Pengantar
Terima kasih kepada Tuhan YME yang memberi kekuatan dan kesabaran merevisi buku bodrex. Terima kasih kepada tim revisi bodrex yang
sudah rela mau merevisi bodrex agar bisa dinikmati diri sendiri dan teman-temannya. Terima kasih pula kepada kakak-kakak bodrex, khususnya mas Aji
Bayu (yang dipanggil mas ganang/ayas ilakes) yang sudah memberikan kepada editor semua softkopi bodrex untuk diupgrade. Revisi ini kami sebut bodrex
booster, ya booster, karena kakak-kakak kami telah meletakkan dasar yang bagus dan kami tinggal menguatkan lagi teori-teori yang ada. Mengapa kami
berniat merevisi? Karena bekal menghadapi UKDI (CBT dan OSCE) adalah penguasaan ilmu kedokteran dasar maupun klinis yang baik (penguasaan teori),
maka kami lanjutkan perjuangan kakak-kakak kami agar ilmu kedokteran itu selalu mengikuti perkembangan yang ada. Bodrex yang lalu menggunakan SKDI
2006 sedangkan bodrex booster menyesuaikan dengan SKDI 2012, yang banyak perubahan dan tambahan. Semoga booster ini bisa memandu pembaca
melewati UKDI (Tetap minta panduan Tuhan YME yo rek).
Sudah banyak koass yang mengenal buku bodrex yang membantu tiap koass melewati tiap bagian. Asal muasal nama bodrex silakan dibaca di
file-file bodrex yang telah tersebar di laptop para koass di FKUB (kalau belum punya nanti saya beri). Sejak pelaksanaan UKDI batch II tahun 2013 telah
dilangsungkan OSCE UKDI (semoga editor tidak salah ingat). Namun tim UKDI belum sempat untuk membuat panduan OSCE ala FKUB. Alangkah baiknya jika
adik-adik angkatan menambah ceklist OSCE tiap bagian (contoh THT) agar bisa memandu siapa saja yang ingin ikut OSCE nasional (Jika mau merevisi silakan
hubungi editor). Semenjak tahun 2010 pula Dikti bersama AIPKI menetapkan UKDI menjadi exit exam (FKUB baru menetapkannya tahun 2014), artinya ora
iso yudisium & sumpah dokter yen ora lulus UKDI. Posisi UKDI ditaruh menjadi syarat yudisium dalam alur pendidikan kedokteran (walaupun beberapa
institusi masih ada yang bandel akan peraturan ini). Akhir kata pengantar ini ditutup dengan kalimat yang entah dari mana asalnya, You can pass medical
school with just luck but to be a good doctor you need knowledge, attitude and humanity
22 Januari 2014
Editor
List KONTRIBUTOR Penanggung Jawab Jika ada yang PROTES silahkan berprotes pada masing-masing Penanggung Jawab kami
Buku Panduan Bodrex booster Menuju UKDI Dari Kami Untuk Semua
IPD booster
Christian Surya
Fireka Imsa
Mirsa Arista
Septiana Andri
Garnet Pritaria
Wahyu Piscesa
Fanniyah
Neurologi
booster
Eldwin S.
Grace S.
Rita S.
IKA booster
BEDAH booster
Linda OSC
Jonathan H.
Lutfi Setyo
Nida Tsania
Nanda Rela Q.
Irene Lampita
Agvita M.
MATA booster
Yeremia PMR
Andina S.
Putri Rachma S.
Tika W.W.
LAYout
(tidak berubah)
Ellisma S.
Kristia W.
THT booster
Ayunda A
Ayu Yesi A
IKM booster
Rachmi Mirna
Psikiatri
booster
Obgyn booster
Forensik
booster
Dendri K.
Nurul L.L.
KULIT booster
Editor
Yeremia PMR
Imamatul H.
Mirza Fitri J.
Kardiologi
Sindrom Koroner akut
Gagal jantung
Shock Condition
Cor pulmonale
Cardiorespiratory arrest
Atrial fibrilasi, flutter, SVT
Thrombophlebitis
Insufisiensi vena kronis
Hipertensi
Pulmonologi
Tuberculosis Paru
Pneumonia
Penyakit paru obstruksi
kronis
Asma
Edema paru, Abses paru
Efusi pleura masif
Influenza
Bronkiektasis
Pneumonia aspirasi
Bronkitis akut
Status asmatikus
PPOK eksaserbasi akut
Flu burung
SARS, ARDS
Gastroenterologi
Gastritis, GERD
Tukak duedenum & tukak
gaster
Perdarahan saluran cerna
atas
Esofagitis erosiva
Perdarahan saluran cerna
bawah
Gastroenteritis
Tifoid
Mouth ulcers
Keracunan makanan,
Botulism
Kolitis, Disentri
Hepatologi
(bagian ii)
nefrologi
(bagian ii)
Abses hepar
Hepatitis A & Hepatitis B
Perlemakan hati
Sirosis
Kolesistitis
Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis kronik
Pielonefritis
Patogenesis
Proses terjadinya trombus dimulai dengan gangguan
pada salah satu dari Trias Virchow.Antara lain akibat
kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel,
serta aliran darah terganggu. Selanjutnya proses
koagulasi berlangsung diawali dengan aterosklerosis,
inflamasi, terjadi ruptur/fissura dan akhirnya
menimbulkan trombus yang akan menghambat
pembuluh darah.
Faktor Resiko
risiko mayor: hiperkolesterolemia, hipertensi,
merokok, diabetes mellitus dan genetic.
risiko minor : obesitas, stress, kurang olah raga,
laki-laki, perempuan menopause.
Penatalaksanaan
Rujuk ke tempat yang ada ICCU
Pasang IV line
Oksigenasi 2 liter/menit selama 2-3 jam , dilanjutkan bila saturasi
oksigen arteri rendah.
Pasang monitor EKG
Atasi Nyeri dengan :
Nitrat : sublingual/transdermal/NTG intravena (KI pada sistole
kurang dari 90 mmHg). Nitrat sublingual dapat diberikan 3 kali
tiap 5 menit.
Morfin 2,5 mgsampai dosis total 20 mg dapat diulang tiap 5
menit,. Atau petidin 25-50 mg IV atau Tramadol 25-50 mg IV.
Antitrombotik
Aspirin (160-325 mg) dikunyah sebisa mungkin bukan enteric
coated tablet, diberikan bersamaan dengan clopidogrel (300 mg
lalu berikutnya 75 mg/hari)
Antikoagulan
Heparin diberikan dengan target aPTT 1,5-2 kali kontrol.
Antiplatelet di stop 5 hari bila akan dilakukan operasi bypass.
Anti-Iskemik
Beta bloker (metaprolol 5 mg hingga 25 mg-100 mg dua kali
sehari ) diberikan bila tidak ada KI (gagal jantung, Sistolik <95
mmHg, denyut jantung, Bradikardia)
ACE inhibitor, captopril. Bila intoleran (Batuk kering dapat
diganti golongan ARB)
Gambar Elektrokardiogram
Petanda Biokimia
Enzim jantung non spesifik : LDH, SGOT/SGPT
Enzim jantung speifik : CK, CKMB, Troponin-T, Troponin I.
STEMI dan NSTEMI : Enzim meningkat minimal 2x batas atas
normal
Angina tidak stabil : tidak terdapat peningkatan enzim
Kriteria Diagnosis
Angina tidak stabil bila terjadi nyeri dada dengan salah satu dari 3
hal berikut :
Muncul pada saat istirahat, umumnya berdurasi > 10 menit
Terasa berat dan onsetnya belum lama (4-6 minggu)
Terjadi dengan pola kresendo
NSTEMI yaitu apabila pasien menunjukkan gejala angina tidak stabil,
disertai dengan bukti nekrosis miokardium yaitu peningkatan
enzim jantung
STEMI yaitu bila dengan nyeri dada, disertai terjadi peningkatan
enzim jantung, dan ST elevasi > 5 mm.
Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen dada
Petanda biokimia : darah rutin, profil lipid, gula darah, ureum
kreatinin
Ekokardiografi
Tes treadmill : untuk mendeteksi didni risiko penyakit koroner dan
fungsi jantung setelah keadaan akut teratasi bila terdapat infark
10
Patogenesis
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu :
1. Gangguan mekanik; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu :
a) Beban tekanan
b) Beban volume
c) Tamponade jantung atau konstriski perikard, jantung tidak dapat diastole
d) Obstruksi pengisian ventrikel
e) Aneurisma ventrikel
f) Disinergi ventrikel
g) Restriksi endokardial atu miokardial
2. Abnormalitas otot jantung
a) Primer: kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika.
b) Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal
3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi
Faktor Resiko
11
PenatalaksanaaN
Non-Farmakologi
Edukasi
Diet (hindari obesitas , diet rendah garam <2 gram, jumlah cairan 1-1,5 liter)
Hentikan rokok dan alkohol
Latihan jasmani ( jalan 3-5 kali/menit selama 20-30 menit atau sepeda statis 5x/minggu selama 20 menit)
Farmakologi
Diuretik
Furosemid 20-40 mg/hari
HCT 50-200 mg/hari
Spironolakton 25-50 mg/hari bukan sebagai diuretik tapi sebagai remodelling.
Pantau kadar kalium pada penggunaan spironolaktone bersamaan dengan ACE-inhibitor atau ARB dapat terjadi hiperkalemia
ACE inhibitor
Terapi standard untuk gagal jantung bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal.
Acptopril 6,25 mg peroral 3x sehari
ARB : valsatran 40 mg dua kali sehari
Tidak boleh pada wanita hamil dan menyusui
Beta Bloker
Diberikan apabila tidak ada tanda-tanda dekompensasi. Mulai dosis kecil kemudian dititrasi tiap 2 minggu.
- Bisoprolol 1, 25 mg satu kali sehai
- Metoprolol 50 mg 2-3 kali/hari
- Carvedirol 3,125 mg dua kali/hari dinaikkan hingga 25 mg dua kali /hari
Digoksin
Untuk mengurangi gejala apabila disertai dengan gangguan ritme jantung . dosis 0,75 mg- 1,5 mg pada hari pertama, lalu 0,125-0,25 mg dosis
rumatan.
12
13
Patogenesis
Syok HIPOVOLEMIK
Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi
pada jantung dan otak, asidosis metabolik
beratdan mungkin pula terjadi asidosis
respiratorik.
Syok CARDIOGENIK
Syok kardiogenik terjadi akibat gagal ventrikel kiri
yang sangat berat, sehingga tekanan darah turun,
tekanan kapiler paru (pulmonary capillary wedge
pressure, PCWP) naik, disertai oliguria dan
vasokonstriksi perifer, kesadaran yang menurun
dan asidosis metabolik.
Syok ANAFILAKTIK
Syok anafilaktik merupakan bagian dari reaksi
anafilaktik sistemik berat. Terjadinya syok dapat
berlangsung dengan cepat.
Syok SEPSIS
Pada stadium awal curah jantung meningkat,
denyut jantung lebih cepat dan tekanan arteri
rata-rata turun. Kemudian perjalanannya
bertambah progresif dengan penurunan curah
jantung, karena darah balik berkurang, yang
ditandai dengan turunnya tekanan vena sentral.
Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) terjadi
karena pemacuan proses pembekuan akibat
kerusakan endotel kapiler oleh infeksi bakteri.
Syok UKDI Sindrom Pasca Yudisium Dokter ^^
14
Penatalaksanaan
Prinsip Dasar Penanganan Syok
Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan
khusus untuk:
o menstabilkan kondisi pasien,
o memperbaiki volume cairan sirkulasi darah,
o mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.
Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok
TERAPI CAUSAL
Syok KARDIOGENIK
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :
o Pastikan jalan nafas ttp adekuat, bila tdk sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
o Berikan oksigen8 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 120 mmHg
o Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
o Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yg
terjadi.
o Bila mungkin pasang CVP.
o Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Medikamentosa :
o Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
o Anti ansietas, bila cemas.
o Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
o Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
o Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung
tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
o Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
o Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
o Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
o Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
Syok ANAFILAKTIK
1. ABC sesuai protokol Gawat darurat
2. Segera berikan adrenalin 1 : 1000 0.30.5 mg IMuntuk penderita dewasa atau
0.01 mg/kgBB IM untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat
diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa menganjurkan
pemberian infus kontinyu adrenalin 24 ug/menit.
3. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi
respons, dapat ditambahkan aminofilin 46 mg/kgBB dalam larutan NaCl 0,9%
dosis awal yang diteruskan 0.21,2 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
4. Dapat diberikan kortikosteroid, metilprednisolon 1-2 mg/kgBB/hari IV,
prednisone 0,5 mg/kgBB/hari peroral
5. Bila tekanan darah tetap rendah, Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 2040% dari volume plasma. 1-2 liter IV
pada dewasa secara cepat (5-20 ml/kg dalam 5 menit pertama) dan 30 ml/kg
6. Antihistamin difenhidramin :25-50 mg IV (dewasa), 1 mg/kg IV sampai dengan 50
mg (anak-anak)
7. Pasang torniquet proksimal dari sengatan serangga atau suntikan, dilonggarkan
1-2 menit setiap 10 menit
8. Kalau syok teratasi, penderita harus diobservasi selama kurang lebih 4 jam.
penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 23 kali suntikan,
harus dirawat semalam untuk observasi.
Syok SEPSIS
1. ABC sesuai dengan protokol gawat darurat
2. Pengumpulan spesimen urin, darah, sputum dan drainase luka dilakukan dengan
tekhnik aseptik.
3. Pemberian suplementasi nutrisi tinggi kandungan protein secara agresif
dilakukan selama 4 hari dari awitan syok.
4. Pemberian cairan intravena dan obat-obatan yang diresepkan termasuk
antibiotik Dopamin, dan Vasopresor untuk optimalisasi volume intravaskuler
15
Syok HIPOVOLEMIK
Penggantian Cairan dan Darah
Pemasangan dua jalur intra vena dengan jarum besar dipasang untuk
membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Untuk pemberian secara
simultan terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan.Contohnya :
Ringer Laktat dan Natrium clorida 0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran 6 %).
