Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN KEJADIAN IKUTAN PASCA


IMUNISASI (KIPI) SETELAH VAKSINASI
BOOSTER PADA PERAWAT DI RSUP
SANGLAH DENPASAR

Oleh :

I GUSTI AYU WINTAN


NIM.203221156

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada akhir tahun 2019 terdapat satu jenis virus baru yang diberi nama Virus

Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau

yang lebih dikenal dengan nama Covid-19. Virus ini menyerang saluran pernapasan

pada manusia dan menular sangat cepat sehingga ditetapkan sebagai pandemic

global oleh badan kesehatan dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020. Pandemi

Covid-19 hingga saat ini belum ditemukan obat untuk mengatasi penyakit tersebut.

Pandemi Covid-19 merupakan bencana nonalam yang masih menjadi

ancaman kesehatan di seluruh dunia dengan angka pertambahan kasus

terkonfirmasi positif yang tinggi dan angka mortalitas yang terus bertambah.

Sampai dengan 30 Agustus 2021, terdapat 217 Juta kasus terkonfirmasi positif

dengan 194 Juta kasus sembuh dan 4,5 Juta tercatat kasus kematian di seluruh

dunia. Amerika Serikat, India, dan Brazil telah menjadi pusat pandemi Covid-19,

dengan kasus dan kematian sudah melampaui China. Sedangkan Indonesia

menduduki peringkat ke-13 dengan jumlah kasus terbanyak. Sampai pada tanggal

30 Agustus 2021, Indonesia melaporkan kasus konfirmasi Covid-19 sebanyak

4.073.831 kasus, sembuh 3.724.318 kasus, meninggal 131.923 kasus

(Worldometers, 2021). Satgas covid-19 (2020) menyatakan jumlah tenaga

kesehatan yang terkonfirmasi covid-19 sebanyak 6.720 pertanggal 22 september

2020. Sampai pada tangga, 6 agustus 2021 IDI melaporkan sebanyak 1.881 dokter
yang meninggal akibat covid-19 serta pada data PPNI (2021), menunjukan 7.392

perawat yang terkonfirmasi covid-19 dan sebanyak 455 orang yang meninggal

Berdasarkan angka kejadian terkonfirmasi Covid-19 pada tenaga kesehatan

yang terus mengalami peningkatan sehingga mendorong pemerintah untuk secara

khusus memberikan perlindungan tambahan kepada tenaga kesehatan yang sehari-

hari dihadapkan dengan risiko tinggi penularan Covid-19.Pemberian vaksin

booster bagi tenaga kesehatan ini juga telah mendapat rekomendasi dari komite

penasihat ahli imunisasi nasitonal (ITAGI) berdasarkan hasil kajian yang dilakukan

dan disampaikan kepada kementerian kesehatan melalui surat no

71/ITAGI/Adm/VII/2021.Vaksin booster merupakan dosis vaksin tambahan

setelah mendapatkan dosis vaksin utama. Tujuan pemberian vaksinasi booster

adalah untuk meningkatkan perlindungan kepada tenaga kesehatan, mengurangi

penyebaran Covid-19, menurunkan gejala yang ditimbulkan dan angka kematian

sehingga dapat menjaga produktivitas, sosial dan ekomoni (Kemenkes, 2020).

Berdasarkan data pertanggal 23 september 2021 di Indonesia, jumlah tenaga

kesehatan yang sudah mendapatkan vaksin booster sebanyak 875.713 orang

(56,62%) (Kemenkes, 2021). Jumlah tenaga kesehatan di RSUP Sanglah yang

sudah mendapat vaksin dosis ketiga sebanyak 2.450 orang pertanggal 10 september

2021. Khususnya pada perawat yang sudah mendapatkan vaksinasi booster

sebanyak 754 orang (30%) dari total peserta vaksin booster pertanggal 10

september.

Pemberian vaksinasi meskipun sudah mengikuti SOP, namun tidak ada satu

jenis vaksin pun yang bebas dari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi/Vaksinasi atau
sering dikenal dengan istilah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). KIPI adalah

setiap kejadian medis yang tidak diinginkan, terjadi setelah pemberian

imunisasi/vaksinasi, dan belum tentu memiliki hubungan kausalitas dengan vaksin.

Kejadian ikutan yang dialami setiap orang dapat berbeda-beda, bisa berupa gejala

ringan, sedang, dan serius yang dirasakan tidak nyaman atau berupa kelainan hasil

pemeriksaan laboratorium. Efek samping yang umum dirasakan di lengan bagian

suntikan berupa rasa sakit, pegal, dan dapat terjadi pembengkakan. Sedangkan, efek

samping lainnya yang dirasakan di seluruh atau bagian tubuh lainnya berupa

demam, batuk, kelelahan, dan sakit kepala dapat menyerang ke sebagian orang.

Komnas KIPI (2021) menyatakan sebanyak 86,9 % KIPI dari vaksin booster berupa

nyeri ditemukan terjadi pada usia 18-64 tahun.

