Anda di halaman 1dari 19

TELAAH JURNAL MINGGU KETIGA

OLEH:

INDAH SARI

199012186

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes WIRA MEDIKA BALI

2020
LAMPIRAN A
(TABEL BERBASIS BUKTI)
Article 1
Judul: Pengaruh Pijat Punggung terhadap Skor Kelelahan Pasien Gagal Jantung

Tema/ Tujuan Ukuran Model Variabel/ Instrumen Intervensi Hasil Tanggapi Tingkat
Penulis Sampel/ Kekuatan/ Bukti dan
Karakteristi Kelemahan dan Implikasin
k Kekurangan ya
1. Bamba Untuk sampel yang Dengan IV : pijat punggung Setelah Berdasarkan Kelemahan level of
ng mengid digunakan studi DV : skor kelelahan pasien hasil 1. Kelemahan evidence :
Aditya entifika sebesar 30 metode pasien gagal jantung ataupun penelitian dalam level 3.e
Nugrah si sampel. peneliti instrumen : keluarga dalam jurnal penelitian ini (JBI,2014)
a pengaru Peserta studi an 1. Pengukuran skor yang ini terletak pada
h pijat yang quasi kelelahan memenuhi menunjukan pemberian
punggu memenuhi eksperi menggunakan skala syarat rerata skor intervensi pijat
ng syarat yaitu: mental kelelahan memberik kelelahan punggung yang
terhada (1) Seluruh dengan fungsional an pasien dilakukan
p skor pasien rancang assessment for informed sebelum terhadap pasien
kelelah gagal an one chronic illness consent, diberikan hanya 3 hari.
an jantung group therapy ( FACIT). peneliti intervensi 2. Kemudian
pasien fungsiona pretest akan pijat dalam
gagal l III yang and melakuka punggung penelitian ini
jantung mengala postest n sebesar 24,67 tidak memiliki
di RSU mi design pemberian (SD=7,078) perbandingan
dr. kelelahan. tanpa intervensi dan setelah kelompok
Slamet (2) Gagal menggu yang diberikan Kontrol
Garut. jantung nakan dilakukan intervensi
yang kelomp selama 15 pijat Kekuatan
disebabka ok menit punggung
1. Kekuatan
n oleh control. dengan sebesar 15,9
penelitian ini
arteri Sampel interval 24 (SD=5,75).
dapat dilihat
coroner yang jam Terdapat
dari
(3) Rentang digunak selama 3 penurunan
kelengkapan
usia 22- an hari, skor kelelahan
teori serta
65 tahun sebanya dimana yang
banyak studi
(4) Pasien k 30 tehnik bermakna
pendahulu
mampu orang dalam sesudah
yang
berkomun yaitu pijat dilakukan
mendukung.
ikasi semua punggung intervensi
2. Memaparkan
secara pasien yang pijat
secara jelas
verbal yang diberikan punggung
dan lengkap
dan penuh mengal terdiri dari dengan nilai
mulai dari
sadar. ami hand p=0,000
pendahuluan
changing, (p<0,005).
hingga sampai
gagal tehnik Selain itu, hasil dan
jantung memutar didapatkan kesimpulan.
ibu jari, skor kelelahan
tehnik setelah
efleurasi, intervensi hari
tehnik ketiga secara
petrisasi bermakna
dan tehnik lebih rendah
menyikat. dibanding
skor kelelahan
hari kedua
(p=0,006) dan
hari pertama
(p=0,000).

