Anda di halaman 1dari 45

TETANUS (4A)

ICD X : A 35

DEFINISI
Penyakit sistem saraf yang perlangsungannya akut dengan karakteristik spasme tonik
persisten dan eksaserbasi singkat.

KRITERIA DIAGNOSIS
Hipertoni dan spasme otot
o Trismus, risus sardonikus, otot leher kaku dan nyeri, opistotonus, dinding
perut tegang, anggota gerak spastik.
o Lain-lain: Kesukaran menelan, asfiksia dan sianosis, nyeri pada otot-otot
di sekitar luka.
Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu
Umumnya ada luka/riwayat luka
Retensi urine dan hiperpireksia
Tetanus lokal

Pemeriksaan Penunjang
Bila memungkinkan, periksa bakteriologik untuk menemukan C. Tetani.
EKG bila ada tanda-tanda gangguan jantung.
Foto toraks bila ada tanda-tanda komplikasi paru-paru.

DIAGNOSIS BANDING
Kejang karena hipokalsemia
Reaksi distonia
Rabies
Meningitis
Abses retrofaringeal, abses gigi, subluksasi mandibula
Sindrom hiperventilasi/reaksi histeri
Epilepsi/kejang tonik klonik umu

TATALAKSANA
IVFD dekstrose 5% : RL = 1 : 1 / 6 jam
Kausal :
o Antitoksin tetanus:
a. Serum antitetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000 IU/hari/i.m.
selama 3-5 hari. TES KULIT SEBELUMNYA. ATAU
b. Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG). Dosis 500-3.000 IU/i.m.
tergantung beratnya penyakit. Diberikan SINGLE DOSE.
o Antibiotik :
a. Metronidazole 500 mg/8 jam drips i.v.
b. Ampisilin dengn dosis 1 gr/8 jam i.v. (TES KULIT SEBELUMNYA).
Bila alergi terhadap Penisilin dapat diberikan:
Eritromisin 500 mg/6 jam/oral. ATAU
Tetrasiklin 500 mg/6 jam/oral.
o Penanganan luka :
Dilakukan cross incision dan irigasi menggunakan H2O2.

Simtomatis dan supportif


Diazepam
o Setelah masuk rumah sakit, segera diberikan diazepam dengan dosis 10
mg i.v. perlahan 2-3 menit. Dapat diulangi bila diperlukan.
Dosis maintenance : 10 ampul = 100 mg/500 ml cairan infus (10-12
mg/kgBB/hari) diberikan secara drips (syringe pump).
Untuk mencegah terbentuknya kristalisasi, cairan dikocok setiap 30 menit.
o Setiap kejang diberikan bolus diazepam 1 ampul/i.v. perlahan selama 3-5
menit, dapat diulangi setiap 15 menit sampai maksimal 3 kali. Bila tak
teratasi segera rawat di ICU.
o Bila penderita telah bebas kejang selama 48 jam maka dosis diazepam
diturunkan secara bertahap 10% setiap 1-3 hari (tergantung keadaan).
Segera setelah intake peroral memungkinkan maka diazepam diberikan
peroral dengan frekuensi pemberian setiap 3 jam.
Oksigen, diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoksia, distres pernapasan,
sianosis.
Nutrisi
Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring, atau cair. Bila perlu, diberikan
melalui pipa nasogastrik.
Menghindari tindakan/perbuatan yang bersifat merangsang, termasuk rangsangan
suara dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten.
Mempertahankan/membebaskan jalan nafas: pengisapan lendir oro/nasofaring
secara berkala.
Posisi/letak penderita diubah-ubah secara periodik.
Pemasangan kateter bila terjadi retensi urin.

PENYULIT
Asfiksia akibat depresi pernapasan, spasme jalan napas
Pneumonia aspirasi
Kardiomiopati
Fraktur kompresi

KONSULTASI
Dokter gigi
Dokter ahli bedah
Dokter ahli kebidanan dan kandungan
Dokter ahli THT
Dokter ahli anestesi

JENIS PELAYANAN
Rawat segera, bila diperlukan, rawat di ICU

TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum/residen, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
2 minggu-1 bulan

PROGNOSIS/LUARAN
Angka kematian tinggi bila :
o Usia tua
o Masa inkubasi singkat
o Onset periode yang singkat
o Demam tinggi
o Spasme yang tidak cepat diatasi
Sebelum KRS : Tetanus Toksoid (TT1) 0,5 ml i.m.
TT2 dan TT3 : diberikan masing-masing dengan interval waktu 4-6 minggu.
TENAGA : Dokter spesialis saraf/ konsultan

LAMA PERAWATAN : Tergantung etiologi


MIGREN(4A)

Kriteria Diagnosis

Klinis:
Migren tanpa aura (G43.0):
a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang dengan
manifestasi serangan berlangsung 4-72 jam, yang mempunyai sedikitnya 2
karakteristik berikut: unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat,
bertambah berat dengan aktivitas fisik.
b. Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut: nausea dan atau muntah,
fotofobia dan fonofobia.
c. Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

Migren dengan aura (G43.1):

a. Sekurang-kurangmya terjadi 2 serangan nyeri kepala berulang yang


didahului gejala neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5-20 enit
dan berlangsung kurang dari 60 menit.
b. Terdapat sedikitnya satu aura berikut ini yang reversibel seperti: gangguan
visual, gangguan sensorik, gangguan bicara disfasia.
c. Paling sedikit dua dari kriteria berikut:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral.
2. Paling tidak timbul saru macam aura secara grandual 5 menit,
dan/atau jenis aura yang lainnya 5menit.
3. Tiap gejala berlangsung 5 menit dan 60 menit.
d. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

Status Migrenous (G43.2):

a. Serangan migre dengan intensitas berat yang berlangsung 72 jam (tidak


hilang dalam 72 jam).
b. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
Laboratorium : darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll (atas
indikasi,
untuk menyingkirkan penyebab sekunder).
Radiologi : atas indikasi ( untuk menyingkirkan penyebab
sekunder).
Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok Studi
Nyeri Kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari IHS (International
Headached Society).
Patologi Anatomi :-

DIAGNOSIS BANDING

1. Nyeri kepala penyakit lain: TT gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi toksik,
gangguan metabolik/ elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. SOL (space-occupying lesion) misal: subdural hematom, neoplasma, dll.
3. Temporal arteritis.
4. Medication-related headache.
5. Trigeminal neuralgia.

TATALAKSANA

1. Hindari faktor pencetus.


2. Terapi abortif :
a. Nonspesifik : analgetik/NSAID, Narkotik analgetik adjunctive therapy
(mis : metoklopramide)
b. Obat spesifik : Triptans, DHE, obat kombinasi (mis : aspirin dengan
asetaminophen dan kafein), obat gol. Ergotamin.
c. Bila tidka respon : Opiat dan analgetik yang mengandung butalbirat.