WHO memperkirakan di Negara-negara berkembang seperti Indonesia,

Vietnam, Bangladesh memperkirakan terjadinya KIPI menjadi lima kelompok

penyebab dari terjadinya kejadian ikutan pasca imunisasi yaitu kesalahan program

(27%), reaksi suntikan (28,7%), reaksi vaksin (21%), koinsiden (17,8%) dan efek

samping toksilitas (5,5%). Klasifikasi lapangan ini dapat dipakai untuk pencatatan

dan pelaporan KIPI di Negara-negara berkembang (WHO, 2013).

Berdasarkan studi pendahuluan jumlah tenaga kesehatan di RSUP Sanglah

yang sudah mendapat vaksin booster sebanyak 2.450 orang pertanggal 10

september 2021. Sebanyak 754 perawat yang sudah mendapatkan vaksin booster.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 20 orang yang sudah

mendapatkan vaksin booster didapatkan hasil sebanyak 18 orang mengalami

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) diantaranya 12 yang mengalami KIPI


dengan gejala ringan dan 6 orang yang mengalami gejala KIPI sedang sehingga

tidak dapat bekerja dan mengonsumsi obat analgetik.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti merasa perlu dilakukan

penelitian dengan judul “Gambaran Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) setelah

Vaksinasi Booster pada Tenaga Kesehatan di RSUP Sanglah Denpasar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah:

Bagaimana Gambaran Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) setelah

Vaksinasi Booster pada Tenaga Kesehatan di RSUP Sanglah Denpasar.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisis Gambaran Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

setelah Vaksinasi Booster pada Tenaga Kesehatan di RSUP Sanglah

Denpasar

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengidentifikasi karakteritik responden berdasarkan umur,

jenis kelamin, dan komorbid.

1.3.2.2 Untuk mengidentifikasi Gambaran Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

(KIPI) setelah Vaksinasi Booster pada Tenaga Kesehatan di RSUP

Sanglah Denpasar.
1.3.2.3 Untuk menganalisis Gambaran Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

(KIPI) setelah Vaksinasi Booster pada Tenaga Kesehatan di RSUP

Sanglah Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai Gambaran

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) setelah Vaksinasi Booster pada

Tenaga Kesehatan di RSUP Sanglah Denpasar.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Instansi Kesehatan (RSUP Sanglah Denpasar)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan

informasi yaitu Gambaran Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) setelah

Vaksinasi Booster pada Tenaga Kesehatan di RSUP Sanglah Denpasar.

1.4.2.2 Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi tenaga kesehatan dalam

meningkatkan kewaspadaan terjadinya KIPI setelah mendapatkan vaksin

bosster dosis ketiga.

1.4.2.3 Penulis Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam melakukan

penelitian selanjutnya terkait Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

setelah Vaksinasi Booster pada Perawat.


1.5 Keaslian Penelitian

Berdasarkan literatur riview yang telah peneliti dapatkan, maka

perbandingan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dapat

dijadikan sebagai pedoman dalam penulisan penelitian yaitu:

1.5.1 Jurnal Miloslav Klugar et al, (2021) “Side Effects of mRNA-Based and viral

Vector-Based COVID-19 Vaccines among German Healthcare Workers”.

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi efek samping pasca-

vaksin dari bebagai vaksin yang disetujui di Jerman. Metode penelitian yang

digunakan yaitu studi berbasis survey cross-sectional dilakukan dengan

menggunakan kuesioner online yang divalidasi dan diuji untuk reliabilitas

apriori. Keusioner menanyakan tentang data demografi, riwayat medis dan

terkait Covid-19, serta efek samping local, sistemik, oral, dan terkait kulit

setelah vaksinasi covid-19. Hasil dari 599 tenaga kesehatan yang

berpartisipasi, 72,3%adalah perempuan, dan 79,1 % menerima vaksin

berbasis mRNA, sementara 20,9% menerima vaksin berbasis vektor virus.

88,1% dari peserta melaporkan setidaknya mengalami satu efek samping.

Nyeri pada lokasi suntikan (75.6%) adalah efek samping yang paling umum.

Dan sakit kepala atau kelelahan (53,6%), nyeri otot (33,2%), malaise(25%),

kedinginan (23%) dan nyeri sendi (21,2%) adalah yang paling umum.

Sebagaian besar (84,9%) dari efek samping diselesaikan selama 1-3 hari

pasca-vaksinasi.
1.5.2 Jurnal Zachary at al, 2021 “Untimely Myocardial Infarction or COVID-19

Vaccine Side Effect”

Penelitian ini dilakukan pada bulan februari 2021 yang meneliti mengenai

hubungan infark miokard dengan vaksinasi moderna. Dari hasil penelitian

yang dilakukan didapatkan hasil berupa laporan awal dari percobaan

moderna, yang melibatkan 30.351 peserta berusia 18 tahun atau lebih

menunjukan 92% pasienmelaporkan nyeri di tempat suntikan, 70%

meaporkan kelelahan , sementara 23% melaporkan mual dan muntah.

