Anda di halaman 1dari 89

PEDIATRI

KATARAGAMA
Catatan Koas | Ilmu Kesehatan Anak
“ANAMNESIS & PEMERIKSAAN FISIK ANAK”
 Anamnesis :
- Keluhan utama  sacred seven (onset, lokasi, durasi, karakteristik,
faktor yang memperberat, faktor yang memperingan, terapi saat ini)
- Fundamental four (riwayat peyakit sekarang, dahulu, keluarga 
buat pedigree, sosial ekonomi)
- Keluhan penyerta
- Riwayat perinatal  prenatal (ANC), natal, postnatal
- Riwayat nutrisi  ASI/sufor, MPASI, kualitas dan kuantitas makanan)
- Riwayat pertumbuhan  Kartu Menuju Sehat / KMS (PB/TB, BB,
lingkar kepala)
- Riwayat perkembangan  milestone atau KPSP (motorik kasar,
motorik halus, bahasa dan sosial)
- Riwayat imunisasi
 Pemeriksaan fisik :
- Keadaan umum
- Kesadaran
- Tanda-tanda vital
- Status antropometri
- Pemeriksaan head to toe
 Kepala  mata, telinga, hidung, tenggorokan
 Leher
 Thoraks  paru-paru dan jantung (inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi)
 Abdomen (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi)
 Genital
 Ekstremitas
 Punggung
- Postur
- Pemeriksaan neurologis
“NEONATOLOGI”
 Persiapan bayi :
- Bernapas atau menangis ?
- Tonus baik atau tidak ?
- Bayi cukup bulan atau tidak ?
 Jika 1 diatas ada yang tidak baik  ikuti algoritma resusitasi neonatus
 Jika semua diatas baik  ikuti 10 asuhan bayi baru lahir
 Langkah awal jika  tidak menangis, tonus tidak baik atau preterm :
1. Hangatkan  1 kain
2. Atur posisi  sniffing position (kepala meneladah keatas dengan
memberikan 1 kain yang sudah digulung diletakkan dibawah
kepala  agar jalan napas lurus/terbuka)
3. Isap lendir  suction
4. Keringkan dan stimulasi  1 kain
5. Atur posisi kembali
6. Nilai Apgar
 Jika dilakukan langkah awal tetapi denyut jantung < 100 x/menit  VTP
 Jika dilakukan langkah awal tetapi denyut jantung < 60 x/menit  VTP
dulu (jangan tergesa-gesa untuk kompresi dada, karena di algoritma
hanya ada < 100)
 Jika sudah dilakukan VTP kemudian masih < 100 x/menit atau
pengembangan dada tidak adekuat, lakukanlah langkah evaluasi :
1. Sungkup  nilai posisinya harus menutupi hidung dan mulut
2. Reposisi  benarkan sniffing position (semi ekstensi)
3. Isap lendir  pastikan lendir bersih
4. Buka mulut  pastikan terbuka
5. Tekanan  pastikan tekanan (2 VTP tiap 1 napas)
6. Alternatif O2  via intubasi
 Jika sudah dilakukan VTP kemudian masih < 60 x/menit (lakukan
langkah evaluasi dulu, ingat jangan tergesa-gesa kompresi karena di
algoritma masih < 100)
 Jika sudah langkah evaluasi < 60 x/menit  VTP + kompresi dada (3
kompresi tiap 1 napas), karena di algoritma sudah menunjukkan < 60
 Jika masih tetap < 60 x/menit setelah VTP + kompresi  pemberian
epinefrin, dosis 0,1-0,3 mcg/kg
 Pengenceran epinefrin 1:10000  1 ml epinefrin + 9 ml NaCl diisi pada
spuit 10 cc atau 0,1 ml epinefrin + 0,9 NaCl diisi pada spuit 1 cc,
kemudian disuntikkan 0,1 – 0,3 cc (kalau bayi beratnya 1 kg)
 Jika denyut jantung sudah > 100 x/menit, lihat apakah bernapas spontan
atau tidak
- Jika ada distress napas  CPAP
- Jika ada sianosis sentral persisten tanpa distress napas 
suplementasi oksigen
- Jika normal  ikuti 10 asuhan bayi baru lahir
 Penilaian dilakukan pada menit ke-1 dan 5 serta dilanjutkan tiap 5 menit
 Penilaian dihentikan sampai nilai Apgar mencapai 7
 Contoh AS : 5/5/6/8 atau 7/9
 Interpretasi :
- > 7  tidak asfiksia
- 4-6  asfiksia ringan-sedang
- < 3  asfiksia berat

0 1 2
Appearance Seluruh tubuh biru / Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
(warna kulit) pucat ekstremitas biru kemerahan
Pulse
Tidak ada < 100 x/menit >100 x/menit
(laju jantung)
Gerakan sedikit
Grimace Tidak bereaksi Reaksi melawan
dan menangis
(refleks) terhadap stimulasi dan menangis
lemah
Activity Ekstremitas fleksi
Lumpuh Gerakan aktif
(tonus otot) sedikit
Respiration
Tidak ada Lambat Menangis kuat
(usaha napas)

 Penilaian untuk menilai apakah ada gangguan pernapasan


 Interpretasi :
- 0  normal
- 1-3  gawat napas ringan
- 4-5  gawat napas sedang
- > 6  gawat napas berat

0 1 2

Pernapasan <60 x/menit 60-80 x/menit >80 x/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat


Sianosis hilang Sianosis menetap
Tidak ada
Sianosis dengan pemberian walaupun diberi
sianosis
oksigen oksigen
Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
Air entry
bilateral baik udara masuk masuk
Dapat didengar Dapat didengar
Merintih Tidak merintih
dengan stetoskop tanpa alat bantu
1. Jaga bayi tetap hangat (cegah hipotermi)
- Hipotermi sedang  32-36,40C
- Hipotermi berat  <320C
2. Isap lendir dari mulut dan hidung (mulut dahulu baru hidung)
3. Keringkan bayi
4. Potong tali pusat  di kala 3
5. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
6. Pencegahan perdarahan (vitamin K1 / Phytomenadione dosis 1 mg
single dose di anterolateral paha kiri secara IM)
- Sediaan 10 ml  0,1 ml vit K
- Sediaan 2 ml  0,5 ml vit K
7. Salep mata antibiotik (tetrasiklin 1%)
8. Imunisasi (hepatitis B 0,5 ml IM di anterolateral paha kanan 1-2 jam
setelah pemberian vitamin K)
9. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
10. Pemulangan bayi dan nilai tanda bahaya (minimal 24 jam post partum)

 Tidak mau makan atau minum


 Kejang
 Gerak hanya bila dirangsang
 Napas > 60 x/menit atau < 30 x/menit
 Retraksi atau merintih
 Diare
 Banyak nanah di mata
 Suhu tubuh > 37,50C (hipertermia) atau < 360C (hipotermi)

 ET tube  biasanya ukuran 2,5; 3; 3,5


 Blade  yang lurus  blade Miller
 Suction  8 Fr
 Bagging  VTP  BVM / balon sungkup (alatnya)
 CPAP  alat untuk memberikan pernapasan dengan tekanan (tidak
melihat inspirasi atau ekspirasi sehingga kontinu)
 BPAP  memberikan tekanan positif tetapi ada levelnya (bisa diset 2
tekanan pada saat inspirasi dan ekspirasi)
 PEEP  T-piece resusitator  menjaga alveoli tidak kolaps dan lebih
gampang mengembangkan alveoli
 New Ballard Score (NBS)  menghitung usia bayi baru lahir dengan
menilai dari kematangan neuromuskular dan kematangan fisik
 Kematangan muskular
- Posture  bayi posisi supinasi dan dalam keadaan tenang
- Square window  tangan fleksi pada pergelangan, beri cukup
tekanan untuk mendapatkan posisi sefleksi mungkin, dinilai sudut
antara eminensia hipothenar dan bagian anterior lengan bawah
(jangan memutar pergelangan tangan)
- Arm recoil  posisi bayi terlentang, fleksikan lengan bawah secara
penuh selama 5 detik, kemudian ekstensikan secara penuh dengan
cara menarik tangan dan melepaskannya
- Popliteal angle  posisi bayi terlentang dan pelvis mendatar, kaki
fleksi pada paha dan paha difleksikan penuh menggunakan tangan
(paha menyentuh perut), dengan tangan yang lain kaki
diekstensikan, ukur sudut yang terbentuk antara paha dan betis
didaerah popliteal
- Scarf sign  posisi bayi terlentang, pegang tangan bayi dan tarik
melintasi leher sejauh mungkin melewati bahu yang berlawanan, nilai
sesuai dengan lokasi siku
- Heel to ear  posisi bayi terlentang, pegang kaki bayi dengan satu
tangan dan gerakkan ke arah kepala sedekat mungkin tanpa
melakukan paksaan
 Kematangan fisik :
- Kulit
- Lanugo (rambut halus pada tangan)
- Permukaan plantar kaki
- Payudara
- Mata / daun telinga
- Kelamin laki-laki atau perempuan

Skor -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Usia (minggu) 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44
BMK  Besar Masa Kehamilan
SMK  Sesuai Masa Kehamilan
KMK  Kecil Masa Kehamilan

BKB  Bayi Kurang Bulan


BCB  Bayi Cukup Bulan
BLB  Bayi Lebih Bulan

Menurut berat badan lahir :


BMK  > 4000 gram
SMK  2500 – 3999 gram
KMK  < 2500 gram (BBLR)

Menurut usia kehamilan :


BKB  < 38 minggu
BCB  38 – 42 minggu
BLB  > 42 minggu
 Aneuploidy  kondisi ketika jumlah kromosom abnormal (bisa bertambah
atau menghilang), salah satu bentuk aneuploidy adalah monosomi
(hilangnya satu homolog kromosom) atau trisomi (kondisi bertambahnya
tiga salinan kromosom)

 Retardasi mental  Retardasi mental  Retardasi mental


 Kulit leher yang  Prominen oksiput  Mikrosefali
bersusun  Mikrognatia  Mikroftalmia
 Lipatan epikantus  Low set ears  Bibir sumbing
dan wajah datar  Overlapping fingers  Polidaktili
 Simian crease  Defek jantung  Defek jantung
 Defek jantung  Malformasi renal  Hernia umbilikalis
 Stenosis intestinal  Abduksi paha  Defek renal
 Hernia umbilikalis terbatas  Rocker-bottom feet
 Hipotonus  Rocker-bottom feet
 Gap antara jari ke-1
dan ke-2 pada kaki
“NEUROLOGI”

 Kejang demam  bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu


tubuh > 380C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial, tidak
terbukti adanya gangguan elektrolit, infeksi SSP, dan riwayat kejang
tanpa demam sebelumnya
 Usia kejang demam  6 bulan – 5 tahun
 Kejang demam sederhana :
- Kejang < 15 menit
- Kejang umum tonik-klonik
- Kejang tidak berulang
 Kejang demam kompleks :
- Kejang > 15 menit
- Kejang fokal, fokal menjadi umum
- Kejang berulang dalam 24 jam
 Faktor risiko kejang demam  riwayat kejang demam dalam keluarga,
usia < 18 bulan, tingginya suhu badan sebelum kejang, dan lamanya
demam sebelum kejang
 Indikasi lumbal pungsi (pada kejang demam pertama) :
- Umur < 12 bulan  harus dilakukan
- Umur 12-18 bulan  harus dipikirkan
- Umur > 18 bulan  tidak dianjurkan (kecuali ada gejala meningitis
atau infeksi intrakranial)
 Indikasi CT Scan :
- Tidak diperlukan pada KDS atau KDK
- Insiden kelainan patologis intrakranial pada KDK sangat rendah
- Harus dilakukan jika makrosefali/mikrosefali dan kelainan neurologi
yang menetap, terutama lateralisasi
 Indikasi EEG :
- Tidak diperlukan terutama pada KDS atau tanpa defisit neurologis
- Abnormalitas EEG  epilepsi (penjelasan epilepsi dan status
epileptikus di catatan neurologi)
- Kejang fokal
Catatan :
 Antipiretik :
- Paracetamol  10-15 mg/kgBB/kali (4x sehari)
- Ibuprofen  5-10 mg/kgBB/kali (3-4x sehari)
 Antikejang :
- Pastikan pemberian diazepam 3 kali sebelum diberikan fenitoin atau
fenobarbital (jika masih kejang)
- Diazepam rektal < 12 kg (5 mg), > 12 kg (10 mg)
- Diazepam IV 0,2-0,5 mg/kgBB (kecepatan 2 mg/menit)
 Jika kejang masih berlanjut :
- Fenobarbital IV 20 mg/kgBB (dosis max 1000 mg)
- Fenitoin IV 20 mg/kgBB (dosis max 1000 mg)
 Obat rumatan (jika kejang berhenti) :
- Fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis
- Fenitoin 5-10 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis
- Asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari, dibagi 2-3 dosis
 Profilaksis (jika datang sudah tidak kejang, cegah agar tidak kejang lagi)
- Intermitten (kejang demam dengan faktor risiko), diberikan diazepam
0,3 mg/kgBB/kali (max 7,5 mg/kali)
- Kontinu (kejang fokal, kejang > 15 menit, dan defisit neurologis yang
berat), diberikan :
 Fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis (efek samping
penurunan kognitif)
 Asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari, dibagi 2-3 dosis (paling
bagus)
 Spina bifida  gagal penutupan neural tube pada saat usia
kandungannya 28 hari, biasanya setinggi lumbal
 Etiologi  kurangnya asupan asam folat dan bisa juga penggunaan
asam valproat (FDA pregnancy kategori D)
 Gejala lain  deformitas ortopedik, hidrosefalus dan malformasi Chiari
II
 Pemeriksaan  alfa-fetoprotein dan asetilkolinesterase meningkat pada
cairan amnion dan darah ibu
 Jenis spina bifida :
- Spina bifida occulta  tersembunyi (hanya terlihat rambut pada
daerah punggung), tidak ada benjolan
- Spina bifida meningocele / cystica  ada benjolan bening (cairan
CSF)  transluminasi (+) dan gangguan motorik (-)
- Spina bifida meningomyelocele  ada benjolan yang isinya bukan
cairan bening lagi serta selaput masih ada  transluminasi (-) dan
gangguan motorik (+)
- Spina bifida myeloschisis  ada benjolan yang isinya bukan cairan
bening lagi serta selaput sudah tidak ada  transluminasi (-) dan
gangguan motorik (+)