Kesimpulan :

Terdapat pengaruh pijat punggung terhadap penurunan skor kelelahan pada pasien gagal jantung di RSUD dr. Slamet Garut. Dimana
dalam jurnal ini dijelaskan bahwa rerata skor kelelahan pasien sebelum diberikan intervensi pijat punggung sebesar 24,67 (SD=7,078)
dan setelah diberikan intervensi pijat punggung sebesar 15,9 (SD=5,75). Terdapat penurunan skor kelelahan yang bermakna sesudah
dilakukan intervensi pijat punggung dengan nilai p=0,000 (p<0,005).
1. Pembahasan :
Gagal jantung merupakan penyakit kronis yang secara langsung menurunkan produktivitas penderitanya. Penurunan
produktivitas pada pasien gagal jantung disebabkan oleh kelelahan. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen karena
jantung gagal mempertahankan sirkulasi mengakibatkan terjadinya kelelahan (Smith, Kupper, De Jonge, & Denollet, 2010).
Kelelahan terjadi akibat penurunan kapasitas fisik pasien gagal jantung dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang berakibat
menurunnya kemampuan pasien dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Kelelahan merupakan salah satu gejala gagal jantung (Li-
Huan, Chung-Yi, Shyh-Ming, Wei-Hsian, & AiFu, 2010). Pada pasien gagal jantung terjadi perubahan neurobiokimiawi sebagai
respon kompensasi akibat gangguan yang terjadi. Penurunan curah jantung akan menyebabkan vasokonstriksi yang memperburuk
sirkulasi sehingga kondisi perfusi perifer mengalami penurunan. Kondisi tersebut akan menyebabkan kelelahan pada pasien gagal
jantung (Woung-Ru, Chiung-Yao, & SanJou, 2010).
Kelelahan dapat diatasi dengan cara melakukan teknik relaksasi. Teknik relaksasi merupakan intervensi keperawatan yang
dilakukan untuk mengatasi masalah terutama akibat respon saraf simpatis. Berdasarkan nursing intervention classification (NIC)
domain physiological: basic, ada berbagai macam upaya relaksasi, dintaranya adalah teknik napas dalam, relaksasi otot progresif,
pijat, dan lain sebagainya. Dengan dilakukannya teknik relaksasi, diharapkan dapat menstimulasi saraf parasimpatis yang akan
meredakan ketegangan otot dan vasodilatasi.
Dalam penelitian ini sudah dibuktikan bahwa pijat punggung dapat munurunkan kelelahan pada pasien gagal jantung, dimana
hasil analisis menunjukkan terdapat pengaruh pijat punggung terhadap penurunan skor kelelahan pada pasien gagal jantung di RSUD
dr. Slamet Garut. Dimana dalam jurnal ini dijelaskan bahwa rerata skor kelelahan pasien sebelum diberikan intervensi pijat punggung
sebesar 24,67 (SD=7,078) dan setelah diberikan intervensi pijat punggung sebesar 15,9 (SD=5,75). Terdapat penurunan skor
kelelahan yang bermakna sesudah dilakukan intervensi pijat punggung dengan nilai p=0,000 (p<0,005).
Pijat punggung dapat menstimulasi reseptor parasimpatis di area punggung secara langsung sehingga pasien merasa rileks. Selain
itu, dengan adanya relaksasi maka pembuluh darah dapat dilatasi yang berimplikasi pada menurunnya resistensi perifer yang secara
langsung akan menurunkan beban kerja jantung. Dilatasi pembuluh darah terjadi akibat sekresi agen vasoaktif yang jumlahnya akan
meningkat jika tubuh berada pada kondisi relaksasi.
Mekanisme pijat punggung dalam mengatasi kelelahan pada pasien gagal jantung adalah dengan mengelola masalah fisik
maupun psikologis akibat gagal jantung yang menjadi prediktor terjadinya kelelahan. Pijat punggung mampu merelaksasikan
beberapa kumpulan otot di area punggung yang akan merangsang sistem limbik di hipotalamus untuk mengeluarkan corticotropin
releasing factor (CRF). Substansi tersebut akan menstimulasi hipofisis untuk meningkatkan sekresi endorfin dan pro opioid melano
cortin (POMC) yang akan meningkatkan produksi ensefalin oleh medula adrenal sehingga akan memengaruhi suasana hati dan
memberikan perasaan rileks.
Secara fisiologis pijat punggung merupakan salah satu teknik relaksasi yang memengaruhi tubuh secara fisik maupun psikis.
Pijat punggung memberikan efek relaksasi dengan cara menstimulasi pengeluaran endorfin di otak yang berefek menekan aktifitas
saraf simpatis dan menstimulasi aktivasi saraf parasimpatis (Chen et al., 2013). Dengan pijat punggung, maka pembuluh darah akan
dilatasi, otot akan relaksasi, serta kondisi psikologis akan lebih baik karena peningkatan endorfin dan serotonin di otak. Pada fase
tersebut, maka sirkulasi ke jaringan sistemik akan mengalami perbaikan meskipun jantung mengalami penurunan dalam aspek
kontraktilitas maupun curah jantung. Perbaikan sirkulasi akan mengatasi kelelahan yang diala mi. Katabolisme akan terjadi,
glukoneogenesis berlangsung dengan baik sehingga jaringan mendapatkan energi. Peningkatan jumlah energi strategis dalam tubuh
akan secara langsung mengatasi kelelahan yang dialami pasien dengan catatan pasien beraktivitas sesuai toleransinya
Mekanisme lain pijat punggung dalam mengatasi kelelahan adalah dengan cara merelaksasikan beberapa kumpulan otot di area
punggung yang akan merangsang sistem limbik di hipotalamus untuk mengeluarkan corticotropin releasing factor (CRF). Substansi
tersebut akan menstimulasi hipofisis untuk meningkatkan sekresi endorfin dan pro opioid melano cortin (POMC) yang akan
meningkatkan produksi ensefalin oleh medula adrenal sehingga akan memengaruhi suasana hati dan memberikan perasaan rileks
(Black & Hawks, 2010)
2. Tujuan Keseluruhan
Ulasan ini bertujuan untuk mereview jurnal tentang Pengaruh Pijat Punggung terhadap Skor Kelelahan Pasien Gagal Jantung