ALOGARITMA PENANGANAN STATUS MIGREN

Status Migren

Jika obat bebas gagal/tidak jika obat anti migren gagal/ Jika
berhasil muntah sehingga dehidrasi

Muntah (-) muntah (+)


MRS

Tx dg po, nasal, Kontrol, inj Rehidrasi, kontrol


abortif
rektal, SC DHE metoklopramide/ rektal/ muntah dengan inj.
inj/intranasal (jk tx inj phenothiazine + inj Phenothiazine/metr
kontraindikasi dg po, nasal/ rektal triptan atau oklopamide
rektal atau inj inj narkotik jk diatas
phenothiazine/metokl gagal
opramide.

Penggunaan triptan parenteral DHE 8-12 jam sesudah


bisa diberikan tanpa ergot di 24 dosis terakhir dari
jam. Diulang 3xper 24 jam jika triptan
diperlukan dan tidak hilang

PENYULIT

Adanya penyakit penyerta misalnya stroke, infark miokard, epilepsi dan ansietas,
penderita hamil (efek teratogenik).

KONSULTASI

Tergantung kasus: interna, THT, mata, gigi mulut, psikiatri.

JENIS PELAYANAN

Rawat jalan, kalau perlu rawat inap

TENAGA

Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.

LAMA PERAWATAN

Tergantung kondisi klinis ( lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta dan respon
terhadap pengobatan.
TENSION-TYPE HEADACHE (TTH) (4A)

ICD : G44.2

KRITERIA DIAGNOSIS

Klinis :
a. Sekurang-kurangnya terdapat 10 episode serangan nyeri kepala.
b. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
c. Sedikitnya memiliki 2 karakteritik nyeri kepala berikut :
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Intensitas ringan atau sedang.
4. Tidak diperberat oleh aktivitas seperti berjalan atau naik tangga.
d. Tidak dijumpai :
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari keluhan : fotofobia atau fonofobia.
e. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Laboratorium : darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll (atas indikasi untuk
menyingkirkan penyebab sekunder)
Radiologi : atas indikasi (untuk menyingkirkan penyebab sekunder)
Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok Studi Nyeri
Kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari IHS (International Headached
Society).
Patologi Anatomi : -

DIAGNOSA BANDING

1. Nyeri kepala penyakit lain: TT gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi toksik,
gangguan metabolik/ elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. Nyeri kepala servikogenik.
3. Psikosomatis.

TATALAKSANA

Medikamentosa :
1. Analgetik : aspirin, asetaminofen, NSAIDs.
2. Caffein 65 mg (analgetik ajuvan).
3. Kombinasi : 325 mg aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.
4. Antidepressan : amitriptilin.
5. Antiansietas : gol. Benzodiazepin, butalbutal.
Terapi Non-farmakologis:
a. Kontrol diet.
b. Hindari faktor pencetus.
c. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin.
d. Behaviour treatment.
Terapi fisik.

PENYULIT

Rebound headache (efek paradoksikal obat analgetik), adanya penyakit penyerta


seperti ansietas, depressi yang dapat memperberat atau menyebabkan TTH.

KONSULTASI

Tergantung kasus : interna, THT, gigi mulut, psikiatrik.

JENIS PELAYANAN

Poliklinik rawat jalan.

TENAGA

Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.

LAMA PERAWATAN

Tergantung kondisi klinis.

PROGNOSIS

Baik.
VERTIGO (4A)

Definisi
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atas rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang
disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau
penyakit.
Klasifikasi:
Vestibulogenik:
a. Primer: motion sickness, benign positional paroxysmal vertigo, Meniere
disease, neuronitisvestibuler, drug-induced
b. Sekunder: migren vertebrobasiler, insufisiensi vertebrobasiler, neuroma
akustik.
Nonvestibuler: Gangguan serebellar, hiperventilasu, psikogenik, dll.

KRITERIA DIAGNOSIS
Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala subjektif (symptoms) dan
objektif (signs) dari gangguan alat keseimbangan tubuh.
Gejala subjektif
Pusing, rasa kepala ringan
Rasa terapung, terayun
Mual
Gejala objektif
Keringat dingin
Pucat
Muntah
Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan
Nistagmus
Gejala tersebut di atas dapat diperhebat/diprovokasi perubahan posisi
kepala.
Dapat disertai gejala berikut:
Kelainan THT
Kelainan Mata
Kelainan Saraf
Kelainan Kardiovaskular
Kelainan Penyakit Dalam lainnya
Kelainan Psikis
Konsumsi obat-obat ototoksik
A. Anamnesis
Bentuk vertigo: melayang, goyang berputar, dsb.
Keadaan yang memprovokasi: perubahan posis kepala dan tubuh,
keletihan, ketegangan.
Profil waktu: Akut, paroksismal, kronik.
Adanya gangguan pendengaran yang menyertai.
Penggunaan obat-obatan misalnya streptomisin, kanamisin, salisilat.
Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi,
hipotensi, penyakit paru.
Adanya nyeri kepala.
Adanya kelemahan anggota gerak.
B. Pemeriksaan fisik
Umum: Keadaan umum, anemia, tekanan darah berbaring dan tegak, nadi,
jantung, paru, abdomen.
Pemeriksaan neurologis umum:
Kesadaran
Saraf-saraf otak: visus, kampus, okulomotor, sensori di muka, otot
wajah, pendengaran, dan menelan.
C. Fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas) dam fungsi sensorik (hipestesi,
parestesi)
Pemeriksaan khusus oto-neurologis untuk menentukan lesi sentral dan perifer.
Fungsi vestibuler/serebelar
1. Tes Nylen Barany atau Dix Hallpike
2. Tes kalori
3. Tes Romberg, tandem gait, past pointing test, tes Fukuda dll.
Fungsi pendengaran
1. Tes Garputala
2. Audiometri
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, kimia darah, urin, dan
pemeriksaaan lain sesuai indikasi.
Pemeriksaan Radiologi: Foto tulang tengkorak leher, Stensvers (pada
neurinoma akustik).
Pemeriksaan neurofisiologi: elektroensefalografi (EEG),
elektromiografi (EMG).
Pemeriksaan Neuro-imaging: CT-scan kepala, pneumoensefalografi,
Transcranial Doppler.

TATALAKSANA
Terapi kausal: sesuai dengan penyebab
Terapi simptomatik:
Pengobatan simptomatik vertigo:
Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan
menekan pelepasan glutamate, menekan aktivitas NMDA spesial
channel, bekerja langsung sebagai depressor labirin): Flunarisin
(Sibelium) 3x 5-10 mg/hr
Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory-
monoaminergik dengan akibat inhibisi n.vestibularis): Cinnarizine
3x25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine) 3x50 mg/hr.
Histaminik(inhibisi neuron polisinaptik pada n. verstibularis lateralis):
Betahistine (Merislon) 3x8 mg
Fenotiazine (pada kemoreseptortrigger zone dan pusat muntah di
medulla oblongata): Chlorpromazine (largaktil): 3x25 mg/hr
Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada
n. vestibularis) 3x2-5 mg/hr
Antiepileptik: Carbamazepine (Tegretol) 3x200 mg/hr, Fenotoin
(Dilantin) 3x100 mg (bila ada tanda kelainan epilepsy dan kelainan
EEG)
Campuran obat-obat di atas
Pengobatan simptomatik otonom (mis.muntah):
Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3x10 mg/hr
Terapi rehabilitasi
Latihan visual-vestibular, Metode Brandt-Daroff, Gait exercise.