A  spina bifida okulta


B  spina bifida meningokel / sistika
C  spina bifida meningomielokel
D  spina bifida mieloskisis
 DMD  gagal pembentukan protein pada otot ekstremitas inferior
 DMD  bersifat X-linked resesif (pada laki-laki)
 Biopsi  gambaran pseudo hipertrofi (terbentuknya jaringan ikat yang
membuat otot membesar yang seharusnya protein otot sehingga tidak
ada kekuatan pada otot kaki)
 Tanda khas :
- Gowers phenomenon  gerakan seperti memanjat tubuh sendiri,
bertumpu terlebih dahulu dengan tangan saat berdiri
- Waddling gait  sat jalan seperti gerakan melempar kaki

Gowers phenomenon Waddling gait


 Cerebral palsy  kelainan motorik non progresif yang timbul akibat
sekunder lesi atau anomali otak
 Etiologi  prenatal, natal, postnatal
 Tanda khas :
- Spastisitas  hipertonus, hiperrefleks, klonus (+), babinski (+)
- Tonus otot berubah  berbaring seperti kodok, awalnya tampak
flaksid ketika dirangsang menjadi spastik, refleks neonatal dan tonic
neck refleks menetap
- Korea atetosis  pergerakan terjadi sendiri (involuntary movement)
akibat kerusakan di ganglia basalis
- Ataksia  gangguan koordinasi
- Gangguan pendengaran  terutama nada tinggi
- Gangguan bicara  akibat retardasi mental
- Gangguan mata  strabismus konvergen
 Derajat keparahan (Gross Motor Function Classification System) :
- GMFCS derajat 1  berjalan tanpa hambatan, keterbatasan terjadi
pada gerakan motorik kasar yang lebih rumit
- GMFCS derajat 2  berjalan tanpa alat bantu, keterbatasan dalam
berjalan diluar rumah
- GMFCS derajat 3  berjalan dengan alat bantu, keterbatasan dalam
berjalan diluar rumah
- GMFCS derajat 4  bergerak sendiri terbatas, menggunakan alat
bantu gerak yang cukup canggih saat berjalan diluar rumah
- GMFCS derajat 5  bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun
sudah menggunakan alat bantu yang canggih
Moro Sejak lahir 6 bulan

Palmar grasp Sejak lahir 6 bulan

Plantar grasp Sejak lahir 9-10 bulan

Asymmetric tonic neck Sejak lahir 5-6 bulan

Sucking & rooting Sejak lahir 3-4 bulan

Stepping Sejak lahir 3 bulan

Babinski Sejak lahir 18 bulan

 Moro  biasa disebut refleks kejut, saat bayi terkejut karena suara yang
keras atau gerakan yang tiba-tiba, positif bila abduksi ekstensi keempat
ekstremitas serta pengembangan jari-jari
 Palmar grasp  jari telunjuk pemeriksa menyentuh sisi luar tangan
menuju bagian tengah telapak tangan secara cepat sambil menekan
permukaan telapak tangan, positif bila fleksi seluruh jari (memegang
tangan pemeriksa)
 Plantar grasp  ibu jari pemeriksa menekan pangkal ibu jari bayi atau
di daerah plantar, positif bila fleksi plantar seluruh jari kaki
 Asymmetric tonic neck  bayi ditidurkan kemudian kepalanya diarahkan
menoleh ke satu sis, positif bila lengan dan tungkai yang sesisi menjadi
hipertonus dan ekstensi sedangkan lengan dan tungkai di sisi lainnya
menjadi hipertonus dan fleksi
 Sucking  positif jika bayi menggerakkan kepala untuk berusaha
memasukkan jari ke dalam mulut
 Rooting  positif jika bayi menggerakkan kepala untuk menuju jari yang
menyentuh sudut mulutnya
 Stepping  bayi dipegang pada daerah dada, lalu pemeriksa
mendaratkan bayi dengan posisi berdiri, positif bila seolah-olah kaki bayi
melangkah untuk melakukan gerakan berjalan secara otomatis
 Babinski  ketika permukaan telapak kaki digores pada bagian lateral,
positif bila ibu jari kaki dorsofleksi diikuti dengan mekarnya jari lain
“GASTROENTEROHEPATIK”

 Diare akut  perubahan pola defekasi yang frekuensinya > 3 kali atau
lebih sering dari biasanya dalam 24 jam dan durasi < 14 hari
 Diare persisten  diare akut dengan atau tanpa disertai darah yang
berlangsung selama 14 hari
 Diare kronik  diare dengan atau tanpa disertai darah yang berlangsung
> 14 hari yang bukan disebabkan oleh infeksi
 Mikroorganisme tersering menyebabkan diare  Rotavirus pada anak
 Disentri  diare berdarah akibat Shigella
 Etiologi :
- Infeksi  intestinal dan ekstra intestinal
- Non infeksi  obat-obatan, alergi makanan, kelainan proses cerna,
defisiensi vitamin, tertelan logam berat, keganasan

Gelisah, lemas,
Keadaan umum Baik Lesu, haus
mengantuk, syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Pernapasan <30 x/menit 30-40 x/menit >40 x/menit
Turgor Baik Kurang Jelek
Nadi <120 x/menit 120-140 x/menit >140 x/menit

< 6  tidak dehidrasi


7-12  dehidrasi ringan-sedang
>13  dehidrasi berat

Diare + tidak dehidrasi  rencana terapi A


Diare + dehidrasi ringan-sedang  rencana terapi B
Diare + dehidrasi berat  rencana terapi C

Dehidrasi berat  > 2 tanda (letargi/tidak sadar, mata cekung/cowong, tidak


bisa minum/malas minum, cubitan perut kembali sangat lambat (> 2 detik)
Dehidrasi ringan-sedang  > 2 tanda (rewel/gelisah, mata cekung, minum
dengan lahap, cubitan kembali lambat)
Tanpa dehidrasi  tidak terdapat tanda
1. Rehidrasi
- Tanpa dehidrasi  rencana terapi A
- Dehidrasi ringan-sedang  rencana terapi B
- Dehidrasi berat  rencana terapi C
2. Dukungan nutrisi
- Tetap diteruskan sesuai umur anak  menu sama pada anak sehat
- ASI tetap diteruskan  frekuensi lebih sering dari biasanya
3. Suplementasi zinc
- Selama 10-14 hari
- Dosis < 6 bulan  10 mg (1/2 tablet) per hari
- Dosis > 6 bulan  20 mg (1 tablet) per hari
4. Antibiotik selektif
- Hanya untuk diare berdarah
- Kotrimoksazol (SMZ : TMP = 5:1) 6-10 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2
dosis
- Ciprofloxacin 30-50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis (selama 5
hari)
- Sefiksim 5 mg/kgBB/hari per oral
5. Edukasi
- Kembali segera jika anak dalam keadaan (demam, tinja berdarah,
muntah berulang, makan atau minum sedikit, anak sangat haus,
diare makin sering, dan belum membaik dalam 3 hari)

10 kg pertama  100 cc/kg Mikro 1 tetes = 60 tetes


10 kg kedua  50 cc/kg Makro 1 tetes = 20 tetes
10 kg ketiga dan seterusnya  20
cc/kg

Misalnya BB anak  15 kg
Berarti kebutuhan cairan  (10x100) + (5x50) = 1000 + 250 = 1250 cc/24 jam
Kebutuhan cairan per jam  1250 cc/24 jam dibagi 24 = 52 cc/jam

Tetes mikro  52 tpm (tetes per menit)


Tetes makro  52 dibagi 3  17-18 tpm (tetes per menit)
 Bilirubin yang tidak terkonjugasi :
- Bilirubin indirek
- Tidak larut dalam air  larut lemak
- Berikatan dengan albumin untuk transport
- Komponen bersifat toksik untuk otak  kernikterus karena lipofilik
yang terus sawar darah otak
 Bilirubin yang terkonjugasi :
- Bilirubin direk
- Tidak larut dalam lemak  larut air
- Tidak toksik untuk otak
 Mekanisme pembentukan bilirubin :
1. Pada sistem retikuloendotelial (hemoglobin  heme  biliverdin
dengan bantuan enzim heme oxygenase  bilirubin dengan
bantuan enzim biliverdin reduktase  bilirubin + albumin (dalam
darah)  nanti dia masuk ke UDP asam glukoronat + bilirubin)
2. Pada hepar (konjugasi  donor glukoronat  UDP glukosa 
UDP asam glukoronat dengan bantuan UDP glukosa
dehidrogenase  UDP asam glukoronat + bilirubin  UDP asam
glukoronat + bilirubin monoglukoronida dengan bantuan enzim
UDP-glukoronasil transferase  UDP asam glukoronat + bilirubin
diglukorida)
3. Pada empedu (UDP asam glukoronat + bilirubin diglukorida 
transport aktif protein yaitu MRP2 atau MOAT)
4. Pada usus halus (transport aktif  bilirubin diglukorida 
Urobilinogen  feses
 Keadaan ikterus :
- Fisiologis  bisa terjadi pada minggu pertama kehidupan, nanti
membaiksetelah 1 minggu karena :
1. Meningkatnya produksi bilirubin
 Turnover sel darah merah yang lebih tinggi
 Penurunan umur sel darah merah (perubahan dari HbF
menjadi Hb)
2. Menurunnya ekskresi bilirubin
 Penurunan uptake dalam hepar
 Penurunan konjugasi oleh hepar
 Peningkatan sirkulasi bilirubin enterohepatik
- Patologis :
1. Too early (awitan terjadi < 24 jam)
2. Too long (aterm  > 14 hari, preterm  > 21 hari)
3. Too high (kramer 5)

Serum indirect
Meningkat Meningkat Normal
bilirubin
Serum direct
Normal Meningkat Meningkat
bilirubin
Urine direct
Tidak Meningkat Meningkat
bilirubin
Urine urobilin Meningkat Meningkat Tidak
Steatorrhea
Feses pigmen Gelap Pucat keabuan atau seperti
dempul
Kramer (sifat sefalokaudal) :
0  tidak ada
1  ikterus sampai wajah dan leher
2  ikterus sampai dada dan
punggung
3  ikterus dari umbilikus sampai
lutut
4  ikterus sampai lengan dan
tungkai bawah
5  ikterus sampai tangan dan kaki

Wajah  kadar 4-8 mg/dl


Dada/punggung  5-12 mg/dl
Perut dan paha  8-16 mg/dl
Lengan dan tungkai  11-18 mg/dl
Telapak tangan dan kaki  > 15 mg/dl