Redistribusi cairan
Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan meninggikan
tungkai pasien, sekitar 20 derajat, lutut diluruskan, trunchus horizontal dan
kepala agak dinaikan. Tujuannya, untuk meningkatkan arus balik vena yang
dipengaruhi oleh gaya gravitasi
Terapi Medikasi
Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi dehidarasi jika penyebab yang
mendasari adalah dehidrasi. Contohnya, insulin akan diberikan pada pasien
dengan dehidrasi sekunder terhadap hiperglikemia, desmopresin (DDVP)
untuk diabetes insipidus, preparat anti diare untuk diare dan anti emetic
untuk muntah-muntah.
Balada BodreX
NOTE : Sebaiknya tulislah RINGKASAN sendiri tiap2 PATOGNOMONIS dari BAGAIMANA membedakan SHOCK Hipovolemik, Kardiogenik,
Anafilaktik & Sepsis Yang paling penting pahami TATALAKSANA umum dari shock ( diatas disebutkan bahwa penatalaksanaan SHOCK
secara berurutan TAPI yang jelas penatalaksanaan SHOCK itu sendiri BERSIFAT HOLISTIK & BERSAMAAN ingat kuliah EM) setelah
memahami jenis SHOCK Tatalaksananya juga PAHAMI terutama yang KOMPETENSI 4 (pasti jika ada pertanyaan BISA sampai
terapinya dan kadang juga KELUAR soal bioetik dari sebuah kasus shock jadi pahami MATERI dan lihat juga KOMPETENSI dari masingmasing SHOCK) nowus iLakeS (Balada Bodrex)
16
17
Etiologi
Acute Cor Pulmonale : Pulmonary Embolism
Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi secara umum adalah
hipertensi pulmonal. Beberapa mekanisme yang
dapat menyebabkan terjadinya hipertensi
pulmonal:
1. Vasokonstriksi paru akibat hipoksia alveolar
atau asidemia darah
2. Perubahan anatomi dari pulmonary
vascular bed sebagai akibat dari gangguan
parenkim atau alveolar paru (misalnya,
emfisema, tromboemboli paru, penyakit
paru interstitial, respiratory distress
syndrome, dan rhematoid disorder).
Kondisi ini dapat menyebabkan tekanan
darah paru meningkat.
3. Peningkatan viskositas darah karena
penyakit kelainan darah (eg, polycythemia
vera, sickle cell disease,
macroglobulinemia).
4. Peningkatan aliran darah dalam pembuluh
darah paru.
5. Idiopathic primary pulmonary
hypertension.
18
Penatalaksanaan
Chronic Cor Pulmonale
- Tujuan terapi adalah menangani penyakit mendasarinya
- Oksigenasi, target saturasi O2 92%
- Koreksi asidosis respiratori menurunkan pulmonary
vascular resistance
- Diuretik, efektif pada RV failure
- CCB (nifedipin atau diltiazem) efektif pada pasien cor
pulmonale sebagai akibat dari PAH.
- Theophylin, untuk pasien COPD
Acute Cor Pulmonale
- Stabilisasi dengan IV fluid dan oksigenasi, kemudian
RUJUK
- Pemberian antikoagulan merupakan prinsip penanganan
PE : unfractionated heparin (UFH), low-molecular-weight
heparin (LMWH), or fondaparinux.
- UFH : intravenous bolus 500010,000 unit diikuti
continuous infusion 10001500 U/h. Target aPTT 2-3x
batas normal.
- LMWH : enoxaparin yang kemudian dilanjutkan dengan
pemberian warfarin.
- Fondaparinux : pemberiannya harus dilankutkan oleh
warfarin. Dosis : BB <50 kg = 5 mg, BB 50100 kg = 7.5
mg, BB >100 kg = 10 mg.
- Warfarin : initial dosis 5 mg, kemudian dititrasi dengan
target INR 2,5
Definisi
Etiologi
4H dan 4T
Patofisiologi
4 faktorutama:
1. Penurunan preload disebabkan oleh
hipovolemia atau obstruksi aliran vena.
2. Penurunankontraktilitasjantungdiakibatk
an oleh kondisi hipoksia, asidosis dan
hipotermia
3. Gangguanautomatisitasjantungdisebabka
n oleh iskemik pada miokard, gangguan
elektrolit seperti hiperkalemia atau akibat
pengaruh obat
4. Peningkatan afterload misalnya karena
aneurisma aorta atau emboli pulmonum
Ventricular Fibrillation (VF) dan pulseless Ventricular Tachycardia (VT) Level kompetensi : 3B
VF ditandai dengan kontraksi yang cepat, kacau, dan tidak teratur dari
Gambaran EKG :
ventrikel kiri.
VF:
VF sering terjadi tanpa peringatan. Gejala berikut, dapat muncul sebelum
19
Ritme : biasanyareguler
QRS complex : > 0,12 s
Asystole
tidak terdapat aktivitas elektrik jantung yang spontan, sehingga pada
EKG tidak terlihat adanya komplek QRS
20
Gambaran EKG :
Gambaran EKG :
21
22
Atrial Fibrilasi
Atrial fibrilasi (AF) memiliki asosiasi yang kuat dengan penyakit
kardiovaskular lainnya, seperti gagal jantung, penyakit arteri
koroner (CAD), penyakit jantung katup, diabetes mellitus, dan
hipertensi.
AF diklasifikasikan sebagai berikut :
Paroksismal AF : Episode AF yang berakhir secara spontan
dalam waktu 7 hari (kebanyakan episode berlangsung
kurang dari 24 jam)
Persisten AF : Episode AF yang berlangsung lebih dari 7 hari
dan mungkin memerlukan, baik farmakologis atau intervensi
elektrik untuk mengakhirinya.
Permanen AF : AF yang telah berlangsung selama lebih dari
1 tahun, baik karena kardioversi telah gagal atau karena
belum dilakukan kardioversi
Presentasi klinis sesuai penyakit jantung yang mendasari.
Atrial Flutter
Atrial flutter adalah aritmia jantung ditandai dengan kecepatan
kontraksi atrium dari 240-400 denyut / menit.
23
Gambaran EKG :
Gambaran EKG :
24
25
26
27
Tujuan terapi jangka pendek DVT adalah mencegah pembentukan trombus yang makin luas dan emboli paru.
Tujuan jangka panjangnya adalah mencegah kekambuhan dan terjadinya sindrom post trombotik.
Kombinasi heparin dan antikoagulan oral merupakan terapi inisial dan drug of choice DVT
Unfractionated Heparin (UFH)
Unfractionated heparin (UFH) memiliki waktu mula kerja yang cepat tapi harus diberikan secara intravena. UFH berikatan dengan antitrombin dan
meningkatkan kemampuannya untuk menginaktivasi faktor Xa dan trombin. Dosis Unfractionated heparin berdasarkan berat badan dan dititrasi sesuai
kadar activated partial-thromboplastin time (APTT).. Target APTT yang diinginkan adalah antara 1,5 sampai 2,3 kali kontrol. Respon antikoagulan dari UFH
berbeda pada tiap-tiap individu karena obat ini berikatan secara nonspesifik dengan plasma dan protein sel. Efek samping meliputi perdarahan dan
trombositopeni. Pemberian heparin dapat dihentikan 4-5 hari setelah penggunaanya bersama warfarin jika target International Normalized
Ratio(INR) dari prothrombin clotting time lebih dari 2,0
Low Molecular Weight heparin (LMWH)
Low Molecular Weight Heparin (LMWH) bekerja dengan cara menghambat faktor Xa melalui ikatan dengan antitrombin.
LMWH merupakan antikoagulan yang memiliki beberapa keuntungan dibanding UFH antara lain respon antikoagulan yang lebih dapat diprediksi, waktu
paruh yang lebih panjang, dapat diberikan sub kutan satu sampai dua kali sehari, dosis yang tetap, tidak memerlukan monitoring laboratorium. LMWH
banyak menggantikan peranan UFH sebagai antikoagulan
Dosis heparin berdasarkan berat badan dan APTT
28
Efek samping trombositopeni dan osteoporosis LMWH lebih jarang terjadi dibanding penggunaan UFH.
Kontraindikasi terapi antikoagulan antara lain kelainan darah, riwayat stroke perdarahan, metastase ke central nervous system (CNS), kehamilan
peripartum, operasi abdomen atau ortopedi dalam tujuh hari dan perdarahan gastrointestinal. LMWH diekskresikan melalui ginjal, oleh karena itu pada
penderita ganguan fungsi ginjal perannya dapat digantikan oleh UFH.
Pemberian LMWH juga dikombinasikan dengan warfarin selama empat sampai lima hari dan dihentikan jika kadar INR setelah penggunaanya bersama
warfarin mencapai 2 atau lebih.
Enoxaparin (lovenox) untuk terapi DVT dengan dosis 1 mg/kgBB, dua kali sehari.
Dalteparin (Fragmin) hanya digunakan untuk terapi profilaksis dengan dosis 200 IU/kgBB/hari dalam dosis terbagi dua kali sehari.
Tinzaparin (Innohep) diberikan dengan dosis 175 IU/kgBB/hari
Fondaparinux (Arixtra). digunakan sebagai profilaksis dan terapi pada kondisi akut dengan dosis 5 mg (BB <50 kg), 7,5 mg (BB 50-100 kg), atau 10 mg
(BB >100 kg) secara subkutan, satu kali perhari
TERAPI NON FARMAKOLOGIS
Latihan dan compression dapat mengurangi pembengkakan, nyeri serta mengurangi insiden terjadinya post thrombotic syndrome (PTS).
Penggunaan compression stockings selama kurang lebih 2 tahun dimulai 2-3 minggu ketika diagnosa DVT ditegakkan menurunkan resiko timbulnya PTS.
29
30
Tekanan dalam vena superfisial normalnya sangat rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan menyebabkan distensi dan
perubahan bentuk menjadi berkelok-kelok. Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena adanya perubahan hormonal yang
menyebabkan dinding pembuluh darah dan katupnya menjadi lebih lunak dan lentur, namun bila terbentuk varises selama kehamilan hal ini memerlukan
evaluasi lebih lanjut untuk menyingkir adanya kemungkinan disebabkan oleh keadaan DVT akut.
Peningkatan tekanan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh terjadinya insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup vena yang
inkompeten baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena superficial.
Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat disebabkan oleh adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh karena
thrombosis intravaskular atau akibat adanya penekanan dari luar pembuluh darah. Pada pasien dengan varises oleh karena obstruksi tidak boleh dilakukan
ablasi
Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan oleh karena peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya insufisiensi vena.
Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan katup vena yaitu adanya trauma langsung pada vena adanya kelainan katup karena thrombosis. Bila
vena superfisial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam pembuluh darah, pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi yang kemudian terus
membesar sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling betemu.
Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada katup-katup lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam sistem vena
superfisial akan menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang bersifat lokal. Setelah beberapa katup vena mengalami kegagalan, fungsi vena untuk
mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda akan mengalami gangguan. Tanpa adanya katup katup fungsional, aliran darah vena akan mengalir karena
adanya gradient tekanan dan gravitasi.
Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan dengan tekanan vena dan volume darah vena yang melewati katup yang inkompeten.
Sayangnya penampilan dan ukuran dari varies yang terlihat tidak mencerminkan keadaan volume atau tekanan vena yang sesungguhnya. Vena yang
terletak dibawah fasia atau terletak subkutan dapat mengangkut darah dalam jumlah besar tanpa terlihat ke permukaan. Sebaliknya peningkatan tekanan
tidak terlalu besarakhirnya dapat menyebabkan dilatasi yang berlebihan.
ETIOLOGI
Etiologi dari insufisiensi vena kronis dapat dibagi 3 kategori yaitu, kongenital, primer dan sekunder.
1. Penyebab insufisiensi vena kronis yang kongenital adalah pada kelainan dimana katup yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata tidak
terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau pembentukannya tidak sempurna (displasia), berbagai malformasi vena, dan kelainan lainnya.
2. Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan intrinsik dari dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang terlau panjang
(elongasi) atau daun katup menyebabkan dinding vena menjadi terlalu lentur tanpa sebab-sebab yang diketahui. Keadaan daun katup yang panjang
melambai (floppy, rebundant) sehingga penutupan tidak sempurna (daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna) yang mengakibatkan terjadinya katup
tidak dapat menahan aliran balik, sehingga aliranretrograd atau refluks. Keadaan tersebut dapat diatasi hanya dengan melakukan perbaikan katup (valve
repair) dengan operasi untuk mengembalikan katup menjadi berfungsi baik kembali.
KITAB UKDI Co-Ass Bodrex BOOSTER FKUB DiViSi IPD
31
TIM penghimpun materi UKDI FKUB, edisi Januari 2014, Semoga bermanfaat untuk SAUDARA SEJAWAT semuanya
3. Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena sekunder) disebabkan oleh keadaan patologik yang didapat (acquired), yaitu akibat adanya
penyumbatan trombosis vena dalam yang menimbulkan gangguan kronis pada katup vena dalam. Pada keadaan dimana terjadi komplikasi sumbatan
trombus beberapa bulan atau tahun paska kejadian trombosis vena dalam, maka keadaan tersebut disebut sindroma post-trombotic. Pada sindroma
tersebut terjadi pembentukan jaringan parut akibat inflamasi, trombosis kronis dan rekanalisasi yang akan menimbulkan fibrosis, dan juga akan
menimbulkan pemendekan daun katup (pengerutan daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi mikro), dan adhesi katup, sehingga akhirnya akan
menimbulkan penyempitan lumen.
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko dari penyakit vena kronis adalah :
1. Sejarah varises dalam keluarga (keturunan, herediter)
2. Umur usia > 60 tahun
3. Jenis kelamin perempuan (pada usia dekade ke-3 dan 4 : dijumpai 5-6 kali lebih sering dari laki-laki),
4. Kegemukan atau obesitas, terutama pada perempuan
5. Kehamilan lebih dari dua kali
6. Pengguna pil atau suntikan hormon
7. Terbiasa bekerja dalam posisi berdiri tegak selama lebih dari 6 jam sehari.
PENGOBATAN
Pengobatan CVI menyerupai dengan pengobatan pada trombophlebitis
32
> 160
> 100
Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi
renal.
1) Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya / hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan
Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada
umur 30 50 tahun.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Patofisiologi Hipertensi
patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial :
1) Curah jantung dan tahanan perifer
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.
2) Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin
yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau
penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik
3) Sistem Saraf Otonom
Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam
pempertahankan tekanan darah.
4) Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal
yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium.
5) Hiperkoagulasi
Faktor Risiko
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
33
a. Genetik
Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan
dibawah 65 tahun dan laki laki dibawah 55 tahun.
b. Jenis kelamin
Tekanan darah pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang
mununjukkan adanya pengaruh hormon
c. Umur
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan
elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur.
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah.
b. Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya
penambahan berat badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak
semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing masing individu.
c. Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.
34
TERAPI
Goal: tekanan darah mencapai < 140/90 mmHg; kalau ada DM / gangguan renal goal nya < 130/80 mmHg
Lifestyle modifications (masing masing akan menurunkan sistole sebanyak 5 mmHg)
weight loss: goal BMI 18.524.9; aerobic exercise: 30 min exercise/d, 5 d/wk
diet: kaya buah dan sayur, rendah garam dan lemak
sodium restriction: 2.4 g/hari dan idealnya 1.5 g/hari
35
TDS*
mmHg
TDD*
mmHg
Modifikasi
Gaya Hidup
Normal
Pre-Hipertensi
< 120
120-139
< 80
80-89
Anjuran
Ya
Hipertensi
Stage 1
140-159
90-99
Ya
Hipertensi
Stage 2
>160
>100
Ya
Obat Awal
Tanpa
Indikasi
Tidak Perlu menggunakan
obat antihipertensi
Dengan Indikasi
indikasi (resiko).
Gunakan obat yang
spesifik dengan
indikasi
(resiko). Kemudian
tambahkan obat
antihipertensi
(diretik, ACEi, ARB,
BB, CCB) seperti
yang dibutuhkan
Keterangan:
TDS, Tekanan Darah Sistolik; TDD, Tekanan Darah Diastolik
Kepanjangan Obat: ACEi, Angiotensin Converting Enzim Inhibitor; ARB, Angiotensin Reseptor Bloker; BB, Beta Bloker; CCB, Calcium Chanel Bloker
* Pengobatan berdasarkan pada kategori hipertensi
Penggunaan obat kombinasi sebagai terapi awal harus digunakan secara hati-hati oleh karena hipotensi ortostatik.
Penanganan pasien hipertensi dengan gagal ginjal atau diabetes harus mencapai nilai target tekanan darah sebesar <130/80 mmHg.
TERAPI FARMAKOLOGI
Tabel 3. Obat-Obat Oral Antihipertensi
Kelas
Diuretik Tiazide
36
Klorotiazide (Diuril)
Klortalidone (generik)
Hidroklorotiazide (Mikrozide,
HidroDIURIL )
Dosis
Penggunaan
(Mg/hari)
125-500
12,5-25
12,5-50
2-4
Frekuensi
Penggunaan/hari
1-2
1
1
1
Loop Diuretik
Diuretik Hemat
Kalium
Aldosteron
Reseptor Bloker
Beta bloker
Beta bloker
aktivitas
simpatomimetik
intrinsik
Kombinasi
Alpha dan Beta
Bloker
ACEI
37
Polythiazide (Renese)
Indapamide (Lozol )
Metalazone (Mykrox)
Metalazone (Zaroxolyn)
)
Bumetanide (Bumex
Furosemide (Lasix )
Torsemid (Demadex )
Amiloride (Midamor )
Triamterene (Dyrenium)
Eplerenone (Inspra)
Spironolakton (Aldactone )
Atenolol (Tenormin )
Betaxolol (Kerione )
Bisoprolol (Zebeta )
Metaprolol (Lopressor )
Metoprolol Extended Release
(Toprol XL)
Nadolod (Corgard )
Propanolol (Indera l)
Propanolol Long acting (Inderal
LA )
Timolol (Blocadren )
Acebutolol (Sectral )
Penbutolol (Levatol)
Pindolol (Generik)
Carvedilol (Coreg)
Labetolol (Normodyne,
Trandate )
Benazepril (Lotensin )
Captopril (Capoten )
Enalapril (Vasotec )
Fosinopril (Monopril)
lisinopril (Prinivil, Zestril)
moexipril (Univasc)
perindopril (Aceon)
quinapril (Accupril)
ramipril (Altace)
trandolapril (Mavik)
1,25-2,5
0,5-1,0
2,5-5
1
1
1
0,5-2
20-80
2,5-10
5-10
50-100
50-100
25-50
25-100
5-20
2,5-10
50-100
50-100
40-120
40-160
60-180
20-40
2
2
1
1-2
1-2
1
1
1
1
1
1-2
1
1
2
1
2
200-800
10-40
10-40
2
1
2
12,5-50
200-800
2
2
10-40
25-100
5-40
10-40
10-40
7.5-30
4-8
10-80
2.5-20
1-4
1
2
1-2
1
1
1
1
1
1
1
CCB Non
Dihidropiridin
CCBDihidropiridin
Alpha 1 Bloker
Alpha 2 agonis
sentral dan obat
lainnya yang
bekerja sentral
Vasodilator
Langsung
38
candesartan (Atacand)
eprosartan (Teveten)
irbesartan (Avapro)
losartan (Cozaar)
olmesartan (Benicar)
telmisartan (Micardis)
valsartan (Diovan)
Diltiazem extended release
(Cardizem CD, Dilacor XR,
Tiazac)
diltiazem extended release
(Cardizem LA)
verapamil immediate release
(Calan, Isoptin)
verapamil long acting (Calan SR,
Isoptin SR)
verapamilCoer, Covera HS,
Verelan PM)
amlodipine (Norvasc)
felodipine (Plendil)
isradipine (Dynacirc CR)
nicardipine sustained release
(Cardene SR)
nifedipine long-acting
(Adalat CC, Procardia XL)
nisoldipine (Sular)
doxazosin (Cardura)
prazosin (Minipress)
terazosin (Hytrin)
clonidine (Catapres)
clonidine patch (Catapres-TTS)
methyldopa (Aldomet)
reserpine (generic)
guanfacine (Tenex)
hydralazine (Apresoline)
minoxidil (Loniten)
8-32
400-800
150-300
25-100
20-40
20-80
80-320
180-420
120-540
80-320
120-480
120-360
1
1-2
1
1-2
1
1
1-2
1
1
2
1-2
1
2,5-10
2,5-20
2,5-10
60-120
30-60
10-40
1
1
2
2
1
1
1-16
2-20
1-20
0,1-0,8
0,1-0,3
250-1000
0,1-0,25
0,5-2
25-100
2,5-80
1
2-3
1-2
2
1 Minggu
2
1
1
2
1-2
KRISIS HIPERTENSI
39
Pulmonologi TUBERKULOSIS PARU ASAIB dan DENGAN berbagai keadaan khusus LeveL Kompetensi 4
Literatur PDPI 2003 & PAPDI & slide kuliah Prof chandra Sp.A & slide kuliah dr. Arief Iskandar Sp. Rad& Formularium RSU dr.Soetomo 2008
Definisi
EpidemioloGi
Penyakit radang
TBC merupakan kasus
granulomatuskronis
terbanyak (infeksi) di
yang menularserta
Indonesia
disebabkan oleh
Indonesia merupakan urutan
Mycobacterium
ke3 terbesar setelah india
Tuberculosis
dan cina
Complex
TBC merupakan penyebab
kematian terbesar karena
penyakit INFEKSI di
Indonesia raya
Angka kematian tertinggi
karena TBC adalah
AFRIKA dikaitkan dengan
HIV AIDS
INTInya pasti keluar di
UKDI oleh karena TBC adalah
penyakit yang menjadi
masalah pemerintahan dari
pimpinan Soekarno sampai
SBY
40
EtioloGi
Mycobacterium Tuberculosis
Mycobacterial sulfolipid
bagian dari kuman yang
berperan sebagai VIRULENSI
KUMAN ini mempunyai
struktur dinding sel yang
mengandung KOMPLEKS
sekali diwarnai akan tetap
tahan dengan upaya
penghilangan dengan
larutan asam atau alkohol
OLEH KARENA ITU disebut
Bakteri tahan Asam
Patogenesis
Ada 2 poin mengandung patogenesis MELIPUTI :
TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman TBC kusam sal. Respirasi jar. Paru (sarang primer)
yang dapat timbul dimana saja dibagian paru &limfangitis
regional gabungan keduannya ini disebut Kompleks
Primer mengalami 3 NASIB
Nasib 1 : sembuh dan tak meninggalkan cacat sama sekali
Nasib 2 : sembuh meninggalkan sedikit bekas
Nasib 3 : MENYEBAR ada 4 cara penyebarannya
perkontinuitatum, bronkogen, hematogen dan limfogen
UNTUK hematogen dan limfogen ini BERKAITAN dengan
DAYA TAHAN TUBUH & bisa jadi TB ektra paru jika sudah
menyebar memiliki 2 nasib berikutnya SEMBUH dgn squele
atau MENINGGAL
TUBERKULOSIS post PRIMER
Pada stage ini merupakan sumber penularan oleh
karena itu menjadi HALASAM komunitas
Stage ini merupakan kelanjutan dari stage diatas
Stage ini mempunyai 3 nasib seperti diatas akan tetapi
masing masing nasib ada nama namanya LIHAT di PDPI
Lihat di LAMPIRAN TB PARU tentang nasib nasib yang ayas
MAKSUDkan
KlasifiKasi TB PARU :
Secara mengandung garis besar dibagi berdasar 2 hal yakni : BTA dan tipe Pasien
BERDASARKAN BTA
3x pemeriksaan dahak (-) & gambaran klinik TB serta radiologik TB aktif
3x pemeriksaan dahak (-) & biakan kuman (+)
baru
kambuh / relaps
default / dropout
gagal
41
kronik / persisten
TAMBAHAN
Kasus pindahan : px sdg tx
OAT pindah dari kabupaten
satu ke kabupaten lainnya &
px pindahan membawa surat
rujukan
Kasus bekas TB : sangat jelas
jangan diperjelas lagi ^^
Gejala Klinik
Gejala Lokal
Batuk > 2 minggu
Batuk darah
Sesak nafas
Nyeri dada
Gejala Sitemik
Demam
Malaise
berkeringat mlm
BB
42
SUBYEKTIF dan OBYEKTIF pada PASIEN TB paru ATAU alur DIAGNOSIS lihat lampiran TB paru
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan bakteriologik
Pemeriksaan Radiologik
Pem. Khusus
Letak KELAINAN
BAHAN pemeriksaan
TEKNIK fotonya
BACTEC
Apex dan segmen
Dahak
Standart PA
PCR
posterior (S1 dan
Cairan plasma, liquor
Atas indikasi lateral, top lordotik,
Serologi
S2) lobus superior
cerebrospinal, bilasan
oblik & CT scan
ELISA, ICT,
lambung, bilasan bronkus,
Apex (S6) lobus
Mycodot,
inferior
kurasan bronkoalveolar,
Gambaran AKTIF
PAP, IgG
urin, feses, & jar biopsi
Bayangan berawan / nodular di
TB
UMUMnya
CARA pengumpulan &
segmen (lihat LETAK kelainan)
Suara nafas bronkial pengiriman BAHAN
Kaviti > 1, dikelilingi bayangan opak
UMUM 3x SPS (sewatu,
Suara nafas
berawan atau nodular
pagi, sewaktu) atau3x tiap
melemah
Bercak milier
pagi 3 hari berturut turut
Rhonki basah
Efusi pleura umumnya (unilateral),
KHUSUS kertas saring
Tanda penarikan
jarang (bilateral)
CARA pemeriksaan dahak &
paru, diafragma, &
bahan lain
mediastinum
GAMBARAN INAKTIF
Mikroskope interpertasi
Fibrotik
skala IUATLD&Bronkhost Kalsifikasi
NOTE
Asaib pewarnaan Ziehl
PLEURITIS TB
Schwarte atau penebelan pleura
Nielsen
tergantung
Fluoresens pewarnaan
banyaknya cairan di
DESTROYED LUNG
auramin-rhodomin utk
rongga pleura
Nama lain dari luluh paru
skrining
LIMFADENITIS TB
Gambaran radiologik kerusakan jar.
