Anda di halaman 1dari 69

PEDOMAN PELAYANAN

EMERGENCY DEPARTMENT
Edisi 1 - 2013

SILOAM HOSPITALS GROUP


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya buku Siloam
Emergency Department Guidelines ini. Adapun tujuan dibuatnya buku ini adalah untuk
kepentingan standarisasi Emergency Department (ED) seluruh unit Siloam Hospitals.
Buku ini berisi tentang pedoman yang diperlukan dalam merancang dan menjalankan
sebuah ED pada umumnya, dan khususnya untuk ED Siloam Hospitals, mulai dari
dasar-dasar hukum penyelenggaraan, struktur organisasi, aspek sumber daya manusia,
pedoman perencanaan bangunan dan pengadaan fasilitas, perlengkapan maupun
sistemnya, penjelasan mengenai alur pasien ED, kebijakan tarif dan SOP yang berlaku
di Siloam Hospitals, juga dari segi Quality & Risk, hingga aspek etika, medikolegal,
hingga pemasaran dan media handling.

Besar harapan kami agar buku ini dapat menjadi panduan bagi seluruh pihak yang
berkontribusi dalam operasional ED di setiap unit Siloam Hospitals, sehingga proses
standarisasi ini dapat terwujud dengan baik.

Terima kasih yang sebesar-besarnya, kami haturkan kepada seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam menyusun buku ini. Kami pun mengharapkan masukan maupun
kritik dari seluruh pihak untuk menyempurnakan buku ini demi kemajuan ED Siloam
Hospitals dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Indonesia.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 6

1.1 Latar Belakang 6

1.2 Tujuan Pedoman 6

1.2.1 Tujuan Umum 6

1.2.2 Tujuan Khusus 6

1.3 Sasaran Pedoman 7

1.4 Ruang Lingkup Pelayanan 7

1.5 Batasan Operasional Pelayanan 7

1.6 Landasan Hukum 8

BAB II STANDAR KETENAGAAN 9

2.1 Gambaran Umum 9

2.2 Struktur Organisasi 10

2.3 Kualifikasi Sumber Daya Manusia 10

2.4 Tugas dan Tanggung Jawab 11

2.4.1 Head of ED 11

2.4.2 RMO In-charge 12

2.4.3 RMO 13

2.4.4 Head Nurse 14

2.4.5 Perawat Pelaksana 17

2.4.6 Ward clerk / HCA 20

2.4.7 Ambulance Driver 22

2.5 Distribusi Ketenagaan 24

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 3


2.5.1 Tenaga Perawat/HCA/Driver 24

2.5.2 RMO 24

2.5.3 Dokter Spesialis 24

BAB III STANDAR FASILITAS 27

3.1 Fasilitas dan Perlengkapan 27

3.1.1 Pendahuluan 27

3.1.2 Major Space Determinants 28

3.1.3 Functional Relationships 29

3.1.4 Rancang Bangun 30

3.1.5 Area Penerimaan/Triage 37

3.1.6 Essential Clinical Areas 38

3.1.7 Ruang Tunggu 45

3.1.8 Area Registrasi 46

3.1.9 Ruang Tutorial (Hanya untuk Siloam Tipe A) 47

3.1.10 Area Administrasi 47

3.1.11 Area Penunjang Klinis 48

3.1.12 Fasilitas Staf 49

3.1.13 Keamanan 49

3.2 Ambulans 50

BAB IV TATA LAKSANA LAYANAN 52

4.1 Jenis Pelayanan 52

4.2 Alur Pelayanan 52

4.3 Daftar SOP yang Digunakan di ED 53

4.4 Daftar Formulir yang Digunakan di ED 53

4.5 Kebijakan Tarif Layanan ED 54

4.6 Etika dan Medikolegal 56

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 4


4.6.1 Informed Consent 56

4.6.2 Bioetika 57

4.6.3 Medikolegal 60

BAB V KESELAMATAN PASIEN 63

BAB VI PENGENDALIAN MUTU 65

6.1 Indikator Mutu 65

6.1.1 Indikator Mutu Pelayanan dan Fasilitas 65

6.1.2 Indikator Mutu Pelayanan Klinis 65

6.1.3 Indikator Mutu Pengembangan dan Pelatihan 66

6.1.4 Indikator Mutu Sumber Daya Manusia 66

6.2 Manajemen Insiden dan Risiko 66

BAB VII LAPORAN 68

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 5


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah Sakit (RS) adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.

Dalam memenuhi fungsinya dalam memberikan pelayanan gawat darurat, RS


berkewajiban untuk:
 Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya.
 Memberikan pelayanan gawat darurat tanpa meminta uang muka.
 Memberikan pelayanan ambulans gratis (untuk pasien tidak mampu).
 Memberikan pelayanan korban bencana dan Kejadian Luar Biasa (KLB).
 Memprioritaskan penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan
bagi pasien dalam keadaan darurat.
 Tidak menolak pasien.

1.2 Tujuan Pedoman


1.2.1 Tujuan Umum

Menjadi bahan acuan penyelenggaran Emergency Department Siloam


Hospitals.

1.2.2 Tujuan Khusus

Memastikan pelayanan Emergency Department Siloam Hospitals


berjalan secara efektif dan efisien.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 6


1.3 Sasaran Pedoman

 Direksi HO Siloam Hospitals


 CEO dan Hospital Director
 Head of Division dan Head of Department
 RMO
 Pimpinan Keperawatan
 Perawat Pelaksana

1.4 Ruang Lingkup Pelayanan

Emergency Department Siloam Hospitals memiliki fasilitas pelayanan yang


komprehensif dalam memenuhi kebutuhan pasien seperti:
 24/7 Pelayanan gawat darurat
 24/7 Siloam Ambulance Center
 24/7 Dokter ED berpengalaman
 24/7 Perawat ED berkualitas dan terlatih
 24/7 Pelayanan Radiologi
 24/7 Pelayanan Farmasi
 24/7 Laboratorium

1.5 Batasan Operasional Pelayanan

Emergency Department Siloam Hospitals memberikan pelayanan dalam


penanggulangan penderita di tempat kejadian, pelayanan gawat darurat 24 jam
untuk setiap pasien yang datang dengan kasus stroke, jatung, kecelakaan, atau
keadaan gawat darurat lainnya, serta memberikan pelayanan transportasi gawat
darurat dari tempat kejadian ke sarana kesehatan yang lebih memadai.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 7


1.6 Landasan Hukum

 Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan


 Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
 Undang-Undang RI No. 29 tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran
 Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
 Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
 Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 8


BAB II
STANDAR KETENAGAAN

2.1 Gambaran Umum

Emergency Department (ED) dipimpin oleh seorang Kepala Departemen sebagai


penanggung jawab operasional yang akan melapor pada Head of Ancillary
Services dan Medical Affair Division.

Sebuah ED dapat berfungsi dengan tersedianya tenaga kerja yang memadai dari
segi jumlah dan segi kompetensi, antara lain:
 Head of ED
 RMO ED
 Head Nurse
 Staff Nurse
 Ward clerk/HCA
 Ambulance Driver

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 9


2.2 Struktur Organisasi

2.3 Kualifikasi Sumber Daya Manusia

No. Jabatan Kualifikasi


1. Head of ED  Dokter spesialis kelompok bedah dan masih
aktif/Dokter spesialis Emergensi/RMO
Senior.
 Pengalaman minimal 5 tahun sebagai dokter
bedah/sebagai RMO.
2. RMO ED  Dokter umum yang telah mengikuti dan
lulus pelatihan PPGD/ATLS/ACLS.

3. Head Nurse  Pendidikan min. D3 Keperawatan.


 Pengalaman min. 5 tahun di ED.
 Telah mengikuti pelatihan/seminar
PPGD/BLS/EMT/ACLS.
4. Nurse  Perawat yang telah mengikuti
pelatihan/seminar PPGD/BLS/EMT/ACLS.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 10


5. Wardclerk/HCA  Pendidikan min. SMA/D3.
 Telah mengikuti pelatihan BLS.

6. Ambulance driver  Pendidikan min. SMA/D3.


 Telah mengikuti pelatihan BLS.