Dalam uji coba, 24,8%(7.520) peserta berusia >65 tahun.

1.5.3 Jurnal Nazwah et al, 2015 “Pengetahuan Ibu Tentang Kejadian Ikutan Pasca

Imuniasasi Dasar (KIPI) Pada Bayi”.

Penelitian ini dilakukan pada pada tahun 2014, metode penelitian yang

digunakan pada penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi pada penelitian

ini sebanyak 163 orang, teknik sampling yang digunakan adalah metode

purposive sampling dengan jumlah responden 62 orang. Analisa data pada

penelitian ini dilakukan secara univariat dalam bentuk penyajian tabel

distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa pengetahuan

ibu tentang KIPI dasar pada bayi di Puskesmas Sukarame kelurahan Way

Dadi tahun 2014 dalam kategori cukup baik yaitu 29 responden (46,8%),

tetapi ada juga kategori baik sebanyak 12 responden (19,4%), dan kategori

kurang baik sebanyak 21 responden (33,9%).


1.5.4 Jurnal Ririn etal, 2016 “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita

Dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Puskesmas Oebobo

Tahun 2016”.

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016, jenis penelitian ini adalah

penelitian survey analitik dengan menggunakan rancangan peneltian cross

sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu balita (0-59

bulan ) diwilayah kerja puskesmas Oebobo yang berjumlah 384 orang.

Teknik pengambilan sampel dengan cara accidental sampling yang

memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yaitu 80 orang. Teknik pengumpulan

data dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisa data menggunakan

analisa univariat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan bivariate

dengan Chi Square. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa distribusi

frekuensi balita yang terkena KIPI adalah 52 orang (65%) dengan reaksi

ringan 45 kasus (86.5%), pengetahuan responden tentang KIPI adalah baik

sebanyak 29 responden(36.25%). Sikap positif ibu balita sebesar 68

responden (85%). Terdapat hubungan Antara pengetahuan ibu balita dengan

KIPI (p-value: 0.038) dan tidak terdapat hubungan Antara sikap ibu balita

dengan KIPI (p-value: 0.744).


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Vaksinasi

2.1.1 Pengertian Vaksinasi

Vaksin merupakan produk biologi yang mengandung antigen yang

jika diberikan kepada manusia akan secara aktif mengembangkan

kekebalan khusus terhadap penyakit tertentu (Covid-19 Komite

Penanganan, 2020). Berbagai negara termasuk Indonesia, sedang

mengembangkan vaksin yang sangat cocok untuk pencegahan infeksi

SARS-CoV-2 pada berbagai platform, yaitu vaksin virus yang

dilemahkan, vaksin hidup dilemahkan, vaksin vektor virus, vaksin asam

nukleat, seperti virus. Vaksin (vaksin mirip virus) dan vaksin subunit

protein. Tujuan dengan dibuatnya vaksin ialah untuk mengurangi

penyebaran Covid-19, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat

Covid-19, mencapai imunitas kelompok dan melindungi masyarakat dari

Covid-19, sehingga dapat menjaga produktivitas sosial dan ekonomi

(Kemenkes RI Dirjen P2P,2020).

Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa

mikroorganisme yang sudah mati atau maih hidup yang dilemahkan, masih

utuh atau bagiannya atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah

menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat


lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan

kekebalan spesifik secara aktif terhadappenyakit tertentu (PKM no.84,

2020).

Vaksinasi adalah pemberian vaksin yang khusus diberikan dalam

rangka menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif

terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan

penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan dan

tidak menjadi sumber penularan (PKM no.84, 2020)

Menurut Menteri Kesehatan, vaksin Covid-19 memiliki tiga

manfaat. Termasuk di dalamnya adalah menambah kekebalan setiap orang

yang divaksinasi secara langsung, jika jumlah penduduk yang divaksinasi

banyak, maka sistem kekebalan penduduk akan memberikan

perlindungan bagi mereka yang belum divaksinasi atau belum menjadi

populasi sasaran vaksin (yudho winanto, 2020).

2.1.2 Jenis-jenis Vaksin

Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto mengatakan bahwa

pemerintah sudah menetapkan ada 6 jenis vaksin Covid-19 yang akan

digunakan di Indonesia (Kemenkes RI, 2020a), di antaranya adalah:

a. Vaksin Merah Putih

Vaksin merah putih tersebut merupakan hasil kerjasama BUMN PT Bio

Farma (Persero) dengan Lembaga Eijkman. Pemerintah berharap vaksin

merah putih selesai pada akhir 2021. Bio Farma juga bekerja sama dengan

perusahaan vaksin China Sinovac Biotech.


b. AstraZeneca

AstraZeneca Pengujian yang dilakukan oleh AstraZeneca dan Oxford

University menunjukkan bahwa efisiensi rata-rata produksi vaksin virus

corona adalah 70%. Saat ini, uji coba masihberlanjut pada 20.000 relawan.