PENYULIT
Dehidrasi
Gangguan elektrolit

KONSULTASI
THT dan unit pelayanan lain yang terkait sesuai indikasi.

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
Rawat inap, terutama bila disertai muntah hebat

TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
Minimal 1 minggu

PROGNOSIS
Tergantung penyebab

MANUVER NYLEN BARANY


(HALLPIKE MANOUVRE)

Ialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo/nistagmus posisional paroksismal


dan membedakan vertigo sentral dan perifer.
Cara:

1. Penderita duduk di meja periksa kemudian disuruh cepat-cepat berbaring


terlentang dengan kepala tergantung (disanggah dengan tangan pemeriksa) di
ujung meja dan cepat-cepat kepala disuruh menengok kekiri (100-200),
pertahankan sampai 10-15 detik, lihat adanya nistagmus.
2. Kemudian kembali ke posisi duduk dan lihat adanya nistagmus (10-15 detik).
3. Ulangi pemeriksaan dengan kepala menengok ke kanan.

Hasil:
Orang normal dengan maneuver tersebut tidak timbul vertigo atau nistagmus.

Tipe Perifer Tipe Sentral

Bangkitan vertigo Lebih mendadak, Lebih lambat, konstan


intermitten

Derajat vertigo Berat Ringan

Pengaruh gerakan kepala (+) (-)

Gejala Otonom (mual, (++) (+)


muntah, keringat)

Gangguan pendengaran (+) (-)


(tinnitus, tuli)

Tanda fokal otak (-) (+)

Nistagmus Selalu ada Dapat hilang

HIPERSOMNIA
INSUFFICIENT SLEEP ( Sleep Restriction/Deprivation )

Hipersomnia karena kurang tidur, atau pembatasan tidur

KRITERIA DIAGNOSIS
A. Klinis :
1. Adanya pembatasan jumlah waktu tidur dalam sehari kurang dari 7 jam (6
jam atau kurang).
2. Mengantuk di siang harinya disertai perubahan mood dan psikomotor.
B. Laboratorium :
Tidak diperlukan
C. Radiologis :
Tidak diperlukan

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Hipersomnia sebab lain

TATA LAKSANA
A. Non Medikamentosa:
Meningkatkan waktu tidur total sampai 8 jam atau lebih.
Kadang kadang dibutuhkan perubahan pola hidup dan pekerjaan.
B. Medikamentosa:
Cara non medikamentosa biasanya berhasil, tetapi bila diperlukan obat
stimulant jangka pendek (Methylphenidate, Ritalin 5 20 mg pagi dan atau
siang hari)

PENYULIT
- Pembatas tidur parsial ( 4 6 jam per-malam), jangka pendek (kurang dari 2
minggu) menyebabkan perubahan mood dan psikomotor serta perubahan
endoktrin seperti peningkatan kadar kortisol dan resistensi insulin yang
ringan.
- Pembatasan tidur parsial yang kronis menyebabkan peningkatan angka
kematian karena penyakit jantung dan kematian pada umumnya.

KONSULTASI
Bagian Saraf
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan

TENAGA
Biasanya berlangsung jangka pendek, jarang kronis

PROGNOSIS
Baik bila diobati dengan benar
EPILEPSI (3A)

ICD G40

KRITERIA DIAGNOSIS

Klinis:

Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang berulang, yang
timbul tanpa provokasi. Sedangkan bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu
manifestasi klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal,
berlebih dan sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri.
Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya timbul intermiten dan self-limited.

Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh sekumpulan gejala
yang timbul bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan
usia saat awitan, beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa).

Klasifikasi Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1989)

I. Berhubungan dengan lokasi


1. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
a. Benign childhood epilepsy with centro-temporal spikes
b. Childhood epilepsy with occipital paroxysmal
c. Primary reading epilepsy
2. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
a. Chronic progressive epilepsia partials continua of childhood
(Kojewnikows
syndrome)
b. Syndromes characterized by seizures with spesific modes of
precipitation
c. Epilepsi lobus Temporal/Frontal/Parietal/Occipital
3. Kriptogenik
II. Umum
1. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
a. Benign neonatal familial convulsions
b. Benign neonatal convulsions
c. Benign myoclonic epilepsy in infancy
d. Childhood absence epilepsy (pyknolepsy)
e. Juvenile absence epilepsy
f. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
g. Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening
h. Others generelized idiopathic epilepsies not defined above
i. Epilepsies with seizures precipitated by spesific modes of activation
2. Kriptogenik/Simptomatik
a. West syndrome (infantile spasm, blitz Nick-Salaam Kramfe)
b. Lennox-gastaut syndromes
c. Epilepsy with myoclonic-astatic seizures
d. Epilepsy with myoclonic absence
3. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
a. Dengan etiologi yang Nonspesifik
a. Early myoclonic encephalopathy
b. Early infantile epileptic ensephalopathy with suppression burst
c. Other symptomatic generalized epilepsies not defined above
b. Sindroma spesifik
a. Bangkitan epilepsi yang disebabkan oleh penyakit lain

III. Tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum


1. Campuran bangkitan umum dan fokal
a. Neonatal seizures
b. Severe myoclonic epilepsy in infancy
c. Epilepsy with continous spike wave during slow-wave sleep
d. Acquaired epileptic aphasia (Landau-kleffner syndrome)
e. Other undetermined epilepsies
2. Campuran bangkitan umum atau fokal (sama banyak)
IV. Sindrom khusus
1. Bangkitan yang berhubungan dengan situasi
a. Febrile convulsion
b. Isolated seizures atau isolated status epilepticus
c. Seizures occuring only when there is an acute metabolic or toxic event,
due to
factors such as alcohol, drugs, eclampsia, nonketotic hyperglycemia

Klasifikasi Bangkitan Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1981)

I. Bangkitan Parsial (fokal)


A. Parsial sederhana
1. Disertai gejala motorik
2. Disertai gejala somato-sensorik
3. Disertai gejala psikis
4. Disertai gejala autonomik
B. Parsial kompleks
1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan
dengan atau
tanpa automatism
2. Parsial sederhana diikuti gangguan kesadarandengan
atau tanpa
automatism
C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder
1. Parsial sederhana menjadi umum tonik klonik
2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi
umum
tonik klonik
II. Bangkitan Umum
A. Bangkitan Lena (absence) & atypical absence
B. Bangkitan mioklonik
C. Bangkitan klonik
D. Bangkitan tonik
E. Bangkitan tonik klonik
F. Bangkitan atonik
III. Bangkitan yang tidak diklasifikasikan