Biakan Dx pasti TBC
pemb KGB regional
Paru yang berat gambarannya bisa
deteksi M.tuberculosis
plg sering di KGB
atelektasis, ekatsis/mulitikavitas dan
ada 2 cara yakni
coli dan bisa jg di
fibrosis paru untuk memastikan
Egg base media Low
KGB axila bisa
kerusakan DIPERLUKAN pemeriksaan
enstein-jensen, ogawa,
jadi COLD abses
bakteriologik.
kudoh
NB : untuk gambaran radiologik LIHAT
Agar base media middle
lampiran TB paru
Pem. Lain
Analisis cairan
pleura
Histo PA
jaringan
Pem. Darah
LED kadang
ada yang N,
limfosit tdk
spesifik
Tuberkulin
dewasa
kurang
spesifik,
BERMAKNA
jika
didapatkan
konversi, bula,
kepositifan
besar ilakes
(lebih dari
indikator)
lihat di
LAMPIRAN TB
paru untuk
pembahasan
tuberculin test
secara lengkap
brook
SEMUA HAL TENTANG PENGOBATAN TBBAHASANPENDAHULUAN basic CONCEPT
Obat Lini 2 (tambahan)
OBAT tunggal& kombinasi tetap
Fase Tx
Obat yang ada di Indonesia dan sudah
Obat tunggal obat disajikan terpisah
Fase intensif (2-3) bulan
dipakai
Obat kombinasi tetap nama lainnya
Fase lanjutan 4 atau 7 bulan
Kanamisin & Amikasin & Kuinolon
FDC fixed dose combination terdiri
Obat yang masih dalam penelitian
dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Makrolid & Amoxiclav
Obat yang belum tersedia di Indonesia
NB WHO anjurkan yang obat kombinasi
Kepromisin & Sikloserin & Derivat rifampisin tetap dengan berbagai alasan lihat PDPI
2003
dan INH & Thiomidies (ethionamide dan
prothinamide)
43
Cara Pemakaian
Diminum saat lambung kosong
atau 1 jam sebelum makan
Lht
samping
kiri
2 gram/hr
tab 500 mg
1000 mg/hr
SEMUA HAL TENTANG PENGOBATAN TBBAHASAN EFEK SAMPING obat TB yang LINI 1 saja LUR mengandung WAKEH halasame
Efek samping RINGAN
Tatalaksana
Efek samping BERAT
Tatalaksana
Sindrom flu (demam,
Pengobatan simptomatik
Hepatitis imbas obat atau ikterik 1
1. Hentikan OAT sampai
menggigil, nyeri tlg)
ikterik menghilang & boleh
OAT terus
Purpura, anemia hemolitik akut, syok &
diberikan hepatoprotektor
Sindrom perut (sakit perut,
ggl ginjal 2
mual, tak nafsu mkn,
2. Hentikan
Sindrom respirasi (tanda sesak nafas)
muntah, diare)
rifampisin&jangan
DIBERIKAN LAGI walau
Sindrom kulit ( gatal gatal
gejalanya menghilang
kemerahan)
NOTE khusus rifampisin menyebabkan WARNA MERAH pada, air seni, keringat, air mata, air liur warna tersebut karena metabolisme obat TIDAK
BERBAHAYA KIE dengan baik dan benar
H
Keracunan syaraf tepi
Pridoksin (B6)tab 100 mg/hr
Hepatitis imbas obat atau ikterik
Hentikan OAT sampai
Kesemutan
ikterik menghilang & boleh
Vitamin B kompleks tab/hr
diberikan hepatoprotektor
Rasa terbakar di kaki
OAT terus
Nyeri otot
Z
Nyeri sendi
Pengobatan simptomatik
Hepatitis imbas obat atau ikterik
Hentikan OAT sampai
ikterik menghilang & boleh
Arthritis gout
diberikan hepatoprotektor
Demam, mual, reasi kulit
E
PADA etambutol tidak dikretiriakan menjadi ringan & berat ES gangguan penglihatan (visus turun, buta warna merah dan hijau) keracunan
berdasar dosis gangguan penglihatan akan KEMBALI setelah obat dihentikan
NB sebaikknya ethambutol TIDAK DIBERIKAN pada ANAK resiko kerusakan okuler SULIT DIDITEKSI
S
Reaksi hipersensitivitas
Kurangi dosis 0,25mg
Kerusakan n.VIII (keseimbangan dan
STOP ganti entambutol
pendengaran) karena peningkatan dosis kurangi dosis 0,25mg
& umur px
NB : hati2 jika diteruskan bisa permanen
kerusakan yang dimaksud diatas
NOTE khusus streptomisin obat ini bs menembus BARIER PLASENTA kontraindikasi mutlak wanita hamil bisa merusak syaraf pendengaran janin
Obat
R
NOTE untuk semua jenis OAT jika GATAL dan kemarehan pada kulit (termasuk ES berat) beri antihistamine & monitor
44
SEMUA HAL TENTANG PENGOBATAN TBBAHASANREGIMEN OBAT OAT berdasar klasifikasi tipe PASIEN
tipe PASIEN
REGIMEN obat
TB paru (kasus baru)& BTA (+) & foto thoraks lesi luas
2RHZE / 4RH atau 2RHZE / 4R3H3 atau 2RHZE / 6HE
KATEGORI 1
NB : regimen diatas juga untuk TB paru BTA(-) dengan lesi radiologik luas
TB paru (kasus baru) & BTA (-) & foto thoraks lesi minimal 2RHZ / 4RH
KATEGORI 1
2RHZ / 4R3H3 atau 6RHE
TB paru kasus kambuh
ada 5 macam obat, pd fase INTENSIF selama 3 bulan & fase lanjutan 5 bln / lebih 2RHZES /
KATEGORI 2
1RHZE / 5RHE jika ada hasil resistensi sesuiakan dengan hasil uji resistensinya
jika tak ada uji resistensi 2RHZES / 1RHZE / 5R3H3Z3
TB paru kasus putus obat
Berobat 4 bulan & BTA kini (-)&radiologik tak aktif/perbaikan OAT STOP
Berobat 4 bulan & BTA kini (-)&radiologik aktif analisa lagi apa TB atau NON TB jika TB
Tx mulai awal dgn regimen yang lbh KUAT ( kategori II) & jangka waktu lebih lama & jika
udah pakai kategori II maka ulangi dari awal
Berobat 4 bulan & BTA (+) Tx mulai awal dgn regimen yang lbh KUAT ( kategori II) &
jangka waktu lebih lama & jika udah pakai kategori II maka ulangi dari awal
Berobat < 4 bulan & BTA (+)/(-) pengobatan dari awal dengan panduan obat yang sama
(JIKA mungkin uji kepekaan)
TB paru kasus gagal pengobatan
PENGOBATAN sebaiknya berdasar uji resistensi dengan menggunakan MINIMAL 5 OAT
(minimal 3 OAT yang masih sensitif & seandainya H resisten tetap berikan)
LAMA PENGOBATAN 1 2 tahun (sambil menunggu hasil resistensi 2RHZES kemudian
jika uji RESISTENSI KELUAR lanjutkan obat sesuai uji resistensinya
JIKA TIDAK ADA UJI RESISTENSI2RHZES / 1RHZE / 5R3H3Z3 (kategori 2)
SEBAIKNYA rujuk ke Sp.P
PEMBEDAHAN dipertimbangkan untuk hasil maksimal
TB paru kasus kronik
JIKA belum ADA hasil uji resistensi RHZES jika sudah ada sesuaikan
(minimal 3 OAT yang masih sensitif & seandainya H resisten tetap berikan) DITAMBAH obat
lini 2 jika TAK MAMPU beri INH seumur hidup & pertimbangkan bedah & RUJUK Sp.P
(wajib)
NB : pada HAKEKATNYA regimen ini TERLIHAT sangat RUMIT tapi ada TIPS untuk memahaminya HAFALIN dan PAHAMI kategori 1 dan 2 saja
NB : Pedoman Penatalaksanaan TB paru di RS / Klinik Dokter lihat lampiran TB paru
45
KRITERIA SEMBUH
BTA (-) sebanyak 2 kali akhir masa INTENSIF & akhir PENGOBATAN serta sudah
mendapat tx yg adekuat
Pada FOTO thorax serial gambaran radiologik sama ATAU perbaikan
Biakan (-) jika ada fasilitas biakan
DANA abadi AREMA : adalah sebuah pergerakan masa AREMANIA yang selalu bergerak, santun, berkarakter & IKHLAS dan yang jelas KITA hidup bukan
dari AREMA akan tetapi bagaimana KITA menghidupi AREMA. Mulai dari diri sendiri, keluarga, dan teman yang kau anggap menjadi saudaramu sendiri.
(KAMSEN SUNYI & SENYAP)
46
TB paru dengan Gagal Ginjal jangan GUNAKAN : Streptomisin, Kanamisin, dan Capreomycin & sebaiknya jgn gunakan Ethambutol (LOGIKA) jika pakai
sesuaikan dosis dengan faal ginjal& YANG PALING PENTING rujuk ae lur
TB paru dengan Kelainan Hati sebelum Tx periksa faal hati jangan GUNAKAN pirazinamid regimennya 2HRES / 6RH atau 2HES / 10HE
TB paru dengan Kelainan Hati jika px hepatiti akut & klinik ikterik OAT tunda sampai sembuh lanjutkan 6RH& YANG PALING PENTING rujuk
HEPATITIS imbas obat dari namanya jelas STOP OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ) monitor klinis dan faal hati tambahkan INH sampai dosis
penuh tambahkan Rifampisin sampai dosis penuh sehingga regimen jadi RHES
47
Prinsip TUBERCULIN
ada infeksi TB
imunitas selular
DELAYED TYPE
HYPERSENSITIVITY
Reaksi Tuberkulin
Standart Dose jenis
PPD S Seibert 5-10 TU
dan jenis PPD RT23 2-5
TU
CARA tuberkulin tes :
Mantoux, Multiple
puncture, Patch test
Lokasi : daerah VOLAR di
lengan bawah
Waktu pembacaan : 48
72 jam setelah INJEKSI
Yang DILAKUKAN :
palpasi, ditandai dan
diukur
Pelaporan : dalam satuan
mm
o PEMBACAAN HASIL
o 0 5 mm : negatif
o 5 9 mm : ragu ragu
o 10 mm : positif
48
3. MACAM - macamGambaran Gambaran radiologi skematik TB paru Lihat ini baru lihat radiologisnya
Pemhaman
Radiologis Cuma
ada 2 INTI pemikiran
Bedakan apakah ini
TB aktif atau TB
inaktif (lihat lagi
catatan diatas)
49
50
Lampiran Akhir
51
52
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan
oleh berbagai macam
mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan
protozoa.Dari kepustakaan
pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak
disebabkanbakteri Gram
positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit
banyak disebabkan bakteri
Gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak
disebabkan oleh bakteri
anaerob. Akhir-akhir ini
laporan dari beberapa kota di
Indonesia menunjukkan
bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan
dahak penderita pneumonia
komuniti adalah bakteri
Gram negatif.
Patogenesis
Resiko infeksi di paru sangat tergantung
pada kemampuan mikroorganisme untuk
sampai dan merusak permukaan epitel
saluran napas. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan :
Inokulasi langsung
Penyebaran melalui pembuluh darah
Inhalasi bahan aerosol
Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang
terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau
jamur.
Diagnosis
Gambaran klinis
Anamnesis:Demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat dapat melebihi 40 C,
batuk berdahak mukoid atau purulent
kadang-kadang darah, sesak nafas,
nyeri dada
Pemfis: tergantung luas kerusakan
paru
Inspeksi: dada yang sakit tertinggal
Palpasi: fremitus mengeras
Perkusi: redup
Auskultasi: bronkhovesikuler-bronkial,
ronki basah haluskasar pada saat
resolusi
Pemeriksaan penunjang
Gambaran radiologis:
Menggunakan foto toraks PA/lateral
infiltrat/konsolidasi, air bronchogram,
pneumonia lobaris (streptococcus),
infiltrat bilateral+bronkopneumonia
(pseudomonas), Konsolidasi lobus kanan
atas ( Klebsiella).
Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan leukosit >10.000, shif to
the left, peningkatan LED, Kultur,
BGAasidosis respiratorik
53
Pengobatan
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP):Golongan Penisilin, TMPSMZ, Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP): Betalaktam oral dosis
tinggi (untuk rawat jalan), Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi, Marolid baru
dosis tinggi, Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa: Aminoglikosid, Seftazidim, Sefoperason, Sefepim,
Tikarsilin, Piperasilin, Karbapenem : Meropenem, Imipenem; Siprofloksasin,
Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA): Vankomisin,
Teikoplanin, Linezolid
Hemophilus influenzae: TMP-SMZ, Azitromisin, Sefalosporin gen. 2 atau 3,
Fluorokuinolon respirasi
Legionella:Makrolid, Fluorokuinolon, Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae: Doksisiklin, Makrolid, Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae: Doksisikin, Makrolid, Fluorokuinolon
Etiologi/faktor resiko
Kebiasaan merokok merupakan
satu - satunya penyebab kausal
yang terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab
lainnya.
Dalam pencatatan riwayat
merokok perlu diperhatikan :
o Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
o Derajat berat merokok dengan
Indeks Brinkman (IB),yaitu
perkalian jumlah rata-rata batang
rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun :
Ringan: 0-200
Sedang: 200-600
Berat : >600
o Riwayat terpajan polusi udara di
lingkungan dan tempat kerja
o Hipereaktiviti bronkus
o Riwayat infeksi saluran napas
bawah berulang
o Defisiensi antitripsin alfa - 1,
umumnya jarang terdapat di
Indonesia
Diagnosis
54
Patogenesis
o Pada bronkitis kronikterdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta
distorsi akibat fibrosis.
o Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis
emfisema:
Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas
ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat
kebiasaan merokok lama
Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara
merata dan terbanyak pada paru bagian bawah
Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran
napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa
atau dekat pleura
o Obstruksi saluran napas pada PPOKbersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,
metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi
jalan napas.
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed - lips breathing Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,
sianosis sentral dan perifer (Pursed - lips breathing) Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang.
55
Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas.
Berbagai sel inflamasiberperan terutama sel mast,
eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain
berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi
saluran napas pada penderita asma. Inflamasi
terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma
intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat
ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma
alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang
dicetuskan aspirin.
Diagnosis
RIWAYAT PENYAKIT atau GEJALA
Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa
pengobatan
Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan
berdahak
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit
Riwayat keluarga (atopi)
Riwayat alergi / atopi
Penyakit lain yang memberatkan
Perkembangan penyakit dan pengobatan
Kalau pemeriksaan penunjang jarang ditanyakan yang penting
tahu klasifikasinyaLIHAT tuh tabel !!!
-Balada-BodrexSangat
Penting
Karena hampir 80%
keluar UKDI
Dan penting untuk
bekal dokter kita
56
57
Tahap I Intermiten
Intermiten
Persisten Ringan
Persisten Sedang
Persisten Ringan
Persisten Sedang
Persisten Berat
Persisten Sedang
Persisten Berat
Persisten Berat
Persisten Berat
Persisten Berat
Persisten Berat
PULMONOLOGI EDEMA PARU (Referensi: Majalah Kedokteran Respirasi UNAIR Vol. 1. No. 3 Oktober 2010; New England journal)
Definis: keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal cairan
intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju
ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi.
Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar jantung (edema paru kardiogenik dan non kardiogenik).
PATOFISIOLOGI
Cairan dan protein pada keadaan normal tidak dapat pindah dari ruang mikrovaskuler ke alveoli karena membran alveolar mempunyai permeabilitas yang sangat rendah
dan cairan yang difiltrasi terus menerus dialihkan dari dindng alveolar menuju saluran limfe. Membrane alveolar-kapiler terdiri atas dua area fungsional yang berbeda. Pada
sisi yang tipis terdapat fusi membrane basalis epitel alveolar dan membrane basalis kapiler paru sehingga tidak tidak ada ruang interstisial, berfungsi untuk pertukaran gas.