Vaksin AstraZeneca dianggap mudah untuk dikeluarkan karena tidak perlu

disimpan pada suhu yang sangat dingin.

c. China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm)

Perusahaan Grup Farmasi Nasional China. Meskipun tahap pengujian

terakhir belum selesai, di Cina, sekitar 1 juta orang telah divaksinasi

berdasarkan izin penggunaan darurat. Sebelum Sinopharm terbukti benar-

benar sukses, itu hanya digunakan untukpejabat China, pekerja keliling dan

pelajar. Pada September 2020,Uni Emirat Arab adalah negara pertama di

luar China yang menyetujui penggunaan vaksin tersebut.

d. Pfizer Inc and BioNTech

Vaksin Pfizer dan BioNTech telah menyarankan BPOM di Amerika

Serikat dan Eropa untuk segera menggunakan vaksin virus korona mereka.

Dalam uji coba terakhir pada 18 November 2020, mereka mengklaim

bahwa 95% vaksin tersebut efektif melawan virus corona dan tidak ada

bahaya keamanan.

e. Sinovac Biotech Ltd

Saat ini, CoronaVac sedang memasuki uji coba fase 3. Sinovac sedang

menguji vaksinnya di Brasil, Indonesia dan Bangladesh. Seperti yang


ditunjukkan pada hasil awal pada monyet yang dipublikasikan di jurnal

Science, antibodi yang dihasilkan oleh vaksin tersebut dapat menetralkan

10 strain Sars-coV-2.

f. Moderna

Vaksin Moderna merupakan jenis vaksin mRNA (messenger RNA).

Vaksin ini tidak menggunakan virus yang dilemahkan atau dimatikan,

melainkan menggunakan komponen materi genetik yang membuat sistem

kekebalan tubuh memproduksi spike protein. Protein tersebut merupakan

bagian dari permukaan virus Corona. Spike protein akan memicu sistem

imun untuk menghasilkan antibodi yang bisa melindungi tubuh saat

terinfeksi virus Corona. Vaksin Moderna telah mendapatkan izin

penggunaan darurat untuk mencegah infeksi COVID-19 pada orang dewasa

usia di atas 18 tahun. Dari uji klinis yang sudah dilakukan, vaksin ini

menunjukkan nilai efikasi, yaitu efek perlindungan terhadap COVID-19,

sebesar 94,1%. Moderna yakin bahwa vaksinnya memenuhi persyaratan

penggunaan darurat yang ditetapkan oleh Food and Drug Administration

(FDA) AS. Badan POM telah melakukan pengkajian bersama dengan Tim

Ahli Komite Nasional Penilai Vaksin COVID-19 dan Indonesia Technical

Advisory Group on Immunization (ITAGI) terkait dengan keamanan dan

efikasi dari vaksin ini. Hasilnya menunjukkan bahwa secara umum

keamanan vaksin ini dapat ditoleransi, baik reaksi lokal maupun sistemik

dengan tingkat keparahan grade 1 dan 2. Kejadian reaksi yang paling sering

timbul dari penggunaan vaksin ini, antara lain nyeri pada tempat suntikan,
kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan menggigil. Interaksi

Vaksin Moderna dengan Obat Lain Belum diketahui secara pasti efek

interaksi yang bisa terjadi jika vaksin Moderna digunakan bersama obat-

obatan lain.

2.1.3 Tujuan vaksin

Secara umum tujuan pemberian vaksinasi atau imunisasi yaitu suatu upaya

pembentukan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga

apabila suatu saat terkena dengan penyakit yang sama tidak akan sakit atau hanya

akan mengalami sakit ringan.

2.1.4 Dosis vaksinasi


Vaksin Moderna akan diberikan langsung oleh dokter. Dosisnya adalah 0,5
ml. Penyuntikan dilakukan sebanyak 2 kali dengan jarak 28 hari. Vaksin ini akan
disuntikkan ke dalam otot (intramuskular/IM).

Platform Pengembangan Jumlah Jadwal Cara


Vaksin Dosis Pemberian Pemberian
(Hari Ke-)
Inactivated Sinovac research 2 (0,5 0,14 intramuskular
virus and development ml/dosis)
co., ltd
Inactivated Sinopharm + 2 (0,5 0,21 intramuskular
virus Beijing Institute ml/dosis)
of Biological
Product
Viral Aztrazeneca + 1-2 (0,5 Bila 2 intramuskular
vector University of ml/dosis) dosis: 0,28
oxford
(non-
replicating)
Protein Novavax 2 (0,5 0,21 intramuskular
sucunit ml/dosis)
RNA based Modrna + 2 (0,5 0,28 intramuskular
vaccine National ml/dosis)
Instituted of
Allergy and
infectious
Diseases
(NIAID)
RNA based Pfizer inc. + 2 (0,3 0,28 intramuskular
vaccine BioNTech ml/dosis)

2.1.5 Efek samping vaksin

Menurut WHO (2020) efek samping umum dari vaksin yaitu dapat berupa:

1. Nyeri, bengkak, atau kemerahan di bekas suntikan

2. Kelelahan

3. Sakit kepala

4. Nyeri otot atau sendi

5. Panas dingin

6. Mual dan muntah

7. Bengkak bawah lengan

8. Demam
2.1.6 Cara Pemberian Vaksin

Vaksin Moderna akan diberikan langsung oleh dokter atau petugas medis di

bawah pengawasan dokter. Vaksin akan disuntikkan ke dalam otot

(intramuskular/IM).