Laboratorium/Pemeriksaan Penunjang:

1. EEG
2. Laboratorium: (atas indikasi)
A. Untuk penapisan dini metabolik
Perlu selalu diperiksa:
1. Kadar glukosa darah
2. Pemeriksaan elektrolit termasuk kalsium dan magnesium

Atas indikasi

1. Penapisan dini racun/toksik


2. Pemeriksaan serologis
3. Kadar vitamin dan nutient lainnya

Perlu diperiksa pada sindroma tertentu

1. Asam amino
2. Asam organik
3. NH3
4. Enzim lysosomal
5. Serum laktat
6. Serum piruvat
B. Pada kecurigaan indeksi SSP akut
Lumbal Pungsi

Radiologi

1. Computed Tomography (CT) scan kepala dengan kontras


2. Magnetic Resonance Imaging kepala
3. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) : merupakan pilihan utama untuk
epilepsi
4. Functional Magnetic Resonance Imaging
5. Positron Emission Tomography
6. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)

Gold standard
1. EEG iktal dengan subdural atau depth EEG
2. Long term video EEG monitoring

Patologi Anatomi

Hanya khas pada keadaan tertentu seperti hypocampal sclerosis dan mesial temporal
sclerosis.

DIAGNOSIS BANDING

1. Bangkitan Psychogenik
2. Gerak Involunter (tics, headnodding, paroxysmal choreoathethosis/dystonia,
bnign sleep myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll)
3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA, TGA, narkolepsi,
attention deficit)
4. Gangguan respirasi (apnea, breath holding, hiperventilasi)
5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares, confusion, sindroma
psikotik akut)
6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen)
7. Keadaan episodik dari penyakit tertentu (tetralogy speels, hydrocephalic spells,
cardiac arrhythmia, hipoglikemi, hipokalsemi, periodic paralysis, migren, dll)

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pemilohan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada bentuk bangkitan dan
sindroma epilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan kemudahan pemakaiannya.
Penggunaan terapi tunggal dan dosis tunggal menjadi pilihan utama. Kepatuhan
pasien juga ditentukan oleh harga dan efek samping OAE yang timbul

Antikovulsan Utama
1. Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari
2. Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari
3. Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari
4. Valproate : 30-80 mg/kgBB/hari

Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama dibagi dalam 3 kategori:


1. Definitely treat ( pengobatan perlu dilakukan segera)
Bila terdapat lesi struktural, seperti:
a. Tumor otak
b. AVM
c. Infeksi : seperti abses, ensefalitis herpes
Tanpa lesi struktural:
a. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
b. EEG dengan gambaran epileptik yang jelas
c. Riwayat bangkitan simptomatik
d. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP
Status epileptikus pada awitan kejang
2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan)
Pada bangkitan yang tidak dicetuskan (diprovokasi) atau tanpa disertai faktor
resiko di atas
3. Probably not treat ( walaupun pengobatan jangka pendek mungkin diperlukan)
a. Kecanduan alkohol
b. Ketergantungan obat-obatan
c. Bangkitan dengan penyakit akut (demam tinggi, dehidrasi,
hipoglikemia)
d. Bangkitan segera setelah benturan di kepala
e. Sindroma epilepsi spesifik yang ringan, seperti kejang demam, BECT
f. Bangkitan yang diprovokasi oleh kurang tidur

PEMILIGHAN OAE BERDASARKAN TIPE BANGKITAN EPILEPSI

Tipe Bangkitan OAE lini pertama OAE lini kedua

Bangkitan parsial Fenitoin, karbamazepin Acetazolamide, clobazam,


(sederhana atau
(terutama untuk CPS), clonazepam, ethosuximide,
kompleks)
asam valproat felbamate, gabapentin,
lamotrigine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
phenobarbital, pirimidone

Bangkitan umum Karbamazepine, phenitoin, Idem di atas


sekunder asam valproat

Bangkitan umum tonik Karbamazepine, phenitoin, Acetazolamide, clobazam,


klonik asam valproat, clonazepam, ethosuximide,
phenobarbital felbamate, gabapentin,
lamotrigine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
pirimidone

Bangkitan lena Asam valproat, Acetazolamide, clobazam,


ethosuximide (tidak clonazepam, lamotrigine,
tersedia di Indonesia) phenobarbital, pirimidone

Bangkitan mioklonik Asam valproat clobazam, clonazepam,


ethosuximide, lamotrigine,
phenobarbital, pirimidone,
piracetam

Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang,
tergantung dari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita pasien (Dam,
1997).penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan.

STATUS EPILEPTIKUS (3B)


(ICD G41.0)
(epilepsi Foundation of Americas Working Group on Status Epilepticus)

Adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan,
diman diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan kejang
harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu kejang.

PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS

Stadium Penatalaksanaan

Stadium I (0-10 menit) Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik


Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen,
resusitasi

Stadium II ( 0-60 menit) Memasang infus pada pembuluh darah besar


Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan lab
Pemberian OAE emergensi: Diazepam 10-20mg iv
(kecepatan pemberian 2-5 mg/menit atau rectal
dapat diulang 15 menit kemudian
Memasukkan 50cc glukosa 40% dengan atau tanpa
thiamin 250mg intravena
Menangani asidosis

Stadium III (0-60-90 menit) Menetukan etiologi


Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah
pemberian diazepam pertama, beri phenytoin iv 15-
18 mg/kgBB dengan kecepatan 50mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi

Stadium IV (30-90 menit) Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit,
transfer pasien ke icu, beri propofol (2mg/kgBB
bolus iv, diulang bila perlu) atau thiopentone (100-
250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit,
dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit_,
dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah bangkitan
klinis atau bangkitan EEG terakhir, lalu tapering off.
Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan
intrakranial, memulai pemberian OAE dosis
maintenance

Tindakan:
1. Operasi
Indikasi operasi:
a. Fokal epilepsi yang intraktabel terhadap obat-obatan
b. Sindroma epilepsi fokal dan simptomatik

Kontraindikasi:
Kontraindikasi absolut
a. Penyakit neurologik yang progresif (baik metabolik maupun degeneratif)
b. Sindroma epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi remisi dikemudian
hari

Jenis-jenis operasi:
a. Operasi reseksi: pada mesial temporal lobe, neokortikal
b. Diskoneksi: korpus kalosotomi, multiple supial transection
c. Hemispherektomi

2. Stimulasi Nervus Vagus

PENYULIT
Prognosis pengobatan pada kasus baru pada umunya baik, pada 70-80% kasus
bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama. Stetelah bangkitan
epilepsi berhenti, kemungkinan rekurensinya rendah, dan pasien dapat menghentikan
OAE.
Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut:
a. Terdapat lesi struktural otak
b. Bangkitan epilepsi parsial
c. Sindroma epilepsi berat
d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
e. Frekuensi bangkitan tonik klonik yang tinggi sebelum dimulainya pengobatan
f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris

KONSULTASI
Konsultasi : (atas indikasi)
1. Bagian Psikiatri
2. Bagian Interna
3. Bagian Anak
4. Bagian Bedah Saraf
5. Bagian Anestesi (bila pasien masuk ICU)

JENIS PELAYANAN
1. Rawat jalan
2. Rawat inap
Indikasi rawat inap:
1. Status epileptikus
2. Bangkitan berulang
3. Kasus bangkitan pertama
4. Epilepsi intraktabel

TENAGA
1. Spesialis Saraf
2. Epileptologist
3. Electro Encephalographer
4. Psychologist
5. Teknisis EEG

LAMA PERAWATAN
1. Pada kasus bukan status epileptikus : pasien dirawat sampai diagnosis dapat
ditegakkan
2. Pada status epileptikus: pasien dirawat sampai kejang dapat diatasi dan pasien
kembali ke keadaan sebelum status
STROKE

Definisi :

Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis
(defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih
dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik)
atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke perdarahan).