Diatas garis
putus-putus
tipis harus
diberikan terapi
Onset Early onset Late onset
Gagal laktasi karena Tingginya kadar enzim beta
menurun saat eleminasi glukoronidase ASI yang membuat
Patofisiologi bilirubin dan susahnya terkonjugasi bilirubin di
meningkatnya sirkulasi usus dan meningkatnya sirkulasi
enterohepatik enterohepatik
Manifestasi
Tanda dehidrasi Pemberian ASI masih adekuat
klinis
Tatalaksana Berikan ASI adekuat Fototerapi
 Perempuan rhesus (-) tidak
boleh menikah dengan laki-laki
rhesus (+)  karena akan terjadi
proses sensitisasi  ibu dengan
rhesus (-) menyangka ada
antigen dengan rhesus (+) 
akhirnya ibu membuat antibodi
untuk melawan antigen
 Untuk kehamilan pertama 
masih aman
 Untuk kehamilan kedua 
karena ditubuh ibu sudah siap
antibodi untuk melawan antigen
 bayi akan ikterus
 Untuk kehamilan ketiga 
hidrops fetalis / kematian
 Perempuan rhesus (+) boleh
menikah dengan laki-laki rhesus
(-) karena aman
 Jika ibu hamil rhesus (-) dan belum tersensitisasi  berikan human anti-
D immunoglobulin (Rh IgG atau RhoGAM)
 Jika ibu sudah tersensitisasi  pemberian Rh IgG tidak berguna
 Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas  lakukan fototerapi
atau transfusi tukar tergantung dari kadar bilirubin serum, turunnya
hematokrit dan naiknya retikulosit

 Bayi dengan golongan darah A atau B atau AB dengan golongan darah


ibu O
 Golongan darah A dan B memiliki anti-A dan anti-B, isoantibodinya
merupakan IgM  tidak bisa melewati sawar darah plasenta
 Golongan darah O, isoantibodinya merupakan IgG  bisa melewati
sawar darah plasenta dan menyebabkan hemolisis
 Manifestasi klinis :
- Ikterus, anemia, hepatosplenomegali dan hidrops fetalis pada kasus
berat
- Ikterus berlangsung pada 24 jam pertama
- Tes darah pada bayi baru lahir :
 Profil bilirubin
 Morfologi darah tepi  peningkatan retikulosit
 Direct Coombs test (+)
- Tes darah pada ibu :
 Indirect Coombs test (+)
 Tatalaksana :
- Monitoring serum bilirubin
- Hidrasi
- Fototerapi  pilihan utama
- Apabila tidak ada respon  transfusi tukar atau IVIG  pilihan kedua
(pada anemia berat dan hiperbilirubinemia berat)

Direct Coomb  sampelnya darah antigen dan diambil pada bayi

Indirect Coomb  sampelnya serum antibodi dan diambil pada ibu


 Atresia biliaris  penyempitan traktus biliaris
 Masalah pada posthepatik  obstruksi  bilirubin direk atau
terkonjugasi meningkat
 Etiologi  inflamasi kronis
 Tanda khas  Triangular cord sign (dinding-dinding menebal dan
saluran menjadi menyempit)
 Manifestasi klinis :
- Ikterus
- Urin berwarna gelap  kuning tua
- Warna tinja seperti dempul  putih
- Hepatosplenomegali
 Tatalaksana :
- Medikamentosa  fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis per
oral atau kolestiramin 1 gr/kgBB/hari dibagi 6 dosis
- Nutrisi  pemberian makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak
- Pembedahan  prosedur Kasai (membuka saluran empedu)
“NEFROLOGI”

Menahun, perlahan,
Onset Akut
sering kambuh
Masif, biasanya
Edema Minimal
anasarka
Hipertensi Tidak ada Ada
Tekanan vena jugularis Normal Meningkat
Hematuria Tidak ada Ada
Hiperkolesterolemia Ada (> 200 mg%) Tidak ada
Hipoalbuminemia Ada (<2,5 g/dl) Tidak ada
Komplemen C3 dalam
Normal Menurun
darah
Titer ASTO (-) Meningkat
Respon terhadap steroid Ya Tidak
Proteinuria Masif (++++) (++)
 Relaps / kambuh  timbulnya proteinuria kembali (> 4 mg/m2/jam) atau
> 2+ selama 3 hari berturut-turut
 Sindrom nefrotik relaps jarang  mengalami relaps < 2 kali dalam 6
bulan sejak respon awal atau < 4 kali dalam 1 tahun
 Sindrom nefrotik relaps sering  mengalami relaps > 2 kali dalam 6
bulan sejak respon awal atau > 4 kali dalam 1 tahun
 Remisi / sembuh  keadaan proteinuria (-)selama 3 hari berturut-turut
 Sindroma nefrotik resisten steroid  sindrom nefrotik dengan pemberian
prednisone dosis penuh (2 mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak
mengalami remisi
 Sindroma nefrotik dependen steroid  sindrom nefrotik dengan
pemberian prednisone dosis penuh (2 mg/kg/hari) selama 4 minggu
mengalami remisi, tetapi masuk dosis alternatif proteinurianya muncul
lagi
 Sindroma nefrotik sensitif steroid  sindrom nefrotik dengan pemberian
prednisone dosis penuh (2 mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami
remisi, masuk dosis alternatif proteinurianya tidak muncul
 Sindroma nefritik  sindrom yang ditandai dengan hematuria, edema,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (azotemia)
 Sindroma nefritik  hipersensitivitas tipe 3  terjadi penumpukan
kompleks imun antibodi pada glomerulus yang menimbulkan respon
inflamasi
 Etiologi  GNAPS (Glomerulonephritis Acute Post Streptoccocus)
 Tanda dan gejala :
- Riwayat ISPA 1-2 minggu atau infeksi kulit 3-6 minggu
- Urin kemerahan (seperti cucian daging)
- Bengkak pada kedua mata
- BAK menjadi sakit
- Peningkatan tekanan darah
 Pemeriksaan laboratorium :
- Proteinuria
- Gross hematuria > 10/LPB
- Silinder eritrosit
- ASTO (+)
- Komplemen C3 menurun
- Ureum kreatinin meningkat sedikit
 Tatalaksana :
- Medikamentosa
 Amoksisilin 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
 Prokain penisilin 10 hari atau ampicilin 100 mg/kgBB/hari
 Eritromisin 30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis (jika alergi
penicilin)
 Diuretik (untuk retensi cairan dan hipertensi)
- Suportif
 Istirahat total (3-4 minggu)
 Dietetik  rendah protein (1 mg/kgBB/hari) dan rendah garam
(1 gr/hari)
 IVFD glukosa 10-15% pada penderita anuria/muntah, bila
terjadi anuria selama 5-7 hari maka dilakukan dialisis
peritoneum (DP), hemodialisis, atau transplantasi
 Diuretik (bila ureum meningkat)
“IMUNOLOGI”

 Ketidakmampuan untuk mencerna laktosa


 Defisiensi enzim laktase yang membagi laktosa menjadi 2 komponen
gula  glukosa dan galaktosa
 Tanda dan gejala :
- Diare dan rasa tidak nyaman pada perut
- Flatus meningkat serta feses bau
- Nyeri abdomen
- Bloating (kembung)
- Nausea (mual)
- Eritema natum (kemerahan disekitar anus)
 Diagnosis :
- Hydrogen breath test  uji diagnostik intoleransi laktosa yang paling
akurat, sebelum melakukan tes tersebut pasien perlu menghindari
beberapa jenis makanan, obat-obatan dan paparan rokok
- Lactose tolerance test  uji untuk mengukur kadar gula darah pasien
setelah memakan atau meminum laktosa, malam sebelum tes
dilakukan pasien dipuasakan, apabila gula darah tidak naik
diagnosisnya adalah intoleransi laktosa
- Milk challenge
- Tes keasaman feses
 Alergi susu sapi  kondisi akibat respon tidak normal dari sistem
kekebalan tubuh setelah mengonsumsi susu atau produk-produk olahan
susu
 Alergi susu sapi  hipersensitivitas tipe 4
 Tanda dan gejala :
- Gangguan gastrointestinal  diare
- Ruam pada kulit
- BAB berdarah atau diare berdarah
- Uji tusuk kulit IgE spesifik (+)
- Ada riwayat atopi lain
 Gejala ringan-sedang (1 atau lebih gejala)  lanjutkan ASI, eliminasi
diet susu sapi pada ibu selama 2 minggu atau 4 minggu bila dermatitis
atau kolitis, dan suplemen kalsium
- Regurgitasi berulang, muntah, diare, konstipasi (dengan atau tanpa
ruam perianal), darah di feses (+)
- Anemia defisiensi besi
- Dermatitis atopik, angioderma, urtikaria
- Pilek, batuk lama, mengi
- Kolik persisten
 Gejala berat (1 atau lebih gejala)  rujuk spesialis anak
- Gagal tumbuh karena diare
- Anemia defisiensi besi + BAB berdarah, hipoalbuminemia, ulseratif
kronis
- Dermatitis atopik berat + anemia
- Laringoedema atau obstruksi bronkus + sulit bernapas
- Syok anafilaktik
 Jika ada perbaikan  kenalkan kembali pada susu sapi
- Gejala (+)  eliminasi diet susu sapi pada ibu, lalu ASI diteruskan,
dan bila perlu bisa ditambahkan susu formula terhidrosilat ekstensif
serta makanan bebas susu sapi sampai 9-12 bulan
- Gejala (-)  ibu bisa konsumsi susu sapi
 Jika tidak ada perbaikan  lanjutkan pemberian ASI, ibu dapat diet
normal, dan pertimbangkan diagnosis alergi makanan lain
 Untuk ada perbaikan setelah sudah diberikan susu formula terhidrosilat
ekstensif (peptamen) serta makanan bebas susu sapi sampai 9-12 bulan
 ulang uji provokasi
- Gejala (+)  lanjutkan
- Gejala (-)  toleran
“INFEKSI TROPIK”

 Etiologi  virus dengue tipe DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4


 Transmisi  nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (betina) yang
hidup pada air bersih
 Gejala umum  demam, nyeri kepala, nyeri retroorbital, nyeri otot, nyeri
sendi
 Diagnosis demam dengue  demam + 2 gejala (nyeri kepala, nyeri
retroorbital, mialgia, artralgia, ruam) + temuan lab (leukopenia < 4000,
trombositopenia < 100000, dan tidak ada bukti kebocoran plasma)
 Kriteria diagnosis (2 klinis + 1 laboratorium  DBD)
1. Klinis
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung
terus-menerus selama 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan :
 Uji bendung / torniquet (+)
 Petekie, ekimosis, purpura
 Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
 Hematemesis dan/atau melena
- Hepatomegali
- Syok
2. Laboratorium
- Trombositopenia (< 100.000)
- Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas
kapiler
 Peningkatan hematokrit > 20% dari nilai standar (biasanya
nilai standar 40)
 Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi
cairan
 Efusi pleura/perikardial, ascites, hipoproteinemia, pitting
edema
 Patogenesis  trombositopenia terjadi melalui mekanisme :
1. Supresi sumsum tulang  keadaan hiposeluler dan supresi
megakariosit
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit
3. Agregasi trombosit pada endotel yang bocor
 Leukopenia
 Trombositopenia
(<150.000)
Demam disertai 2 atau lebih
tanda (sakit kepala, nyeri  Peningkatan hematokrit
Demam dengue (5-10%)
retroorbital, mialgia,
artralgia, ruam)  Tidak ada tanda
kebocoran plasma (tidak
ada ascites, efusi pleura,
ronkhi)
Gejala demam dengue + uji
DBD derajat 1
bendung / torniquet (+)
Gejala demam dengue +
perdarahan spontan
DBD derajat 2
(perdarahan gusi,
epistaksis)  Trombositopenia
(<100.000)
Gejala demam dengue +
kegagalan sirkulasi (kulit  Peningkatan hematokrit
DBD derajat 3 (> 20%)
dan akral dingin, lembab,
(DSS)
gelisah, tekanan darah dan
nadi masih terukur)
Gejala demam dengue +
DBD derajat 4
syok (tekanan darah dan
(DSS)
nadi tidak terukur)

 Torniquet test / rumple leed test


- Pertahankan manset tensimeter pada pertengahan sistole dan
diastole (sistol + diastol) dibagi 2  tahan 5 menit
- Positif  apabila terdapat > 10 petekie dalam 2,5 cm x 2,5 cm
 NS1
- Antigen non struktural untuk replikasi virus
- Puncak deteksi NS1  hari ke 2-3 dan mulai tidak terdeteksi pada
hari ke 5 dan 6
 IgM dan IgG
- Infeksi primer IgM (+) muncul setelah hari ke 3-6 dan hilang dalam 2
bulan
- IgG muncul mulai hari ke 12
- IgG bertahan berbulan-bulan dan hasil positif seumur hidup, maka
untuk mendiagnosis dapat dilihat dari titernya
 Hari ke-1 sampai ke-3 
Viremia
 Hari ke-4 sampai ke-6 
Plasma leakage / kritis (hati-
hati karena demam turun 
fase kritis)
 Hari ke-7 sampai ke-9 
Convalescence  ruam
 Demam dengue  saat
demam turun  keadaan
klinis membaik dan nafsu
makan membaik
 DBD  saat demam turun
difase kritis  keadaan klinis
memburuk bahkan syok
hipovolemik