Area kulit yang akan disuntikkan vaksin harus dibersihkan

dengan alcohol swab sebelum dan sesudah penyuntikan. Alat suntik sekali pakai

yang sudah selesai digunakan akan dibuang ke dalam safety box tanpa ditutup

kembali jarumnya.

Untuk mengantisipasi terjadinya kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI)

yang serius, penerima vaksin akan diminta untuk tetap tinggal di tempat layanan

vaksinasi selama 30 menit sesudah divaksin.

2.2 Konsep Dasar KIPI

2.2.1 Pengertian KIPI

Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) merupakan semua kejadian

medic yang diduga berhubungan dengan imunisasi. KIPI adalah salah satu

reaksi tubuh pasien yang tidak diinginkan yang muncul setelah pemberian

vaksin. KIPI dapat terjadi dengan tanda atau kondisi yang berbeda-beda.

Mulai dari gejala efek samping ringan hingga reaksi tubuh yang serius seperti

anafilaktik (alergi parah) terhadap kandungan vaksin. Kejadian ikutan pasca

imunisasi (KIPI) atau adverse events following immunization (AEFI) adalah

kejadian medik yang diduga berhubungan dengan imunisasi dapat berupa

reaksi vaksin, reaksi suntikan, kekeliruan prosedur, ataupun koinsidens

sampai ditentukan adanya hubungan kausal.


2.2.2 Penyebab KIPI

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), beberapa sumber reaksi

yang juga berkontribusi dalam munculnya KIPI adalah:

2.2.2.1 KIPI akibat reaksi produk – merupakan jenis reaksi imun terhadap

salah satu atau beberapa bahan vaksin. Misalnya pembengkakan otot

setelah pemberian vaksin DPT.

2.2.2.2.KIPI akibat kecacatan produk – munculnya KIPI yang berkaitan

dengan kualitas produk yang tidak sesuai dengan standar pembuatan

vaksin oleh perusahaan yang membuatnya. Misanya seperti vaksin

polio dengan kandungan virus yang masih aktif sehingga vaksin

tidak memiliki kuman yang dilemahkan secara sempurna, hal ini

dapat menimbulkan polio paralisis.

2.2.2.3 KIPI akibat kesalahan proses imunisasi – gejala KIPI yang

disebabkan kesalahan dalam proses penanganan, penyimpanan dan

penggunaan vaksin. Misalnya infeksi yang disebabkan adanya

kuman lain yang ikut tercampur dan ditularkan saat pemberian

vaksian.

2.2.2.4 KIPI akibat respon kecemasan – terjadi saat seseorang yang akan

diimunisasi terlalu cemas. Pada orang dewasa, kecemasan hanya

memberikan efek yang sangat ringan. Namun, ketakutan terhadap

imunisasi menjadi lebih serius pada anak-anak. Kecemasan saat

diimunisasi dapat menyebabkan anak merasa pusing, hiperventilasi,

nyeri, merasakan sensasi pada mulut dan tangan mereka, hingga


pingsan secara mendadak. KIPI jenis ini akan membaik dengan

sendirinya ketika kecemasan sudah terkendali.

2.2.2.5 KIPI akibat kejadian koinsidental – merupakan kejadian yang

diduga sebagai KIPI, tapi tidak berkaitan dengan vaksin ataupun

proses pemberian imunisasi. Gejala tersebut kemungkinan sudah

ada sebelum seseorang menerima imunisasi tapi baru menimbulkan

gejala pada saat atau waktu yang berdekatan dengan pemberian

vaksin

2.2.3 Jenis KIPI

2.2.3.1 KIPI serius

KIPI serius adalah setiap kejadian medik setelah imunisasi yang

menyebabkan rawat inap, kecacatan, dan kematian, serta yang

menimbulkan keresahan di masyarakat. Oleh karena itu, perlu

dilaporkan segera setiap kejadian secara berjenjang yang selanjutnya

diinvestigasi oleh petugas kesehatan yang menyelenggarakan imunisasi

untuk dilakukan kajian serta rekomendasi oleh Komda dan atau

Komnas PP KIPI, yang terdiri dari para ahli epidemiologi dan profesi.

2.2.3.2 KIPI non serius

KIPI non serius adalah kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi

dan tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan si penerima.

Dilaporkan rutin setiap bulan bersamaan dengan hasil cakupan

imunisasi.