3. Tujuan Spesifik
1) Untuk mengidentifikasi Pengaruh Pijat Punggung terhadap Skor Kelelahan Pasien Gagal Jantung
2) Untuk menentukan ukuran atau alat untuk menilai Skor Kelelahan Pasien Gagal Jantung
3) Untuk menentukan intervensi dan manajemen untuk menangani pasien yang mengalami kelelahan gagal jantung

4. Metode
Pencarian dilakukan menggunakan database manual dan elektronik. Artikel atau jurnal yang diterbitkan selama tahun 2015 dan
tahun 2020 diambil menggunakan Google Scholar dengan menggunakan istilah kombinasi menurut pico :
P : Pasien yang mengalami kelelahan pada pasien gagal jantung
I : Pemberian Pijat Punggung
C : Tidak ada intervensi pembanding yang dilakukan oleh penelitian ini
O : Untuk mengidentifikasi pengaruh pijat punggung terhadap skor kelelahan pasien gagal jantung

Pencarian terbatas pada artikel dengan Bahasa Indonesia. Ada 1 jurnal atau artikel tentang gagal jantung. Daftar referensi artikel
yang dipilih adalah relevan. Artikel dipilih dengan membaca abstrak untuk memastikan relevansi.
LAMPIRAN A

(TABEL BERBASIS BUKTI)


