Asfiksia Ringan Memerlukan tindakan medis
segera seperti penyedotan
lendir yang menyumbat jalan
napas, atau pemberian oksigen
untuk membantu bernapas
0-3 Asfiksia Berat Memerlukan tindakan medis
yang lebih intensif
Sumber : Prawirohardjo : 2002

Kriteria Penilaian Apgar:


Kriteria Skor

Appearance => Penampakan / warna kulit

 Jika kulit bayi berwarna biru pucat


0
 Jika kulit bayi berawarna pink dan lengan/tungkainya berwarna biru
1
 Jika seluruh kulit bayi berwarna pink 2

Pulse => Denyut jantung / frekuensi

 Jika tidak terdengar denyut jantung : 0


 Jika jantung berdenyut kurang dari 100 kali/menit 1

 Jika jantung berdenyut lebih dari 100 kali/menit 2

Grimace => Refleks

 Jika tidak timbul refleks


0
 Jika wajahnya menyeringai
1
 Jika bayi menyeringai dan terbatuk, bersin atau menangis keras 2

Activity => Keaktifan / tonus otot

 Jika otot lembek


0
 Jika lengan atau tungkainya terlipat
1
 Jika bayi bergerak aktif 2

Respiration => Pernafasan

 Jika tidak bernafas


0
 Jika pernafasan lambat atau tidak teratur
1
 Jika bayi menangis 2

Masing-masing kriteria diberi skor antara 0-2, akumulasi atau nilai total dari kelima kriteria yang
di sebutkan di atas itulah yang disebut nilai Apgar (Afgar score) yang meliputi:

Nilai Apgar 7-10 => Bayi Normal


=>Asfiksia ringan, bayi memerlukan bantuan untuk
Nilai apgar 4-6 menstabilkan dirinya di lingkungan yang baru.
Nilai Apgar 0-3 =>Asfiksia berat, bayi perlu segera mendapatkan resusitasi.

Penialian apgar harus segera di lakukan 1 menit begitu bayi lahir dan diulang tiap interval 5 menit
sampai di peroleh nilai apgar yang merujuk pada kondisi bayi normal. Jika setelah beberapa kali
penilaian, nilai apgar tetap rendah (antara 0-3) maka besar kemungkinan hal ini mengindikasi
resiko tinggi terjadinya kematian atau penyakit. Bayi yang lahir normal biasanya dapat di lihat dari
nilai apgar pada menit pertama dan lima menit kemudian. Penilaian apgar pertama menunjukan
toleransi bayi terhadap proses kelahirannya. Sedangkan penilaian apgar 5 menit menunjukan
toleransi bayi terhadap lingkungan.

Metode nilai apgar ini pertama kali di perkenalkan oleh seorang dokter anestesi Virginia Apgar
pada 1952. Awal mulanya metode ini di kembangkan untuk mengetahui pengaruh anestesi
obstetrik terhadap bayi. Entah bagaimana ceritanya sampai metode ini kemudian di gunakan untuk
mendeteksi kelainan pada bayi ketika baru di lahirkan. Yang jelas metode penilaian apgar ini
sangat penting dan merupakan prosedur yang wajib di lakukan pada suatu proses kelahiran.
Terutama untuk mencegah terjadinya asfiksia yg tidak terdeteksi yang merupakan penyebab
kematian tertinggi pada bayi yang baru lahir

Ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebab nilai APGAR yang rendah pada bayi baru
lahir, di antaranya adalah:
 Persalinan yang terlalu cepat. Hipoksia (kekurangan oksigen) dapat terjadi pada persalinan
yang terlalu cepat oleh karena kontraksi yang terlalu kuat atau trauma pada kepala bayi.
 Terjerat tali pusat. Umum dikenal dengan “nuchal cord”, di mana tali pusat (plasenta/ari-
ari) melilit pada leher janin (baik sekali waktu atau beberapa kali) dan mengganggu aliran
darah, maka hipoksia bisa terjadi karena lilitan ini.
 Prolaps tali pusat. Kondisi yang terjadi ketika tali pusat mendahului fetus keluar dari rahim.
Kondisi ini adalah kedarutan obstetri yang membahayakan kehidupan janin. Namun
prolaps tali pusat adalah kasus yang jarang. Ketika fetus juga akan ikut lahir, sering kali
menekan tali pusat dan menimbulkan hipoksia.
 Plasenta previa (placenta preavia). Merupakan kondisi kelainan obstretri di mana tali pusat
terhubung pada dinding rahim yang letaknya dekat atau menutup leher rahim. Hal ini
meningkatkan risiko perdarahan antepartum (vaginal), yang berujung juga pada hipoksia
bagi janin.
 Aspirasi mekonium. Jika mekonium di ada dalam paru-paru fetus, maka bisa terjadi per-
masalahan pernapasan. Hal ini dikenal juga sebagai “Sindrom Aspirasi Mekonium”.
Beberapa sebab lain bisa berupa obat-obatan yang dikonsumsi ibu sebelum persalinan, dan
bayi preterm (prematur).
Reflek reflek pada bayi setelah lahir,antara lain :
Refleks penting pada bayi baru lahir adalah refleks Moro, refleks mencucur dan refleks menghisap:
 Refleks Moro : bila bayi baru lahir dikejutkan, tangan dan kakinya akan terentang ke depan
tubuhnya seperti mencari pegangan, dengan jari-jari terbuka.
 Refleks Mencucur : bila salah satu sudut mulut bayi disentuh, bayi akan memalingkan
kepalanya ke sisi tersebut. Refleks ini membantu bayi baru lahir untuk menemukan putting.
 Refleks Menghisap : bila suatu benda diletakkan dalam mulut bayi, maka bayi akan segera
menghisapnya.

6 refleks yang wajib ada

Namun sebenarnya ada 6 refleks penting yang harus dmiliki setiap bayi yang baru lahir,yaitu :
1.Refleks melangkah
Bila tubuh bayi dipegang pada bagian bawah ketiaknya dalam posisi tegak (pastikan kepalanya
tertopang dengan baik!), lalu kakinya menyentuh bidang yang datar, secara otomatis si kecil
akan meluruskan tungkainya seolah-olah hendak berdiri. Begitu tubuhnya dimiringkan ke depan,
kakinya akan bergerak seakan-akan ingin melangkah.
2. Refleks mencari puting (rooting)
Begitu sudut bibir dan pipi bayi disentuh dengan tangan Anda, si kecil akan langsung
memiringkan kepalanya ke arah datangnya sentuhan dengan mulut yang membuka.
Catatan: Bila pipinya bersentuhan dengan payudara Anda, ia akan langsung memiringkan
kepalanya dan mengarahkan mulutnya untuk mendapat ASI.
3. Refleks menghisap
Bila bibirnya disentuh dengan ujung jari Anda, secara otomatis bayi akan membuka mulutnya
dan mulai menghisap.
Catatan: Ketika puting susu masuk ke dalam mulutnya, ia akan langsung menghisap ASI.
4. Refleks menggenggam (babinski)
Kalau jari Anda diletakkan di tengah telapak tangan atau di bawah jari kakinya, secara otomatis
ia akan menekuk dan mengerutkan jari-jarinya seolah-olah ingin menggenggam atau menjepit
dengan erat.
5. Refleks moro
Bila Anda memukul keras-keras atau menarik alas tidurnya serta mengangkat dan menurunkan
tubuhnya secara mendadak, maka kedua tangan serta kakinya akan merentang dan menutup lagi.
Bersamaan dengan itu, jemarinya pun menggenggam.
6. Refleks leher asimetrik tonik
Refleks ini memang agak sulit terlihat. Meski begitu, bisa Anda amati. Caranya? Baringkan si
kecil, lalu miringkan kepalanya ke kiri misalnya. Nah, tangan kiri bayi Anda akan segera
merentang lurus ke luar, sedangkan tangan kanannya akan menekuk ke arah kepalanya.
Catatan: Refleks ini paling jelas terlihat saat si kecil berusia 2 bulan, namun akan menghilang
saat usianya 5 bulan.