IgM (+) dan IgG (-) IgM (+) dan IgG (+)
 Nyeri perut hebat Expanded Dengue Syndrome :
 Muntah persisten/profuse  Demam berdarah dengan
 Akumulasi cairan secara klinis manifestasi yang unusual
 Perdarahan pada mukosa  Keterlibatan organ seperti
 Penurunan kesadaran/letargi hepar, ginjal, jantung dan
 Hepatomegali otak (ensefalopati)
 Peningkatan hematokrit diikuti
dengan penurunan trombosit
secara cepat
 Oliguria
 Nyeri tekan abdomen

 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


 Perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu makan membaik,
hemodinamik stabil, urine output normal, tidak ada distress pernapasan)
 Peningkatan jumlah trombosit (>50.000/uL)
 Hematokrit stabil tanpa ada pemberian cairan IV (<20% dari fase kritis)
 Konvalesens ruam
 Transmisi demam tifoid  fecal-oral
 Etiologi  Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi
 3 macam antigen Salmonella typhi  antigen O, H dan Vi
 Trias demam tifoid  demam > 7 hari, keluhan gastrointestinal dan
penurunan kesadaran
 Tanda dan gejala demam tifoid :
- Rose spot  ruam pada daerah punggung
- Typhoid tongue  lidah tertutup selaput putih
- Bradikardi relatif  setiap peningkatan 10C tidak diikuti dengan
peningkatan 10 denyut nadi
- Pola demam  minggu pertama (step ladder), minggu kedua
(kontinu)
- Gejala-gejala timbul pada minggu kedua  jadi untuk minggu
pertama curiga terlebih dahulu DBD
 Komplikasi (sering terjadi di minggu ketiga demam) :
- Perforasi usus
- Meningitis tifosa
- Hepatitis dan kolesistitis tifosa
- Perdarahan usus
 Pemeriksaan penunjang :
- Limfositosis relatif  hitung jenis limfosit meningkat, tetapi leukosit
normal atau menurun
- Leukopenia
- Monositosis
- Trombositopenia ringan
- Pemeriksaan darah  minggu 1
- Pemeriksaan feses  minggu 2
- Pemeriksaan urine  minggu 3
- Media kultur  SS agar (Salmonella-Shigella agar)
- Widal  mendeteksi antigen O (somatik) dan H (flagella), dilakukan
pada akhir minggu 1, positif jika kenaikan titer 4x atau titer O 1:320
- Tubex  deteksi IgM Salmonella typhi terhadap antigen O9 (nilai >
4 positif demam tifoid, > 6 indikasi kuat tifoid, 3 borderline, < 2 negatif)
 Tatalaksana :
- Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6 jam (anak)  efek
samping bisa supresi sumsum tulang
- Amoxicillin 3x500 mg (ibu hamil), 50 mg/kgBB/hari 3 kali (anak)
 Komplikasi :
- Intraintestinal (peritonotis, perdarahan, perforasi)
- Ekstraintestinal (ensefalopati  dirujuk dan nanti akan diberikan
dexametason 1-3 mg/kgBB/hari, selama 3-5 hari)
 Rubeola / Campak / Measles / Morbili  conjunctivitis, cough, coryza,
Koplik spot di mukosa buccal (bintik putih pada mukosa bagian dalam
pipi), demam, ruam dimulai dari batas rambut kepala kemudian
menyebar ke badan (sefalokaudal)
 Rubella / Campak Jerman  demam, pembesaran KGB/limfadenopati
(biasanya pada colli anterior), Forchheimer spot (bintik kehitaman dekat
arkus faring di palatum mole), ruam dimulai dari wajah kemudian
menyebar ke badan (sefalokaudal)
 Roseola Infantum / Exanthema Subitum  dibawah <3 tahun/bayi,
infeksi Human Herpes Virus (HHV) 6, ruam dimulai dari leher dan badan
kemudian menyebar ekstremitas
 Usia < 6 bulan  50.000 IU (1/2 kapsul biru), 2 dosis (hari 1 dan 2)
 Usia 6-11 bulan  100.000 IU (1 kapsul biru), 2 dosis (hari 1 dan 2)
 Usia > 12 bulan  200.000 IU (1 kapsul merah), 2 dosis (hari 1 dan 2)
 Pada gizi buruk diberikan 3 kali  hari 1, hari 2 dan hari 15

 Etiologi  Streptococcus beta hemolitikus grup A (GABHS)


 Patofisiologi (Faringitis  Centor score  jika tidak sembuh
komplikasinya menjadi GNAPS atau Scarlet fever  jika tidak ditangani
dengan adekuat komplikasinya menjadi demam rematik  JONES
criteria  jika tidak diobati dengan adekuat menjadi Rheumatic Heart
Disease  didapatkan murmur pada mitral)
 Tanda dan gejala :
- Demam
- Sakit tenggorokan  faringitis
- Ruam  gambaran sandpaper texture & pastia line
- Strawberry tongue  lidah seperti stroberi dengan papil yang
membesar
- Deskuamasi di perifer (ujung jari tangan atau jari kaki)  deskuamasi
sistemik (sampai di badan)
- Serologis  peningkatan kadar O pada ASTO
 Tatalaksana  antibiotik (penisilin, eritromisin atau sefalosporin)
 Etiologi  autoimun
 Tanda dan gejala :
- Deskuamasi periungual (hanya di ujung-ujung jari tangan atau jari
kaki)
- Vaskulitis  pada arteri koroner  rutin ekokardiografi 6-12 bulan
- Pembesaran KGB servikal
 Tatalaksana  IVIG

 Takayasu Arteritis
- Arteri besar
- Predileksi  aorta dan cabang utamanya
- Gejala  klaudikasio pada tangan yang terkena dampak
- Tanda khas  tekanan darah tangan kanan dan kiri berbeda (tangan
yang terkena inflamasi lebih tinggi tekanannya)
 Poliarteritis Nodosa
- Arteri sedang
- Predileksi  sistem pencernaan, saraf perifer dan arteri renalis
- Gejala  gejala gastrointestinal, kesemutan, hipertensi sekunder
- Tanda khas  adanya infeksi hepatitis A atau hepatitis B
 Henoch-Schonlein Purpura
- Arteri dan vena kecil
- Predileksi  traktus gastrointestinal dan urinaria
- Gejala  gejala gastrointestinal, urinaria, arthritis
- Tanda khas  palpable purpura
 Granulomatosis dengan Poliangiitis (Wagener Granulomatosis)
- Arteri dan vena kecil-sedang
- Predileksi  traktus gastrointestinal dan urinaria
- Gejala  respirasi dan urinaria
- Tanda khas  gangguan pendengaran
 Etiologi  Parvovirus B19 atau Eritrovirus
 Tanda khas :
- Demam
- Ruam pada wajah  slapped cheek (seperti ditampar)
- Ruam pada ekstremitas  lacy look (seperti renda)

 Etiologi  Coxsackievirus A 16
 Hand foot mouth disease (HFMD)  disebut juga flu singapura
 Tanda dan gejala :
- Gejala prodromal (demam, malaise, nyeri tenggorokan, anoreksia)
- Enantema  menyerang mukosa
- Lesi vesikel  ulkus dasar eritema  krusta (lesi berada di mukosa
bukal, lidah, menyebar ke palatum uvula)  lesi bergerombol dengan
dasar eritematosa
- Eksantema  vesikopustula putih keabu-abuan di lengan dan kaki
termasuk telapak
 Diagnosis  Tzank test
 Terapi  simptomatis

 Etiologi  virus mumps golongan paramyxovirus  parotitis,


dakrioadenitis, orkitis (phren sign +)
 Transmisi  airborne
 Tanda dan gejala :
- Gejala prodromal (demam, malaise, nyeri otot leher, nyeri kepala)
- Pembengkakan kelenjar saliva  bengkak unilateral
- Sakit telinga saat mengunyah dan nyeri jika makan asam
- Lingkungan sekitar ada yang kena penyakit yang serupa
 Terapi  suportif
 Infeksi TORCH  Toksoplasmosis, Rubella kongenital,
Cytomegalovirus, Herpes Simpleks
 Toksoplasmosis (trias) :
- Korioretinitis
- Hidrosefalus
- Kalsifikasi difus
- Gejala tambahan  sunset sign (mata seperti terbenam), macewet
sign / cracked pot sign (timbulnya vena-vena pada kepala), blueberry
muffin rash (ruam biru-keunguan karena hematopoiesis
ekstramedular)
 Rubella Kongenital (trias) :
- Katarak kongenital
- Tuli sensorineural
- Patent Ductus Arteriosus
 Cytomegalovirus (trias) :
- Korioretinitis
- Mikrosefali
- Kalsifikasi ventrikel

 Tanda dan gejala :


- BBLR  karena ada IUGR
- Telapak tangan dan kaki  ruam merah, grey patches, kulit melepuh
atau mengelupas
- Snuffles (rinitis disertai dengan obstruksi nasal infeksius)
- Hepatosplenomegali
- Ikterus
- Anemia
- Letargi atau distress pernapasan
- Hutchinson teeth (adanya gap pada gigi)
- Gumma (benjolan kecil dan lubang pada palatum)
 Tatalaksana :
- Bayi baru lahir tanpa gejala  Benzathine benzil penisilin 50.000
unit/kg IM dosis tunggal
- Bayi baru lahir dengan gejala  Prokain benzil penisilin 50.000
unit/kg 1x sehari selama 10 hari atau benzil penisilin 50.000 unit/kg
IM atau IV setiap 12 jam selama 7 hari pertama kehidupan
- Obati juga ibu dan pasangannya untuk sifilis
Gejala infeksi, peningkatan TIK, dan Gejala infeksi, peningkatan TIK, tanda
tanda rangsang meningeal (+) rangsang meningeal (+)
Etiologi  Haemophilus influenza, Etiologi  mycobacterium
escherichia coli, pneumokokus tuberculosis
Lumbal pungsi : Lumbal pungsi :
 CSS keruh  CSS jernih
 Sel PMN meningkat  Sel MN menurun
 Protein meningkat  Glukosa menurun
 Glukosa menurun Tuberkulin (+)
Rontgen dada  TBC paru
Kontak penderita TBC dewasa (+)
Terapi : Terapi :
 Ampicillin 200-400  Isoniazid 10-20 mg/kgBB/hari
mg/kgBB/hari  Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari
 Kloramfenikol 100  Pirazinamid 20-40
mg/kgBB/hari mg/kgBB/hari
 Sefalosporin 200 mg/kgBB/hari  Kasus berat  ditambahkan
Streptomisin atau Etambutol
 Kortikosteroid  Prednison 1-4
mg/kgBB/hari atau
Dexamethasone 0,3-0,6
mg/kgBB/hari
Makan telur cacing Cacing lewat kulit
(bentuk penularan telur) (bentuk penularan larva)
 Enterobius vermicularis  Strongyloides stercoralis
 Ascaris lumbricoides  Ancylostoma duodenale
 Trichuris trichiura  Necator americanus

 Spesies  Enterobius vermicularis / Oxyuris vermicularis


 Gejala khas  gatal disekitar anus terutama pada malam hari dan keluar
cacing seperti parutan kelapa
 Bentuk infektif  telur
 Diagnosis  pemeriksaan anal swab (Graham Scotch’s addhesive tape)
 telur berbentuk asimetris atau plano konveks
 Spesies  Ascaris lumbricoides
 Gejala khas  mual, muntah, kembung, nafsu makan menurun, BAB
keluar cacing, Loefflr syndrome (batuk dan sesak napas)
 Bentuk infektif  telur
 Diagnosis  telur dinding tebal 3 lapis, lapisan luar bergelombang / tidak
rata (albuminoid), telur decorticated, cacing berukuran besar dan
panjang
 Spesies  Trichuris trichiura
 Gejala khas  diare berdarah dan bagian anus menonjol ke luar
(prolaps rekti)
 Bentuk infektif  telur
 Diagnosis  telur berbentuk seperti tempayan atau tong atau barrel
shape
 Spesies  Strongyloides stercoralis
 Gejala khas :
- Stadium larva  larva menembus kulit, timbul rasa gatal, merah dan
bengkak yang disebut creeping eruption (cutaneous larva migrans)
- Stadium cacing dewasa  infeksi ringan (tanpa gejala), infeksi berat
(rasa sakit didaerah epigastrium, mual, muntah, diare, konstipasi)
 Bentuk infektif  larva filariform (dewasa)
 Diagnosis  telur mirip dengan telur hookworm, larva rhabditiform, larva
filariform (ekor bercabang seperti huruf W), cacing dewasa
 Spesies  Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
 Gejala khas  mual dan muntah, diare, nyeri perut, anemia dan
gangguan pertumbuhan
 Bentuk infektif  larva filariform (dewasa)
 Diagnosis  telur berdinding tipis transparan berisi ovum atau morula
bersegmen, rhabditiform atau filariform larva
 Ancylostoma duodenale  2 pasang gigi
 Necator americanus  gigi berbentuk ujung mata pisau yang semi lunar