Sisi tebal di antara membrane basalis alveolar dan membrane basalis kapiler dipisahkan oleh matriks kolagen yang berisi serat elastin, polimer asam hialuronat,
mukoplisakarida dan fibroblast. Sisi tebal ini berfungsi untuk pertukaran cairan dan juga sebagai jaringan penunjang kapiler. Edema interstisial merupakan penebalan sisi
tebal ini.
Mekanisme yang mempertahankan agar jaringan interstisial dan alveolus tetap kering adalah:
1. Tekanan onkotik plasma (25 mmHg) lebih tinggi daripada tekanan onkotik interstisial (7-12 mmHg)
2. Barier jaringan ikat dan seluler relative impermeable terhadap protein plasma
3. Sistem limfa
Volume cairan ekstravaskular dalam paru pada keadaan normal kurang dari 500 ml. Meskipun penumpukan cairan melebihi 500 ml kita sebut abnormal (menurut definisi)
namun gejala dan kelainan fungsi paru biasanya belum terjadi sampai cairan ekstravaskuler melebihi 75-100% volume normal. Cadangan fisiologis tersebut diperankan oleh
jaringan interstisial.
Apapun penyebabnya, akbatnya terhadap paru tetap sama yaitu edema paru yang terjadi dalam 3 tahap:
Tahap 1. Terjadi peningkatan perpindahan cairan koloid dari kapiler ke ruang interstisial tapi masih diikuti oleh peningkatan aliran limfatik.
Tahap 2. Terjadi bila kemampuan pompa sistem limfatik telah terlampaui sehingga cairan dan kristaloid mulai terakumulasi dalam ruang interstisial sekitar
bronkioli, arteriol dan venula (pada foto toraks terlihat sebagai edema paru interstisial)
Tahap 3. Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema alveolus. Pada tahap ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas
Secara histologis kerusakan tampak berubah dengan berjalannya waktu dan dibagi menjadi 3 fase yang saling berhubungan dan tumpang tindih sebagai berikut:
Stage I: fase eksudatif, ditandai dengan ekstravasasi cairan kaya protein ke dalam ruang interstisial dan alveoli.
Stage II: fase proliferative. Sesuai dengan perkembangan penyakit, edema disertai respons seluler yang kuat dan berhubungan dengan perdarahan, nekrosis
selular, hiperplasi sel pneumosit tipe II, deposisi fibrin dan oklusi vaskuler oleh trombosit.
Stage III: fase fibrotic. Pada pasien yang masih masih bertahan, proses perbaikan terjadi ditandai dengan fibrosis dan penebalan septa alveolar, akibatnya terjadi
pembesaran tak beraturan ruang udara dan obliterasi vaskuler
58
59
60
3.
Posisi duduk.
Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan NRBM.
Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat) intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
61
4.
Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin
intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi
respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai
tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
5. Diuretik (furosemid) 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1
ml/kgBB/jam.
6. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi):
Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau
keduanya.
7. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
8. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
9. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
10. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
NB: karena mayoritas etiologi edema paru berasal dari kardiogenik, maka penatalaksanaannya ditujukan pada underlying disease-nya dengan bantuan
obat-obatan yang memperbaiki fungsi jantung.
KOMPLIKASI
- Muncul sebagai akibat dari underlying disease. Lebih spesifik, pulmonary edema hypoxia supply O2 ke organ tubuh berkurang.
62
Pada striktur bronkial terjadi obstruksi bronkus dan terbawanya organisme virulen infeksi pada daerah distal obstruksi.
o Abses jenis ini banyak terjadi pada pasien bronkitis kronik karena banyaknya mukus pada saluran napas bawahnya yang merupakan kultur media yang
sangat baik bagi organisme yang teraspirasi. Pada perokok usia lanjut keganasan bronkogenik bisa merupakan dasar untuk terjadinya abses paru.
Secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian lain tubuhnya
seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh stafilokokus.
Abses primer: infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi pada orang normal
Abses sekunder: infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkiektasis, dan gangguan imunitas.
Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang menyebabkan terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami konsolidasi,
dengan organisme yang penyebabnya paling sering ialah Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia dan grup Pseudomonas.
NB: intinya semua jenis infeksi yang ada di tubuh manusia, terutama infeksi di organ yang dekat/berhubungan dengan paru-paru; bila tidak diterapi dengan
tepat & cepat bisa menyebar ke paru-paru yang dapat berkembang menjadi abses paru
Etiologi:
- Bakteri anaerob (46% penyebab, disebabkan oleh pneumonia aspirasi):
o Bacteriodes melaninogenus
o Bacteriodes fragilis
o Bacillus intermedius
- Bakteri aerob
o Gram positif (hematogen)
Staphylococcus aureus
Streptococcus pyogens
Streptococcus pneumonia
o Gram negative (sebab nosokomial):
Klebsiella pneumonia
Pseudomonas aeruginosa
Escherichia coli
Haemophilus influenza
- Lain-lain: jamur, parasit, amuba, mikobakterium.
Gambaran Klinis:
- Onset akut (<4-6 minggu, biasanya onsetnya 1 3 minggu)
- Gejala: lemah, nafsu makan, BB, batuk kering, keringat malam, demam intermiten bisa disertai menggigil dengan suhu mencapai 39C/lebih, dahak
purulen/berdarah.
- Pemeriksaan fisik:
63
Diagnosis:
o
o
o
o
Laboratorium:
Darah: leukositosis dengan shift to the left, PMN terutama neutrofil immature
Dahak dari aspirasi transtrakheal, transtorakal atau bilasan/sikatan bronkus: ditemukan kuman penyebab
Bronkoskopi: dengan cara biopsy sikatan yang terlindung & bilasan bronkus (akurasi diagnostik>80%)
Aspirasi Jarum Perkutan: mempunyai akurasi tinggi untuk diagnosis bakteriologis dengan spesifitas melebihi aspirasi transtrakhea
Radiologi:
Thorax PA & lateral: lokasi & bentuk abses, single kavitas (infeksi primer, mulitiple (infeksi sekunder), air fluid level (jika kavitas ruptur)
64
CT-scan: lesi hiperdens bundar dengan kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di daerah jaringan paru yang destruksi.
Potongan aksial dari CT-Scan Thorax, menggambarkan multilokular abses dengan double air-fluid level pada pasien pria usia 39 tahun dengan
abses paru dan penanganan yang tidak berhasil.
Diagnosis Banding:
- Penyebab infeksi : TB, bulla infeksi, emboli septik
- Penyebb noninfeksi
: keganasan, nodul rheumatoid, vaskulitis, sarkoidosis, infark paru, wagners granulomatosis.
Penatalaksanaan:
- Tujuan: eradikasi pathogen penyebab secepatnya dengan pengobatan, drainase pus & pencegahan komplikasi.
- Antibiotik:
o Klindamisin (untuk bakteri anaerob): 3x600mg iv dilanjutkan 4x300mg po/hari
o Penisilin G: 2-10juta unit/hari dilanjutkan 4x500-750mg/hari
- Tindakan operasi (<10-20% kasus) dengan indikasi:
o Abses paru yang tidak mengalami perbaikan
o Komplikasi: empiema, hemoptisis massif, fistula bronkopleura
o Pengobatan penyakit yang mendasari: karsinoma obstruksi primer, metastasis, pengeluaran benda asing, bronkiektasis, malformasi/kelainan congenital.
Komplikasi:
65
Komplikasi utama dari abses paru meliputi (a) fistula broncho-pleural, menyebabkan pus dapat masuk ke cavum pleura, (b) intrabronchial hemorrhage yang masif bahkan
dapat menyebabkan hematothorax, (c) isi abses dapat memasuki bronkus, (d) penyebaran menyeluruh dari bakteri ke otak dan bagian tubuh lainnya.
PULMONOLOGI EFUSI PLEURA MASIF (level kompetensi 3B; referensi: Kapita Selekta Kedokteran, PDPI)
Definisi:
- Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan melebihi normal di dalam rongga pleura di antara pleura parietalis dan pleura visceralis
berupa opafikasi komplit atau hampir komplit di hemithorax yang sebagian besar disebabkan oleh proses keganasan.
Patofisiologi & etiologi:
- Ruang pleura yang normal mengandung 1 mL cairan, mewakili keseimbangan antara ( 1 ) kekuatan hidrostatik dan onkotik dalam pembuluh pleura visceral dan
parietal dan ( 2 ) drainase limfatik yang luas. Efusi pleura terjadi akibat gangguan keseimbangan ini.
- Efusi pleura merupakan indikator dari proses penyakit yang mendasari dan dapat bersifat akut atau kronis.
- Mekanisme terjadinya efusi pleura:
o Permeabilitas pleura yang berubah (inflamasi, keganasan, emboli paru)
o Penurunan tekanan onkotik intravaskular (hipoalbuminemia, sirosis )
o Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan vaskuler (trauma , keganasan , peradangan, infeksi , infark paru , hipersensitivitas obat , uremia ,
pankreatitis)
o Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan / atau paru (gagal jantung kongestif , superior vena cava syndrome )
o Pengurangan tekanan dalam rongga pleura , mencegah ekspansi paru penuh (atelektasis yang luas , mesothelioma)
o Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk obstruksi duktus toraks atau pecah (keganasan, trauma)
o Peningkatan cairan peritoneal , dengan migrasi melintasi diafragma melalui limfatik atau cacat struktural (sirosis , dialisis peritoneal)
66
Transudat
<3
<0,5
Eksudat
>3
0,5
<200
<0,6
>200
>0,6
<1,016
negatif
>1,016
positif
Diagnosis:
- Gejala: sesak, batuk, nyeri dada. Gejala lain tergantung penyakit yang mendasari: edema ekstremitas bawah, orthopnea, paroxysmal nocturmal disease (CHF);
keringat pada malam hari, demam, hemoptisis, BB (TB paru, keganasan, infark pulmonum); akut febris, produksi sputum yang purulen (pneumonia)
- Pemeriksaan fisik: pada daerah efusi taktil fremitus /(-), perkusi redup, ekspansi dada asimetris, suara nafas /(-), egophoni, pleural friction rub
- Pemeriksaan laboratorium: ananlisis cairan efusi yang diambil melalui thoracosintesis
- Pemeriksaan radiologi:
o CXR:
67
(Radiology masterclass)
68
Ct-scan:
69
70
demam
sakit kepala
nyeri otot dan sendi
nyeri tenggorok
batuk
hidung beringus atau tersumbat
badan lelah
Penularan:
- Orang ke orang melalui airborne setelah orang yang terinfeksi batuk atau bersin, atau melalui bersentuh (berjabat tangan), berada dalam 1 ruang tertutup & sesak
dengan penderita.
71
Pencegahan:
Terapi:
- Vaksin influenza dilakukan pada pasien usia > 6bulan setiap tahun. Dianjurkan pada:
o semua orang dewasa yang berusia >65 tahun
o orang dewasa dan anak-anak >6 bulan dan menderita penyakit kronis yang berdampak terhadap jantung dan paru paru,
atau memerlukan tindak lanjut medis secara berkala.
o orang yang mengalami imunodefisiensi, termasuk infeksi HIV
o petugas kesehatan
o staf, sukarelawan dan pengunjung fasilitas perawatan jangka panjang
o anak-anak (enam bulan sampai 10 tahun) yang menerima pengobatan aspirin jangka panjang
o orang yang berencana akan ke luar negeri di mana influenza sedang mewabah
o wanita yang akan berada dalam trimester 2 atau 3 dari kehamilan
o anak-anak sampai usia 9 tahun memerlukan dua dosis dengan selang waktu sekurang-kurangnya sebulan pada tahun pertama divaksinasi
72
Antiviral (oseltamivir, zanamivir): jarang digunakan karena influenza merupakan self limited disease : oseltamivir 2x75mg selama 5 hari
Bedrest
Minum banyak cairan
Terapi simptomatis: demam (paracetamol, ibuprofen, acetaminophen), batuk-pilek (expektoran, antitusif, mukolitik, antidekongestant)
PULMONOLOGI BRONKIEKTASIS (level competency 3A; Referensi: Kapita selekta kedonteran, PAPDI)
Definisi: penyakit paru yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus local (bronkus kecil) yang bersifat patologis & berjalan kronik, persisten atau
irreversible akibat destruksi elemen elastis, otot polos, tulang rawan & pembuluh darah bronkus.
Etiologi:
- Kelainan congenital
- Kelainan didapat; infeksi (missal pneumonia), obstruksi bronkus (missal: korpus alienum, karsinoma bronkus,
Faktor Predisposisi:
1. Kekurangan mekanisme pertahanan yang didapat/congenital (kekurangan globulin /kekurangan -1 antitripsin
2. Kelainan strukstur congenital: kistik fibrosis, sindrom kartagener, kekurangan kartilago bronkus
3. Penyakit paru primer: tumor paru, benda asing, TB paru
Gejala:
- Batuk: batuk kronis produktif & frekuen mirip pada bronchitis kronis terutama pagi hari, setelah tiduran pada posisi yang berlawanan dengan sisi yang
mengandung kelainan bronkiektasis
- Hemoptisis
- Sesak nafas (dispnea)
- Demam berulang
- Pemeriksaan fisik: ronki basah sedang sampai kasar di daerah yang terkena, wheezing (+), perkusi redup
Pemeriksaan Penunjang:
1. Pemeriksaan Laboratorium:
a. Sputum: terdiri dari 3 lapis (atas: busa; tengah: serous; bawah: pus dan sel nekrotik), sputum yang berbau busuk infeksi bakteri anaerob
b. Pemeriksaan darah tepi, urin, EKG; dalam batas normal
2. Pemeriksaan radiologi: corakan paru kasar, honeycomb appearance, kadang terdapat air fluid level.
73
Terapi:
Terapi konservatif
a. Pengelolaan umum:
Menciptakan lingkungan yang baik & tepat bagi pasien
Memperbaiki drainase sekret bronkus:
1. Melakukan drainase postural: posisi tubuh diletakkan sesuai dengan posisi bronkiektasis
2. Mencairkan sputum yang kental: mukolitik dan nebulizer
3. Mengatur posisi tempat tidur pasien
4. Mengontrol infeksi saluran nafas: antibiotik yang sensitif
b. Pengelolaan khusus:
Kemoterapi: antibiotik untuk eksaserbasi infeksi akut selama 7-10 hari sampai sputum berubah warna menjadi mukoid (putih jernih)
Drainase sekret dengan bronkoskopi
c. Pengobatan sistemik
Pengobatan obstruksi bronkus: bronchodilator
Pengobatan hipoksia: oksigen
Pengobatan hemoptisis: obat-obat hemostatik
Pengobatan demam: antipiretik
Terapi pembedahan
a. Tujuan : reseksi segmen/lobus paru yang terkena
b. Indikasi :
74
c.