Article 2
Judul: Pengaruh Ventilatory Muscle Training (VMT) Terhadap Penurunan Dyspnea Pada Penderita Congestive Heart Failure
Tema/ Tujuan Ukuran Model Variabel/ Instrumen Intervensi Hasil Tanggapi Tingkat
Penulis Sampel/ Kekuatan/ Bukti dan
Karakteristi Kelemahan dan Implikasin
k Kekurangan ya
1. Kasron untuk sampel yang Dengan IV : pemberian terapi Setelah Berdasarkan Kelemahan level of
, menget digunakan studi Ventilatory Muscle pasien hasil 1. Pemberian evidence :
Susila ahui sebesar 20 quasi- Training (VMT) ataupun penelitian intervensi level 2.d
wati pengar responden. experi DV : Penurunan keluarga didalam hanya (JBI,2014)
dan uh Peserta studi mental, Dyspnea Pada yang jurnal ini dilakukan 3
Wishn Ventila yang dengan Penderita Congestive memenuhi didapatkan hari
u tory memenuhi pendek Heart Failure syarat pengaruh
Subrot Muscle syarat yaitu: atan instrumen : memberik ventilatory Kekuatan
o Trainin (1)Pasien pre- 1. Lembar Observasi an muscle
1. Kekuatan
g gagal posttest Modifications of informed training
penelitian ini
(VMT) jantung without Borg scales consent, terhadap
dapat dilihat
untuk stabil control digunakan untuk pasien dyspnea pada
dari
menuru yang group mengukur dyspnea menyelesa pasien
kelengkapan
nkan ditandai design. ikan Congestive
dyspne dengan: instrumen Heart Failure teori serta
a tidak ada dengan (CHF) banyak studi
nyeri diberikann dimana pendahulu
dada, ya bahwa yang
denyut eksperime ventilatory mendukung.
nadi n berupa muscle
istirahat pre tes dan training
50- post test, efektif untuk
90x/menit dimana menurunkan
dan Pengambi dyspnea pada
reguler, lan data pasien CHF
tekanan dengan dengan p-
darah mengukur value <0,012.
sistolik dyspnea
100-150 sebelum
mmHg, intervensi
dan VMT dan
tekanan setelah
darah hari
diastolik ketiga
60-90 intervensi
mmHg .
(2)Mampu Intervensi
mengontr VMT
ol selama 20
pernafasa menit,
n satu kali
(3)Bersedia sehari,
menjadi selama
responde tiga hari.
n

Kesimpulan :

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa hasil dyspnea sebelum intervensi 4,2±0,9 dan setelah intervensi
3,6±1,1, analisis perbandingan menunjukan ada perbedaan skala dyspnea antara sebelum dan setelah VMT dengan p-value: 0,012.
Jadi dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pe ngaruh ventilatory muscle training terhadap dyspnea pada
pasien Congestive Heart Failure (CHF)