2.2.4 Manifestasi klinis KIPI


Berikut adalah KIPI dalam vaksinasi COVID-19 yang mungkin

saja terjadi:

2.2.4.1 Reaksi lokal, seperti nyeri, kemerahan, bengkak pada

tempat suntikan, dan reaksi lokal lain yang berat,

misalnya, selulitis.

2.2.4.1 Reaksi sistemik, seperti demam, nyeri otot seluruh tubuh

(myalgia), nyeri sendi (arthralgia), badan lemas, dan sakit

kepala.

2.2.4.2 Reaksi lain, seperti reaksi alergi, misalnya, urtikaria,

reaksi anafilaksis, dan syncope (pingsan).

2.2.5 Penanganan KIPI

Menurut Kemenkes RI, (2020) beberapa langkah yang bisa dilakukan

masyarakat bila efek samping vaksin mulai terasa yaitu:

2.2.5.1 Reaksi Lokal

Nyeri dan agak bengkak di area bekas suntikan dapat hilang

dengan sendirinya. Untuk mempercepat pemulihannya, Anda bisa

memberikan kompres dingin pada area tersebut. Bila perlu konsumsi

obat parasetamol.

2.2.5.2 Mengatasi Reaksi Sistemik

Salah satu reaksi sistemik yang paling sering muncul setelah

menerima vaksin ialah demam. Kondisi ini tergolong wajar karena

tubuh sedang memproses imunitasnya.

Kemenkes RI menyarankan untuk:


a. Minum air putih yang banyak.

b. Mengenakan pakaian yang nyaman.

c. Mengonsumsi parasetamol sesuai dosis.

d. Kompres hangat atau mandi air hangat.

2.2.6 Klasifikasi KIPI

Klasifikasi KIPI dalam 2 (dua) klasifikasi yaitu klasifikasi penyebab

spesifik dan kausalitas yang mengacu pada kriteria WHO 2018.

2.2.6.1 Klasifikasi Penyebab Spesifik Klasifikasi ini membagi KIPI

menjadi 5 (lima) kelompok yaitu:

1) Reaksi yang berkaitan dengan produk vaksin

2) Reaksi yang berkaitan dengan defek kualitas vaksin

3) Reaksi yang berkaitan dengan adanya kekeliruan prosedur

pemberian imunisasi

4) Reaksi yang berkaitan dengan kecemasan yang berlebihan yang

berhubungan dengan imunisasi/reaksi suntikan

5) Kejadian yang secara kebetulan bersamaan

2.2.6.2 Klasifikasi Kausalitas Klasifikasi ini membagi KIPI menjadi 3

(empat) kelompok yaitu:

1) Klasifikasi konsisten: bersifat temporal karena bukti tidak cukup

untuk menentukan hubungan kausalitas. Data rinci KIPI harus disimpan

di arsip data dasar tingkat nasional. Bantu dan identifikasi petanda yang

mengisyaratkan adanya aspek baru yang berpotensi untuk terjadinya

KIPI yang mempuyai hubungan kausal imunisasi.


2) Klasifikasi inderteminate: berbasis bukti yang ada dan dapat

diarahkan pada beberapa kategori definitif. Klarifikasi informasi

tambahan yang dibutuhkan agar dapat membantu finalisasi penetapan

kausal dan harus mencari informasi dan pengalaman dari nara sumber

baik nasional, maupun internasional.

3) Klasifikasi inkonsisten: suatu kondisi utama atau kondisi yang

disebabkan paparan terhadap sesuatu selain vaksin 4) Klasifikasi

unclassifiable: kejadian klinis dengan informasi yang tidak cukup untuk

memungkinkan dilakukan penilaian dan identifikasi penyebab.

2.3 Kerangka Konsep

Etiologi VAKSINASI
Severe acute respiratory syndrome coronavirus
2 (SARS-CoV-2)
KIPI (Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi)

KIPI Serius KIPI Non Serius


Keterangan:

: Diteliti

: Tidak diteliti

: Berhubungan

Gambar 2.2
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar ini merupakan penelitian

deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pengambilan data dilakukan secara

retrospektif yaitu dengan mengumpulkan data Kejadian Ikutan Pasca Imuniasasi

Booster pada Perawat di RSUP Sanglah Denpasar.

3.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Populasi yaitu seluruh Perawat yang sudah mendapatkan vaksinasi booster

Teknik sampling dengan menggunakan metode total sampling

Mengumpulkan data pada Tenaga kesehatan yang sudah melakukan vaksinasi booster dengan
menggunakan aplikasi google form terkait adanya KIPI atau tidak

Mengelompokan data kuesioner berdasarkan derajat KIPI yang


dialami sampel

Analisa data dengan tehnik deskriptif menggunakan bantuan komputer


SPSS

Penyajian data hasil penelitian


Gambar 3.1 Kerangka kerja Gambaran Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) setelah
Vaksinasi Booster pada Perawat di RSUP Sanglah

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

3.3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan, yaitu pada bulan November

2021

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah suatu kesatuan individu atau subjek pada wilayah dan

waktu dengan kualitas tertentu yang akan diamati atau diteliti (Sugiyono

(2011:80).