PULMONOLOGI PNEUMONIA ASPIRASI (level kompetensi 3B; Referensi: PAPDI, divisi pulmonologi USU)
Definisi: biasanya disebabkan oleh aspirasi isi lambung, Pneumonia yang terjadi sebagian bersifat kimia akibat reaksi terhadap asam lambung, sebagian lagi bersifat
bakterial akibat organisme yang mendiami mulut dan lambung.
Patofisiologi:
1. Aspirasi benda asing
- Aspirasi benda asing dapat menyebabkan obstruksi jalan napas dari mulai glotis sampai distal bronkus
- Aspirasi benda asing banyak terdapat di segmen posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah jika pasien posisi terlentang
- Jika posisi berdiri maka benda asing akan berada di basal paru kanan. Kerusakan primer dapat terjadi akibat aspirasi.
2. Aspirasi dari bakteri yang berasal dari oral dan faringeal
- Bakteri yang terlibat dalam infeksi paru anaerob merupakan flora normal di daerah oral (terutama di celah gingiva), dan menjadi patogen ketika bakteri
anaerob ditemukan konsentrasi tinggi sekitar 1012/g. sering menjadi penyebab terjadi aspirasi.
- Kondisi yang berhubungan dengan terjadinya aspirasi adalah kehilangan kesadaran atau disfagia , peminum alkohol, anastesi umum, kejang, pemakaian
narkotika, lesi di daerah esofagus dan gangguan neurologi
3. Aspirasi dari asam lambung
- Kerusakan paru terjadi jika ketika pH dari aspirasi cairan kurang dari 2.5, contohnya beberapa penelitian menunjukkan terjadinya kerusakan paru setelah
teraspirasi asam lambung, air suling dan air garam
4. Aspirasi akibat lipid
- Bahan material yang berminyak umumnya diberikan sebagai pengobatan untuk konstipasi pada anak-anak dan dewasa.
- Karena sifat dari viskositasnya yang tinggi, bahan material yang berminyak akan menekan reflek batuk mudah terjadinya aspirasi pada orang-orang
normal, dan juga pada pasien-pasien dengan gangguan menelan.
5. Near drowning
- Dry drowning tidak terjadi aspirasi air laut/tawar ke paru (dry lung) dan kematian diakibatkan oleh laringospasme pada saat air dingin masuk ke daerah
laring, iritasi mekanik akibat air (10-15%).
- Wet drowning terdapat air ke dalam paru sehingga paru basah dan terjadi gangguan akibat efek cairan (85-90%).
Diagnosis:
-
75
Aspirasi pneumonia dapat terjadi akut atau kronik tergantung dari onset waktu, sifat dari substansi aspirasi, dan respon host seseorang.
Gambaran klinis sering dijumpai yaitu sesak nafas, demam, wheezing, ronki basah, hipoksia, takikardia, leukositosis, LED meningkat dan gagal nafas. Pada
hipoksemia berat sering terjadi akibat rendahnya tekanan parsial arteri dan penurunan dari komplians paru.
Foto thorax: infiltrate pada segmen paru unilateral yang dependen yang mungkin disertai kavitas & efusi pleura. Lokasi tersering lobus kanan
tengah/atas
Terapi:
PULMONOLOGI BRONKITIS AKUT (level kompetensi 4A; referensi: NEJM, Ohio School of Medicine & Public Health, AAFP)
Definisi: infeksi saluran pernafasan akut yang manifestasi klinis berupa batuk dengan atau tanpa dahak yang berlangsung sampai 3 minggu.
Tanda dan Gejala:
Gejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapat berlangsung 2-3 minggu. Batuk bisa atau tanpa disertai dahak. Dahak dapat berwarna jernih, putih, kuning
kehijauan, atau hijau. Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai gejala berikut ini :
Demam,
Sesak napas,
76
wheezing
Rasa tidak nyaman di dada atau nyeri dada
Gejala bronkitis akut tidaklah spesifik dan menyerupai gejala infeksi saluran pernafasan lainnya. Oleh karena itu sebelum memikirkan bronkitis akut, perlu dipikirkan
kemungkinan lainnya seperti common cold, flu, radang tenggorokan, atau pneumonia.
Etiologi:
77
Terapi:
1. Protussive (expectorant) dan antitussive: Guaifenisin max600mg/hari, dextromethorphan)
2. Bronchodilator (2 agonis: albuterol, salbotamol)
3. Antibiotik (sesuai tabel di atas)
PULMONOLOGI STATUS ASMATIKUS (level kompetensi 3B; referensi: Konsensus asma PDPI 2003)
Definisi:
Suatu perburukan gejala pernafasan/asma bronchiale yang sifatnya mendadak/akut dengan adanya peningkatan keluhan/gejala asma yang tidak responsif terhadap obatobatan asma, seperti: bronchodilator/steroid untuk terapi asma. Bila tidak diatasi dengan secara cepat dan tepat kemungkinan besar akan terjadi kegawatan medik yakni
kegagalan pernafasan. Pada status asmatikus selain spasme otot-otot broncus terdapat pula sumbatan oleh lendir yang kental dan inflamasi.
Etiologi:
Mekanisme pemicu serangan akut terjadi bermacam-macam :
- Alergen, kerja fisik, infeksi virus pada jalan nafas, ketegangan emosional, perubahan iklim dan beberapa janis obat seperti aspirin
- Ketidak seimbangan modulasi adenergic dan kolinergic dari broncus
- Riwayat penyakit atopik keluarga, anak laki-laki sering terkena dari pada anak perempuan.
- Biasanya mempunyai alergi dengan kadar IgE meninggi (asma atopic/aksentrik berkaitan dengan keadaan alergi lain sperti eksema fever).
Patofisiologi Status Asmatikus / Patogenesis Status Asmatikus
78
Banyak faktor pencetus status asmatikus yakni asma persisten berat. Status asmatikus diawali serangan asma biasa, yang dalam perjalannya kemudian resisten terhadap
bronkodilator jadi kebanyakan status asmatikus ditimbulkan oleh faktor-faktor pencetus/etiologi di atas.
Pada status asmatikus terjadi gangguan pertukaran gas dan tingginya resistensi saluran nafas seiring peningkatan frekuensi pernafasan (sesak nafas). Penderita kemudian
akan mengalami hiperventilasi dengan menurunnya PaCO2 dan pH darah terjadi alkalosis respiratorik & hipoksemia. Kondisi ini yang akhirnya membuat penderita
hipoksia dan kelelahan bernafas.
Tanda dan gejala: (mirip asma persisten berat tapi bedanya ini tidak reaktif dengan obat-obatan asma biasanya)
1. Gejala yang menonjol,sukar bernafas, yang timbul intermiten dan wheezing pada waktu inspirasi, lebih sering terutama pada malam hari.
2. Batuk dengan sputum kental: kesulitan pada ekspektoransi
3. Gelisah, usaha bernafas dengan keras.
4. Bernafas dengan bantuan mulut
5. Sianosis
6. Takipnea
7. Nadi cepat
Penatalaksanaan:
1. Periode di antara waktu serangan
Hilangnya penyebab dari lingkungan penderita asma yang alergi
Derivat amniphilin oral
Beta alfa agonis oral atau inhalasi
Inhalasi kostikostiroid yang tidak diserap, beclometazone
Modifikasi reaksi alergen antibody dengan inhalasi spdium kromolyn
Kostikosteroid oral untuk kasus yang berat
2. Serangan akut
Hidrasi adekuat
Epinefrin subkutan atau simpatomimetik lain sering membantu pada permulaan serangan.
Derivat aminophilin parenteral.
Inhalasi bronkho selektive beta agonist pada serangan ringan.
Serangan yang hebat mungkin memerlukan pengobatan steroid dan dipertahankan untuk jangka waktu lama dengan dosis selektif minimum bila
serangan hilang timbul.
3. Status Asmatikus
Pengobatan seperti pada serangan akut, tergantung klasifikasi serangannya ringan, sedang atau berat
Harus diberikan hiodrokortison secara intravena.
Terapi O2
Mungkin memerlukan inkubasi endotracheal dan bantuan ventilator
79
80
PULMONOLOGI PPOK EKSASERBASI AKUT (level kompetensi 3B; referensi PAPDI, KOnsensus PDPI 2003)
Definisi: PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi
gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa digunakan.
Etiologi: infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara/obat sedative
Gejala: sesak nafas yang progresif, batuk produktif dengan sputum banyak+kental/purulen, nafas dangkal & cepat, suhu tubuh , HR , gangguan status mental
Pemeriksaan tambahan:
1. Tes fungsi paru: PEF<100L/menit atau FEV1<1L eksaserbasi parah
2. BGA:
- PaO2 <8 (60mmHg) & atau SaO2<90% dengan atau tanpa PaCO2>6,7 (50mmHg) saat bernafas dalam udara ruangan gagal nafas
- PaO2,6,7 (50mmHg), PaCO2>9,3 (70mmHg) & pH<7,30 episode mengancam jiwa (perlu dilakukan monitor ketat & penanganan intensif)
3. Foto thorax: untuk melihat adanya komplikasi seperti pneumonia
4. EKG: RVH, aritmia, iskemia
5. Kultur & sensitivitas kuman (bila perlu)
Penatalaksanaan:
81
1. Di rumah/rawat jalan:
- Bronkodilator: 4-6 kali/hari, 2-4 hirup trutama short acting 2-agonis
- Steroid: prednisone 40mg/hari selama 10 14 hari.
- Antibiotik: diberikan apbil disertai batuk dengan sputum banyak & purulen
2. Di RS (rawat inap) :
- Short acting 2 agonis & antikolinergik dosis ditinggikan & frekuensi pemberian ditambah
- Steroid: oral/iv
- Antibiotik: oral/iv
- Pertimbangkan teofilin oral/iv
Daftar Obat yang Umum digunakan untuk PPOK
Obat
inhaler
Nebulizer (mg/ml)
Oral (mg)
Antikolinergik
Ipatropium bromide
40 80 (MDI)
0,25 0,5
Tiotropium
18 (DPI)
2-agonis
Fenoterol
100 200 (MDI)
0,5 2
Salbutamol
100 200 (MDI &DPI)
2,5 5
24
Terbutalin
250 500 (DPI)
5 10
2,5 5
Procaterol
10
0,25 0,5
Formoterol
12 24 (MDI & DPI)
Salmeterol
50 100 (MDI &DPI)
Metilxantin
Aminofilin
200
Teofilin SR
100 - 400
Glukokortikosteroid
sistemik
Prednison
5 60 (pil)
Metilprednison
10 2000 mg
4, 8, 15 (pil)
MDI: metered dose inhaler
DPI: dry powder inhaler SR: slow release
82
Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan NRBM dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks) 24%, 28%
atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai
kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV),
bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi
83
- pilek
- sesak nafas (pneumonia); dimana belum jelas ada/tidaknya kontak dengan unggas yang mati mendadak atau dengan produk unggas
2. Suspek H5N1 (under investigation)
- kriteria sama seperti kasus dalam observasi; hanya ditambah: 1) pernah kontak dengan unggas sakit/mati mendadak, dengan produk mentahnya, dengan
penderita H5N1 yg sudah dikonirmasi dalam 7 hari terakhir. 2) leukopeni 3000 mm 3) titer antibody H5 positif dengan ELISA.
- atau kematian akibat ARDS dgn 1/lebih kondisi di bawah ini: 1) leukopenia/limfopeni dgn/tanpa trombositopenia 2) pneumonia atipikal/infiltrate di kedua oaru
yg makin luas pada foto thorax serial
3. Probable case H5N1
Kriteria kasus suspek ditambah dgn 1/lebih keadaan di bawah ini:
- kenaikan titer antibody min. 4x thd H5 dgn pemeriksaan HI test/ELISA
- dlm waktu singkat mejadi pneumonia berat/gagal nafas/meninggal & terbukti tidak ada penyebab lain.