2.4 Tugas dan Tanggung Jawab

Dalam menjalankan tugasnya, masing-masing staff ED memiliki tugas dan


tanggung jawab sebagai berikut:

2.4.1 Head of ED

 Memiliki wewenang untuk:


- Mengambil keputusan sesuai dengan kebijakan Rumah sakit.
- Memonitor staff ED dalam aktifitas sehari-hari.
- Memberikan pengarahan dan petunjuk dalam meningkatkan
pelayanan di ED.
 Mengkoordinir serta memantau terlaksananya standard prosedur
tindakan di ED.
 Mengkoordinir pengaturan jadwal jaga dokter dan staff ED.
 Bertanggung jawab dan mengkoordinir layanan ambulans ED.
 Mengkoordinir dan mengembangkan penyediaan sarana komunikasi
yang efektif.
 Mengkoordinir/bekerja sama dengan bagian keuangan dan pihak
asuransi untuk pembiayaan penderita gawat darurat.
 Mengkoordinir serta mengawasi penggunaan obat-obatan dan
peralatan di ED.
 Mengkoordinir / bekerja sama dengan bagian rekam medis atas
terselenggaranya dan terpeliharanya pencatatan atau dokumentasi
pasien di ED.
 Mengontrol dan mengevaluasi secara berkesinambungan anggaran
biaya operasional ED.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 11


 Melakukan pembinaan dan pengembangan serta menyusun rencana
program pendidikan dan latihan dokter/staff ED melalui kerja sama
dengan bagian pendidikan dan pelatihan (Training and Education
Department).
 Memberikan appraisal tahunan

2.4.2 RMO In-charge

 Mengkoordinir serta memantau terlaksananya standar prosedur /


tindakan di ED terhadap seluruh staff yang bertugas termasuk RMO,
perawat, HCA, pengemudi ambulans dan petugas lainnya.
 Membantu Medical Services (MS) dalam pengaturan jadwal jaga di
ED, dokter spesialis (On Call) dan staff ED.
 Bertanggung jawab dan mengkoordinir layanan ambulans ED dan
pelayanan Medivac baik udara/darat.
 Bersama MS dalam pengaturan Tim Medical Evacuation, dan
bertanggung jawab mengkoordinir keberlangsungan Evakuasi mulai
dari:
- Mendapatkan informasi medis dari dokter yang merawat
pasien/yang mewakili dan dilanjutkan ke dokter yang dituju.
- Persiapan kelengkapan alat-alat, obat-obatan yang diperlukan
sesuai kondisi pasien sejak tim evakuasi berangkat
meninggalkan RS Siloam hingga kembali lagi ke RS Siloam.
 Bertanggung jawab terhadap alur pasien rujukan baik pasien dari RS
Siloam atau pasien dari luar RS Siloam.
 Mengkoordinir panggilan pelayanan Call Center.
 Mengkoordinir dan mengembangkan penyediaan sarana komunikasi
yang efektif.
 Mengkoordinir serta mengawasi penggunaan obat-obatan dan
peralatan di ED sehari-hari.
 Memberikan pengarahan dan petunjuk dalam meningkatkan
pelayanan di ED.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 12


2.4.3 RMO

 Bertanggung jawab dan harus dapat memberikan layanan medik yang


cepat, tepat, tanggap dan akurat serta berkualitas dan dapat
melakukan triage atas setiap penderita gawat darurat baik pada tahap
Rumah Sakit maupun pra Rumah Sakit.
 Bertanggungjawab dan melaksanakan dinas sesuai jadwal jaga di ED.
 Bertanggungjawab dan memberikan laporan setiap pagi kepada
pimpinan Rumah Sakit tentang penderita gawat darurat.
 Bertanggung jawab di dalam proses rujukan penderita gawat darurat
yang membutuhkan perawatan spesialis ke dokter spesialis yang
tepat.
 Bertanggung jawab atas proses rujukan penderita gawat darurat ke
Rumah Sakit lain oleh karena alasan tertentu (misalnya: atas
permintaan keluarga atau rujukan ke fasilitas yang ditunjuk) setelah
hemodinamik stabil.
 Pada keadaan gawat darurat dapat melakukan pertolongan pertama
yang dinilai perlu sampai dokter spesialis yang bersangkutan tiba.
 Menjelaskan keadaan pasien dan menanggapi keluhan pasien setelah
memeriksa dan memastikan keadaannya, setelah konfirmasi dengan
dokter yang merawat (DPJP).
 Mengikuti pertemuan bulanan di bagiannya untuk membahas mutu
pelayanan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam pekerjaan.
 Membuat resep untuk pasien.
 Membuat dan mengisi rekam medis pasien dengan lengkap dan
konfirmasi dengan dokter spesialis yang merawat bila pasien rawat
inap.
 Membuat permintaan pemeriksaan penunjang medik, koordinasi
dengan DPJP (bila dikonsultasikan ke dokter spesialis).
 Melaksanakan tugas-tugas lain bila dianggap perlu oleh
atasan/pimpinan Rumah Sakit demi kepentingan Rumah Sakit.
 Bertanggung jawab atas kelengkapan pengisian informed consent di
ED bila diperlukan.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 13


2.4.4 Head Nurse

 Memastikan pelayanan keperawatan di ED sesuai visi dan misi


Rumah Sakit, falsafah dan tujuan Divisi Keperawatan, Implementasi
Kebijakan Mutu Pelayanan, dan sasaran kerja.
 Mengembangkan pola kepemimpinan yang efektif dalam rangka
pencapaian tujuan pelayanan ED yang berkualitas dan profesional.
 Memberikan bimbingan, pembinaan, pengarahan dan motivasi
kepada seluruh staff keperawatan yang berada dibawah tanggung
jawabnya.
 Mensosialisasikan uraian tugas dan tanggung jawab staff
keperawatan.
 Membangun budaya integritas, profesional, semangat rasa saling
percaya, kerja sama tim, dan lingkungan kerja yang kondusif untuk
efektivitas pelayanan.
 Mengawasi, mereview, dan mengevaluasi implementasi dari strategi
pelayanan ED.
 Memastikan setiap staff bekerja sesuai dengan standar praktek
keperawatan, standar operasional prosedur, sistem
pendokumentasian, kode etik profesi, uraian tugas dan tanggung
jawabnya.
 Memastikan konsistensi pelaksanaan indikator pelayanan, program
mutu dan keselamatan pasien.
 Merencanakan kebutuhan tenaga (jumlah dan kompetensinya),
fasilitas, peralatan, dan pemeliharaan lingkungan, sarana dan
prasarana.
 Mengalokasikan dan mengatur pemanfaatan sumber daya yang ada
(staff, peralatan, system, biaya) untuk kelancaran operasional
pelayanan keperawatan di unit tersebut.
 Mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan untuk
mencapai efisiensi dan efektivitas pelayanan.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 14


 Melakukan pendelegasian tugas kepada staff keperawatan yang tepat
sesuai dengan “Scope of Nursing Practice“.
 Menyusun daftar dinas/roster untuk perencanaan tenaga jangka
pendek dan menjamin sumber daya manusia dialokasikan sesuai
dengan kualifikasinya dalam rangka memenuhi kebutuhan.
 Mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja
sama dengan berbagai pihak yang terlibat dalam pelayanan dan
memelihara komunikasi yang efektif dan terbuka dengan seluruh
staff dan antar departemen.
 Menetapkan program pengembangan dan perencanaan karir staff,
serta memberikan program orientasi bagi perawat baru.
 Mereview praktek keperawatan gawat darurat berdasarkan referensi
yang terkini dan evidence based serta mengenali strategi-strategi
untuk meningkatkan pelayanan yang bermutu.
 Memberikan pendidikan dan pengajaran di ruangannya dalam rangka
meningkatkan kompetensi staff.
 Membangun komunikasi yang efektif dan terbuka untuk
memfasilitasi hubungan yang profesional dengan para dokter dan
petugas lainnya.
 Menyusun dan merevisi standar operasional prosedur dan standar
praktek keperawatan yang berlaku di ED.
 Membuat permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat, dan bahan-
bahan lain yang diperlukan.
 Mengkoordinasikan jadwal pemeliharaan dan kalibrasi peralatan agar
selalu dalam keadaan siap pakai.
 Bertanggung jawab dalam pelaksanaan inventaris peralatan.
 Melakukan triage, mengelompokkan pasien dan mengatur
penempatannya menurut tingkat kegawatan, infeksi dan non infeksi
selama pasien di ED.
 Berperan serta dan terlibat dalam penanganan pasien-pasien di ED.
 Melakukan pengawasan terhadap perencanaan kerja, meliputi:
disiplin jam dan waktu kerja, administrasi pasien