C. REFLEK – REFLEK FISIOLOGIS

1. Mata

a. Berkedip atau reflek corneal

Bayi berkedip pada pemunculan sinar terang yang tiba – tiba atau pada pandel atau obyek kearah
kornea, harus menetapkan sepanjang hidup, jika tidak ada maka menunjukkan adanya kerusakan
pada saraf cranial.

b. Pupil

Pupil kontriksi bila sinar terang diarahkan padanya, reflek ini harus sepanjang hidup.

c. Glabela

Ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara 2 alis mata) menyebabkan mata menutup dengan
rapat.

2. Mulut dan tenggorokan

a. Menghisap
Bayi harus memulai gerakan menghisap kuat pada area sirkumoral sebagai respon terhadap
rangsangan, reflek ini harus tetap ada selama masa bayi, bahkan tanpa rangsangan sekalipun,
seperti pada saat tidur.

b. Muntah

Stimulasi terhadap faring posterior oleh makanan, hisapan atau masuknya selang harus
menyebabkan bayi mengalami reflek muntah, reflek ini harus menetap sepanjang hidup.

c. Rooting

Menyentuh dan menekan dagu sepanjang sisi mulut akan menyebabkan bayi membalikkan kepala
kearah sisi tersebut dan mulai menghisap, harus hilang pada usia kira – kira 3 -4 bulan

d. Menguap

Respon spontan terhadap panurunan oksigen dengan maningkatkan jumlah udara inspirasi, harus
menetap sepanjang hidup

e.Ekstrusi

Bila lidah disentuh atau ditekan bayi merespon dengan mendorongnya keluar harus menghilang
pada usia 4 bulan

f.Batuk

Iritasi membrane mukosa laring menyebabkan batuk, reflek ini harus terus ada sepanjang hidup,
biasanya ada setelah hari pertama lahir

3. Ekstrimitas

a. Menggenggam

Sentuhan pada telapak tangan atau telapak kaki dekat dasar kaki menyebabkan fleksi tangan dan
jari

b. Babinski
Tekanan di telapak kaki bagian luar kearah atas dari tumit dan menyilang bantalan kaki
menyebabkan jari kaki hiperektensi dan haluks dorso fleksi

c. Masa tubuh

(1). Reflek moro

Kejutan atau perubahan tiba – tiba dalam ekuilibrium yang menyebabkan ekstensi dan abduksi
ekstrimitas yang tiba –tiba serta mengisap jari dengan jari telunjuk dan ibu jari membentuk “C”
diikuti dengan fleksi dan abduksi ekstrimitas, kaki dapat fleksi dengan lemah.

(2). Startle

Suara keras yang tiba – tiba menyebabkan abduksi lengan dengan fleksi siku tangan tetap
tergenggam

(3). Tonik leher

Jika kepala bayi dimiringkan dengan cepat ke salah sisi, lengan dan kakinya akan berekstensi pada
sisi tersebut dan lengan yang berlawanan dan kaki fleksi.

(3). Neck – righting

Jika bayi terlentang, kepala dipalingkan ke salah satu sisi, bahu dan batang tubuh membalik kearah
tersebut dan diikuti dengan pelvis

(4) Inkurvasi batang tubuh (gallant)

Sentuhan pada punggung bayi sepanjang tulang belakang menyebabkan panggul bergerak kea rah
sisi yang terstimulasi
Faktor yang Memengaruhi Nilai APGAR

Menurut Wijanksastro, H (2009) faktor-faktor yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum


adalah sebagai berikut :

1. Faktor ibu

a. Hipoksia ibu Menurut Graccia, AJ (2004) hipoksia adalah keadaan rendahnya konsentrasi
oksigen di dalam sel atau jaringan yang dapat mengancam kelangsungan hidup sel. Hipoksia ibu
dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anastesi dalam, dan kondisi
ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Angka normal denyut jantung janin
berkisar 120 – 160 denyut/menit. Hipoksia janin terjadi apabila janin mengalami takikardia
(jantung janin > 160 denyut/menit) dan bradikardia (jantung janin < 120 denyut/menit) (Arvin,
BK., 2000).

b. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Umur ibu tidak secara langsung
berpengaruh terhadap kejadian asphixia neonatorum, namun demikian telah lama diketahui bahwa
umur berpengaruh terhadap proses reproduksi. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia
aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 – 30 tahun (Prawirohardjo, 2010). Pada usia
dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna,
sedangkan pada usia >35 tahun sudah mengalami penurunan (Saifuddin, AB., 2006). Dalam
penelitian Zakaria di RSUP M. Jamil Padang tahun 1999 (dikutip oleh Ahmad) menemukan
kejadian asphyxia neonatorum sebesar 36,4% pada ibu yang melahirkan dengan usia kurang dari
20 tahun dan 26,3% pada ibu dengan usia lebih dari 34 tahun, dan hasil penelitian dari Ahmad di
RSUD Dr. Adjidarmo Rangkasbitung tahun 2000, menemukan bayi yang lahir dengan asphyxia
neonatorum 1,309 kali pada ibu umur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.

c. Paritas Paritas adalah jumlah kehamilan yang memperoleh janin yang dilahirkan. Paritas yang
tinggi memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan dan persalinan yang dapat menyebabkan
terganggunya transport O2 dari ibu ke janin yang akan menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai
dari APGAR score menit pertama setelah lahir (Manuaba I., 2007)

d. Penyakit pembuluh darah ibu Penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas
janin : hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus dan lain-lain (Winkjosastro,H., 2009).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah
sekurang – kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg
dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg. Hipotensi dapat memberikan efek langsung
terhadap bayi merupakan kondisi tekanan darah yang terlalu rendah, yaitu apabila tekanan darah
sistolik < 90 mmHg dan tekanan darah diastolik < 60 mmHg (Prawirohardjo, 2010)

e. Sosial ekonomi Menurut Lubis (2003) bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan
menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin. Masalah pada ibu antara lain : anemia,
perdarahan, terkena penyakit infeksi dan komplikasi pada persalinan, sedangkan masalah pada
bayi antara lain : mempengaruhi pertumbuhan janin, abortus, kematian neonatal, bayi lahir mati,
cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum, dan BBLR. Adapun ciri – ciri KEK adalah
: ibu yang ukuran LILA nya < 23,5 cm dan dengan salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut
: berat badan ibu sebelum hamil < 42 kg, tinggi badan ibu < 145 cm, berat badan ibu pada
kehamilan trimester III < 45 kg, indeks masa tubuh (IMT) sebelum hamil < 17,00 dan ibu
menderita anemia (Hb < 11 gr%) (Weni, 2010).

f. Gangguan kontraksi ibu Disfungsi uterus didefinisikan sebagai ketidak efisiennya atau tidak
terkoordinasinya kontraksi uterus, ketidakmampuan untuk dilatasi servik dan juga melahirkan
yang lama. Disfungsi uterus ditandai oleh kontraksi intensitas rendah dan jarang serta lambatnya
kemajuan persalinan (Leveno et al., 2009). Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama kala
I persalinan. Tujuan pengisian partograf adalah adalah untuk memantau dan mengobservasi
kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan servik, penurunan kepala janin, serta kontraksi
uterus. Dalam partograf terdapat kolom-kolom untuk menilai kemajuan persalinan. Pada kolom
dan lajur kedua partograf merupakan tempat pencatatan kemajuan pembukaan servik 0 sampai
dengan 10 cm. Sedangkan di bawah lajur waktu partograf terdapat kotak-kotak yang merupakan
tempat penilaian kontraksi uterus meliputi lama kontraksi, yang dihitung dengan satuan detik,
frekwensi kontraksi yang dihitung dalam 10 menit dan intensitas kontraksi (JNPK KR. DepKes
RI, 2008).