3.4.1.1 Populasi Target

Adapun populasi target dalam penelitian ini seluruh tenaga kesehatan yang

sudah mendapatkan vaksinasi booster di RSUP Sanglah Denpasar.

3.4.1.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini diambil dari hasil google form pada

pasien tenaga kesehatan yang sudah mendapat vaksinasi booster di RSUP

Sanglah Denpasar pada bulan Agustus 2021.

3.4.2 Teknik Pengambilan Sampel


Sugiyono (2011:81) menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Menurut Nursalam (2015),

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling. Total sampling adalah

teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono,

2011). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif , maka semakin banyak sampel yang

dipergunakan maka akan lebih representatif.

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu

kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

kelompok tertentu. Variabel juga merupakan konsep dari berbagai level dari

abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau

menipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2015) Dalam penelitian ini terdapat satu

variabel yaitu Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

3.5.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional Gambaran Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)
setelah vaksinasi booster pada tenaga kesehatan di RSUP Sanglah

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Hasil


Pengukuran
Variabel dependen
Gambaran KIPI adalah kejadian Google Form 1= Tidak KIPI Nominal
kejadian ikutan yang dialami penerima 2= KIPI Serius
pasca imunisasi vaksin jenis moderna 3=KIPI Non Serius
(KIPI) setelah
vaksinasi
booster
3.6 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

3.6.1 Jenis Data


Jenis data pada penelitian ini adalah data Primer adalah data yang diperoleh
atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian kepada responden secara
langung (Nursalam, 2015). Adapun data primer yang dimaksud adalah
pengumpulan data melalui google form pada tenaga kesehatan meliputi usia, jenis
kelamin, adanya komorbid serta data tanda dan gejala yang dialami pasca
imunisasi.

3.6.2 Cara Pengumpulan Data


Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

3.6.2.1 Melakukan studi pendahuluan di Pos Vaksinasi Wing Amerta

RSUP Sanglah Denpasar.

3.6.2.2 Peneliti mengajukan permohonan ijin yang telah dipersiapkan

oleh institusi STIKes Wira Medika Bali yang telah ditandatangani

Ketua Program Studi Keperawatan Program Sarjana yang

ditujukan kepada Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar dan

dinyatakan baik etik oleh Komite Penelitian RSUP Sanglah.

3.6.2.3 Melakukan pendekatan secara formal kepada bagian diklat RSUP

Sanglah Denpasar untuk memperoleh ijin penelitian.

3.6.2.4 Peneliti mengajukan surat pengantar yang diberikan oleh diklat

kepada kepala rekam medis untuk dapat mengakses data rekam

medis pasien.

3.6.2.5 Mengumpulkan data penelitian dimulai dari penetapan pasien

yang menjadi populasi dalam penelitian yaitu seluruh tenaga


kesehatan yang sudah mendapatkan vaksinasi booster di RSUP

Sanglah.

3.6.2.6 Meminta bantuan kepada seluruh kepala ruangan dan SMF di

Lingkungan RSUP Sanglah untuk mengisi google form.

3.6.2.7 Pengolahan data hasil penelitian menggunakan total jumlah

numerator dibagi jumlah denomirator dikalikan 100%, kemudian

didapatkan hasil persentase Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi derat

ringan dan derajat berat.

3.6.3 Instrumen pengumpul data

Instrumen penelitian merupakan sebuah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data atau informasi yang bermanfaat untuk menjawab

permasalahn penelitian. Instrumen sebagai alat pada waktu penelitian dengan

menggunakan metode tertentu (Nursalam, 2015). Instrumen dalam penelitian ini

adalah google form yang berisi identitas tenaga kesehatan dan tanda gejala KIPI.

Kemudian data yang diperlukan dituangkan dalam tabel lembar rekapitulasi data

agar memudahkan paneliti dalam membuat analisa data.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data


3.7.1 Pengolahan Data
Menurut Setiadi (2013), ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh

peneliti dalam pengolahan data ke dalam beberapa tahap, yaitu:

3.7.1.1 Editing
Editing adalah memeriksa data sudah dilengkapi atau belum. Pada tahap

ini peneliti memeriksa kelengkapan data setelah seluruh data yang dikumpulkan

lengkap, yaitu mengevaluasi kelengkapan lembar rekapitulasi data kejadian

ikutan pasca imunisasi pada google form

3.7.1.2 Coding

Coding adalah klarifikasi pada instrumen penelitian dengan cara

memberi tanda atau kode dalam bentuk angka pada masing-masing instrumen

(Setiadi, 2013). Pada penelitian ini peneliti menggunakan coding sebagai

berikut.