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 15


masuk/pindah/pulang, kelengkapan dan kesiapan peralatan, serta
dokumen rekam medik pasien secara lengkap.
 Melakukan supervisi dan pengarahan aktivitas perawatan di
ruangannya, dengan cara:
- Membimbing penerapan proses keperawatan selama pasien di
ED
- Menilai setiap rencana keperawatan dan implementasi setiap
intervensi yang dilakukan.
- Mengadakan pertemuan insidentil untuk memecahkan masalah
yang timbul berhubungan dengan masalah keperawatan pasien.
 Mengadakan pertemuan berkala dengan semua staff di ruangannya,
minimal sekali sebulan.
 Melakukan evaluasi penampilan kinerja staff secara berkala sesuai
kebijakan rumah sakit.
 Mengevaluasi pencapaian program mutu, clinical indicator, sasaran
keselamatan pasien (IPSG) secara berkala, analisa kecenderungan
dan rencana tindak lanjut untuk program peningkatan mutu di
unitnya.
 Mempromosikan riset keperawatan dan evidence based practice.
 Menjamin lingkungan kerja yang aman sesuai dengan persyaratan,
kebijakan dan prosedur rumah sakit berhubungan dengan Keamanan,
Keselamatan, dan Kesehatan Kerja, Program Pengendalian Infeksi
untuk diri sendiri, rekan kerja, pasien, dan pengunjung.
 Mendukung Kepala ED melaporkan secara berkala (bulanan/tahunan)
semua aktifitas pelayanan dan pencapaian kinerja di ED berkaitan
dengan perencanaan, budget/target volume dan pencapaiannya,
pengembangan staff, penyelesaian masalah, atau pelaksanaan sistem
di areanya.
 Mempersiapkan unit/ruangannya untuk penilaian akreditasi atau
evaluasi mutu pelayanan rumah sakit oleh pihak luar.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 16


 Menghadiri program pelatihan yang relevan dan mengenali
kebutuhan untuk mengembangkan ketrampilan dan tambahan
pengetahuan yang sesuai dengan posisi jabatan saat ini.
 Melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab lain yang diberikan
oleh atasan/pimpinan Rumah Sakit apabila dianggap perlu untuk
kepentingan perusahaan.

2.4.5 Perawat Pelaksana

 Memberikan pelayanan keperawatan sesuai visi dan misi Rumah


Sakit, falsafah dan tujuan Divisi Keperawatan, Implementasi
Kebijakan Mutu Pelayanan Keperawatan dan sasaran kerja ruangan.
 Membangun semangat rasa saling percaya, kerja sama tim, dan
lingkungan kerja yang kondusif untuk efektivitas pemberian
pelayanan.
 Menyiapkan fasilitas untuk kelancaran pelayanan dan memudahkan
pasien/keluarga dalam menerima pelayanan, dengan cara:
- Mengatur keamanan dan kenyamanan ruangan.
- Memeriksa dan memastikan semua peralatan yang dibutuhkan
berfungsi baik dan obat-obatan serta alat kesehatan lain yang
diperlukan tersedia dan siap pakai.
- Memelihara dan mempertahankan kebersihan serta kerapihan
lingkungan.
- Memberikan rasa aman pada pasien/keluarga, meliputi:
mencegah terjadinya bahaya, kecelakaan, luka, dan komplikasi
khususnya bagi pasien yang mengalami kegawat daruratan dan
gangguan kesadaran.
- Melakukan tindakan medik/keperawatan sesuai prosedur yang
berlaku berdasarkan batas kemampuan dan kompetensi yang
dimiliki (alihkan ke perawat yang lebih senior, jika ragu/ tidak
mampu).
 Memberikan asuhan keperawatan menggunakan standar praktek
keperawatan:

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 17


- Melakukan pengkajian keperawatan, seperti: alasan
kunjungan/keluhan utama, waktu dirasakan timbulnya keluhan
dan riwayatnya, upaya penanggulangan yang telah dilakukan
oleh pasien/keluarga, dan lain-lain.
- Menetapkan masalah keperawatan klien melalui analisa hasil
pengkajian.
- Menetapkan tujuan dan sasaran untuk mengatasi masalah klien.
- Melakukan tindakan medik/keperawatan darurat sesuai
kebutuhan pasien berdasarkan kebijakan dan prosedur yang
berlaku. Khusus untuk kasus gawat darurat, segera merujuk ke
tim kesehatan lain sesuai dengan kebutuhan untuk tindakan
terapi dan perawatan lanjutan.
- Melakukan observasi, memantau kondisi kesehatan pasien
(keadaan umum: fisik, psikologis, tanda vital, dan keluhan
utama).
- Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien/keluarga.
- Melakukan evaluasi atas tindakan keperawatan yang sudah
diberikan.
 Membantu pasien sebelum dan selama tindakan oleh dokter, antara
lain:
- Menyiapkan pasien untuk tindakan seperti mengatur posisi
pasien.
- Memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien/keluarga
selama tindakan berlangsung.
- Merapikan pasien segera setelah selesai dilakukan tindakan.
 Bekerja sama dalam tim gawat darurat sesuai dengan peran dan
fungsinya.
 Menyiapkan dan memastikan pengiriman bahan pemeriksaan ke
bagian laboratorium.
 Menyiapkan pasien yang akan pulang dari ED, antara lain:

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 18


- Kebutuhan administrasi, seperti: petunjuk perawatan di rumah,
surat keterangan sakit, surat rujukan bila diperlukan, dan resep
untuk di rumah.
- Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/keluarga
sesuai kebutuhan.
- Memelihara peralatan agar selalu dalam kondisi siap pakai.
 Melaksanakan tugas pagi, sore, dan malam secara bergilir sesuai
jadwal dinas yang dibuat oleh Kepala Perawat.
 Melayani pelanggan internal maupun eksternal dengan sikap yang
sopan, komunikasi yang efektif dan terapeutik.
 Memperkenalkan diri kepada pasien/keluarga.
 Melaksanakan dan memelihara sistem pencatatan dan pelaporan
asuhan keperawatan secara tepat dan benar, sehingga tercipta sistem
informasi dan komunikasi yang akurat.
 Serah terima pasien (kondisi, peralatan yang dipakai, hasil
pemeriksaan, obat, tindakan/pemeriksaan yang akan dilakukan)
kepada perawat ruangan baik lisan maupun tertulis.
 Melaksanakan serah terima tugas kepada perawat pengganti secara
lisan dan tertulis pada saat pergantian dinas.
 Berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien rumah sakit serta program peningkatan mutu
di ruangannya.
 Berpartisipasi dalam persiapan dan pelaksanaan akreditasi dan
penilaian mutu rumah sakit oleh pihak luar.
 Berperan serta dalam pembahasan kasus dalam upaya meningkatkan
mutu asuhan keperawatan.
 Menjamin lingkungan kerja yang aman sesuai dengan persyaratan,
kebijakan dan prosedur rumah sakit berhubungan dengan Keamanan,
Keselamatan, dan Kesehatan Kerja, Program Pengendalian Infeksi
untuk diri sendiri, rekan kerja, pasien, dan pengunjung.
 Mendukung riset keperawatan dan evidence based practice.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 19


 Menghadiri dan terlibat aktif dalam pertemuan berkala dan insidentil
di ruangannya.
 Menghadiri program pelatihan yang relevan dan mengenali
kebutuhan untuk mengembangkan kompetensi pribadi.
 Melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab lain yang diberikan
oleh atasan/pimpinan Rumah Sakit apabila dianggap perlu untuk
kepentingan perusahaan.

2.4.6 Ward clerk / HCA

 Memberikan pelayanan sesuai visi dan misi Rumah Sakit, falsafah


dan tujuan Divisi Keperawatan, Implementasi Kebijakan Mutu
Pelayanan ED dan sasaran kerja.
 Membangun komunikasi efektif dan terbuka, semangat rasa saling
percaya, kerja sama tim, dan lingkungan kerja yang kondusif untuk
efektivitas pemberian pelayanan.
 Membantu menyiapkan fasilitas dan peralatan untuk kelancaran
pelayanan, dengan cara:
- Memastikan keamanan dan kenyamanan ruangan.
- Memastikan semua peralatan yang dibutuhkan tersedia dan
berfungsi baik.
- Melakukan pembersihan lingkungan dan peralatan.
 Menyiapkan ruangan, tempat tidur dan fasilitas yang dibutuhkan.
 Memeriksa secara rutin setiap fasilitas yang ada di tiap ruangan
berfungsi dengan baik dan siap pakai (misalnya lampu, kran air, Air
Conditioner/AC, dll.)
 Membantu perawat dalam mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan
dan pengobatan seperti: mengatur lampu, memberikan alat, dan
sebagainya.
 Memberikan bantuan kepada pasien dalam memenuhi kebutuhan
personal hygiene dan eliminasi (BAB/BAK).
 Mengukur suhu tubuh dan denyut nadi pasien sesuai jadwal yang
telah ditentukan dan melapor hasilnya kepada perawat. (Khusus bagi