Terapi cacing Nematoda Intestinalis :


 Albendazole  lini pertama
- 200 mg dosis tunggal (usia 1-2 tahun)
- 400 mg dosis tunggal (usia > 2 tahun)
 Mebendazole
- 500 mg dosis tunggal (ascariasis)
- 2x100 mg, selama 3 hari (non ascariasis)
 Pirantel Pamoat  10 mg/kgBB dosis tunggal
 Enterobiasis  Pirantel pamoat lini pertama
 Trikuriasis  lini ketiganya oksantel pamoat 20 mg/kgBB dosis tunggal
 Spesies  Wucheria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori
 Gejala klinis  bengkak pada kaki dan skrotum
 Bentuk infektif  larva III
 Vektor  nyamuk Culex
 Tempat tinggal  pembuluh dan kelenjar limfatik
 Diagnosis  hapusan darah tepi pada malam hari (mikrofilaria)
 Terapi  Dietilkarbamazin (DEC) 6 mg/kgBB/hari

Khas bengkak pada genital


atau skrotal, chyluria
Tanda khas Edema tungkai
(tekanan pada saluran limfe
renal obstruksi)
Selubung Pucat Merah (giemsa) Pucat
Lekuk badan Halus Kaku Halus
 Spesies  Taenia solium dan Taenia saginata
 Tanda khas :
- Taenia solium
 Riwayat makan daging babi yang terinfeksi larva
 Gejala gastrointestinal
 Gejala larva ektopik (sitiserkosis)  kejang, penurunan
kesadaran dan defisit neurologis
 Pemeriksaan lumbal pungsi
- Taenia saginata
 Riwayat makan daging sapi yang terinfeksi larva
 Gejala gastrointestinal
 Diagnosis:
- Taenia solium  proglottid pendek dengan uterus bersegmen
panjang atau telur bulat dengan striae radier (gambaran roda pedati)
- Taenia saginata  proglottid panjang dengan uterus bersegmen
panjang atau telur bulat dengan striae radier (gambaran roda pedati)
 Terapi :
- Taenia solium  Albendazole 15 mg/kgBB dosis tunggal +
Prazikuantel 10-20 mg/kgBB dosis tunggal + steroid (steroid
diberikan jika ada gejala ektopik)
- Taenia saginata  Prazikuantel 10-20 mg/kgBB dosis tunggal
 Spesies  Schistosoma sp
 Port d’entry  kulit
 Bentuk infektif  Cercaria
 Tempat tinggal  pleksus venosus intestinal dan vesika urinaria
 Vektor  Siput
 Gejala khas  diare berdarah atau hematuria
 Terapi  Prazikuantel

Riwayat kontak dengan siput (berenang di danau Lindu atau danau Toba)

Gejala  Diare berdarah Gejala  Hematuria


Diagnosis 
Diagnosis  Diagnosis  pemeriksaan
pemeriksaan urin
pemeriksaan feses feses ditemukan telur lonjong
ditemukan telur lonjong
ditemukan telur dengan duri di tepi / samping
dengan duri di tengah /
bulat / sisi / pinggir / lateral
ujung
Terapi  Prazikuantel 40-60 mg/kgBB dalam 2-3 dosis terbagi
“ENDOKRINOLOGI”

 Hipoglikemia  kekurangan glukosa plasma


 Etiologi  DM gestasional
 Kriteria hipoglikemia :
- < 45 mg/dl  pada bayi atau anak-anak dengan atau tanpa gejala
- < 35 mg/dl  pada neonatus aterm
- < 25 mg/dl  pada neonatus preterm
 Gejala dan tanda :
- Tremor, jitterness (gerakan tidak beraturan), iritabel
- Kejang, koma, letargis, apatis
- Nyeri kepala
- Sulit menyusu, muntah, asupan berkurang
- High pitched cry
- Disorientasi
- Strabismus

 GDS < 47  GDS < 25 / dengan gejala  D10% 2 cc/kgBB (gizi baik)
 GDS < 47  GDS < 25 / dengan gejala  D10% 5 cc/kgBB (gizi buruk)
 GDS < 47  GDS 25-47  nutrisi oral/parenteral  ASI/PASI 100
ml/kg/hari
 Gangguan pertumbuhan menjadi besar :
1. Gigantisme
- Etiologi  meningkatnya growth hormone
- Dimulai pada saat anak-anak
- Proporsional  badan dan ekstremitas ukurannya ideal
2. Akromegali
- Etiologi  meningkatnya growth hormone
- Dimulai pada saat dewasa  lempeng epifisis sudah menutup
- Disproporsional  badan dan ekstremitas ukurannya tidak
ideal
- Penyakit  tumor adenoma hipofisis  mensupresi chiasma
optikum  hemianopsia bitemporal (penglihatan temporal
mata kanan dan mata kiri akan mengalami kebutaan)
- Wajah (tampak frontal bossing) dan dagu (tampak seperti
katak)
- Ginekomastia
- Kifosis
- Telapak tangan dan kaki membesar  spade-like sign
 Gangguan pertumbuhan menjadi kecil :
1. Dwarfisme
- Etiologi  menurunnya growth hormone
- Proporsional  badan dan ekstremitas ukurannya ideal
- IQ normal atau pintar
- Hipopituitarisme
- Sexual infantil
2. Kretinisme
- Etiologi  menurunnya hormon tiroid (hipotiroid)
- Proporsional  badan dan ekstremitas ukurannya ideal
- Penurunan T3 dan T4
- IQ rendah atau retardasi mental
- Wajah (tampak jelek)
- Sexual infantil
- Hernia umbilikalis
- Makroglossia
3. Akondroplasia
- Etiologi  mutasi FGFR3
- Disproporsional  badan dan ekstremitas ukurannya tidak
ideal
- Makrosefal
- Trident hand (tangan pendek dengan jari gemuk  trisula)
- Rhizomelia (disproporsi pada tungkai proksimal)
 Perawakan pendek :
- Tinggi badan < persentil 3 atau < -2 SD pada kurva pertumbuhan
- Etiologi
 Familial short stature
 Constitutional Delay of Growth and Puberty
- Familial short stature
 Secara genetik keluarga pendek
 Bone age normal
 Pendek pada usia dewasa
- Constitutional Delay of Growth and Puberty
 Riwayat pubertas terlambat dalam keluarga
 Bone age terlambat
 Tinggi dewasa normal
 Kecepatan pertumbuhan normal
 Perawakan tinggi :
- Tinggi badan > persentil 97 atau > 2 SD pada kurva pertumbuhan
- Etiologi  pubertas prekoks, obesitas, genetik, hormonal (growth
hormone meningkat, hipertiroid, androgen atau estrogen meningkat)

G1  prapubertas
G2  kulit skrotum menipis dan
berwarna merah muda
G3  penis membesar dan
memanjang, skrotum membesar
G4  penis lebih membesar,
skrotum berwarna lebih gelap
G5  bentuk dewasa
M1  prapubertas
M2  menonjol seperti bukit
kecil, areola melebar
M3  payudara dan areola
membesar tanpa dapat
dipisahkan bentuknya masing-
masing
M4  areola dan papila
membentuk bukit kedua
M5  matang, papila menonjol,
areola sebagai bagian dari
bentuk payudara

P1  prapubertas
P2  jarang, pigmen sedikit, lurus
atau sedikit ikal,hanya pada labia
(wanita) atau pangkal penis (pria)
P3  lebih hitam, ikal, menyebar ke
mons pubis
P4  tebal, seperti bentuk dewasa tapi
belum menyebar ke medial paha
P5  bentuk dewasa, berbentuk
segitiga, menyebar ke medial paha
 Timbulnya tanda-tanda seks sekunder sebelum :
- Laki-laki  9 tahun
- Perempuan  8 tahun
 Klasifikasi :
- GnRH dependen (sentral)  reaktivasi dini poros hipotalamus-
hipofisis-gonad
- GnRH independen (perifer)  sumber seks steroid bersifat otonom,
tidak dipengaruhi oleh poros hipotalamus-hipofisis-gonad

 Pubertas terlambat bila tidak adanya tanda-tanda pubertas


- Laki-laki  14 tahun
- Perempuan  13 tahun
 Klasifikasi :
- Hipergonadotropik hipogonadism (gangguan pada gonad)
- Hipogonadotropik hipogonadism (ganguan pada poros hipotalamus-
hipofisis)

 Terminologi :
- Intersex  DSD
- Male pseudohermaphroditism  46, XY DSD
- Female pseudohermaphroiditism  46, XX DSD
- True hermaphrodite  Ovotestikular DSD
- Sex Reversal XX male  46, XX DSD testikular
- Sex Reversal XY female  46, XY disgenesis gonadal komplit
 Turner syndrome (45, X0)  perempuan
- 46, XY DSD  gangguan pada perkembangan testis, disgenesis
gonadal komplit (sindrom Swyer, disgenesis gonadal parsial, regresi
gonadal, ovotestikular DSD)
- 46, XX DSD  gangguan pada perkembangan ovarium (SRY,
duplikat SOX9, disgenesis gonadal)
 Klinefelter syndrome (47, XXY)  laki-laki
- 46, XY DSD  gangguan pada sintesis androgen (defisiensi 17-
HSD, defisiensi 5ARD2, mutasi StAR, defek pada CAIS/PAIS)
- 46, XX DSD  androgen yang berlebihan (defisiensi 2IOH)
 46, XX DSD :
- Hiperplasia adrenal kongenital  ambigus genitalia pada perempuan
- Defisiensi enzim 21-hidroksilase
- Peningkatan kadar 17-OH progesteron
- Autosomal resesif
- Gagal memproduksi mineralkortikoid  hiperkalemia dan natriuresis
- Ambigus genitalia dan tanda-tanda virilisasi (tingginya tingkat
testosteron pada wanita)  klitoromegali, atrofi payudara,
hiperpigmentasi
- Pertumbuhan TB terlalu cepat
- Warna kulit menghitam
 46, XY DSD :
- Partial Androgen Insensitivity Syndrome (PAIS) atau Complete
Androgen Insensitivity Syndrome (CAIS)
- Defisiensi enzim 5-alpha-reduktase dan dihidrotestosteron (DHT)
- Hormon anti-Mullerian (+)
- Mixed gonadal disgenesis  perempuan, teraba testis, tidak
terbentuk struktur Mullerian
- CAIS  disfungsi gen SRY, pubertas terlambat, amenorea primer,
peningkatan FSH/LH, androgen meningkat, klitoromegali, sebagian
besar diasuh sebagai perempuan
- Sindrom Swyer  tidak ada gen SRY, hormon anti-Mullerian (-),
hipoplasia uterus, hormon steroid (-), genitalia eksterna perempuan
 Ovotestikular DSD :
- Ovarium disatu sisi dan disisi lainnya testis (bilateral ovotestis)
- Genitalia interna (ada struktur Mullerian  perempuan dan ada
struktur Wolffian  laki-laki)
Kesulitan minum 1
Konstipasi 1
Kurang aktif / letargi 1
Hipotonia 1
Hernia umbilikalis 1
Makroglosia (lidah membesar) 1
Skin mottling (cutis mamorata) 1
Kulit kering dan kasar 1,5
Ubun-ubun belakang / fontanela mayor terbuka 1,5
Muka yang khas (facies dismorfik) 3
Total (bila skor > 4  periksa TSH dan T4) 13

 Pemeriksaan penunjang :
- Darah lengkap
- Hormon tiroid  TSH meningkat dan FT4 menurun atau normal
- Darah lengkap
- Ibu  cek antibodi (TPOAb) jika FT4 menurun, jika (+) autoimun 
Hashimoto, jika (-) akibat obat-obatan atau kekurangan yodium
- Bone age  terlambat
- Skintigrafi tiroid
- Skrining  usia 2-5 hari atau 2-6 minggu
 Tatalaksana  Levotiroksin
Obesitas (IMT > 25)