a. Umur

Menurut Hurlock (2002), mengklasifikasi umur manusia menjadi tiga,

yaitu:

1 = Dewasa awal: 18 – 40 tahun

2 = Dewasa tengah: 41 – 60 tahun

3 = Dewasa tua: > 60 tahun

b. Jenis Kelamin

Menurut Notoatmojo (2011) jenis kelamin yaitu tanda biologis yang

membedakan manusia dibagi menjadi dua yaitu:

1 = Laki-laki

2 = Perempuan

d. Komorbid
Menurut Yang et. al. (2020) komorbid dari penyakit COVID-19 menurut

tingkat kejadian yang paling sering ditemukan yaitu:

1. = Tidak ada

2. = Hipertensi

3. = Diabetes mellitus

4. = Penyakit jantung

5. = PPOK

6. = Penyakit ginjal

7. = Lain-lain

e. Kondisi Klinis

Menurut Dhont, et al (2020) klasifikasi silent hypoxia dibagi menjadi dua,

yaitu:

1. = Tidak KIPI

2. = KIPI serius

3. = KIPI Non serius

3.7.1.3 Entry data

Entry data merupakan upaya memasukkan data ke dalam media agar

peneliti mudah mengolah data dengan menggukan komputer. Tahapam entry

data antara lain:

a. Cleaning

Pembersihan data melalui pengecekan kembali data yang dientry

apakah data sudah benar atau belum. Data yang sudah dientry dicocokkan
menggunakan input data pada sistem komputerisasi Rumah Sakit Sanglah

dan diperiksa kembali dengan data yang didapat pada lembar rekapitulasi

data KIPI.

b. Tabulasi

Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian

memasukkannya ke dalam tabel, setiap hasil data pada lembar

rekapitulasi data KIPI berupa umur, jenis kelamin, adanya komorbid,

Mengalami atau tidak Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).

Hal ini dimaksudkan agar memudahkan peneliti pada saat melakukan

pengolahan data. Pada tahap ini dilakukan kegiatan memasukkan data ke

dalam tabel yang telah ditentukan nilai atau kategori faktor secara tepat

dan cepat. Penyajian data dalam penelitian ini yaitu dalam bentuk tabel

sesuai bentuk judul penelitian.

3.8 Teknik Analisa Data

Analisis data yaitu proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke

dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Analisis data adalah rangkaian

kegiatan penelaahan, pengelompokkan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi

data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah (Sugiyono,

2012). Teknik analisis pada penelitian ini menggunakan analisis proporsi. Analisis

ini digunakan untuk memberikan gambaran umum terhadap data hasil penelitian.

Data pendidikan dan pengetahuan diwajibkan dalam bentuk tabel distribusi


frekuensi hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel dengan

rumus sebagai berikut.

𝑛
𝑋= 𝑥100%
𝑁

Keterangan:

X = nilai persentase

n = jumlah pasien yang mengalami silent hypoxia

N = jumlah responden (seluruh pasien yang terkonfirmasi COVID-19)

(Notoatmodjo, 2005)

Pada penelitian ini peneliti menggunakan SPSS 16 untuk menganalisa data

yang telah diperoleh pada subyek penelitian.

3.9 Etika Penelitian

Pada penelitian ini peneliti mengajukan ethical clierance ke bagian diklat

Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Kemudian ethical clierance diberikan oleh rumah

sakit yang sebelumnya telah dijelaskan prosedur penelitian. Kepala diklat

memberikan surat tembusan kepada bagian rekam medik agar peneliti dapat

mengakses data yang diperlukan.

Sebagai pertimbangan etika dalam penelitian ini, peneliti meyakini bahwa

responden dilindungi dengan menerapkan beberapa prinsip etik, yaitu anonimity,

confidentiality dan justice (Polit & Beck, 2012).


3.9.1 Anonimity

Anonimity atau tanpa nama mengandung makna bahwa kerahasiaan

identitas pasien pada rekam medis dijaga oleh peneliti dan hanya digunakan

semata-mata untuk kepentingan penelitian. Hal ini berguna untuk mengetahui

keikutsertaan responden dengan menggunakan kode pada masing-masing

lembar pengumpulan data, peneliti mencantumkan inisial nama responden pada

lembar rekapitulasi KIPI yang diisi oleh peneliti dan diberi kode nomor Rekam

Medik agar sampel tidak ganda.

3.9.2 Confidentiality

Confidentiality atau kerahasiaan adalah data atau informasi yang

diperoleh dari responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya pada

kelompok tertentu saja yang disajikan dalam penelitian, terutama dilaporkan

sebagai hasil riset.

3.9.3 Justice

Prinsip ini menekankan setiap orang layak mendapatkan sesuatu sesuai

dengan haknya menyangkut keadilan destributif dan pembagian yang

seimbang (equitable). Berdasarkan prinsip justice semua data pada google

form tenaga kesehatan mempunyai kesempatan yang sama untuk jadi

responden penelitian.

Anda mungkin juga menyukai