2. Faktor Plasenta

a. Plasenta tipis, kecil, dan tidak menempel sempurna Dalam kehamilan, fungsi utama plasenta
adalah sebagai organ penyalur bahan-bahan makanan dan oksigen yang diperlukan oleh jani dari
darah ibu ke dalam darah janin dan juga mengadakan mekanisme pengeluaran produkproduk
ekskretoris dari janin kembali ke ibu (Guyton AC., 2008). Plasenta yang normal akan mampu
melaksanakan fungsi tersebut dalam menunjang pertumbuhan janin. Plasenta normal pada saat
aterm berbentuk seperti cakram, berwarna merah tua, dengan berat 500-600 gr, diameter 15-25
cm, lebih kurang 7 inci tebal sekitar 3 cm. Panjang tali pusat 40-50 cm dengan diameter 1-2 cm
(Cunningham, 2006 dan Sloane E., 2004). Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan
menyebabkan asfiksia janin. Pertukaran gas antara ibu dan janin di pengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya :
plasenta previa dan solusio plasenta. (Manuaba I., 2007 ).

b. Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir,
dan definisi ini hanya berlaku pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin > 500 gr (
Prawirohardjo, 2010). Gambaran klinisnya adalah solusio plasenta ringan : terdapat pelepasan
sebahagian kecil plasenta, solusio plasenta sedang : plasenta terlepas ¼ bagian, solusio plasenta
berat : plasenta telah terlepas dari 2/3 permukaannya. Pada pemeriksaan plasenta biasanya tampak
tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku
yang biasanya menempel di belakang plasenta yang disebut hematoma retroplacenter. (Brudenell
& Michael, 1996).

c. Plasenta previa Adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim, sehingga
menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uteri internum. Insidensi plasenta previa adalah
0,4%-0,6%, perdarahan dari plasenta previa menyebabkan kirakira 20% dari semua kasus
perdarahan ante partum. 70% pasien dengan plasenta previa mengalami perdarahan pervaginam
yang tidak nyeri dalam trimester ke tiga, 20% mengalami kontraksi yang disertai dengan
perdarahan, dan 10% memiliki diagnosa plasenta previa yang dilakukan tidak sengaja dengan
pemeriksaan ultrasonografi atau pemeriksaan saat janin telah cukup bulan. Penyulit pada ibu dapat
menimbulkan anemia sampai syok sedangkan pada janin dapat menimbulkan asphyxia
neonatorum sampai kematian janin dalam rahim ( Manuaba I., 2007).
3. Faktor Janin

a. Prematur Bayi prematur adalah bayi lahir dari kehamilan antara 28 – 36 minggu. Bayi lahir
kurang bulan mempunyai organ-organ dan alat tubuh belum berfungsi normal untuk bertahan
hidup di luar rahim. Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang
sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum berfungsinya organ-organ tubuh
secara sempurna seperti sistem pernafasan maka terjadilah asfiksia (DepKes RI, 2002).

b. BBLR dan IUGR Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram. Menurut WHO (2003), BBLR dibagi tiga group yaitu prematuritas, Intra Uterine
Growth Restriction (IUGR) dan karena keduanya. BBLR sering digunakan sebagai indikator dari
IUGR di negara berkembang karena tidak tersedianya penilaian usia kehamilan yang valid. BBLR
ini berbeda dengan prematur karena BBLR diukur dari berat atau massa, sedangkan prematur juga
belum tentu BBLR kalau berat lahirnya di atas 2500 gram. Namun dibanyak kasus kedua kondisi
ini muncul bersamaan karena penyebabnya saling berhubungan. IUGR biasanya dinilai secara
klinis ketika janin lahir dengan mengkaitkan ukuran bayi yang baru lahir kedurasi kehamilan.
Ukuran kecil untuk usia kehamilan atau ketidakmampuan janin janin untuk mencapai potensi
pertumbuhan menunjukkan IUGR. Bayi dengan IUGR didiagnosis mungkin BBLR usia
kehamilan aterm

c. Gemeli

Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan ganda dapat
memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap ibu dan bayi. Pertumbuhan janin kehamilan ganda
tergantung dari faktor plasenta apakah menjadi satu atau bagaimana lokalisasi implementasi
plasentanya. Memperhatikan kedua faktor tersebut, mungkin terdapat jantung salah satu janin lebih
kuat dari yang lainnya, sehingga janin mempunyai jantung yang lemah mendapat nutrisi O2 yang
kurang menyebabkan pertumbuhan terhambat, terjadilah asfiksia neonatorum sampai kematian
janin dalam rahim (Manuaba I, 2007).

d. Gangguan tali pusat Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran
darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat
antara jalan lahir dan janin (Wijangsastro, H., 2009)
e. Kelainan Congenital Kelainan congenital adalah suatu keainan pada struktur, fungsi maupun
metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan.