4. Kasus konfirmasi H5N1
Kasus suspek/probable dgn 1/lebih keadaan di bawah ini:
- kultur virus positif influenza (H5N1)
- PCR positif influenza A/H5N1
- imunofluoresen test antigen positif dgn menggunakan antibody monoclonal influenza a H5N1
- kenaikan titer antibody min. 4x thd H5 dlm paired serum dgn uji neutralisasi
Kelompok Resiko tinggi:
- pekerja peternakan/pemrosesan unggas
- pekerja lab yg memproses sampel pasien/unggas terjangkit
- pengunjung peternakan/pemrosesan unggas (1 minggu terakhir)
- pernah kontak dgn unggas sakit/mati mendadak yg belum diketahui peyebabnya
- pernah kontak dgn penderita A1 konfirmasi dlm 7 hari terakhir
Kriteria MRS:
- suspek flu burung dgn gejala klinis berat: sesak nafas (RR30x/menit), nadi 100x/menit, gangguan kesadaran), kondisi umum lemah
- suspek leukopeni
- suspek dgn gambaran radiologi pneumonia
- kasus probable dan confirm
Penatalaksanaan
- prinsip: istirahat, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, antibiotic, perawatan respirasi, anti inflamasi, imunomodulator
- antiviral diberikan dlm 48 jam pertama:
1). Penghambat M2: amantadin, rimantadin; dosis 2x/hari 100mg atau 5 mg/kgBB selama 3 5 hari
2). Penghambat neuraminidase(WHO): zanamivir, oseltamivir; dosis 2x75 mg selama 1 minggu
84
PULMONOLOGI Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) (level kompetensi 3B, referensi PAPDI)
Definisi:
- infeksi saluran nafas yg disebabkan oleh virus corona disertai sekumpulan gejala klinis yg berat dikategorikan pneumonia atipik
- penularan melalui kontak langsung membrane mukosa (mata, hidung, mulut) dgn cara droplet, materi/barang-barang infeksius
Patogenesis:
- melibatkan saluran nafas bagian bawah
- terdiri dari 2 fase:
1) Fase awal/fase eksudatif (10 hari pertama)
- adanya infiltrasi dari campuran sel-sel inflamasi serta edema & pembentukan membrane hialin diffuse alveolar damage yg eksudatif(DAD)
2) Fase lanjutan (setelah hari ke - 10)
- DAD eksudatif DAD bronchial
- sel MN (+) di alveoli
- kerusakan organ pernafasan pada fase ini tdk diakibatkan langsung krn replikasi virus, tapi krn beratnya sel epitel paru yg terjadi pada tahap DAD eksudatif & diperberat
dgn penggunaan ventilator
Manifestasi klinis:
- Gejala prodromal:
Masa inkubasi rata-rata 4 hari
Gejala tdk spesifik, mirip dgn avian influenza antara lain: Flu like syndrome: batuk nonproduktif, pilek, demam>38C, cephalgia, nyeri tenggorokan, mialgia, malaise
(paling sering), menggigil, kaku-kaku di tubuh
- Manifestasi pernafasan:
Batuk kering, ronki basal paru, sesak hingga membatasi aktivitas fisik
Pada chest x-ray: infiltrate & konsolidasi di mayoritas lobus inferior paru, pneumothorax + pneumomediastinum pada kasus SARS yg berat
- Manifestasi GIT: diare dgn volume banyak dan konsistensi cair, lendir (-), darah (-) tapi bersifat self limiting disease
- Manifestasi hematologi: limfopenia (<1000.mm3), leukositosis (terutama neutrofilia), trombositopenia
- Manifestasi hati: SGPT
85
86
PULMONOLOGI Acute Respiratory Distress Syndrome/ARDS (level kompetensi 3B, Referensi: divisi pulmonologi UGM)
Definisi: suatu cedera parenkimal paru yang bersifat menyebar, yang terkait dengan edema paru nonkardiogenik, yang menyebabkan kegagalan pernafasan yang parah
dan
hipoksemia; tanda patologis utama adalah kerusakan alveolar yang bersifat menyebar.
Kriteria Diagnosis ARDS:
- Onsetnya akut
- Terjadi infiltrasi bilateral pada paru
- Tekanan arteri pulmonar < 19 mmHg (tanpa ada tanda klinik CHF)
- Kegagalan oksigenasi, yang ditunjukkan dgn: Rasio PaO2/FIO2 < 200 (pada ARDS)
Etiologi:
- Trauma fisik atau kondisi mengancam nyawa lainnya (e.g. perdarahan)
Disebabkan karena hipoksia atau kegagalan sirkulasi
- Acute lung injury (ALI/ARDS) karena paparan iritant paru akut:
Keracunan paru secara langsung - rokok, gas kimia berbahaya, dll.
- SARS/severe acute respiratory disorder (SCoV coronavirus infection)
25% kasus SARS dapat berkembang menjadi kondisi seperti ARDS (atypical pneumonia)
87
Patogenesis:
Epitelium alveolus tersusun oleh 2 tipe sel pneumosit : type I (90 %) yang
berbentuk flat, dan type II (10 %) yang berbentuk kubus
Sel tipe II berfungsi : penghasil surfaktan dan transport ion, jika cedera akan
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi tipe I
Kerusakan sel tipe II menyebabkan : gangguan transport cairan (edema),
berkurangnya produksi surfaktan
Pada cedera akut, terjadi pengelupasan epitelial bronkus maupun alveolus
disertai dengan pembentukan membrane hialin pada dasar membran
yang terkelupas
Selain itu, cedera dapat menyebabkan kerusakan membrane kapiler
alveolus permeabilitas vaskuler meningkat cairan plasma masuk ke
alveolus dan mengganggu fungsi surfaktan kegagalan pertukaran gas
Selain cairan neutrofil juga masuk ke alveolus
Di alveolus, ada makrofag yang akan mensekresi cytokines, yaitu:
interleukin-1, 6, 8, dan 10, (IL-1, 6, 8, dan 10) dan tumor necrosis factor
(TNF), yang beraksi secara lokal memicu kemotaksis dan mengaktivasi
neutrofil
Neutrofil dapat melepaskan oksidan, protease, dll, reaksi inflamasi,
menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin, fibrinogen,
proteolisis protein plasma.
88
Penatalaksanaan:
Secara umum obat-obat yang diberikan dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1. Obat untuk menekan proses inflamasi
Kortikosteroid: mengurangi pembentukan kolagen dan meningkatkan penghancuran kolagen untuk mencegah fibrosis paru pada pasien yang bertahan hidup.
Metilprednisolon 30 mg/kgBB iv per 6 jam.
Protaglandin E1: efek vasodilator dan antiinflamasi serta antiagregasi trombosit. Sebanyak 95% PGE 1 akan dimetabolisme di paru sehingga bersifat selektif terhadap
pembuluh darah paru dengan efek sistemik yang minimal.
Pemberian secara aerosol dilaporkan dapat memperbaiki proses ventilasi perfusi karena menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada daerah paru yang
ventilasinya masih baik. Walaupun demikian penggunaan PGE1 dalam klinis masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Ketokonazol: menghambat sintesis tromboksan dan leukotrien dan pada sejumlah kecil kasus dapat bermanfaat untuk pencegahan pada pasien yang mengalami
sepsis akibat trauma multipel.
2. Obat untuk memperbaiki kelainan faal paru :
Antibiotik: antibiotik yang berspektrum luas, hingga didapatkan adanya sumber infeksi yang jelas serta adanya hasil kultur.
Ventilasi mekanis: bila timbul hiperkapnia. Tujuan ventilasi mekanis adalah mengurangi kerja nafas, memperbaiki oksigenasi arterial, dengan pemakaian O 2 yang non
toksik.
Pemberian tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP):
mengembangkan daerah yang sebelumnya mengalami ateletaksis dari kapiler.
untuk mendapatkan FiO2 dalam konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini penting karena pada satu segi FiO2 yang tinggi umumnya diperlukan untuk
mencapai PaO2 dalam kadar minimal, dan pada segi lain oksigen konsentrasi tinggi bersifat toksik terhadap paru-paru dan menyebabkan ARDS.
untuk memperbaiki tekanan oksigen arterial dan memungkinkan penurunan FiO2.
Bahaya yang mungkin terjadi dalam penggunaan PEEP adalah pneumothoraks dan terganggunya curah jantung karena tekanan yang tinggi.
Perhatian dan pemantauan yang ketat ditujukan untuk mencapai PEEP terbaik yaitu ventilasi pada tekanan akhir ekspirasi yang menghasilkan
daya kembang paru terbaik dan penurunan PaO2 dan curah jantung yang minimal.
89
90
Patogenesis
Serupa dengan tukak
gaster
Penatalaksanaan
1. Akibat Infeksi kuman H. Pylori
Tujuan : melakukan eradikasi kuman
Indikasi : Infeksi kuman yang berhubungan
dengan tukak peptic dan low grade B cell
lymphoma. ( Tanpa adanya tukak, masih
merupakan perdebatan untuk eradikasi
kuman ) diharapkan mampu menekan
kejadian atropi dan metaplasia pada pasien
pasien yang telah terinfeksi
NB : penatalaksanaan infeksi H.Pylori
silahkan lihat tabel di bawah
2. Gastritis autoimun
hal yang diperhatikan : defesiensi kobalamin
dan lesi mukosa gaster
Obat 1
Obat 2
Obat 3
Klarithomisin
2 x 500 mg
Amoksisilin
2 x 1000 mg
Klarithomisin
2x 500 mg
Metronidazole
2 x 500 mg
Tetrasiklin
4 x 500 mg
Metronidazole
2 x 500 mg
Obat 4
subsitral
91
Gastroenterologi GERD ( Penyakit Refluks Gastroesofageal )LeveL Kompetensi 3A Literatur : PAPDI & Clinical Medicine
Definisi
Suatu
keadaan
PATOLOGIS
sebagai
akibat
REFLUKS
KANDUNGAN
LAMBUNG ke
dalam
esophagus,de
ngan berbagai
gejala yang
timbul akibat
keterlibatan
esophagus,
laring, faring,
dan saluran
nafas.
92
NOTE ku NOTE mu :
93
Terapi medikamentosa
Ada 2 jenis prinsip terapi pada GERD, yaitu Step Up dan Step Down, namun berbagai studi
melaporkan bahwa pendekatan step down ternyata lebih ekonomis dibandingkan dengan pendekatan
step up. Yang dimaksud dengan pemdekatan step down adalah terapi dimulai dengan PPI dan setelah
berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah
atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antasida.
a. Antasida
Obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi
esophagitisDosis 4x1 sendok makan
b. Antagonis Reseptor H2
Hanya efektif pada esophagitis derajat ringan sampai sedang
Dosis Pemberian Simetidin : 2x 800 mg atau 4 x 400 mg /Ranitidin 4x150 mg/Famotidin 2x20 mg
/Nizatidin 2x 150 mg
c. Obat obatan Prokinetik
Secara teoritis obat obatan ini paling sesuai untuk pengobatan GERD namun kenyataannya
pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan asam.
o MetoklopramidEfektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dlam
penyembuhan lesiDosis : 3x10 mg
o DomperidonGolongan ini dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan
lambungDosis : 3x10-20 mg
o CisaprideEfektivitasnya lebih baik dibandingkan domperidon Dosis 3x10 mg
o SukralfatObat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus , sebagai
buffer terhadap HCl di esophagus serta dpt mengikat pepsin & garam empedu. Dosis : 4x1 gr
PPITerapi diberikan selama 6-8 minggu ( inisial) dilanjutkan selama 4 bulan ( maintenance)
tergantung dari derajat esofagatisnya. Golongan ini sanagat baik jika dikombinasikan dengan golongan
prokinetik. NB : Rebound 2 bulan used (40 mg daily)
o Drug of choice dalam GERD
o Sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esophagus .
o Dosis yang digunakan untuk GERD adalah dosis penuh, yaitu : Omeprazole : 2 x 20 mg /
Lanzopraazole 2x30 mg / Pantoprazole 2x40 mg / Rabeprazole 1x10 mg / Esomeprazole 1x40 mg
Terapi Bedah
Terapi bedah dilakukan jk terapi medikamentosa gagal /pada pasien GERD dgn striktur berulang . Pembedahan fundoplikasi.
94
LAMPIRAN LAGI Tabel. Efektivitas terapi obat obatan di atas yang telah dijelakan PANJANG kali LEBAR
Golongan Obat
Mengurangi Gejala
Penyembuhan Luka
Esofagus
Mencegah Komplikasi
Mencegah kekambuhan
Antasida
Prokinetik
Antagonis Reseptor H2
Antagonis H2 reseptor
dosis tinggi
PPI
Pembedahan
95
Patogenesis
H.Pylori
Infeksi -> host respon mobilisasi sel2 PMN/limfosit mengeluarkan mediator inflamasi
interleukin 8 dll kerusakan epitel gastroduodenal lebih parah tanpa mampu
mengeleminasi kuman
H.pylori berkoloni di antrum mengeluarkan sitokin & enzim merusak sel2 epitel
H.pylori terkonsentrasi di antrum antrum predominan gastritis -> kerusakan D sel
(berfungsi mengerem produksi gastrin) produksi gastrin meningkat
Asam lambung yang tinggi
gastrik metaplasia tempat hidup H.pylori yg baik
keasaman tinggi menekan muku dan bikarbonat
OAINS
Penggunaan OAINS non selektif -> menghambat COX-1 -> menekan prostatglandin ( berfungsi
memelihara keutuhan mukosa )
96
97
Penatalaksanaan
1.Tujuan pengobatan
o menghiangkan gejala
o mempercepat penyembuhan tukak
o mencegah komplikasi
o mencega terjadinya kekambuhan
2. Terapi causa H.PyloriPrinsip : Kombinasi 2 jenis antibiotik dengan PPI
a. PPI 2x1&Amoksisilin 2x1 g/hari&Klaritromisin 2x 500mg
b. PPI 2x1&Amoksisilin 2 x 1 gr / hari&Metronidazole 2 x 500 mg
c. PPI 2x1&Klaritromisin 2x500 mg/hari&Metronodazole 2 x 500 mg
2. Terapi causa OAINS
o Hentikan OAINS jika bisa
o Pemberian COX-2 inhibitor
o Pemberian obat lain bersamaan dengan OAINS H2RA atau PPI
3. TD non H.Pylori dan Non OAINS
o Antasida dosis 120 240 mEq/ hari dalam dosis terbagi
o H2 Receptor Antagonispemberian selama 8-12 minggu angka
keberhasilan 90%
Cimetidin 2x400mg/hari atau 1x800 mg saat malam hari
Ranitidin 300 mg sebelum tidur atau 2x150 mg
Famotidin 40 mg sebelum ridur atau 2 x 20 mg
o PPI 2x sehari sebelum makan malam dan pagi selama 4 minggu dengan
keberhasilan 90%
Patogenesis
Shay and Sun : Balance Theory (1974) gangguan keseimbangan antara faktor agresif dan
faktor defensif
1. FAKTOR OFENSIF
o Perusak endogen ( HCL, pepsinogen, garam empedu)
o Perusak eksogen ( Obat obatan, alkohol)
2. FAKTOR DEFENSIF
o Pre Epiitel
Mukus merintangi difusi ion seperti pepsin
Bikarbonat kemampuan mempertahankan perbedaan PH
Surface active phospolipid
o Epithelial
Menghasilkan mukus
Transport ionik sel epitel + produksi bikarbonat
Intracelular tight junction
o Subepithelial
Blood flow Komponen kunci dari pertahanan & perbaikan sistem sub epitel.