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 20


yang sudah mengikuti pelatihan pengukuran tekanan darah dan
dinyatakan lulus, boleh mengukur tekanan darah pada pasien dengan
kasus penyakit ringan dan tidak ada masalah tekanan darah, namun
tetap dibawah pengawasan perawat penanggung jawab).
 Menjawab panggilan pasien dan memastikan kebutuhan pasien,
melaporkan kepada perawat keluhan atau permintaan
pasien/keluarga.
 Membantu perawat mengambil spesimen pemeriksaan seperti: feses,
sputum, urin dan mengirimkannya ke laboratorium.
 Mendukung kelancaran proses pasien masuk, pindah, dan pulang.
 Membersihkan ruangan dan tempat tidur serta menyiapkan kembali
segera setelah pasien pulang atau pindah ke ruang rawat inap.
 Membantu dalam pekerjaan administrasi ruangan, dan pengendalian
logistik (consumable maupun obat-obatan).
 Melakukan inventaris alat tenun, alat rumah tangga, alat medik serta
melaporkan bila ada kerusakan atau ketidak sesuaian dengan jumlah
yang seharusnya.
 Mengambil dan mengembalikan alat-alat ke CSSD.
 Mengantar, menghitung, mencatat alat tenun kotor bersama dengan
petugas laundry dan mencatat penerimaan alat tenun bersih.
 Menyiapkan dan mengantar formulir permintaan perbaikan ke bagian
maintenance.
 Membersihkan peralatan yang ada di Clean Utility (CU) dan Dirty
Utility (DU).
 Mengirimkan permintaan barang kebutuhan ruangan ke bagian
Material Management Department (MMD), misalnya alat tulis
kantor (ATK), formulir rekam medik, dll.
 Melakukan serah terima dengan HCA lainnya setiap pergantian shift
dinas (misalnya tugas yang belum selesai, inventaris alat, dll.).
 Melaksanakan tugas pagi, sore, dan malam secara bergilir sesuai
jadwal dinas yang dibuat oleh Kepala Perawat.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 21


 Memelihara lingkungan kerja yang aman sesuai dengan persyaratan,
kebijakan dan prosedur rumah sakit berhubungan dengan Keamanan,
Keselamatan, dan Kesehatan Kerja, Program Pengendalian Infeksi
untuk diri sendiri, rekan kerja, pasien, dan pengunjung.
 Bekerjasama dengan petugas keamanan dalam mengawasi ketertiban
dan keamanan di ED.
 Berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien rumah sakit.
 Berpartisipasi dalam persiapan dan pelaksanaan akreditasi dan
penilaian mutu rumah sakit oleh pihak luar.
 Melayani pelanggan internal maupun eksternal dengan sikap yang
sopan dan komunikasi yang efektif.
 Mengikuti pertemuan berkala dan insidentil yang diadakan oleh
Kepala Perawat.
 Mengikuti pelatihan yang relevan dengan tugas dan tanggung
jawabnya.
 Melakukan tugas-tugas dan tanggung jawab lain yang diberikan oleh
atasan bila dianggap perlu untuk kepentingan perusahaan.

2.4.7 Ambulance Driver

 Memeriksa kesiapan dari mobil ambulans (bahan bakar, kondisi ban


dan ban pengganti, lampu dan sirine, dan kebersihan ambulans).
 Memberikan tanggapan yang cepat dan profesional terhadap
panggilan ambulans.
 Mengupayakan kecepatan dan keselamatan transportasi pasien ke dan
dari rumah sakit.
 Membantu perawat dan dokter saat memberikan pelayanan kepada
pasien.
 Memastikan bahwa ambulans bersih dan baik pemeliharaannya.
 Membantu perawat dalam memastikan bahwa semua alat yang
dipakai telah diganti/dikembalikan.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 22


 Melaksanakan dan melaporkan inventaris harian terhadap alat
kesehatan, alat medis di ambulans dengan menggunakan checklist
equipment ambulans.
 Melaporkan semua kerusakan alat/kendaraan kepada Kepala Perawat
ED dan HoDept.ED.
 Membantu memindahkan pasien dari ruang perawatan ke ambulans
dan sebaliknya.
 Membersihkan ambulans dan menyiapkan kembali segera setelah
digunakan pasien.
 Melakukan serah terima dengan pengemudi ambulans lainnya setiap
pergantian shift dinas.
 Melaksanakan tugas pagi, sore dan malam secara bergilir sesuai
jadwal dinas yang dibuat oleh Kepala Perawat.
 Memelihara lingkungan kerja yang aman sesuai dengan persyaratan,
kebijakan dan prosedur rumah sakit berhubungan dengan Keamanan,
Keselamatan, dan Kesehatan kerja, Program Pengendalian Infeksi
untuk diri sendiri, rekan kerja, pasien dan pengunjung.
 Bekerjasama dengan petugas keamanan dalam mengawasi ketertiban
dan keamanan di ED.
 Berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien rumah sakit.
 Berpartisipasi dalam persiapan dan pelaksanaan akreditasi dan
penilaian mutu rumah sakit oleh pihak luar.
 Melayani pelanggan internal maupun eksternal dengan sikap yang
sopan dan komunikasi yang efektif.
 Mengikuti pertemuan berkala dan insidentil yang diadakan oleh
Kepala Perawat.
 Mengikuti pelatihan yang relevan dengan tugas dan tanggung
jawabnya.
 Membantu kegiatan-kegiatan lain yang ada di ED saat ambulans
tidak operasional, misalnya standby di pintu depan ED untuk
peningkatan pelayanan.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 23


 Melaksanakan tugas-tugas lain yang diminta oleh atasan/Pimpinan
untuk kepentingan Rumah Sakit.

2.5 Distribusi Ketenagaan

2.5.1 Tenaga Perawat/HCA/Driver

Kebutuhan jumlah staff ditentukan berdasarkan jumlah kunjungan pasien


yang datang ke ED per tahun, dan disesuaikan dengan kebutuhan ED itu
sendiri dengan metode perhitungan kunjungan setiap shift pada hari
biasa, hari libur, hari Minggu, dan perlu diperhitungkan jam sibuk
pelayanan di ED (peak hour).

2.5.2 RMO

Jadwal jaga RMO mengikuti jadwal yang telah ditentukan oleh masing-
masing unit.

2.5.3 Dokter Spesialis

Dokter spesialis mendapat giliran jaga berdasarkan sistem on-call.


Berikut ini adalah spesialisasi yang termasuk dalam on-call list:
 Spesialis Jantung dan Pembuluh darah (Sp. JP)
 Spesialis Bedah Thoraks dan Kardiovaskular (Sp. BTKV)
 Spesialis Kulit dan Kelamin (Sp. KK)
 Spesialis Telinga, Hidung dan Tenggorokan (Sp. THT)
 Spesialis Penyakit Dalam (Sp. PD)
 Spesialis Saraf (Sp. S)
 Spesialis Orthopedi (Sp. OT)
 Spesialis Anak (Sp. A)
 Spesialis Paru (Sp. P)
 Spesialis Kesehatan Jiwa (Sp. KJ)
 Spesialis Radiologi (Sp. Rad)
 Spesialis Bedah (Sp. B)
 Spesialis Urologi (Sp. U)

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 24


 Spesialis Anestesi (Sp. An)
 Spesialis Bedah Mulut (Sp. BM)

Adapun kebijakan Specialist On-call sebagai berikut:


 RS harus mempersiapkan jadwal dokter spesialis on-call untuk
rujukan saat emergensi.
 Dokter spesialis ditempatkan pada jadwal on-call oleh RS sesuai
dengan kebijakan yang ditentukan oleh rumah sakit.
 Semua dokter spesialis on-call harus bertanggung jawab mencari
pengganti jadwal apabila berhalangan.
 Dokter spesialis yang dirujuk segera memberikan terapi yang
dibutuhkan oleh pasien.
 Rumah sakit berhak mengurangi/menambah jadwal spesialis on-call
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan.
 Sebagai dokter on-call diutamakan dokter full time, diutamakan
lokasi rumah di sekitar rumah sakit, tidak mengikuti on-call di rumah
sakit lain pada hari yang sama.
 Jadwal on-call berlaku setelah jam praktek dokter spesialis (setelah
jam kerja). Apabila ED membutuhkan dokter spesialis saat jam kerja,
dapat menghubungi dokter spesialis yang sedang praktek di
poliklinik.
 Semua rujukan kepada dokter spesialis harus sesuai dengan
permintaan pasien terlebih dahulu atau mengikuti jadwal on-call (bila
tidak ada permintaan). Pasien dirujuk kepada dokter spesialis yang
diminta atau dokter spesialis on-call I (pertama) melalui telepon.
Apabila tidak ada jawaban setelah 3 kali dihubungi maka RMO akan
menghubungi dokter spesialis on-call II (kedua).
Apabila on-call I dan II juga tidak dapat dihubungi maka RMO yang
bertugas berhak memilih dokter spesialis untuk rujukan sesuai
dengan kasusnya.
 Pasien dalam keadaan emergensi harus dilihat sesegera mungkin
maksimal dalam 30 menit.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 25


 Apabila seorang dokter spesialis bermaksud keluar dari jadwal on-
call, maka dia harus memberitahu Ho Div. Medical Services 1 bulan
sebelum pembuatan jadwal baru.