Ya Tidak

Kadar C-peptide Autoantibodi

Tinggi Rendah Tidak Ya

DMT2 Autoantibodi Kadar C-peptide DMT1

Ya Tidak Rendah Tinggi

DMT1 DMT1 atau MODY DMT2


Bising ejeksi sistolik
Bising pansistolik ICS Bising kontinu ICS II/III
ICS II/III linea
III/IV linea parasternalis linea parasternalis
parasternalis sinistra +
sinistra sinistra
split 2 yang melebar
Penutupan defek Penutupan defek Penutupan defek
dengan kateter  ASO dengan kateter  dengan kateter  ADO
(Amplatzer Septal AMVO (Amplatzer (Amplatzer Ductal
Occluder) Muscular VSD Occluder) Occluder)
Dilatasi  atrium kanan Dilatasi  atrium kiri
Duktus arteriosus
Dilatasi & hipertrofi  Dilatasi & hipertrofi 
terbuka (left-to-right
ventrikel kanan (left-to- ventrikel kiri (left-to-right
shunt)
right shunt) shunt)
Cardiac preference :
 Diuretik (Furosemid 1 mg/kgBB/kali diberikan 2x1)
 Vasodilator (Captopril 0,3 mg/kgBB/kali diberikan 3x1)
 Inotropik (Digoxin 0,01 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis)

VSD
Overriding aorta
Aorta keluar dari ventrikel kanan
Stenosis pulmonal
Hipertrofi ventrikel kanan
Jari tabuh (clubbing finger), sianosis,
Sianosis, gagal tumbuh, gagal jantung
cyanotic spells, gagal tumbuh, Posisi
kongestif (tertukar antara aorta dan
squating (jongkok)  (right-to-left
arteri pulmonalis)
shunt)
Foto thorax  jantung seperti bentuk Foto thorax  jantung seperti bentuk
sepatu (boot shape) + vaskularisasi telur yang ditidurkan (egg shape) +
paru menurun vaskularisasi paru meningkat

Catatan :
 Eisenmenger syndrome  Right-to-left shunt  hipertensi pulmoner 
resistensi aliran darah balik  akibat VSD yang lama tak diobati
 Coarctasio aorta  figure of 3 sign  penyempitan pada aorta 
tekanan darah kanan kiri serta atas bawah berbeda
“NUTRISI DAN GIZI”

 Anak < 5 tahun  kurva WHO


 Anak > 5 tahun  kurva CDC
 Status gizi :
- < 5 tahun  BB/TB WHO  jika Z score > 1  < 2 tahun IMT/U
WHO dan > 2 tahun IMT/U CDC
- > 5 tahun  BB/TB CDC

Kurva WHO

Interpretasi BB/U Interpretasi BB/TB


 < -3 SD  sangat kurus  < -3 SD  gizi buruk
 -3 SD sampai < -2 SD  kurus  -3 SD sampai < -2 SD  gizi kurang
 -2 SD sampai 2 SD  normal  -2 SD sampai 2 SD  gizi baik
 > 2 SD  gemuk  2 SD sampai 3 SD  overweight
 > 3 SD  obesitas
Kurva CDC

Interpretasi BB/U  (BB aktual Interpretasi TB/U  (TB aktual


dibagi BB normal di garis) x 100% dibagi TB normal di garis) x 100%

 > 120%  sangat kurus  90-100%  TB normal


 80-120%  kurus  70-89%  TB kurang
 60-79%  normal  < 70%  TB sangat kurang
 < 60%  gemuk

Interpretasi BB/TB  (BB aktual


dibagi BB yang sudah diplot dari TB) x
100%

 > 120%  obesitas


 110-120%  overweight
 90-110%  gizi baik
 70-89%  gizi kurang
 < 70%  gizi buruk

Misalnya :
Usia = 8 tahun
BB = 30 kg
TB = 115 cm

BB/TB  30/21 x 100% =


142% (obesitas)
BB/U  30/26 x 100% =
115% (kurus)
TB/U  115/128 x 100%
= 89% (TB kurang)

A  titik normal TB/U


(pada usia 8 tahun)
B  titik normal BB/U
(pada usia 8 tahun)
C  titik normal BB/TB
(pada TB normal 115 cm)
 Gizi buruk  ketidakseimbangan seluler antara asupan (intake) dan
kebutuhan (demand) energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan
mempertahankan fungsinya
 Malnutrisi dibagi menjadi 3 :
- Marasmus
- Kwarshiorkor
- Marasmik-Kwarshiorkor

Kekurangan Karbohidrat Kekurangan Protein


Tanda dan gejala : Tanda dan gejala :
 Muscle wasting, kulit keriput  Pitting edema (serum albumin
 Turgor kulit berkurang (cubit kurang  tekanan osmotik
tebal pada perut) koloid serum menurun)
 Wajah terlihat tua  Rambut jagung (rambut seperti
 Iga gambang (tulang rusuk kemerahan, mudah tercabut)
terlihat jelas)  akibat lemak  Crazy pavement dermatosis
subkutan menurun (kelainan kulit berupa bercak
 Baggy pants (seperti pakai merah muda yang meluas,
celana berkantung  sangat berubah warna menjadi coklat
keriput di daerah pantat) gelap dan terkelupas)
 5 langkah asuhan nutrisi pediatri :
1. Menilai status nutrisi (gizi buruk, baik, atau lebih)
2. Menghitung kebutuhan kalori (Recommended Dietary Allowance
/RDA)
3. Rute pemberian nutrisi
- Oral
- Enteral (OGT atau NGT)
- Parenteral (vena)
4. Tipe atau jenis nutrisi yang akan diberikan
- 0-6 bulan  ASI eksklusif
- 6-12 bulan  MPASI
- Fase stabilisasi (minggu 1)  F75
- Fase transisi (minggu 2)  F100
- Fase rehabilitasi (minggu 3-6)  F100
- Fase tindak lanjut (minggu 7-26)  catch up dose (untuk tumbuh
kembang)
5. Monitoring
- Akseptibilitas  mual/muntah
- Toleransi  diare
- Efektivitas  kenaikan BB dan monitoring pertumbuhan
 Hitung RDA  RDA x stress factor x activity factor
 Kebutuhan kalori  BMR x stress factor x activity factor
 Kebutuhan protein  RDA-protein x stress factor x activity factor
 Hipoglikemia  GDS < 54 mg/dl (gizi buruk)
 Gizi buruk  Dextrose 10% 5 cc/kgBB
 Anak sadar  segera beri F75 pertama  bila tidak dapat disediakan
dengan cepat  berikan 50 ml glukosa atau gula 10% (1 sendok teh
penuh gula dalam 50 ml air) oral atau NGT
 Anak tidak sadar  larutan glukosa 10% IV bolus 5 ml/kgBB atau larutan
glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT
 RL + D10% (1:1) 15 cc/kgBB  D10% 5 cc/kgBB
 Lanjutkan pemberian F75 setiap 2-3 jam (siang dan malam selama
minimal 2 hari)

 Jangan gunakan infus untuk rehidrasi (kecuali dehidrasi berat dengan


syok)
 Beri ReSoMal (oral atau NGT)
- Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
- Setelah 2 jam  berikan ReSoMal 5-10 ml/kgBB/jam selang-seling
dengan F75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam
 Dehidrasi ringan-sedang :
- Oralit sachet 75 cc/kg dalam 3 jam (mengganti kehilangan cairan)
- Oralit sachet 5-10 cc/kg (tiap kali muntah atau diare)
- Indikasi parenteral (Kaen 3B atau RL)  BB 3-10 kg (200 cc/kg/hari),
BB 10-15 kg (175 cc/kg/hari) dan BB > 15 kg (135 cc/kg/hari)
 Dehidrasi berat (RL atau Ringer asetat 100 cc/kgBB) :
- < 1 tahun  1 jam pertama 30 cc/kg lalu 5 jam berikut 70 cc/kg
- > 1 tahun  30 menit pertama 30 cc/kg lalu 2,5 jam berikut 70 cc/kg
 Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata  Kotrimoksazole
oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP /kgBB/12 jam selama 5 hari)
 Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis
atau tampak sakit berat, atau jelas ada infeksi)
- Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV per 6 jam selama 2 hari) dilanjutkan
Amoksisilin oral (15 mg/kgBB/8 jam selama 5 hari) atau
- Ampisilin oral (50 mg/kgBB/6 jam selama 5 hari) sehingga total
selama 7 hari ditambah Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap
hari selama 7 hari
 Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam  tambahkan
Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari
 Jika diduga meningitis  pungsi lumbal untuk memastikan dan obati
dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam selama 10 hari)

Cara pemberian obat di syringe pump :


Misalnya anak BB 8 kg akan dimasukkan obat antibiotik “A” sebanyak 250 mg
dalam 4 jam (sediaan antibiotik “A” 1 gr/5 cc)

Ambil antibiotik “A” 1 gr/5 cc diencerkan ke spuit yg 50 cc (45 cc NaCl + 5 cc


antibiotik)  sekarang dalam spuit 50 cc ada 1 gr antibiotik “A”, maka untuk
mencari jumlah cc dalam 4 jam gunakan persamaan  250mg/1000mg =
x/50cc  x = 12,5cc/4 jam  3,1 cc/jam  0,05 cc/menit  lalu atur di alat
menjadi 0,05  OK
“PEDIATRI SOSIAL”

 Imunisasi 8 benar
1. Benar anak
2. Benar jadwal
3. Benar vaksin dan pelarut
4. Benar dosis
5. Benar rute, panjang jarum, dan teknik
6. Benar lokasi
7. Benar dokumentasi
8. Benar penanganan limbah
 Vaksin bakteri hidup  BCG
 Vaksin bakteri inaktif  DPT, HiB
 Vaksin virus hidup  campak, varisela, rubela, OPV
 Vaksin virus inaktif  IPV, hepatitis B
 Jadwal imunisasi (Kemenkes) :
- 0 bulan  hepatitis B dan OPV
- 1-2 bulan  BCG
- 2,3,4 bulan  Pentabio (DPT, hepatitis B, HiB) dan IPV
- 9 dan 18 bulan  MR
 Pemberian imunisasi :
- Hepatitis B
 Didahului pemberian vitamin K minimal 30 menit sebelumnya
 Dosis  0,5 ml IM paha kanan (1/3 medial vastus lateralis
atau anterolateral paha)
 Bayi dari ibu HbsAg  HbIg untuk cegah infeksi perinatal
- BCG
 Dosis  0,05 ml intrakutan (deltoid kanan)
 Optimal diberikan usia 2 bulan, jika > 3 bulan  uji tuberkulin
- DPT
 Dosis  0,5 ml IM paha kanan
- Polio
 OPV  oral  diberikan saat akan pulang dari RS atau saat
lahir (2 tetes peroral)
 IPV  0,5 ml IM
 Booster usia 18 bulan dan 5 tahun
- Campak
 Dosis  0,5 ml subkutan (deltoid)
 Diberikan kedua pada usia 18 bulan (kecuali sudah pernah
diberikan MMR)
 Booster saat usia 2 tahun dan 6 tahun
 Sisa vaksin
- BCG  setelah dilarutkan harus segera diberikan dalam 3 jam
(simpan dalam suhu 2-80C)
- Polio  setelah dibuka harus segera diberikan dalam 7 hari (simpan
dalam suhu 2-80C)
- DPT  bila ada penggumpalan atau partikel yang tidak hilang
setelah dikocok (jangan dipakai) berarti vaksin pernah beku dimana
setelah dikocok kemudian ditunggu sampai 1 jam ada penggumpalan
- Campak  setelah dilarutkan harus diberikan dalam 8 jam (simpan
dalam suhu 2-80C)

Kondisi khusus :
 Bayi lahir dari ibu HbsAg (+)
 HBIg 0,5 ml IM + vaksin
hepatitis B pada 2 tempat
yang berbeda dalam 12 jam
setelah lahir
 Bayi prematur  perlu
mendapat imunisasi hepatitis
B saat itu juga (pakai usia
aktual bukan usia koreksi),
bayi prematur dengan berat
lahir < 2000 gram dosis
pertama saat lahir tidak
dihitung dan bayi perlu
mendapat 3 dosis vaksin
hepatitis B tambahan
 Pertumbuhan  mengukur panjang badan/tinggi badan, berat badan,
lingkar kepala (kurva Nellhaus), status gizi (kurva WHO atau CDC
tergantung usia)
 Perkembangan
- Bisa menggunakan Milestone, Denver II atau KPSP
- Aspek yang diperiksa
 Motorik halus  berhubungan dengan postur (gerakan dan
posisi tubuh)
 Motorik kasar  memungkinkan anak berinteraksi dengan
lingkungan melalui inspeksi visual
 Bahasa  upaya berkomunikasi dimana pikiran, ide dan
perasaan disimbolisasikan (reseptif/memahami) dan ekspresif
(mengungkapkan)
 Sosial  penyesuaian diri dan perhatian terhadap kebutuhan
perorangan
- Motor kasar  contoh refleks Moro dan ATNR
- Motor halus  contoh kemampuan ekstremitas superior, tangan
serta jari dan koordinasi mata-tangan untuk memanipulasi
lingkungan