4. Faktor Persalinan

Faktor-faktor persalinan yang dapat menimbulkan asfiksia adalah :

a. Partus lama Partus lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi, dan
lebih 18 jam pada multi. Partus lama masih merupakan masalah di Indonesia. Bila persalinan
berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi baik terhadap ibu maupun pada bayi, dan dapat
meningkatkan angka kematian ibu dan bayi (Mochtar, 2004).

b. Partus dengan tindakan Persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan asfiksia neonatorum
yang disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala : menekan pusat-pusat vital pada medula
oblongata, aspirasi air ketuban, mekonium, cairan lambung dan perdarahan atau oedema jaringan
pusat saraf pusat (Manuaba, I., 2007).

Menurut Aminullah (2005) faktor-faktor pencetus rendahnya nilai APGAR (asphyxia


neonatorum)

a. Hipoksia janin penyebab terjadinya asphyxia neonatorum adalah adanya gangguan pertukaran
gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga berdampak persediaan O2 menurun,
mengakibatkan tingginya CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara kronis akibat kondisi atau
kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara akut karena adanya komplikasi dalam persalinan.

b. Gangguan kronis pada ibu hamil tersebut, bisa akibat dari gizi ibu yang buruk, penyakit
menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain. Pada akhir-akhir ini, asphyxia
neonatorum disebabkan oleh adanya gangguan oksigenisasi serta kekurangan zat-zat makanan
yang diperoleh akibat terganggunya fungsi plasenta. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan
yang bersifat akut dan hampir selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin akan berakhir
dengan asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir. Sedangkan faktor dari pihak ibu adanya
gangguan his seperti hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
hipertensi pada eklamsia, gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
c. Faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat akibat tekanan tali pusat, depresi
pernafasan karena obat-obatan anastesi/analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial,
kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan, hipoplasia paru-paru dll.

Menurut Novita (2011) seorang bayi mengalami kekurangan oksigen, maka akan terjadi
napas cepat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan napas akan berhenti, denyut jantung mulai
menurun dan tonus otot berkurang secara berangsur, dan bayi memasuki periode apneu primer.
Apneu primer yaitu bayi mengalami kekurangan oksigen dan terjadi pernapasan yang cepat dalam
periode singkat, dimana terjadi penurunan frekuensi jantung. Pemberian rangsangan dan oksigen
selama periode ini dapat merangsang terjadinya pernapasan. Selanjutnya, bayi akan
memperlihatkan usaha nafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan. Apabila asfiksia
berlanjut, bayi akan menunjukan pernapasan gasping (megap-megap), denyut jantung menurun,
tekanan darah menurun, dan bayi tampak lemas (flaksid). Pernapasan semakin lemah sampai
akhirnya berhenti, dan bayi memasuki periode apneu sekunder. Apneu sekunder yakni pada
penderita asfiksia berat, yang mana usaha bernapasnya tidak tampak dan selanjutnya bayi berada
pada periode apneu kedua. Pada keadaan tersebut akan ditemukan bradikardi dan penurunan
tekanan darah serta penurunan kadar oksigen dalam darah. Bayi tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak menunjukan upaya bernapas secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali
bila resusitasi dengan napas buatan dan pemberian oksigen segera dimulai. Sulit sekali
membedakan antara apneu primer dan sekunder, oleh karenanya bila menghadapi bayi bayi lahir
dengan apneu, anggaplah sebagai apneu sekunder dan bersegera melakukan tindakan resusitasi
(Novita, 2011).
Nanny Lia Dewi, Vivian, S. ST. Dan Sunarsih, Tri, S. ST. Asuhan
Kehamilan Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika; 2011. h.
118-27.
Sujiatini.dkk.2011.Asuhan Kebidanan II (Persalinan).Yogyakarta:Rohima Press.

Anda mungkin juga menyukai