Pembagian Stroke
1. Etiologi :
1.1. Infark : aterombotik, kardioembolik, lakunar
1.2. Perdarahan : Perdarahan Intra Serebral, Perdarahan Subarachnoid,
Perdarahan Intrakranial et causa AVM
2. Lokasi :
2.1. Sistem Karotis
2.2. Sistem Vertebrobasiler
Dasar Diagnosis :
1. Anamnesa dari pasien, keluarga atau pembawa pasien
2. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale/kwantitas/kwalitas), tanda
vital,
status generalis, status neurologis.
3. Alat Bantu Scoring (skala) :
Siriraj Stroke Score (SSS), Algoritme Stroke Gajah Mada (ASGM).
4. Pemeriksaan Penunjang :
Pungsi lumbal (bila neuroimajing tidak tersedia).
Neuroimejing : CT Scan, MRI, MRA, Angiografi, DSA.

KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Anamnesis :
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, kesadaran
baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah/tidak, riwayat hipertensi (faktor risiko
strok lainnya), lamanya (onset), serangan pertama/ulang.
Pemeriksaan Fisik (Neurologis dan Umum) :
Ada defisit neurologis, hipertensi/hipotensi/normotensi.

Pemeriksaan Penunjang

Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan paska stroke, resiko pemeriksaan,
biaya, kenyamanan pemeriksaan penunjang.

Tujuan : Menbantu menentukan diagnosa, diagnosa banding, faktor risiko,


komplikasi, prognosa, dan pengobatan.

Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), Gula Darah Sewaktu (GDS),
Fungsi Ginjal (Ureum, Kreatinin dan Asam Urat), Fungsi Hati (SGOT dan SGPT),
Protein darah (Albumin, Globulin), Hemostasis, Profil Lipid (Kolesterol, Trigliserida,
HDL, LDL), Homosistein, Analisa Gas Darah dan Elektrolit. Jika perlu pemeriksaan
cairan serebrospinal.

Radiologis

Pemeriksaan Rontgen dada untuk melihat ada tidaknya infeksi paru maupun
kelainan jantung
Brain CT Scan tanpa kontras (Golden Standard)
MRI Kepala

Pemeriksaan Penunjang lain :

EKG
Echocardiography ( TTE dan atau TEE)
Carotid Doppler (USG Carotis)
Transcranial Doppler (TCD)

Golden Standard / Baku Emas

CT Scan Kepala tanpa kontra

DIAGNOSIS BANDING

1. Ensefalopati toksik atau metabolik


2. Kelainan non neurologis / fungsional ( contoh : kelainan jiwa)
3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todds
4. Migren hemiplegic
5. Lesi struktural intracranial (hematoma subdural, tumor otak, AVM)
6. Infeksi ensefalitis, abses otak
7. Trauma kepala
8. Ensefalopati hipertensif
9. Sklerosis multiple

PENATALAKSANAAN / TERAPI
Penatalaksanaan Umum
1. Umum :
Ditujukan terhadap fungsi vital: paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan
eletrolit dan cairan, gizi, higiene.
2. Khusus :
Pencegahan dan pengobatan komplikasi
Rehabilitasi
Pencegahan Stroke : tindakan promotif, primer dan sekunder.

Penatalaksanaan Khusus
1. Stroke iskemik / infark :
- Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol
- Trombotik : rt-PA (harus memenuhi kriteria inklusi)
- Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid, (untuk stroke emboli)
(Guidelines stroke 2004)
2. Perdarahan subarachnoid :
- Antivasospasme : Nimodipin
- Neuroprotektan
3. Perdarahan Intraserebral :
Konservatif :
- Memperbaiki faal hemostasis (bila ada gangguan faal hemostasis)
- Mencegah/mengatasi vasospasme otak akibat perdarahan : Nimodipine
- Neuroprotektan
Operatif :
Dilakukan pada kasus yang indikatif /memungkinkan :
- Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter > 3cm pada fossa posterior
- Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda peninggian TIK akut dan
ancaman
herniasi otak
- Perdarahan serebellum
- Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum
- GCS >7
Terapi komplikasi :
- Antiedema : Larutan Manitol 20%
- Antibiotika, Antidepressan, Antikonvulsan, : atas indikasi
- Anti trombosis vena dalam dan emboli paru
Penatalaksanaan Faktor Risiko :
- Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (guidelines
stroke 2004)
- Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (guidelines
stroke 2004)
- Antidislipidemia : atas indikasi

Terapi Nonfarmaka
- Operatif
- Phlebotomi
- Neuroestorasi (dalam fase akut) dan Rehabili Medik
- Edukasi

Komplikasi / Penyulit :
Fase Akut :
- Neurologis:
Stroke susulan
Edema Otak
Infark Berdarah
Hidrosefalus
- Non Neurologis :
Hipertensif / hiperglikemia
Edema Paru
Gangguan Jantung
Infeksi
Gangguan Keseimbangan
Fase Lanjut :
- Neurologis : gangguan fungsi luhur
- Non neurologi :
Kontraktur
Dekubitus
Infeksi
Depresi

KONSULTASI
- Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Ginjal/Hipertensi, Endokrin),
Kardiologi bila ada kelainan organ terkait
- Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemorhagis yang perlu dioperasi
(aneurisma, SVM, evakuasi hematom)
- Gizi
- Rehabilitasi medik (setelah dilakukan prosedur Neurorestorasi dalam 3
bulan pertama pasca onset)

JENIS PELAYANAN
Rawat inap : Stroke Corner, Stroke Unit atau Neurologic High Care Unit
pada fase akut
Rawat jalan pasca fase akut

TENAGA STANDAR
Dokter Spesialis Saraf, Dokter umum, Perawat, Terapis

LAMA PERAWATAN
Stroke perdarahan : rata-rata 3-4 minggu (tergantung keadaan umum
penderita)
Stroke iskemik : 2 minggu bila tidak ada penyulit / penyakit lain

PROGNOSIS
Ad vitam
Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul
Ad Functionam
Penilaian dengan parameter :
- Activity Daily Living (Barthel Index)
- NIH Stroke Scale (NIHSS)
Risiko kecacatan dan ketergantungan fisik / kognitif setelah 1 tahun : 20% - 30%

SEREBRITIS & ABSES OTAK

DEFINISI/ETIOLOGI

Penumpukan material piogenik yang terlokalisir di dalam / di antara parenkim


otak.
Etiologi :
- Bakteri ( yang sering) : Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, S. Beta
hemolitikus, S. Alfa hemolitikus, E. Coli, Bacteroides.
- Jamur : N. Asteroids, spesies candida, aspergillus.
- Parasit (jarang) : E. Histolitika, cystecircosis, schistosomiasis.