Specialist Stand-by Policy


Merupakan kebijakan dimana dokter-dokter spesialis yang mendapat
tugas jaga malam sebaiknya menginap di rumah sakit, sehingga pasien
gawat darurat bisa mendapatkan pertolongan ahli dengan lebih cepat.
Dokter-dokter spesialis yang sebaiknya stand-by di rumah sakit adalah:
 Spesialis Jantung dan Pembuluh darah (Sp. JP)
 Spesialis Saraf (Sp. S)
 Spesialis Penyakit Dalam (Sp. PD)
 Spesialis Bedah (Sp. B)
 Spesialis Anak (Sp. A)
 Spesialis Obstetri dan Ginekologi (Sp. OG)
 Spesialis Anestesi (Sp. An)
 Spesialis Orthopedi (Sp. OT)
 Spesialis Radiologi (Sp. Rad)

Bidang spesialistik yang ditetapkan untuk stand-by di rumah sakit dapat


ditentukan sendiri oleh masing-masing unit sesuai dengan kebutuhan.

Untuk kepentingan ini, masing-masing unit sebaiknya menyiapkan satu


ruangan dan fasilitasnya (kamar tidur, kamar mandi, pantry, televisi,
saluran telepon, koran, majalah, dsb.) untuk para dokter spesialis stand-
by.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 26


BAB III
STANDAR FASILITAS

Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut Sarana, Prasarana maupun Alat
(baik alat medik maupun alat non medik) yang dibutuhkan oleh rumah sakit dalam
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pasien.

Sarana adalah segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi mata maupun teraba
oleh panca indra dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan (umumnya)
merupakan bagian dari suatu gedung ataupun bangunan gedung itu sendiri.

Prasarana adalah benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu sarana yang ada
bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

3.1 Fasilitas dan Perlengkapan

3.1.1 Pendahuluan

Emergency Department (ED) adalah satuan klinis inti dari sebuah rumah
sakit. Citra rumah sakit di masyarakat dan tingkat kepuasan pasien
sangat dipengaruhi oleh pengalaman seorang pasien yang datang ke ED
rumah sakit tersebut.

ED berfungsi untuk:
 Melakukan triage.
 Memberikan penatalaksanaan gawat darurat.
 Stabilisasi pasien.
 Siap menerima dan menangani korban bencana.

Untuk memenuhi fungsi tersebut, ED memerlukan fasilitas dan


perlengkapan yang memadai agar dapat memberikan pelayanan yang
maksimal. Berikut ini adalah pedoman-pedoman untuk
menyelenggarakan sebuah ED.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 27


3.1.2 Major Space Determinants

Area – area fungsional yang harus ada dalam sebuah ED adalah sebagai
berikut:
 Ambulans dan jalur masuknya:
o Siloam Tipe A: ≥ 3 ambulans
o Siloam Tipe B : ≥ 2 ambulans
o RSUS : ≥ 2 ambulans
 Area penerimaan/Triage/Ruang Tunggu
 Area administrasi
 1 Ruang Resusitasi, dengan jumlah tempat tidur:
o Siloam Tipe A: 4 tempat tidur
o Siloam Tipe B : 3 tempat tidur
o RSUS : 2 tempat tidur
 1 Ruang Tindakan, dengan jumlah tempat tidur:
o Siloam Tipe A: 2 tempat tidur
o Siloam Tipe B : 1 tempat tidur
o RSUS : 1 tempat tidur
 1 Ruang Observasi, dengan jumlah tempat tidur:
o Siloam Tipe A: 8 tempat tidur
o Siloam Tipe B : 5 tempat tidur
o RSUS : 3 tempat tidur
 Ruang kerja staff
 Area khusus:
o Ruang isolasi
o Ruang tutorial (hanya untuk Siloam Tipe A)
o Ruang penyimpanan (Clean utility, obat-obatan,
consumables)
o Dirty utility
o Kamar mandi/Toilet
o Ruang staff
o Janitor

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 28


3.1.3 Functional Relationships

EMERGENCY DEPARTMENT
Direct Access Rapid Access Access
Ambulans Area parkir Rawat inap
Radiologi (connecting) Helipad (Siloam Tipe A) LDS (Kamar bersalin)
Kamar operasi Unit dialisis
Cardiac Care Unit Farmasi
Intensive Care Unit Unit endoskopi
Cath lab Rawat jalan
Laboratorium Kamar jenazah
Bank darah
Rekam medis

a. Radiologi
ED harus memiliki akses langsung ke bagian Radiologi dan
memberikan pelayanan 24 jam.

b. Rekam Medis
Sebaiknya ada akses 24 jam ke bagian rekam medis, sehingga
riwayat medis pasien dapat segera didapatkan.

c. CCU dan ICU


Akses cepat ke bagian CCU dan ICU harus memungkinkan untuk
meminimalisasi waktu transfer pasien yang kritis.

d. Kamar Operasi
Akses yang cepat juga perlu disiapkan untuk transfer pasien yang
membutuhkan operasi segera.

e. Laboratorium
ED juga harus memiliki akses cepat ke laboratorium untuk
mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 29


laboratorium. Sistem transportasi mekanik atau tabung pneumatik
sangat direkomendasikan untuk mengirim spesimen atau hasil
laboratorium.

f. Farmasi
Farmasi sebaiknya berada di tingkat yang sama dengan ED dan
memberikan pelayanan 24 jam, sehingga mempersingkat waktu yang
dibutuhkan untuk menebus obat-obatan.

3.1.4 Rancang Bangun

a. Rancangan Dasar
Tata ruang ED harus memungkinkan akses cepat ke segala ruangan
dengan persilangan lalu lintas yang minimal. Akses pasien dan
pengunjung ke semua area sebaiknya tidak melewati area klinis.
Privasi visual, auditorik dan olfaktorik harus dijaga, terutama saat
staff harus mengobservasi pasien-pasien tertentu.

b. Pemilihan Lokasi
Lokasi ED sebaiknya, sebanyak mungkin, memaksimalkan pilihan
tata ruang. Secara khusus, jalur akses harus dipertimbangkan dengan
cermat.

c. Staging
Jika ada perencanaan untuk renovasi dan pengembangan, sebaiknya
perubahan tersebut tidak mengganggu fungsi ED.

d. Akses dan Lahan Parkir


ED sebaiknya berada di lantai dasar untuk memudahkan akses, dekat
dengan transportasi umum, dan terdapat penunjuk arah yang jelas
untuk dapat menuju ED dengan mudah.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 30


Lahan parkir harus berada dekat dengan pintu masuk ED, terang dan
tersedia setiap saat untuk pasien dan keluarga pasien. Untuk area
“drop off” sebaiknya diberikan pembatas yang sesuai.

e. Keselamatan Kebakaran
Rancang bangun ED sebaiknya disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku (Program K3 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan ED
harus diperlengkapi dengan:
 Tanda “Dilarang Merokok”.
 Detektor asap.
 Alat pemercik air.
 APAR (Alat Pemadam Api Ringan).
 Alat-alat keselamatan darurat.
 Hydrant.

f. Ruang Tindakan
Di ruang tindakan sebaiknya terdapat jarak antara tempat tidur
minimal 2.4 meter dan panjang ruangan minimal 3 meter.

g. Ruang Resusitasi
Di ruang resusitasi sebaiknya terdapat jarak minimal 2 meter antara
tempat tidur.

h. Ruang Observasi
Di ruang observasi sebaiknya terdapat jarak minimal 1 meter antara
tempat tidur.

i. Pencahayaan
Di seluruh ruang pelayanan (ruang resusitasi, ruang tindakan, dsb.)
sebaiknya tersedia lampu pemeriksaan yang berkualitas tinggi
dengan daya output 30,000 lux, mampu menerangi area seluas
minimal 150 mm dan konstruksi yang kuat.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 31


Area pelayanan klinik harus mendapatkan paparan sinar matahari di
saat memungkinkan untuk meminimalisasi disorientasi baik pasien
maupun staff.