Usia Tahapan Perkembangan Usia Tahapan perkembangan


Menoleh kesatu sisi
(tengkurap), menegakkan
Neonatus 3 bulan Telapak tangan terbuka
kepala > 2 detik ketika
didudukkan
Mengangkat kepala 450
Menyatukan kedua
2 bulan selama 20 detik 4 bulan
tangan
(tengkurap)
Mengangkat kepala dan
Memindahkan benda
4 bulan dada 900, terlentang dari 5 bulan
antara 2 tangan
posisi tengkurap
Berdiri dari posisi duduk
10 bulan 6 bulan Meraih unilateral
(berpegangan)
Berdiri sendiri, berjalan
12 bulan (berpegangan pada 1 9 bulan Menjimpit imatur
tangan)
Menjimpit matur dengan
15 bulan Berjalan sendiri 11 bulan
jari
Melepaskan benda secara
12 bulan
volunter
Usia Tanda bahaya
 2 bulan tidak tersenyum pada wajah yang dikenalnya atau
bersuara
 3 bulan tidak tersenyum pada orang lain
< 12 bulan
 4 bulan tidak mencoba meniru suara-suara
(periode pra
linguistik)  8 bulan tidak babbling, tidak minat terhadap permainan
“ciluk ba”
 12 bulan tidak menggunakan kata tunggal, isyarat “bye-
bye”, tidak menunjuk objek
 18 bulan tidak bisa sedikitnya 15 kata, lebih menyukai
12-24 bulan
gerak tangan dari suara
(periode
linguistik  2 tahun belum mengucapkan 2 kata, urutan ucapan kata
tidak jelas, tidak bisa meniru kata atau aksi, tidak bisa
awal)
mengikuti perintah sederhana
Pada 3 tahun :
 Tidak bisa mengkombinasi kata menjadi 1 kalimat
 Tidak bisa memulai interaksi dengan orang lain
24-36 bulan
 Tidak bisa menggunakan huruf “p,h,m,n,t,d,k,g” dengan
(periode pra
benar
sekolah)
 Sering terlihat frustasi saat berkomunikasi
 Perbendaharaan kata terbatas
 Tidak mampu menjawab pertanyaan sederhana
Pada 4 tahun :
 Orang lain sekeluarga tidak mengerti bahasa anak
4 tahun
 Tidak dapat mengulang sebuah cerita atau mengulang
(periode
kejadian sebelumnya dengan jelas
sekolah)
 Kalimat tidak terorganisasi dengan baik dan banyak
kesalahan

 Kerusakan pada bagian anterior (motorik / Broca)  gangguan bahasa


ekspresif
 Kerusakan pada bagian posterior (sensorik / Wernicke)  gangguan
bahasa reseptif
 Pemeriksaan Denver :
- Normal  bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba
yang terletak di sebelah kanan garis umur
- Caution  bila seorang anak gagal atau menolak uji coba, garis umur
terletak pada atau antara persentil 75 dan 90 skornya
- Delayed  bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji
coba yang terletak lengkap di sebelah kiri garis umur
- No oportunity  tidak ada kesempatan uji coba yang didapatkan
orang tua
“RESPIROLOGI”

 HMD  penyakit jantung akibat prematuritas yang disebabkan oleh


defisiensi surfaktan (sel T2 alveolar belum matur)
 Faktor risiko HMD :
- Prematur
- Diabetes gestasional
- Asfiksia prenatal
- Multipel gestasi
 Gambaran radiologi :
- Retikulogranular
- Ground glass appearance
- Bell shaped thorax
- Bilateral air bronchograms
 Derajat HMD :
- Derajat 1  bercak retikulogranular setengah lapang paru
- Derajat 2  bercak retikulogranular seluruh lapang paru + batas
jantung masih jelas
- Derajat 3  bercak retikulogranular seluruh lapang paru + batas
jantung tidak jelas
- Derajat 4  ground glass apperance atau white lung

 MAS  adanya mekonium bercampur dengan ketuban (berwarna hijau)


 Adanya tanda obstruksi jalan napas atau distress pernapasan  akibat
aspirasi dari mekonium
 Tanda postmaturitas :
- KMK (kecil masa kehamilan)
- Kuku panjang
- Kulit terkelupas, pewarnaan kulit kuning-hijau
- Radiologi  bercak atau infiltrat kasar
 Tatalaksana :
- Bayi bugar  perawatn rutin tanpa memandang konsistensi
mekonium
- Bayi distress  laringoskopi direk dan pengisapan intratrakeal
- Hindari VTP sampai pengisapan trakea selesai
- MAS  koreksi abnormalitas metabolik, pantau saturasi oksigen,
awasi tanda obstruksi nafas, awasi hipoksemia dan ventilasi mekanik
 TTN  terjadinya sesak napas tanpa retensi CO2 pada bayi yang
sifatnya sementara (self-limited disease) gejala membaik maksimal
dalam 72 jam
 Pada persalinan normal  pasase bayi melewati pelvis ibu yang sempit
 memeras cairan keluar dari paru-paru
 Tanda khas TTN :
- Usia gestasi < 38 minggu (late-preterm)
- Dilahirkan secara perabdominal atau sectio caesarea (SC)
- Ibu dengan diabetes (diabetes gestasional)  bayi makrosomia
 Gambaran radiologis :
- Edema interstisial
- Peningkatan corakan vaskuler di hilus
- Efusi pleura
Laporan
Kontak
keluarga,
Kontak dengan dengan
Tidak jelas - kontak BTA
pasien TB pasien BTA
(-) atau
(+)
tidak tahu
Positif (>10
mm, atau >5
Uji Tuberkulin Negatif - - mm pada
keadaan
imunosupresi)
Gizi buruk
Gizi kurang
BB / keadaan BB/TB
- BB/TB <90% -
gizi <70%
BB/U <80%
BB/U <60%
Demam tanpa
- >2 minggu - -
sebab jelas
Batuk - >3 minggu - -
>1 cm
Pembesaran
- Jumlah >1, - -
KGB
tidak nyeri
Pembengkakan Ada
- -
tulang / sendi pembengkakan
Normal /
Foto dada Sugestif TB - -
tidak jelas

TB paru BTA (-)


TB kelenjar 2HRZ 4HR
Efusi pleura TB
TB paru BTA (+)
TB paru dengan kerusakan luas 2HRZE 4HR
TB ekstraparu (selain meningitis
TB dan TB tulang)
TB tulang/sendi
TB milier 2HRZE 10HR
TB meningitis
Bila ada gejala (batuk, demam dan
malaise > 2 minggu, serta BB turun
dalam 2 bulan sebelumnya)

Ada akses foto rontgen Tidak ada akses foto


thorax dan/atau uji rontgen thorax dan/atau uji
tuberkulin tuberkulin

Sistem skoring

Uji tuberkulin (+) Uji tuberkulin (-)


dan/atau ada dan/atau ada
kontak TB paru kontak TB paru

TB anak
Tidak ada /
terkonfirmasi TB anak Ada kontak
klinis (RHZ) tidak jelas
bakteriologis TB paru
kontak TB paru
(RHZE)

Observasi gejala selama 2


Terapi OAT minggu, bila persisten  rujuk
untuk evaluasi
 Penegakkan diagnosis TB anak didasarkan 4 hal :
- Konfirmasi bakteriologis TB
- Gejala klinis yang khas TB
- Adanya bukti infeksi TB (tuberkulin atau kontak TB)
- Foto thorax sugestif TB
 Mantoux test :
- 0,1 ml intrakutan di bagian volar lengan bawah
- Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
- Interpretasi :
 0-5 mm  negatif
 5-9 mm  meragukan
 > 10 mm  positif
 Lama pengobatan TB :
- TB ringan, efusi pleura TB, TB BTA (+)  lama 6 bulan
- TB paru dengan tanda-tanda kerusakan luas (TB milier)  9-12
bulan
- TB esktra paru  12 bulan
- Fase intensif  kombinasi 3 OAT selama 2 bulan awal (2 RHZ)
- Fase lanjutan  kombinasi 2 OAT selama 4 bulan berikutnya (4 RH)
 Dosis obat TB :
- Isoniazid (H)  5-10 mg/kgBB/hari (max 300 mg/hari)
- Rifampisin (R)  15 mg/kgBB/hari (max 600 mg/hari)
- Pirazinamid (Z)  35 mg/kgBB/hari
- Etambutol (E)  20 mg/kgBB/hari
- Streptomisin (S)  15-40 mg/kgBB/hari (max 1000 mg/hari)
 Profilaksis TB  < 5 tahun atau HIV (+) walaupun tes tuberkulin < 6 (-)
 Observasi  > 5 tahun atau HIV (-) walaupun tes tuberkulin > 6 (+)
 Jenis profilaksis TB :
- Primer  diberikan selama 3 bulan (isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari) 
adanya kontak
- Sekunder  diberikan selama 6-12 bulan (isoniazid 5-10
mg/kgBB/hari)  adanya infeksi

Piridoksin 10 mg tab (1x sehari)


 Tanda utama (trias) pneumonia  demam, batuk dan sesak napas
 Etiologi
- < 5 tahun  RSV (respiratory synctial virus) dan streptococcus
pneumoniae
- > 5 tahun  rhinovirus dan mycobacterium pneumoniae
 RR normal :
- < 2 bulan  60 x/menit
- 2-12 bulan  50 x/menit
- 1-5 tahun  40 x/menit
 Istilah bronkopneumonia dan pneumonia lobaris  diagnosis radiologis
 Klasifikasi pneumonia :
- Ringan  demam + batuk + sesak napas
- Berat  gejala ringan + minimal 1 gejala (pernapasan cuping hidung,
retraksi subkostal, tidak dapat menyusu, kejang/letargis/penurunan
kesadaran, sianosis distress pernapasan berat, foto dada
menunjukkan gambaran infiltrat luas/konsolidasi)
 Terapi pneumonia :
- Ringan (rawat jalan)
 Kotrimoksazol 2x4 mg TMP/kgBB (selama 3 hari)
 Amoksisilin 2x25 mg/kgBB (selama 3 hari)
- Berat (rawat inap)
 Ampisilin atau Amoksisilin 4x25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM +
Kloramfenikol 3x25 mg/kgBB IV atau IM
 Ampisilin atau Amoksisilin 4x25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM +
Gentamisin 1x7,5 mg/kgBB IM
 Ampisilin atau Amoksisilin 4x25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM +
Seftriakson 1x80-100 mg/kgBB IV atau IM

Pneumonia Ringan Pneumonia Berat


Intermitten Gejala asma <6x/tahun atau atau jarak gejala > 6 minggu

Persisten ringan Gejala asma >1x/bulan, tetapi <1x/minggu

Persisten sedang Gejala asma >1x/minggu, namun tidak setiap hari

Persisten berat Gejala asma terjadi hampir setiap hari

Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat


Dapat tidur Duduk
Posisi Duduk
terlentang membungkuk
Cara Beberapa Kata demi
Satu kalimat
berbicara kata kata
Mengantuk,
Mungkin gelisah,
Kesadaran Gelisah Gelisah
gelisah penurunan
kesadaran
Frekuensi
<20/menit 20-30/menit >30/menit
napas
Nadi <100 100-120 >120 Bradikardi
Pulsus (+/- 10-20 (+ > 25
(- 10 mmHg) (-)
paradoksus mmHg) mmHg
Otot bantu
napas dan Torakoabdominal
(-) (+) (+)
retraksi paradoksal
suprasternal
Akhir
Akhir Inspirasi dan
Mengi ekspirasi Silent chest
ekspirasi ekspirasi
paksa
APE >80% 60-80% <60%
60-80
PaO2 >80 mmHg <60 mmHg
mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
SaO2 >95% 91-95% <90%
Tidak ada (max 2 Lebih dari 2
Gejala sehari-hari
kali/minggu) kali/minggu
Keterbatasan
Tidak ada Ada
aktivitas
Didapatkan 3
Gejala malam hari Tidak ada Ada
tanda atau lebih
Penggunaan Tidak ada (max 2 Lebih dari
reliever kali/minggu) 2x/minggu
Fungsi paru (FEV1,
Normal <80% prediksi
PEF)
1 atau
Eksaserbasi Tidak ada 1 kali/minggu
lebih/tahun