Patogenesis
Mikroorganisme (MO mencapai parenkim otak melalui) :
- Hematogen : dari suatu tempat infeksi yang jauh
- Perluasan di sekitar otak : sinusitis frontalis, otitis media
- Trauma tembus kepala/operasi otak
- Komplikasi dari kardiopulmoner, meningitis piogenik
- 20% kasus tak diketahui sumber infeksinya

Lokasi :
- Hematogen paling sering pada substansia alba dan grisea
- Perkontinutatum : daerah yang dekat dengan permukaan otak

Sifat :

- Dapat soliter atau multiple. Yang multiple sering pada jantung bawaan sianotik
karena ada shunt kanan ke kiri

Tahap-tahap :

- Awal : Reaksi radang yang difus pada jaringan otak (infiltrat leukosit, edema,
perlunakan dan kongesti) kadang disertai dengan bintik-bintik perdarahan
- Beberapa hari-minggu : Nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk rongga abses. Astroglia, fibroblas, makrofag mengelilingi jaringan
yang nekrotik sehingga terbentuk abses yang tidak berbatas tegas
- Tahap lanjut : Fibrosis yang progresif sehingga terbentuk kapsul dengan
dinding yang konsentris

Stadium :
- Serebritis dini (hari I-III)
- Serebritis lanjut (hari IV-IX)
- Serebritis kapsul dini (hari X-XIII)
- Serebritis kapsul lanjut (hari > XIV hari)

KRITERIA DIAGNOSIS


Gambaran kliniknya tidak khas, kriteria terdapat tanda infeksi + TIK khas bila
terdapat trias : gejala infeksi + TIK + tanda neurologik fokal

Darah rutin : 50-60% didapati leukositosis 10.000-20.000/ cm2
70-95% LED meningkat
LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas
Radiologi :
- Foto polos kepala biasanya normal
- CT Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras bila abses berdiameter
>10mm
- Angiografi
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin (leukosit, LED)
LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas
Rontgen : foto polos kepala, CT Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras,
atau angiografi.

DIAGNOSIS BANDING
Space Occupying lesion lainnya (metastase tumor, glioblastoma)
Meningitis

TATALAKSANA
Prinsipnya menghilangkan fokus infeksi dan efek massa
Kausal :
- Ampisilin 2 gr/6 jam iv (200-400 mg/kgBB/hari selama 2 minggu)
- Kloramfenikol 1 gr/6 jam iv selama 2 minggu
- Metronidazole 500 mg/8 jam iv selama 2 minggu
- Anti edema : dexamethason / manitol
- Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter 2 cm

PENYULIT
Herniasi
Hidrosefalus Obstruktif
Koma

KONSULTASI
Bedah Saraf

TEMPAT PELAYANAN
Perawatan di RS A atau B

TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
Minimal 6 minggu

PROGNOSIS
Sembuh, sembuh + cacat, atau meninggal
Prognosis : tergantung dari : umur penderita, lokasi abses dan sifat absesnya.

MENINGITIS TUBERKULOSA (3B)

DEFINISI ETIOLOGI
Meningitis tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai selaput otak yang
disebabkan oleh kuman tuberkulosa

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Didahului oleh gejala prodormal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah,
demam subfebris, disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran,
onset subakut, riwayat penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung
Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda rangsangan meningeal berupa kaku kuduk dan tanda lasegue dan
kernig
Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda


peninggian tekanan intrakranial), pemeriksaan darah rutin, kimia, elektrolit
Pemeriksaan Sputum BTA (+)
Pemeriksaan Radiologik
- Foto polos paru
- CT Scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi lumbal bila
dijumpai peninggian tekanan intrakranial
Pemeriksaan penunjang lain :
- IgG anti TB (untuk mendapatkan antigen bakteri diperiksa counter-
immunoelectrophoresis, radioimmunoassay, atau teknik ELISA).
- PCR

Pada pemeriksaan Laboratorium :


Pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial)
Pelikel (+) / Cobweb Appearance (+)
Pleiositosis 50-500/ mm3, dominan sel mononuclear, protein meningkat 100-
200 mg%, glukosa menurun <50%-60% dari GDS, kadar laktat, kadar asam
amino, bakteriologis Ziehl Nielsen (+), Kultur BTA (+).
Pemeriksaan penunjang lain seperti IgG anti-TB atau PCR

DIAGNOSIS BANDING
Meningoensefalitis karena virus
Meningitis bakterial yang pengobatannya tidak sempurna
Meningitis oleh karena infeksi jamur / parasit ( Cryptococcus neofarmans atau
Toxoplasma gondii), Sarkoid meningitis
Tekanan selaput yang difus oleh sel ganas, termasuk karsinoma, limfoma,
leukemia, glioma, melanoma, dan meduloblastoma

TATALAKSANA
Umum
Terapi kausal : Kombinasi Obat Anti Tuberkulosa (OAT)
o INH
o Pyrazinamida
o Rifampisin
o Etambutol
Kortikosteroid

PENYULIT / KOMPLIKASI
Hidrosefalus
Kelumpuhan saraf kranial
Iskemi dan infark pada otak dan mielum
Epilepsi
SIADH
Retardasi Mental
Atrofi nervus optikus

KONSULTASI
Bedah saraf

JENIS PELAYANAN
Rawat Inap

TENAGA STANDAR
Dokter spesialis saraf, dokter umum, perawat
LAMA PERAWATAN
Minimal 3 minggu, tergantung respon pengobatan

PROGNOSIS

Meningitis tuberkulosis sembuh lambat dan umumnya meninggalkan sekuele


neurologis
Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat atau meninggal
RABIES (3B)
ICD A 82

DEFINISI/ETIOLOGI
Rabies adalah penyakit peradangan akut SSP oleh virus rabies, bermanifestasi sebagai
kelainan neurologi yang umumnya berakhir dengan kematian

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Penderita mempunyai riwayat tergigi tercakar atau kontak dengan anjing, kucing atau
binatang lainnya yang:
- Positif rabies (hasil pemeriksaan otak hewan tersangka)
- Mati dalam waktu 10 hari sejak menggigit (bukan dibunuh)
- Tak dapat diobservasi setelah mengigit (dibunuh, lari, dan sebagainya)
- Tersangka rabies (hewan berubah sifat, malas makan, dll)

Gambaran Klinik
- Stadium prodromal (2-10 hari)
Sakit dan rasa kesemutan di sekitar luka gigitan (tanda awal rabies), sakit
kepala, lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas, agitasi
- Stadium kelainan neurologis (2-7 hari)
o Bentuk spastik: peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot faring
dan esofagus, kejang, aerofobia, hidrofobia, kaku kuduk, delirium,
semikoma, meninggal setelah 3-5 hari
o Bentuk dimensia
o Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak, dapat
melakukan tindakan kekerasan, koma, mati
o Bentuk paralitik (7-10 hari)
- Gejala tidak khas, penderita meninggal sebelum diagnosis tegak, terdapat
monoplegi atau paraplegi flaksis, gejala bulbar, kematian karena kelelahan
otot napas.

Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium: leucosis, hematokrit, Hb, Albumin urine, dan
leukosit urin, Likuor Serebrospinal bila perlu
- Pemeriksaan radiologik: Dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala untuk
menyingkirkan kausa lain
- Pemeriksaan penunjang lain: tidak ada
Menunjang diagnosis bila ditemukan:
- Darah
o Leukosit : 8.000 13.000/mm3
o Hematokrit : berkurang
o Hb : berkurang
- Urine
o Albuminuria
o Sedikit leukosit
- CSF: Protein dan sel normal atau sedikit meninggi

DIAGNOSIS BANDING
- Intoksikasi obat-obatan
- Ensefalitis
- Tetanus
- Histerikal pseudorabies
- Poliomyelitis

TERAPI
- Bila sudah timbul gejala prodromal prognosis infaust dalam 3 hari
- Terapi hanya bersifat simptomatik dan supportif (infus dextrose, antikejang)
- Vaksin antirabies/serum antirabies: tidak diperlukan

PENYULIT
Dehidrasi, gagal nafas

KONSULTASI
Anestesi

JENIS PELAYANAN
Perawatan RS diperlukan untuk menenangkan pasien
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
Dirawat di kamar isolasi 1-10 hari (umumnya penderita meniggal dalam 1-2 hari
perawatan)

PROGNOSIS
Infaust/meninggal dunia

PENATALAKSAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN


TERSANGKA DAN POSITIF RABIES:
KRITERIA TERSANGKA RABIES SEBAGAI BERIKUT:
1. Anjing/hewan yang meniggigit terbukti secara laboratorium adalah positif
rabies
2. Anjing atau hewan yang menggigit mati dalam waktu 5-10 hari
3. Anjing atau hewan yang menggigit menghilang atau terbunuh
4. Anjing atau hewan yang menggigit dengan gejala rabies
Catatan:
1. Penyuntikan dilakukan secara lengkap bila:
a. Anjing atau hewan yang menggigit positif rabies
b. Hewan atau Anjing liar atau gila yang tidak dapat diobservasi atau
hewan tersebut dibunuh
2. Penyuntikan VAR tidak dilanjutkan apabila hewan atau anjing yang menggigit
penderita tetap sehat selama diobservasi sampai dengan 10 hari.
3. Petugas harus memakai sarung tangan, pakaian, dan masker.
4. Dokter/perawat harus terlebih dahulu memberikan penjelasan secukupnya
tentang jumlah kali pemberian vaksin antirabies (VAR)/serum antirabes
(SAR), termasuk manfaat maupun efek samping yang mungkin timbul.
5. Sebelum dilakukan vaksinasi dengan VAR/SAR terhadap penderita terlebih
dahulu dimintai persetujuan dari penderita maupun keluarga terdekat penderita
atas pemberian VAR/SAR tersebut. Dalam hal ini penderita atau keluarga
terdekat penderita harus menandatangani surat persetujuan (imformed
consent) disaksikan oleh dua orang saksi termasuk dokter/perawat.

PENATALAKSAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN


TERSANGKA DAN POSITIF RABIES
No Indikasi Tindakan Jenis VAR + Booster Keterangan
Dosis
1. Luka Gigitan 1. Dicuci dengan ----- ----- Menunda
air sabun penjahitan
(detergen) 5-10 luka, jika
menit kemudian penjahitan
dibila dengan air diperlukan
bersih gunakan anti
2. Alcohol 40-70% serum lokal
3. Berikan yodium, Bila
betadin solusio diindikasika
atau senyawa n dapat
ammonium diberikan
kuartener 0,1% toxoid
4. Penyuntikan
tetanus,
VAR secara
antibiotic,
infiltrasi
anti
sekeliling luka
inflamasi,
dan
analgetik
2. Kontak, tetapi ---- ---- ---- ----
tanpa lesi,
kontak tak
langsung, tak
ada kontak
3. Menjilat kulit, Berikan VAR Imovax atau --- Dosis untuk
garukan atau verorab 0,5 semua umur
abrasi kulit, Hari 0: 2x ml deltoideus sama
gigitan kecil suntikan IM kiri dan 0,5
(daerah ml deltoideus
tertutup), Hari 7: 1x kanan
lengan, badan suntikan IM
dan tungkai 0,5 ml
deltoideus
Hari 21: 1x kiri atau
suntikan IM kanan

O,5 ml
deltoideus
kiri atau
kanan

4. Menjilat SAR Imovag


mukosa, luka dosis Rabies
gigitan besar disuntukan secara
atau dalam, infiltrate disekitar 20 IU/kgBB
multiple, luka luka
pada muka, dosis yang sisa
kepala, leher, disuntikan IM di
jari tangan, region glutea Hari 90:
jari kaki Imovag, 0,5 ml/
VAR verorab IM
Sesua poin 3A dan deltoid
B kiri atau
kanan
5. Kasus gigitan Berikan VAR hari Imovag, --- 0,5 ml IM
ulang 0 verorab deltoideus
A .Kurang dari SMBV Umur < 3 thn
1 tahun 0,1 ml IC
flexor lengan
bawah
Umur >3 thn
B. Lebih dari 1 0,25 ml IC
tahun Imovax, flexor lengan
Verorab, bawah
Berikan SAR + SMBV,
VAR secara Imogam
lengkap rabies Sesuai poin 1,
3, 4, 5
6. Bila ada reaksi Berikan anti
penyuntikan: histamine sistemik
reaksi lokal, atau lokal
kemerahan, Tidak boleh
gatal, diberikan
pembengkakan kortikesteroid
7. Bila timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoencefalitis
Th/ - kortikosteroid dosis tinggi
SINDROMA GUILLAIN BARRE

KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis:
Kelemahan ascenden dan simetris
Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan
otot proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal kelemahan otot trunkal,
bulbar, dan otot pernafasan juga terjadi.
Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegia dan
gangguan nafas.
Puncak deficit dicapai 4 minggu.
Recovery biasanya dimulai 2-4 minggu
Gangguan sensorik biasanya ringan
Gangguan sensorik bisa parasthesi, baal atau sensasi sejenis
Gangguan N. cranialis bisa terjadi: facial drop, diplopia, disartria, disfagia
Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai
Gangguan otonom dari takikardia, bradikardia, flushing paroxysmal,
hipertensi ortostastik, dan anhidrosis.
Retensio urin dan ileus paralitik
Gangguan pernafasan:
Dyspnoe
Nafas pendek
Sulit menelan
Bicara serak
Gagal nafas