j. Service Panel
Service Panel harus dilengkapi dengan:
 Ruang Resusitasi (untuk setiap area pasien):
o 1 outlet Oksigen
o 1 outlet Gas Medis
o 1 outlet suction
o 6 stop kontak
o 1 outlet NO (opsional)
 Ruang Pengobatan (untuk setiap area pasien):
o 1 outlet Oksigen
o 1 outlet Gas Medis
o 1 outlet suction
o 4 stop kontak
o 1 outlet NO (opsional)
 Ruang Tindakan (untuk setiap area pasien):
o 1 outlet Oksigen
o 1 outlet Gas Medis
o 1 outlet suction
o 4 stop kontak
o 1 outlet NO (opsional)
 Ruang Observasi (1 panel untuk 2 tempat tidur):
o 1 outlet Oksigen
o 1 outlet Gas Medis
o 1 outlet suction
o 4 stop kontak
o 1 outlet NO

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 32


k. Monitor Fisiologi
Setiap area di dalam ruang pengobatan harus memiliki akses terhadap
monitor fisiologi. Disarankan adanya pusat pemantauan. Monitor
yang digunakan sebaiknya memiliki fungsi untuk mencetak dan
pemantauan yang terdiri dari pemantauan:
 EKG
 NIBP
 Suhu
 Saturasi Oksigen

l. Ruang Penyimpanan
Sangat disarankan adanya tempat untuk menyimpan peralatan medis
yang disposable dan non-disposable di dekat area tempat tidur. Perlu
dipertimbangkan juga untuk penyediaan tempat untuk pasien
meletakkan barang-barangnya.

m. Pemasangan Kabel
Pemasangan kabel yang memadai harus dapat memenuhi kebutuhan
stop kontak (power outlet) untuk seluruh area klinis dan non-klinis.
Harus dibuat ketentuan mengenai pemasangan kabel telepon, alat
panggil pasien, alat panggil darurat dan komputer di tempat-tempat
yang membutuhkan fasilitas ini.

n. Gas Medis
Gas Medis harus disalurkan ke seluruh area pelayanan pasien,
melalui pipa secara internal.

o. Pintu
Seluruh ukuran pintu harus dapat dilewati oleh satu buah tempat tidur
rumah sakit yang dilengkapi dengan tiang infus dan peralatan traksi
dengan mudah (lebar minimal 1,8 meter).

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 33


p. Koridor
Pada umumnya, area koridor total di dalam ED harus diminimalisasi
untuk mengoptimalkan penggunaan ruangan. Jika dibutuhkan
koridor, ukurannya harus dapat dilalui 2 buah tempat tidur rumah
sakit yang berjalan berlawanan tanpa kesulitan (ukuran lebar kurang
lebih 2,2 meter). Koridor tidak boleh digunakan untuk meletakkan
alat-alat, linen atau tempat tidur pasien.

q. Pendukung Informasi/Komunikasi
Telepon harus tersedia di seluruh kantor, staff station, area
administrasi dan ruangan-ruangan pelayanan. Disarankan adanya
area komunikasi sentral untuk pengaturan telepon yang masuk.
Penggunaan alat komunikasi nirkabel multifungsi perlu
dipertimbangkan. Perlu disediakan kabel telepon tambahan jika
membutuhkan penggunaan faksimili atau modem komputer.

Sebuah interkom diperlukan untuk menjangkau seluruh area ED. Di


ruang tunggu sebaiknya disediakan telepon umum dan juga adanya
fasilitas untuk memesan taksi. Di staff station harus ada jalur telepon
masuk khusus untuk ambulans dan pelayanan gawat darurat. Antara
pelayanan ambulans dan ED harus ada komunikasi menggunakan
radio langsung.

Untuk mendukung manajemen klinis, pelacakan pasien dan


administrasi ED diperlukan sistem informasi elektronik.
Dalam kebutuhan komunikasi antara petugas ED dan perawat Siloam
Ambulance Center (SAC), diperlukan penggunaan headset dan HT
yang digunakan oleh perawat triage dan perawat SAC.

r. Fasilitas Alat-Panggil Darurat


Seluruh area pelayanan pasien termasuk toilet dan kamar mandi
harus disediakan fasilitas alat panggil darurat. Fasilitas tersebut

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 34


harus disediakan di antara tempat tidur pasien dan dapat memberikan
peringatan secara sentral sehingga dapat diketahui oleh semua staff
ED.

s. Duress Alarm
Sistem duress alarm harus tersedia di seluruh area kerja staff ED
untuk mengantisipasi pasien yang agresif, terutama yang berada di
area isolasi sehingga keselamatan selalu terjaga.

t. Fasilitas Cuci Tangan


Alcohol hand rub harus tersedia di samping setiap tempat tidur.
Tempat untuk mencuci tangan juga harus tersedia di setiap area
pelayanan dan dapat diakses tanpa kesulitan. Sebaiknya ada 1 tempat
untuk mencuci tangan untuk setiap 4 tempat tidur, dan 1 tempat
untuk mencuci tangan untuk setiap 1 ruang Tindakan / Resusitasi /
Triage / Observasi.

Di dekat tempat mencuci tangan dan di setiap ruang pengobatan


harus disediakan sarung tangan latex, masker wajah, dan celemek
untuk memudahkan staff dalam menunaikan kewaspadaan standar.

u. Jam Dinding
Sebuah jam dinding harus terlihat di seluruh area klinik dan area
ruang tunggu. Di ruang resusitasi dan ruang tindakan sebaiknya
dipasang jam yang menunjukkan berapa lama waktu telah berlalu.
Waktu yang ditunjukkan di seluruh area dan komputer harus
disamakan.

v. Suplai Listrik
Suplai listrik ke ED harus dijaga kestabilannya untuk melindungi
alat-alat elektronik dan komputer. Perlu disediakan UPS
(Uninterruptible Power Supply) sebagai berikut:

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 35


 Ruang Resusitasi:
o 2 UPS untuk setiap ruang resusitasi
o 1 UPS untuk DC shock
o 1 UPS untuk ventilator

 Ruang Tindakan:
o 2 UPS untuk setiap ruang prosedur
o 1 UPS untuk suction
o 1 UPS untuk penerangan
 Ruang Observasi:
o 1 UPS hanya untuk penerangan

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 36


3.1.5 Area Penerimaan/Triage

Sebuah ED harus dapat diakses melalui 2 (dua) pintu masuk yang


berbeda, satu untuk pasien dengan ambulans, satu untuk pasien tanpa
ambulans (walk-in). Kedua jalur masuk ini harus dapat mengarahkan
pasien ke area triage/penerimaan. Dari area triage/penerimaan, ruang
tunggu, tempat bermain anak (jika disediakan) dan jalur masuk
ambulans harus dapat dilihat dengan jelas. Jika pemeriksaan,
pemantauan dan pertolongan pertama dilakukan di area triage, privasi
visual dan auditorik harus diperhatikan.

Area triage harus memiliki askes terhadap peralatan dan perlengkapan


berikut ini:
 Sphygmomanometer
 SpO2
 Stop kontak
 Sambungan komputer dengan printer
 Alcohol handrub
 Tissue
 Telepon
 Meja dan kursi
 Timbangan
 Area untuk menyimpan perban, peralatan medis dasar, dan alat
tulis
 Papan tulis

Setelah melalui proses triage, pasien dapat diarahkan ke:


 Ruang resusitasi (untuk kasus kategori Triage 1)
 Ruang tindakan (untuk kasus kategori Triage 2)
 Ruang pengobatan
 Ruang observasi
 GP clinic (untuk kasus kategori Triage 3)

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 37


Alur keluar pasien dan pengunjung dari ED harus diberikan petunjuk
yang jelas dari dalam ED. Setelah proses triage, registrasi dan
pengobatan, pasien dapat diarahkan ke:
 Unit Rawat Inap:
o Bangsal
o ICU
o ICCU
o NICU
o LDS
 Unit Pelayanan Lain:
o Kamar operasi
o Laboratorium kateterisasi
o Rehabilitasi medic
o Dialisis
o One Day Care
 Dirujuk
 Pulang
 Meninggal

3.1.6 Essential Clinical Areas

3.1.6.1 Kebutuhan Dasar Seluruh Area Pengobatan (Termasuk


Triage):
 Service panel
 Lampu pemeriksaan
 Sphygmomanometer
 Oftalmoskop/Otoskop
 Lemari
 Peralatan tambahan
 Tempat sampah dan wadah benda tajam
 Alat panggil pasien dan alat panggil darurat
 Foot stool

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 38


 Trolley pasien
 Alcohol hand rubs
 Sarung tangan
 Tempat duduk untuk keluarga atau penjaga pasien

3.1.6.2 Jalur Masuk Ambulans


Selain berfungsi sebagai akses kendaraan, petunjuk jalan dan
perlindungan cuaca, jalur masuk ambulans dan lingkungannya
dapat menjadi area penerimaan dan pengobatan yang esensial
saat adanya bencana atau insiden kimia/biologis/radiasi.