98
99
Penatalaksanaan
Tujuan Terapi
Idem dengan tukak duodenum
Terapi
1. Non Medikamentosa
istirahat
o Secara umum rawat jalan
o Ada kmplikasi rawat inap
o Stres & kecemasan yg berlebihan dapat mempengaruhi peningkatan asam lambung
Diet
o Hindari cabai, makanan mengandung asam-> Menimbulkan rasa sakit
o Hindari rokok
o Hindari alkohol, air jeruk, asam, cola, kopi DKK menambah sekresi asam lambung
Obat Obatan
o Hindari penggunaan OAINS apalagi dalam jangka waktu yang lama
2. medikamentosa
AntasidaHanya untuk menghilangkan keluhan sakitDosis : 3x1 tablet sehari
Obat penangkal kerusakan mukus
o Koloid BismuthDosis : 2x2 tabelt sehari
o SukralfatDosis : 4x1 gram sehari
o ProstatglandinDosis 4x200 mg atau 2x400 mg
o ARH2Dosis terapeutikSimetidin : 2x 400 mg atau 800 mg malam / Ranitidin : 300
mg malam hari / Nizatidin : 1x 300 mg malam hari / Famotidin : 1 x 40 mg malam hari
/ Roksatidin : 2 x 75 mg atau 150 mg malam
o PPIDosis Omeprazole 2x 20 mg atau 1x 40 mg / Lanzoprazole 2x 40 mg
3. Tindakan OperasiIndikasi
Elektif ( tukak refrakter / gagal pengobatan)
Darurat ( komplikasi perdarahan, perforasi, stenosis)
Tukak gaster dengan sangkaan keganasan
Gastroenterologi PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATASLeveL Kompetensi 3b Literatur : PAPDI & Clinical Medicine
Definisi
Perdarahan saluran
makanan proksimal dari
Ligamentum Treitz
Patogenesis
Varises Esofagus
Sirosis Hepatis Hipertensi porta peningkatan aliran darah menuju gaster dan
esofagus serta penuruan darah ke hepar varises esofagus dan varises gaster
Upper GIT bleeding
tanda
oksigenasi
jaringan
100
101
Endoskopi
Ditujukam pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan
pembuluh darah yang tampak. Metodenya antara lain
Contact thermal ( Monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater
probe)
Noncontat thermal ( laser)
Nonthermal ( suntikan adrenalin, polidolkanol, alkohol, atau
pemakaian klip)
102
Faktor Risiko
Terbukti sebagai faktor
resiko :
Usia lanjut > 60 tahun
Riwayat pernah
menderita tukak
Digunakan bersamasama dengan steroid
Dosis tinggi atau
menggunakan 2 jenis
OAINS
Menderita penyakit
sistemik yang berat
Mungkin sebagai faktor
resiko :
Bersama-sama dengan
infeksi Helicobacter
pylori
Merokok
Meminum alkohol
Patogenesis
1.Topikal NSAID : bersifat
asam dan lipofilik
mempermudah trapping ion
hydrogen masuk mukosa
2. Sistemik NSAID : secara
bermakna menekan
prostaglandin
KEDUANYA menyebabkan
cedera mukosa
Diagnosis
Anamnesis :
Hematemesis (jumlah
relative sedikit)
Mual muntah
Lemah
Pemeriksaan Penunjang :
Noninvasif
Endoskopi
USG Abdomen
Serologi IgG H. pylori
Urea Breath Test(UBT)
Stool antigen test (SAT)
Invasif
Biopsy urease test
Histopatologi
Kultur mikrobiologi
PCR
Penatalaksanaan
Titik kunci
penatalaksanaan :
pH intragastrik (67,4) mendukung
agregasi platelet,
koagulasi, dan
fibrinolisis
menghambat
rebleeding
Bedrest + Puasa
Rehidrasi
Gastric Lavage tiap 8
jam per NGT
Diet cair per NGT
PPI IV
(Esomeprazole,
Pantoprazole) : bolus
80 mg diikuti dengan
per infusion
8mg/jam selama 72
jam
Selanjutnya PPI oral
(Omepazole) selama
6-8 minggu
Sukralfat 4x1gr/hr
setelah perdarahan
tidak aktif (kerjanya
di lambung)
Gastroenterologi PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAHLeveL Kompetensi 3b Literatur : PAPDI & Clinical Medicine
Definisi
Perdarahan yang berasal dari usus di sebelah bawah
LIGAMENTUM TREITZ
103
Patogenesis
Yaa... Kalau ada waktu senggang. Baca saja di PAPDI
atau LiterartuR IPD lainnya gitu aja kok repot
Penatalaksanaan
Resusitasi
o Penatalaksanaan sama dengan Perdarahan SCBA
Medikamentosa
o Hemoroid fisura ani dan ulkus rektum soliter ->
bulk forming agent, sitzh bath, dan menghindari
mengedan
o Kombinasi estrogen dan progesteron dapat
mengurangi perdarahan pada pasien yang
menderita angiodisplasia
Terapi Endoskopi
o Bermanfaat mengobati angiodisplasia dan
perubahan vaskuler pada kolitis radiasi
Angiografi terapeutik
o Bila kolonoskopi gagal
Terapi bedah
o Pendekatan utama pada pasien stabil di
beberapa kondisi ( divertikel Meckel atau
keganasan)
104
105
Patogenesis
1. Diare Osmotik
Meningkatnya tek.osmotik intraluminal dari usus halus obat obatan / zat
kimia yang hiperosmotik malabsorbsi umum defek dalam absorbsi mukosa
2. Diare Sekretorik
Meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus & menurunnya absorbsi efek
enterotoksin infeksi V. Cholera/E.Coli efek obat laksatif reseksi ileum
3. Malbasorbsi Asam Empedu / Lemak
Gangguan pembentukan micelle empedu serta gangguan penyakit saluran bilier
dan hati
4. Defek Sistem Pertukaran anion
Hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ATPase di enterosit
5. Motalitas waktu transit usus abnormal
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus ansorpsi yang abnormal di usus
halus
6. Gangguan permeabilitas usus
permeabilitas usus yang abnormal gangguan morfologi membran epitel spesifik
pada usus halus
7. Inflamasi dinding usus
Kerusakan mukosa usus Produksi mukus yang berlebih & eksudasi air dn
elektrolit ke dalam lumen dan gangguan air serta elektolit
8 Diare Infeksi
Non Invasif& Sekresi toksin menempel pada epitel usus Sekresi aktif anion
klorida yang diikuti air, in bikarbonat, dan kation natrium kalium.
Penatalaksanaan
REHIDRASI
o Rumus BJ PlasmaKeb. Cairan : BJP 1,025 x 1000xBBx 4 ml
o Metode Pierce
Deh. Ringan : 5 % x BB
Deh. Sedang : 8 % x BB
Deh. Berat : 10 % x BB
o Metode Daldiyono ( liat tabel d bawah)Skor/15 x 10 % x kgBBx 1L
Bila skor <3 & tnpa syok cairan diberikan oral
Bila skor >3 disertai syok diberikan cairan IV
Cara Pemberian :
2 jam pertama ( inisial) : jumlah total keb. Cairan diberikan
langsung dalam 2 jam ini -> tercapai rehidrasi optimal
1 Jam berikut ( kedua ) : Berdasar kehilangan cairan selama 2
jam tahap inisial
Jam berikutnya berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja
DIET
o Dianjurkan : sari buah, teh, minuman non soda, makanan mudah
dicerna ( keripik, nasi, pisang, sup)
o Dihindari : puasa ( kecuali muntah muntah hebat), susu sapi, kafein,
minuman alcohol
OBAT ANTI DIAREMengurangi gejala
o Derivat opioid : Loperamide, Difeniloksiklat atrofin, tinktur opium.
o Mengeraskan tinja : Attapulgite 4x2 tab per hari atau smectite 3x1
saset diberikan tiap habis diare
o Anti sekretorik : Hidrasec 3 x1 tab/hari.
106
107
108
Definisi
Hilangnya
jaringan yang
melapisi bagian
dalam dari mulut
( membran
mukosa)
Injury/ Trauma
Tergigit, Luka akibat
gosokan gigi, iritasi
antiseptik yang kuat,
gesekan dengan gigi
secara kontinyu.
Kebersihan mulut buruk
Infeksi ( lihat gambar)
Reaksi auto imun (Lichen
Plannus) malignancy
Unknown (Upthous
Ulcer)
Gejala
o adanya ulcer di dalam mulut dimana
terkadang berwarna putih yang dikelilingi
kemerahan serta bengkak pada daerah
sekitarnya
o Nyeri yang memberat ketika makan atau
menggosok gigi
o Sensasi tersengat ketika makan asam
o Ulkus biasanya hilang dalam waktu 7-14 hari
(ulkus yang bertahan lebih dari 3 minggu
harus diperiksa kemungkinan malignancy
atau penyebab serius lainnya)
Pemeriksaan Fisik
o Demam ( jika disebabkan oleh infeksi)
o Adanya erosi pada rongga mulut
Penatalaksanaan
Kebanyakan sembuh sendiri dalam waktu < 3
minggu
Hindari : makanan pedas, makan makanan
yang mengandung asam
Lakukan : Jaga kebersihan mulut ( sikat gigi )
Minum air yang cukup, kumur dengan air
hangat garam teratur,
Singkirkan penyebab lain seperti diabates
maupun inflammatory bowel disease
kostikosteroid dapat digunakan pada uptous
ulcer
Terapi anti nyeri : NSAID daoat digunakan
Pemberian antibiotik obat kumur dapat
mempercepat proses penyembuhan dengan
memberikan efek perlindungan pada luka
Terapi anti viral bisa diberikan pada kasus HSV
Pemeriksaan Tambahan
o DL tanda tanda infeksi
o Skin biopsi Curiga keganasan
KATAnya Lanang itu Gambarnya penting !!! Katanya LHO ya belum jaminan KELUAR UKDI juga ^^
109
110
Diagnosis
Penatalaksanaan
Anamnesis :
- Rehidrasi oral (mirip rehidrasi pasien diare biasa)
- Mual muntah
- Dapat ditambahkan obat diare :
- Diare
1. Absorbent (Alumunium hidroksida,
- Kram perut
Kaopectate)
- Feses berdarah
2. Antisekretori (Bismuth Subsalycilate)
- Terjadinya mendadak selama 1 jam -2hari
3. Antiperistaltik (kontraindikasi pada disentri,
- Dehidrasi
demam)
- Sumber makanan sama kemudian timbul gejala
4. Loperamide (inisial 4 mg, lanjutan 2mg/diare)
serupa
- Keluhan > 3 hari dengan demam, tambahkan
Etiologi :
antibiotic empiris :
Daging kurang matang : Salmonella,
1. Fluoroquinolon selama 5 hari : Ciprofloksasin
Campylobacter, Shiga toxin E coli, dan C
2x500mg (1st line)
perfringens.
2. TMP-SMX
Seafood mentah : virus, Vibrioorganism, hepatitis
3. Doxycycline 2x100mg
A.
Makanan kaleng : C botulinum.
Keju yang belum terpasteurisasi : Listeria,
Salmonella, Campylobacter, Shiga toxin E
coli, dan Yersinia.
Susu/jus yang belum dipasteurisasi
: Campylobacter, Salmonella, Shiga toxin E
coli, dan Yersinia.
Telur mentah : Salmonella
Pemeriksaan Penunjang :
- DL : leukositosis
- Fecal smear
- Kultur bakteri jika keluhan tidak berkurang
setelah 3 hari
111
Diagnosis
Anamnesis :
- Paralisis bilateral (simetris) descending
- Tidak ada gangguan pada saraf sensoris atau
adrenergic atau CNS
Pemeriksaan fisik :
- Afebrile kecuali diikuti infeksi lain
- Gejala neurologis simetris descending
- Pasien tetap responsive dengan sensoris intak
- HR normal/lambat tanpa adanya hipotensi
- Dozen Ds : dry mouth, diplopia, dilated pupils,
droopy eyes, droopy face, diminished gag
reflex, dysphagia, dysarthria, dysphonia,
difficulty lifting head, descending paralysis,
diaphragmatic paralysis.
Pemeriksaan Penunjang :
- Tes makanan yang dicurigai
- Sebelum memberikan antitoksin ambil sampel
: 10-15 cc serum, 25-50 g feces, mungkin 25-50
cc aspirasi gaster untuk kultur
Penatalaksanaan
- Antitoksin (hanya mengikat neurotoksin bebas
pada darah)
- Irigasi gaster/enema/cathartic (jika kejadian
beberapa jam SMRS)
- Rehidrasi
Patogenesis
Kolitis ameboik
Tertular melalui bentuk kista yang tahan suasana
asam dilumen usus halus kista pecah
mengeluarkan tropozoit
112
Penatalaksanaan
Luminal agents:
o Iodiquinol (diiodohidroxyquin) 3x650 mg selama 20 hari
o Paramomycinic3x500 selama 10 hari
Kolitis ameba akut metronidazl 3x750 mg selama 5-10 hari,
ditambah dengan obat luminal
Amebiasis ekstra intestinal
o Kloroquin fosfat 1g/hari selama 2 hari 500mg/hari selama
19 hari
o Emetin 1mg/kgBB/ hari IM selama 10 hari
Pemeriksaan Fisik
Penunjang
Pemeriksaan tinja segar pada minimal 3 spesimen tinja yang terpisah
mencari tropozoit dengan pengecatan trichrome
Serologi
Endoskopi menegakan diagnosis pada pasien amebiasis akut
Pemeriksaan radiologi tidak banyak membantu
Patogenesis
Semua strain kuman shigella menyebabkan disentri. Kolon merupakan tempat utama yang diserang, namun ileym
terminalis dapat juga terserang. Pada kasus yang sangat berat dan mematikan kuman dapat ditemukan juga pada
lambung serta usus halus.
Kuman menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak melalui mekanisme cell to cell transfer
menyebabkan edema, mikroabses, hilangnya sel goblet, kerusakan arsitektur jaringan dan ulserasi mukosa
113
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja Eritrosis dan leukosist PMN
Diagnosis pasti kultur tinja segar atau hapus rektal
Sigmoidoskopi untuk membedakan disentri atau manifestasi akut kolitis ulserosa idopatik
PenatalaksanaaN
114