1. Pembahasan :
Dyspnea atau sesak nafas sering muncul pada penyakit kardiovaskular (cardiovascular disease, CVD) seperti penyakit
jantung koroner dan Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung (Shahar et al., 2010). Congestive Heart Failure
(CHF) adalah ketidakmampuan otot jantung memompakan sejumlah darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
Dyspnea pada pasien CHF dapat muncul sebagai dyspnea on exertion, orthopnoea maupun paroxysmal nocturnal
dyspnoea. Persentase gejala sesak nafas dispnoea (52%), orthopnoea (81%), paroxysmal nocturnal dyspnoea (76%). Dyspnea
akan terasa semakin memburuk jika pasien CHF mengalami gangguan anemia dan adanya oedema pulmonal. (Panel et al.,
2011) (Ezekowitz, Mcalister, & Armstrong, 2003).
Mekanisme yang mendasari dyspnea sangat kompleks diantaranya hipotesis penyebab dyspnea adalah penurunan cardiac
output (COP) jantung yang terjadi saat aktifitas pada pasien CHF yang mengakibatkan iskemia otot pernapasan dan pada
akhirnya menyebabkan kelelahan otot pernafasan. Penelitian menggunakan spektroskopi inframerah, diketahui menunjukan
peningkatan aktifitas otot diafraghma dan adanya deoxygenasi otot aksesori pernapasan yang signifikan selama aktifitas pasien
CHF yang berakibat pada meningkatnya frekuensi aktivitas otot pernapasan utama dan kelelahan otot pernafasan aksesori
tersebut. Meningkatnya aktivitas otot pernafasan dan kelemahan otot pernafasan cukup untuk membangkitka n sensasi dyspnea
pada pasien CHF (Mancini, Henson, Lamanca, & Levine, 1992).
Gangguan dyspnea pada pasien dengan CHF seringkali menyebabkan terbatasnya aktivitas hidup sehari-hari, menurunkan
kapasitas fungsional, dapat menyebabkan masalah gangguan tidur, peningkatan respon cemas dan depresi, selain itu juga
kondisi dyspnea akan meningkatkan angka kematian, readmission, lama rawat inap dan biaya perawatan pasien itu sendiri
(Mentz et al., 2015).
Penurunan dyspnea pasien CHF merupakan tujuan utama treatment dan merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan
pasien CHF. Untuk menurunkan dyspnea dapat digunakan beberapa treatmen pada pasien CHF sesuai dengan kondisi penyerta
yang mengganggu baik menggunakan oksigenasi, manajemen farmakologi, dan training exercise. Training exercise pada
pasien CHF masuk dalam kategori aktifitas cardiac rehabilitation exercise. Training exercise merupakan terapi dengan
melakukan aktifitas fisik tertentu yang dilakukan secara terarah dan terukur pada pasien CHF dengan indik ator tekanan darah,
denyut nadi dan respirasi. (Antunes- Correa et al., 2014; Nicholson, 2014).
Streatmen dalam peneitian ini memberikan ventilatory muscle training (VMT) kepada pasien penderita congestive heart failure
yang mengalami dyspsnea. Dalam jurnal penelitian ini menunjukan bahwa ventilatory muscle training efektif untuk menurunkan
dyspnea pada pasien CHF dengan p-value <0,012. Dimana hasil yang didapatkan dalam penelitian ini dyspnea sebelum
intervensi 4,2±0,9 dan setelah intervensi 3,6±1,1, setelah dilakukan analisis kepada pasien yang telah diberikan intervensi dan
sebelum diberikan intervensi, analisis perbandingannya menunjukan ada perbedaan skala dyspnea antara sebelum dan setelah
VMT dengan p-value: 0,012.
Beberapa faktor yang dapat menimbulkan resiko gagal jantung adalah kebiasaan merokok, kurang aktivitas fisik,
perubahan pola diet, kelebihan berat badan, hiperlipidemia, diabetes, hipertensi, usia, jenis kelamin dan keturunan.
Berdasarkan penelitian diketahui penyebab utama CHF adalah hipertensi dan penyakit arteri koronaria.

2. Tujuan Keseluruhan
Ulasan ini bertujuan untuk mereview Pengaruh Ventilatory Muscle Training (VMT) Terhadap Penurunan Dyspnea Pada Penderita
Congestive Heart Failure

3. Tujuan Spesifik
1) Untuk mengidentifikasi Pengaruh Ventilatory Muscle Training (VMT) Terhadap Penurunan Dyspnea Pada Penderita Congestive
Heart Failure
2) Untuk menentukan ukuran atau alat untuk menilai Penurunan Dyspnea Pada Penderita Congestive
3) Untuk menentukan intervensi dan manajemen untuk menangani pasien yang mengalami Dyspnea Pada Penderita Congestive
Heart Failure

4. Metode
Pencarian dilakukan menggunakan database manual dan elektronik. Artikel atau jurnal yang diterbitkan selama tahun 2015 dan
tahun 2020 diambil menggunakan Google Scholar dengan menggunakan istilah kombinasi menurut pico :
P : Pasien yang mengalami Dyspnea Pada Penderita Congestive Heart Failure
I : Pemberian Ventilatory Muscle Training (VMT)
C : Tidak ada intervensi pembanding yang dilakukan oleh penelitian ini
O : Untuk mengetahui pengaruh Ventilatory Muscle Training (VMT) untuk menurunkan dyspnea pada Penderita Congestive
Heart Failure

Pencarian terbatas pada artikel dengan Bahasa Indonesia. Ada 1 jurnal atau artikel tentang Congestive Heart Failure. Daftar referensi
artikel yang dipilih adalah relevan. Artikel dipilih dengan membaca abstrak untuk memastikan relevansi.
LAMPIRAN A
(TABEL BERBASIS BUKTI)
Article 3
Judul: Pengaruh Breathing Retraining Terhadap Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Asuhan Keperawatan Pasien PPOK