3.1.6.3 Ruang Resusitasi


Ruangan ini digunakan untuk prosedur resusitasi dan
pengobatan bagi pasien yang sakit kritis atau terluka (kategori
Triage 1). Syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
 Ukuran minimal untuk ruang resusitasi yang berisi 1
tempat tidur adalah 35 m2 atau 25 m2 untuk masing-
masing area tempat tidur pada ruangan yang berisi lebih
dari 1 tempat tidur (tidak termasuk area penyimpanan).
 Memiliki area yang dapat memuat ranjang resusitasi
khusus tanpa ada gangguan.
 Ruangan yang dapat memungkinkan akses 360o ke seluruh
bagian pasien untuk tindakan.
 Ruangan untuk sirkulasi yang memungkinkan staff dan
peralatan untuk bergerak keliling di dalam area kerja.
 Memiliki area untuk fasilitas peralatan, monitor,
pencucian dan pembuangan.
 Pencahayaan yang memadai, peralatan untuk
menggantung cairan infus.
 Terjaganya privasi visual dan auditorik secara maksimal
bagi pasien yang berada di ruangan tersebut dan juga bagi
pasien lain dan keluarganya.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 39


Ruang resusitasi harus dapat dijangkau dengan mudah dari
jalur masuk ambulans (namun terpisah dari area sirkulasi
pasien) dan juga mudah dijangkau dari staff station di area
pengobatan/observasi. Ruang resusitasi harus memiliki
peralatan resusitasi dan monitor fisiologis yang lengkap.

Ruang tersebut harus dilengkapi dengan meja kerja, lemari


penyimpanan, tempat cuci tangan, lampu untuk membaca foto
radiologi dan akses komputer. Harus disediakan partisi antara
ruang resusitasi dan ruang lainnya.

Setiap area tempat tidur di ruang resusitasi harus dilengkapi


dengan:
 Service panel seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
 Monitor fisiologis dengan kemampuan EKG, pencetakan,
NIBP, SpO2, suhu dan invasive pressures.
 Satu buah lampu kamar operasi dengan iluminasi minimal
10,000 lux.
 Trolley emergensi yang radiolusen (tembus pandang).

Ruang resusitasi juga harus memiliki:


 Peralatan manajemen jalan napas yang lengkap.
 Fasilitas untuk membaca foto radiologi.
 Jam dinding.
 Telepon.
 Trolley obat-obatan dan peralatan resusitasi jantung.
 Defibrilator atau monitor portabel.
 Alat pacu jantung transkutan.
 Infusion pumps.
 Fluid warmer (Animex).
 Ventilator portabel.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 40


 Pengatur kelembaban udara.

Hal-hal di bawah ini harus dapat diakses segera:


 Emergency Trolley.
 Trolley akses intravena.
 Perlengkapan WSD.
 Perlengkapan NGT.
 Perlengkapan kateter urine dan sistostomi.
 Perlengkapan manajemen jalan napas.
 Perlengkapan akses vaskular invasif.
 Peralatan resusitasi pediatrik.
 Lemari pendingin (untuk menjaga cold chain).

Fasilitas penunjang radiologi terdiri dari:


 X-ray portabel.
 Partisi dan tabir X-ray.

3.1.6.4 Ruang Pengobatan


Area ini digunakan untuk menatalaksana pasien dengan
penyakit-penyakit akut (kategori Triage 2).
Hal-hal yang dibutuhkan antara lain:
 Area yang dapat memuat tempat tidur standar.
 Area penyimpanan untuk peralatan esensial seperti masker
oksigen.
 Area yang memungkinan diletakkannya peralatan
monitoring.

Pasien dengan penyakit yang serius atau berpotensi serius


harus ditempatkan di ruangan ini. Harus ada akses ke ruangan
penyimpanan, ruang tindakan, farmasi, dan toilet serta kamar
mandi pasien. Tiap area harus dipisahkan dengan partisi. Jalur
masuk ke tiap area harus ditutupi dengan partisi yang dapat
dipindahkan atau tirai.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 41


Setiap tempat tidur harus dilengkapi dengan:
 Service panel seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
 Sphygmomanometer.
 Tiang infus.
 Fasilitas untuk membaca foto radiologi.
 Alcohol hand rub dan sarung tangan.
 Penunjang jalan napas buatan (OPA, masker, dsb.).

3.1.6.5 Ruang Isolasi


Ruang isolasi harus disediakan untuk menangani pasien yang
berpotensi infeksius. Ruangan tersebut harus dilengkapi
dengan sistem ventilasi negatif, anteroom dengan fasilitas
scrub up, peralatan perlindungan diri dan harus memiliki
fasilitas yang lengkap. Area-area yang ada di dalam ruang
isolasi harus memiliki persyaratan yang sama dengan ruangan
pengobatan. Lokasi ruangan ini harus bersebelahan dengan
area dimana pasien diterima untuk memungkinkan pasien yang
berpotensi tinggi infeksius untuk segera diisolasi.

Ruang isolasi juga dapat digunakan untuk menangani pasien


dengan kondisi yang membutuhkan ruang terpisah dari pasien
lainnya. Pasien yang meninggal dapat ditempatkan di ruangan
ini untuk memungkinkan keluarga yang ditinggalkan dapat
berduka. Ruangan ini harus tertutup, menggunakan partisi dari
atap hingga ke lantai dan memiliki pintu yang kokoh.

Tiap ED harus memiliki minimal 1 ruangan tunggal


(kebutuhan minimal 1 ruang isolasi per 10.000 pasien yang
datang ke ED per tahun).

3.1.6.6 Ruang Kesehatan Jiwa

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 42


Siloam Emergency Department hanya menangani pasien
gaduh gelisah dan kemudian dirujuk ke RS Khusus Jiwa.
(SESUAI SPM)

3.1.6.7 Ruang Tindakan


Sebuah ED harus memiliki ruang tindakan untuk melakukan
tindakan-tindakan seperti pungsi lumbal, torakostomi,
torakosentesis, parasentesis abdominal, kateterisasi buli-buli,
penjahitan luka, aplikasi gips dan pembidaian (dalam sedasi
atau anestesi regional pada keadaan fraktur atau dislokasi),
dsb. Perlu juga disediakannya monitor fisiologis saat
melakukan tindakan.

Sebuah ruang tindakan membutuhkan insulasi suara dan


berukuran minimal 12 m2 di luar area penyimpanan bidai atau
tongkat. Peralatan dan perlengkapan yang minimal harus
tersedia:
 Service panel
 Tempat penyimpanan untuk plester dan perban
 Lampu kamar operasi yang digantung dari langit-langit
dengan minimal 80,000 lux
 Fasilitas untuk membaca foto radiologi
 Peralatan monitoring: NIBP, SpO2, EKG dengan akses
terhadap peralatan resusitasi
 Sistem distribusi NO atau ruangan penyimpanan untuk
sistem distribusi NO portabel
 Ruangan penyimpanan manset pneumatic dan suplai gas
nya
 Lemari/Plaster Trolley
 Tempat cuci tangan
 Brankar pasien

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 43


 Gudang bidai dan tongkat harus berada dekat dengan
ruang tindakan

3.1.6.8 Staff Station


Staff station di dalam ED dapat menjadi area utama bagi staff
ED. Dari tempat ini staf harus dapat melihat pasien tanpa
gangguan sebaiknya perlu dibuat lebih tinggi, kemudian
station ini terletak di tengah-tengah, tertutup dan dibuat
sedemikian rupa (misalnya dengan menggunakan jendela geser
dan kerai yang dapat dibuka-tutup agar informasi-informasi
rahasia dapat disampaikan tanpa perlu melanggar privasi dan
juga demi keamanan. Sebaiknya ukuran staff station minimal
10m2.