 Curiga asma :
- Episodik / berulang
- Nokturnal (memberat pada malam hari)
- Reversibel (FEV1 pasca bronkodilator membaik)
- Gejala  wheezing, batuk, sesak napas, dada tertekan dan produksi
sputum
- Pre bronkodilator (FEV1 rendah <80% nilai prediksi) setelah pasca
bronkodilator (FEV1 > 12%)
 Tatalaksana asma :
- Serangan ringan-sedang  nebulisasi (via nebulizer atau MDI) 3 kali
(SABA 2 kali lalu SABA + ipatropium bromida) + kortikosteroid oral
(Prednison 1-2 mg/kgBB/hari)
- Serangan berat dan mengancam jiwa  SABA + ipatropium bromida
+ kortikosteroid IV (Prednison 1-2 mg/kgBB/hari) + oksigen (2
L/menit)  sambil dirujuk
- Catatan (ventolin = SABA (salbutamol), combivent = SABA +
ipatropium bromida), (SABA  short acting beta agonis, LABA 
long acting beta agonis)
 Rawat jalan :
- Obat pereda (reliever)  lanjut sampai gejala reda atau hilang (SABA
dan antikolinergik kerja cepat / ipatropium bromida)
- Obat pengendali (controller)  dimulai, dilanjutkan, dinaikkan sesuai
dengan derajat kekerapan asma (kortikosteroid inhalasi dan LABA)
- Steroid oral (lanjut 3-5 hari)
- Evaluasi faktor risiko
 Bronkiolitis  inflamasi pada bronkiolus yang disebabkan oleh RSV
 Bronkiolitis  usia < 2 tahun (karena mucus clearance belum baik)
 Gejala :
- Demam
- Rhinorrea, nasal discharge
- Batuk kering dan mengi
- Sesak napas
 Pemeriksaan fisik
- Takipneu
- Retraksi dinding dada
- Bentuk dada tampak hiperinflasi
- Auskultasi ditemukan wheezing
- Radiologis  hiperekspansi, infiltrat, peribronkial thickening, air
trapping
- AGD  hiperkarbia atau asidosis
 Tatalaksana :
- Suportif  oksigen
- Simptomatik  paracetamol
- SABA  Salbutamol (jika perlu)

Resep racik  demam, batuk dan Cara hitung dosis paracetamol :


pilek :
Dosis paracetamol 10 mg/kgBB/kali
Paracetamol  10-15 mg/kgBB/kali Misalnya anak BB 25 kg
Ambroxol  1 mg/kgBB/hari Jenis sediaan paracetamol syrup
CTM  0,1 mg/kgBB/hari 160mg/5ml

Misalnya anak BB 15 kg : Rumus :


Paracetamol 150 mg BB x 10 mg  25 x 10 mg 
Ambroxol 15 mg 250mg
CTM 1,5 mg 250mg/160mg x 5ml  7,8 ml
mfla dtd da in pulv no X 1 cth = 5 ml dan 1 C = 15 ml, maka :
S 3 dd pulv 1 7,8 ml = kira-kira 1,5 cth atau 0,5 C
Obstruksi jalan napas
diatas glottis

Lesi di glottis atau


subglottis

Obstruksi di bawah
trakea atau dekat
bronkus

 Laringomalasia  kelainan kongenital dari kartilago laring


 Etiologi  keterlambatan maturitas laring
 Tanda dan gejala :
- Stridor inspirasi (terutama saat terlentang atau menangis)
- Kesulitan makan
- Laringoskopi  omega-shaped epiglottis
 Terapi  observasi
 Croup / laringotrakeitis  inflamasi pada laring dan trakea
 Etiologi  parainfluenza virus
 Usia  3 bulan – 3 tahun
 Gambaran radiologis  steeple sign (gambaran seperti atap gereja)
 Klasifikasi :
- Croup ringan  demam, suara serak, batuk menggonggong, stridor
terdengar hanya jika anaka gelisah
- Croup sedang  batuk menggonggong lebih sering, stridor terdengar
walaupun anak tenang, nafas cepat dan tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam
- Croup berat  batuk menggonggong sering, stridor inspirasi
terdengar jelas, nafas cepat dan tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam, anak agitasi
 Tatalaksana :
- Croup ringan  Dexamethasone 0,6 mg/kgBB dosis tunggal,
PO/IV/IM
- Croup sedang  Dexamethasone monitor dalam 4 jam, jika belum
membaik tangani sebagai croup berat
- Croup berat  Oksigen Dexamethasone, nebulizer epinefrin 2 ml
adrenalin 1/1000 dalam 2-3 NaCl selama 20 menit

 Epiglotitis  radang pada epiglotis


 Etiologi  HiB (Haemophillus influenza tipe B)
 Usia  3-7 tahun
 Tanda khas  stridor, drooling (sering keluar air liur), disfagia (nyeri saat
menelan), disfonia (suara serak)
 Laringoskopi  gambaran cherry red sign
 Gambaran radiologis  thumbprint sign (gambaran seperti ibu jari) dan
halloween sign (-)
 Tatalaksana  intubasi/ventilator dan antibiotik (cefuroxime)
Thumbprint sign Steeple sign

 Etiologi  Bordetella pertussis


 Tanda khas :
- Batuk berat lebih dari 2 minggu
- Batuk paroksismal diikuti suara whoop saat inspirasi  whooping
cough / batuk rejan / batuk 100 hari
- Perdarahan subkonjungtiva
- Belum lengkap imunisasi pertussis
- Post-tussive vomitting  muntah (menekan lambung dan intratorakal
yang cukup hebat)
 Fase pertussis :
- Stadium kataral  gejala minimal dengan/tanpa demam, rinorea,
anoreksia, frekuensi batuk bertambah (paling infeksius)
- Stadium paroksismal  dicetus oleh pemberian makan dan aktivitas
(inspiratory whooping, post-tussive vomitting, muka merah)
- Stadium konvalesens  gejala akan berkurang dalam beberapa
minggu sampai dengan beberapa bulan
 Tatalaksana :
- Suportif  terapi oksigen
- Observasi ketat
- Antibiotik (eritromisin 12,5 mg/kgBB/kali, 4 kali dalam sehari)
- Isolasi selama 4 minggu
 Hernia diafragmatika  organ abdomen janin masuk ke dalam rongga
thorax janin
 Trias hernia diafragmatika
- Sesak napas
- Auskultasi daerah thorax terdengar bising usus
- Foto thorax  terlihat gas usus di thorax
 Tipe hernia diafragmatika
- Hernia Bochdalek  defek daerah posterolateral dari diafragma
 Riwayat polihidramnion
 Distress pernapasan
 Terdengar bising usus di rongga thorax
 Bergesernya suara jantung ke kanan
 Gambaran udara atau cairan usus pada hemithorax kiri
- Hernia Morgagni  defek daerah anterior dari diafragma
 Riwayat polihidramnion
 Distress pernapasan
 Terdengar bising usus di rongga thorax
 Suara jantung tetap di kiri
 Gambaran udara atau cairan usus pada hemithorax kanan
- Hiatus hernia  celah masuk ke esofagus dari rongga abdomen
 Sliding hernia (berpindah cardia ke atas, dibagian posterior
mediastinum
 Rolling hernia / hernia paraesophageal (berpindah fundus
gaster ke atas)
 Riwayat polihidramnion
 Distress pernapasan
 Terdengar bising usus di rongga thorax
 Disfagia
 Rasa terbakar daerah esofagus
“HEMATOLOGI”

 Gejala :
- Lemah, lelah, letih, lesu dan lunglai
- Sakit kepala
- Light-headedness (penglihatan berkunang-kunang)
- Kesemutan
- Rambut rontok
- Restless leg
 Tanda :
- Konjungtiva anemis
- Glossitis (lidah warna merah permukaan licin)
- Stomatitis (sariawan)
- Angular cheilitis (radang pada ujung sudut bibir)
- Koilonikia / spoon nail (kuku cekung)
- Disfagia
- Pica (makanan yang tidak lazim, seperti tanah)
- Atrofi papil
- Tidak ada ikterus, organomegali, dan limfadenopati
 Pemeriksaan penunjang :
- Besi serum  menurun
- TIBC  meningkat
- Feritin serum  menurun
- Saturasi transferin  menurun (< 15%)
- Morfologi  mikrositik hipokromik
- Apusan darah tepi  anisositosis, poikilositosis, sel pensil
 Patofisiologi :
- Proses absorpsi besi  diserap di duodenum dalam bentuk ferro
(Fe2+)
- Pengaruh antasida terhadap suplemen besi  absorpsi Fe
berkurang
 Tatalaksana :
- Sulfas ferosus  sediaan 325 mg, kandungan besi elemental 65 mg
- Fero fumarat  sediaan 325 mg, kandungan besi elemental 107 mg
- Fero glukonat  sediaan 325 mg, kandungan besi elemental 39 mg
- Kandungan Fe elemental terbanyak  Fero fumarat > sulfas ferosus
> fero glukonat
- Dosis  3-6 mg besi elemental/kgBB/hari
- Target Hb  meningkat 1 gr/dl dalam 2-3 minggu
Nilai normal Hb : Derajat anemia :
 Neonatus  14-27 gr/dl  Anemia ringan  9-12 gr/dl
 Bayi  10-17 gr/dl  Anemia sedang  7-8 gr/dl
 Batita  9-15 gr/dl  Anemia berat  < 7 gr/dl
 Anak  11-16 gr/dl

 MCV < 80 fl  MCV 80-100 fl  MCV > 100 fl


 MHC < 27 pg  MHC 27-32 pg  MHC > 32 pg
 MCHC < 32%  MCHC 32-35%  MCHC 32-35%
PP  apusan darah PP  leukosit, PP  apusan darah
tepi, ferritin, kadar zat trombosit, apusan darah tepi, kadar vitamin B12,
besi serum, TIBC, tepi, retikulosit kadar asam
saturasi transferrin, metilmalonik (MMA)
elektroforesis Hb

 Membedakan thalassemia dan anemia defisiensi besi  Mentzer Index


- Skor < 13  Thalassemia
- Skor < 13  anemia defisiensi besi
 Thalassemia  diturunkan secara autosomal resesif, merupakan defek
sintesis rantai globin
 Fenotip :
- Mayor  transfusion dependent
- Intermedia  gejala klinis ringan
- Minor  asimptomatik
 Genotip :
- Alfa thalassemia  kromosom 16  HbH dan Hb Bart
- Beta thalassemia  kromosom 11  HbF dan HbA2
 Tanda khas :
- Riwayat keluarga (+)
- Tanda-tanda anemia hemolitik
- Deformitas tulang
- Apusan darah tepi  sel target, teardrop cell, howell jolly bodies,
basophillic stippling dan anisositosis
- Morfologi  mikrositik hipokromik
- Hb elektroforesis  pengukuran densitometri
 Thalasemia alfa  terdapat HbH atau Hb Barts
 Thalasemia beta  peningkatan HbA2, penurunan HbA dan
peningkatan HbF
Defek 4 rantai beta  hidrops fetalis atau
Hb Bart disease
IUFD
Thalassemia Hb dengan 4 rantai beta  anemia
alfa HbH disease
hemolitik kronis, mikrositosis, splenomegali
Asimptomatik, anemia ringan, target cell
Alfa minor
(+)
Simptomatik, anemia berat, transfusi
seumur hidup, hepatosplenomegali, facies
Beta mayor cooley, hair on end
Anisositosis, poikilositosis, target cell (+),
Thalassemia
basophillic stippling (+)
beta
Asimptomatik
Beta minor Anemia ringan, mikrositik, target cell (+),
tear drop cell (+)

 Tatalaksana
- Transfusi PRC
 Indikasi  Hb < 8
 Indikasi  Hb > 8 (bila keadaan umum kurang baik, anoreksia,
gangguan aktivitas, gangguan pertumbuhan, splenomegali,
perubahan pada tulang
 Diberikan sampai target Hb 12
 Bila Hb > 5  dosis PRC diberikan 10-15 ml/kgBB/kali dalam
2 jam atau 20 ml/kgBB/kali dalam 3-4 jam
- Iron chelating agent
 Biar pemberian besi tidak berlebihan
 Deferiprox  75 mg/kg/hari dibagi 3 dosis PO
 Deferasirox  20-40 mg/kgBB, diberikan 1 kali per hari
 Diberikan bersamaan dengan transfusi PRC (agar tidak
hematochrosis)
 Jika berlebihan  sirosis, kardiomiopati, DM, infertilitas
 Indikasi  feritin > 1000 mg/dl, transfusi > 5 liter, transfusi >
10 kali, transfusi > 1 tahun
 Hemofilia  kelainan pembuluh darah tersering yang diturunkan dengan
pola X-linked resesif baik A dan B
 Jenis hemofilia (defisiensi faktor intinsik) :
- Hemofilia A  defisiensi faktor VIII
- Hemofilia B  defisiensi faktor IX
- Hemofilia C  defisiensi faktor XI (jarang)
 Diagnosis :
- Riwayat perdarahan pada pria
- Hemarthrosis spontan (perdarahan spontan pada sendi)
- Trombosit  normal
- Bleeding time  normal
- Clotting time  memanjang
- PT  normal
- APTT  memanjang
 Tatalaksana :
- Cegah terjadinya perdarahan
- Pemberian suntikan dihindari
- Hemofilia A  konsentrat faktor VIII + kriopresipitat
- Hemofilia B  konsentrat faktor IX + FFP (fresh frozen plasma)

Anda mungkin juga menyukai