Tema/ Tujuan Ukuran Model Variabel/ Instrumen Intervensi Hasil Tanggapi Tingkat
Penulis Sampel/ Kekuatan/ Bukti dan
Karakteristi Kelemahan dan Implikasin
k Kekurangan ya
1. Farida Untuk sampel yang Dengan IV : Terapi Breathing Setelah Berdasarkan Kelemahan level of
h Aini, menget digunakan studi Retraining pasien hasil 1. kekurangan evidence :
Ratna ahui sebesar 34 kuasi DV : Peningkatan ataupun penelitian dalam level 2.d
Sitoru, pengaru responden. eksperi Fungsi Ventilasi Paru keluarga dalam jurnal penelitian ini (JBI,2014)
Budiha h Peserta studi men, Pada Pasien PPOK yang ini hanya kurang
rto breathi yang dengan instrumen : memenuhi menunjukkan mencantumka
ng memenuhi rancang 1. Peak Flow/PEF- syarat breathing n manfaat dari
retraini syarat yaitu: an meter memberik retraining pelaksanaan
ng (1) bersedia control 2. Bronkodilator an memberikan penelitian dan
terhada menjadi group informed pengaruh saran dari
p responde pretest- consent, dalam peneliti.
peningk n posttest mereka meningkatkan
atan (2) pasien . Dalam menyelesa fungsi
fungsi PPOK peneliti ikan
ventilas dengan an ini instrumen ventilasi paru Kekuatan
i paru arus sampel penelitian pasien PPOK.
1. Kekuatan
pada puncak yang dengan
penelitian ini
pasien ekspirasi digunak bantuan
dapat dilihat
Penyaki (APE) < an peneliti
dari
t Paru 80% adalah dan
kelengkapan
Obstruk (3) pasien pasien asisten
teori
tif kooperati dengan peneliti.
2. Hasil
Kronik f masala Sebelum
penelitian yang
(PPOK) (4) saat h diberikan
dijabarkan
dirawat PPOK. intervensi
sudah lengkap
tidak Peneliti pasien
di dalam
merokok an ini akan
penelitian ini.
(5) mendapat dilaksa dilakukan
kan terapi nakan pengukura
bronkodil pada n APE
ator bulan sebagai
(6) bila sekret april data
banyak, hingga pretes,
mendapat mei selanjutny
kan 2017. a akan
tindakan diberikan
manajem intervensi
en sekresi selama 6
bronkial hari.
(7) tidak Dalam 1
menderita hari
penyakit terdapat 3
lain yang latihan.
mengang APE
gu fungsi diukur
ventilasi setiap pagi
paru-paru sebelum
latihan
dan 1 jam
sebelum
diberikan
intervensi.

Kesimpulan :

Berdasarkan hasil penelitian dalam jurnal ini breathing retraining memberikan pengaruh dalam meningkatkan fungsi ventilasi paru
pasien PPOK. Rerata nilai fungsi ventilasi paru pasien PPOK berbeda. Terdapat makna antara sebelum dan sesudah intervensi breathing
retraining selama enam hari (p value = 0.000). Rerata nilai fungsi ventilasi paru pasien PPOK setelah intervensi antara kelompok
intervensi dengan kelompok kontrol berbeda secara signifikan (p value = 0.012).