Pemeriksaan Fisik:
Kelemahan N. cranialis VII, VI, III, V, IX, X
Kelemahan ekstremitas bawah, ascenden, asimetris upper extremitas, facial
Reflex: absen atau hiporefleksi
Refleks patologis

Penunjang:
Laboratorium:
LCS:
Disosiasi sitoalbumin
Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa
peningkatan dari sel < 10 lymposit/mm3
Hitung jenis dan panel metabolik tidak begitu bernilai
Peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV/micoplasma membantu
penegakan etiologi. Untuk manfaat epidemiologi
Antibodi glycolipid
Antibodi GMI
Ro: CT/MRI untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati
EMG

DIAGNOSIS BANDING
Polineuropati terutama karena defisiensi metabolik
Tetraparesis penyebab lain
Hipokalemia
Miasthenia gravis

TATALAKSANA
Tidak ada drug of choice
Waspadai memburuknya perjalanan klinis dan gangguan pernafasan
Bila ada gangguan pernafasan rawat ICU
Roborantia saraf parenteral
Perlu NGT bila kesulitan mengunyah/menelan
Kortikosteroid masih controversial, bila terjadi paralisis otot berat maka perlu
kortkosteroid dosis tinggi
Plasmafaresis beberapa pasien memberi manfaat yang besar terutama kasus
akut
Plasma 200-250 ml/kgBB dalam 4-6x pemberian sehingga waktu sehari
diganti cairan kombinasi garam +5% albumin
Imunoglobulin intravena (expert consensus): IVIG direkomendasikan untuk
terapi GBS 0,4 g/kgBB/tiap hari untuk 5 hari berturut-turut ternyata sama
efektifnya dengan penggantian plasma. Expert consensus merekomendasikan
IVIG sebagai pengobatan GBS

PENYULIT
Gangguan otot pernafasan respiratory failure
Konsultasi: IPD, anastesi, paru
Jenis pelayanan: Urgent & emergency
Lama perawatan: 2-4 minggu
MIASTENIA GRAVIS

ICD G 70.7

KRITERIA DIAGNOSIS

Klinis:
Kelemahan/kelumpuhan otot yang tidak berhubungan dengan kelemahan secara
umum.
2/3 pasien: Gangguan gerak bola mata, ptosis, diplopia
1/6 pasien: Kelemahan otot farings, kesulitan mengunyah, menelan, dan berbicara
10%:
- Kelemahan ekstremitas
- Kelemahan otot ringan pagi hari dan memberat jika siang, seiring aktivitas
- Kelemahan bersifat progresif
- Setelah 15-20 tahun kelumpuhan menetap
- Faktor yang memperparah gejala:
Emosi, infeksi viral, hypothyreodenasi, kehamilan, panas, obat transmisi
neuromuscular
- Pemeriksaan pita suara
Penunjang:
Laboratorium:
- Pemeriksaan edrophonium chloride (Tensilon)
- Antibodi terhadap acetylcholine receptor (AchR)
Penunjang:
1. Repetitive Nerve Stimulation
2. Simple filter EMG
Gold standard : -
Radiologis :-

DIAGNOSIS BANDING
- Histeria
- Multiple Sclerosis
- Symptomatic myasthenia
- Syndroma moebius
- Cholinergic crisis

TATALAKSANA
- Cholinesterase (CHE) inhibitor menurunkan hidrolisis enzim Ach, pada sinap
cholinergic ChE, kemungkinan menyembuhkan pasien miastenia gravis lebih
besar dari yang lain. Pyrido stigmunobromide (Mestinon) dan Neustigramin
Bromide (Prostigmin). Tidak ada penetapan dosis tertentu, kebutuhan CHE
inhibitor sangat bervariatif
- Thymectomy: Pasien MG dianjurkan thymectomy. Respon yang diharapkan
muncul 2-5 tahun post op. Thymectomy pada usia > 60 tahun jarang menunjukkan
kesembuhan
- Kortikosteroid: Prednison 1,5-2 mg/kgBB
PENYAKIT PARKINSON (ICD: G 20)

DEFINISI :

PENYAKIT PARKINSON : adalah bagian dari parkinsonism yang patologis ditandai


dengan degenerasi gangglia basalis terutama di pars comacta substansia nigra disertai
dengan inklusi sitoplastik eosinofilik (Lewys bodies)

PARKINSONISM : adalah sindroma yang ditandai dengan tremor waktu istirahat,


rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan dopamine
karena beberapa sebab.

KRITERIA DIAGNOSIS :

A. KLINIS :
Umum :
- Gejala dimulai pada satu sisi (hemiparkinson).
- Tremor pada saat istirahat.
- Tidak dapat didapatkan gejala neurologis lain.
- Tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologis.
- Perkembangan penyakit lambat.
- Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
- Refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit
Khusus :
- Tremor : laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat.
- Rigiditas.
- Akinesia/ bradikinesia
o Kedipan mata berkurang
o Wajah seperti topeng
o Hipotonia
o Hipersalivasi
o Takikinesia
o Tulisan semakin kecil-kecil
o Cara berjalan langkah kecil-kecil
- Hilangnya refleks postural
- Gambaran motik lain :
o Distonia
o Rasa kaku
o Sulit memulai gerak
o Palilalia

Perjalanan klinis penyakit Parkinson dilihata berdasarkan tahapan menurut Hoehn dan
Yahr
1. Stadium I :
- Gejala dan tanda pada satu sisi
- Gejala ringan
- Gejala yang timbul mengganggu tapi tidak menimbulkan cacat
- Tremor pada satu anggota gerak
- Gejala awal dapat dikenali orang terdekat
2. Stadium II :
- Gejala bilateral
- Terjadi kecacatan minimal
- Sikap/ cara berjalan terganggu
3. Stadium III :
- Gerakan tubuh nyata lambat diri
- Gangguan keseimbangan saat berjalan/berdiri
- Disfungsi umum sedang
4. Stadium IV :
- Gejala lebih berat
- Keterbatasan jarak berjalan
- Rigiditas dan bradikinesia
- Tidak mampu mandiri
- Tremor berukarang
5. Stadium V :
- Stadium kakesia
- Kecacatan kompleks
- Tidak mampu berdiri dan berjalan
- Memerlukan perawatan tetap

LABORATORIUM : tidak ada.

RADIOLOGIS : CT Scan kepala untuk menyingkirkan kausa lain.

GOLD STANDARD : tidak ada.

PATOLOGI ANATOMI : degenerasi ganglia basalis terutama di substansia


nigra pars compacta dan adanya Lewys bodies.

Anda mungkin juga menyukai