1. Pembahasan :
Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sering mengalami peningkatan tahanan aliran udara, air trapping, dan
hiperinflasi paru. Hiperinflasi paru menyebabkan kerugian pada otot inspiratori secara mekanik, sehingga terjadi peningkatan
ketidakseimbangan antara mekanisme pernapasan, kekuatan dan kemampuan usaha bernafas untuk memenuhi volume tidal
(Smeltzer & Bare, 2005). Kondisi di tersebut dapat menyebabkan penurunan fungsi ventilasi paru, dimana fungsi ventilasi paru
adalah kemampuan dada dan paru untuk mengerakkan udara masuk dan keluar alveoli (Hudak & Gallo, 2005).
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien PPOK salah satunya adalah gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan ventilasi, hipersekresi jalan napas. Intervensi mandiri yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara lain; atur posisi
tidur semi fowler, monitor frekuensi pernapasan, dan kedalaman pernapasan (Smeltzer & Bare, 2005).
Dalam penelitian ini treatment yang diberikanan adalaha Latihan pernapasan (breathing retraining). Latihan pernapasan
(breathing retraining) memberikan manfaat yang baik pada pasien PPOK, seperti diaphragm breathing yang mengurangi frekuensi
pernapasan, meningkatkan ventilasi alveolar, dan membantu mengeluarkan CO2 selama ekspirasi. Pursed-lip breathing dapat
mencegah kolaps paru dan membantu pasien mengendalikan frekuensi serta kedalaman pernapasan (Lewis, Dirksen, & Heitkemper,
2000).
Dalam penelitian ini hasil uji polled t-test menunjukkan fungsi ventilasi paru setelah breathing retraining kelompok intervensi
berbeda bermakna dengan kelompok kontrol (P = 0,012, α = 0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan fungsi ventilasi paru pasien
PPOK yang mendapat intervensi breathing retraining lebih tinggi dibandingkan yang tidak mendapat breathing retraining. Hasil uji
paired ttest menunjukkan bahwa breathing retraining berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan fungsi ventilasi paru
subjek (P = 0,000, α = 0,05). Efektifitas breathing retraining sebesar 56.18%, artinya breathing retraining dapat meningkatkan fungsi
ventilasi paru sebesar 56,18%.
Breathing retraining adalah strategi yang digunakan dalam rehabilitasi pulmonal untuk menurunkan sesak napas dengan cara
relaksasi, diaphragm breathing dan pursed-lip breathing. Pursed-lip breathing menimbulkan obstruksi terhadap aliran udara
ekshalasi dan meningkatkan tahanan udara, menurunkan gradien tekanan transmural, dan mempertahankan kepatenan jalan napas
yang kolaps selama ekshalasi. Proses ini membantu menurunkan pengeluaran udara yang terjebak sehingga dapat mengontrol
ekspirasi dan memfasilitasi pengosongan alveoli secara maksimal (Dechman & Wilson, 2004). Pursed-lip breathing tidak secara
langsung menurunkan kapasitas fungsional residu, tetapi perbaikan sesak napas merupakan akibat restorasi diafragma terhadap
posisi toraks yang mengalami kontraksi.

2. Tujuan Keseluruhan
Ulasan ini bertujuan untuk mereview Pengaruh Breathing Retraining Terhadap Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Asuhan
Keperawatan Pasien PPOK

3. Tujuan Spesifik
1) Untuk mengidentifikasi Pengaruh Breathing Retraining Terhadap Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Asuhan Keperawatan
Pasien PPOK
2) Untuk menentukan ukuran atau alat untuk menilai Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Asuhan Keperawatan Pasien PPOK
3) Untuk menentukan intervensi dan manajemen untuk menangani pasien yang mengalami PPOK

4. Metode
Pencarian dilakukan menggunakan database manual dan elektronik. Artikel atau jurnal yang diterbitkan selama tahun 2015 dan
tahun 2020 diambil menggunakan Google Scholar dengan menggunakan istilah kombinasi menurut pico :
P : Pasien yang mengalami penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
I : Pemberian Terapi Breathing Retraining
C : Tidak ada intervensi pembanding yang dilakukan oleh penelitian ini
O : Untuk mengetahui pengaruh breathing retraining terhadap peningkatan fungsi ventilasi paru pada pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK)

Pencarian terbatas pada artikel dengan Bahasa Indonesia. Ada 1 jurnal atau artikel tentang pasien PPOK. Daftar referensi artikel
yang dipilih adalah relevan. Artikel dipilih dengan membaca abstrak untuk memastikan relevansi.

Anda mungkin juga menyukai