Berikut ini adalah peralatan dan perlengkapan yang harus ada:


 Telepon
 Sambungan langsung untuk ambulans yang akan segera
datang
 Sambungan komputer
 Printer
 Mesin faksimili
 Stop kontak
 Panel informasi alat panggil darurat dan alat panggil
pasien
 Alarm bahaya (di bawah meja)
 HT (Handy Talkie) untuk berkomunikasi dengan tim
ambulans, staff ED dan Siloam Ambulance Centre
 Tempat penyimpanan alat tulis
 Akses tabung pneumatik untuk spesimen laboratorium dan
farmasi
 Meja kerja dan kursi

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 44


3.1.6.9 Ruang Observasi
Ruang observasi adalah ruangan yang digunakan untuk
menatalaksana pasien dengan masalah akut yang diperkirakan
hanya perlu waktu pemantauan kurang dari 6 jam. Jumlah
tempat tidur yang disarankan minimal 8 buah, atau 1 tempat
tidur per 4000 pasien yang datang tiap tahunnya, tergantung
pada variasi kasus yang ada. Seluruh tempat tidur harus
memiliki monitoring fisiologi.

3.1.7 Ruang Tunggu

Ruang tunggu harus memiliki area yang mencukupi jumlah pasien yang
sedang menunggu beserta dengan keluarga atau pengantarnya. Ruang
tunggu sebaiknya terbuka dan mudah dilihat dari area triage dan
penerimaan. Perlu disediakan tempat duduk yang nyaman dan harus ada
area yang cukup luas untuk pasien yang menggunakan kursi roda, kereta
bayi, alat bantu berjalan, dsb. Ruang tunggu harus dibuat dengan
pencahayaan yang maksimal, tenang, jika perlu disediakan area untuk
menonton televisi dan area untuk keluarga atau grup kecil, dihias dengan
karya seni yang tidak mencolok seperti gambar pemandangan, dsb.

Televisi boleh disediakan namun tidak mendominasi ruang tunggu atau


terlalu berisik. Lebih disarankan bahwa televisi menampilkan informasi
mengenai status ED atau pesan-pesan kesehatan masyarakat.

Ruang tunggu harus berada dekat dengan area triage, area penerimaan
dan toilet.
Bila memungkinkan, jumlah tempat duduk yang disediakan adalah 1
tempat duduk per 1000 pasien yang datang per tahun.
Demi keamanan dan kesejahteraan pasien, ruang tunggu sebaiknya
dipantau terus-menerus melalui CCTV.
 Pos Keamanan

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 45


Perlu dipertimbangkan adanya kantor atau pos personel keamanan
di dekat pintu masuk ED. Minimum 1 (satu) orang personel
keamanan harus ditempatkan di dalam ED. Pemantauan jarak jauh
area lain di dalam ED dapat dilakukan dengan CCTV (yang
dipantau dari pusat) dan harus disediakan alarm bahaya di area ini.

3.1.8 Area Registrasi

Setelah pemeriksaan di area triage, pasien atau keluarganya akan


diarahkan ke area administrasi dimana petugas administrasi akan
melengkapi data pasien, memeriksakan rekam medis, dan mencetak label
identifikasi. Jika diputuskan untuk rawat inap, petugas akan menanyai
pasien atau keluarganya di ruang rawat atau di loket penerimaan untuk
menyelesaikan pendaftaran pasien rawat inap.

Area registrasi harus dilengkapi dengan tempat duduk dan diberi pemisah
untuk privasi saat proses pendaftaran. Antara petugas registrasi dan
petugas di ruang pengobatan/observasi harus ada komunikasi langsung.
Area ini harus dirancang sedemikian rupa dengan mempertimbangkan
keselamatan staff dan memungkinkan akses bagi pasien yang cacat.

Area registrasi juga dapat berfungsi sebagai:


 Tempat bertanya
 Penerimaan uang
 Informasi harga
 Penagihan

Kantor administrasi harus memiliki akses terhadap peralatan dan


perlengkapan berikut ini:
 Sambungan komputer
 Telepon
 Mesin faksimili
 Mesin fotokopi

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 46


 Printer
 Ruang penyimpanan alat tulis
 Stop kontak
 Meja kerja

3.1.9 Ruang Tutorial (Hanya untuk Siloam Tipe A)

Ruangan ini menyediakan fasilitas untuk pendidikan atau pertemuan


formal sarjana dan paska sarjana. Sebaiknya berada di area non-klinis
yang tenang, dekat dengan ruangan staff dan kantor-kantor.

Harus dibuat ketentuan untuk pengadaan barang-barang berikut ini:


 Proyektor
 Layar proyektor
 Papan tulis
 Sambungan komputer
 Meja pemeriksaan
 Lemari penyimpanan, yang dapat memuat manikin simulasi dan
materi pelatihan

Jika ED menggunakan fasilitas telemedicine harus memiliki ruangan


yang didedikasikan khusus dan benar-benar tertutup dengan pemasangan
kabel daya dan komunikasi yang sesuai. Ruangan ini harus memiliki
ukuran yang sesuai agar seluruh anggota tim pelayanan dapat melihat
secara simultan dan harus berada dekat atau terintegrasi dengan staff
station.

3.1.10 Area Administrasi

Area administrasi disediakan untuk peran administratif, manajerial,


keamanan dan kualitas, pengajaran dan penelitian dari sebuah ED.

Seiring dengan peranan ED, area administrasi harus dikelola oleh:

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 47


 Manager ED
 Kepala perawat
 RMO
 Dokter spesialis (opsional)
 Staff
 Staff ambulans
 Perawat
 HCA (Health Care Assistant)

3.1.11 Area Penunjang Klinis

 Ruang Penyimpanan (Clean Utility (CU), Obat-obatan dan


Consumables)
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan peralatan (seperti tiang
infus), peralatan medis sekali pakai untuk ED, dan obat-obatan.
Sebaiknya ruang penyimpanan dapat memenuhi kebutuhan alat-alat
medis sekali pakai dan cairan infus di ED untuk 1 minggu.
Diperlukan luas area dan jumlah stop kontak yang memadai untuk
menyimpan dan mengisi ulang alat-alat yang menggunakan baterai
(seperti infusion pumps), mengakomodasi area persiapan obat dan
lemari pendingin untuk menjamin integritas cold chain. Selain itu
ruangan ini juga harus dapat memuat alat-alat yang bersih dan steril
dan disediakan meja untuk menyiapkan alat-alat yang akan
digunakan.

 Ruang Dirty Utility (DU)


Diperlukan area yang memadai untuk meletakkan barang-barang
berikut ini:
- Bench top dengan wastafel dan drainer
- Rak panci dan botol
- Rak untuk bowl and basin
- Tempat untuk mencuci alat-alat
- Flushing sink

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 48


 Linen Trolley Bay
Linen bersih harus selalu tersedia di ruang penyimpanan.

 Mobile Radiology Bay


Alat-alat radiologi yang dibutuhkan untuk keperluan pemeriksaan
penunjang harus dapat diakses dengan mudah dan cepat. ED
sebaiknya berada satu level dan berdampingan dengan Departemen
Radiologi.

 Trolley/Wheelchair Bay

 Ruang Petugas Kebersihan

 Toilet Pasien

3.1.12 Fasilitas Staf

Paling tidak satu ruangan harus disediakan di dalam ED bagi staf untuk
menghilangkan kepenatan di waktu senggang, bukan untuk tidur.

Makanan dan minuman harus dapat disediakan dan harus dilengkapi


dengan meja dan kursi yang sesuai. Ruangan ini harus berada jauh dari
area pelayanan pasien dan memiliki penerangan yang alami, pelapis
dinding dan lantai yang sesuai. Ukuran ruangan staf harus disesuaikan
dengan jumlah staf yang bekerja pada suatu waktu dan kebutuhannya.

3.1.13 Keamanan

Mengingat banyaknya jumlah pasien dan pengunjung yang datang ke


ED, pihak rumah sakit memiliki peran untuk menjaga keamanan dan
keselamatan pegawai, pasien dan pengunjung. Berikut ini merupakan
masalah keamanan yang perlu dipertimbangkan:
 Perimeter Access Control

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 49


Jalur masuk ambulans dan non-ambulans sebaiknya terpisah, dan
pintu kaca harus terbuat dari bahan yang tahan terhadap benturan
tinggi. Akses dari ruang tunggu ke ruang pengobatan harus
dikontrol. Harus ada akses yang terbatas dari bagian lain di rumah
sakit ke ED.

 Alarm Bahaya
Tombol alarm bahaya harus diletakkan di area yang sesuai, seperti
yang dianjurkan oleh penilaian resiko keamanan.

 Personel Keamanan
Keberadaan personel keamanan dibutuhkan di dalam ED untuk
membantu masalah keselamatan dan keamanan. Mereka harus
ditempatkan di dalam atau dekat dengan ED, dengan akses
komunikasi yang singkat.

 Pemantauan Elektronik
Area-area yang relatif tidak terlihat atau terisolasi harus dipantau
secara elektronik (misalnya dengan CCTV), dengan monitor yang
diletakkan di area yang mudah dilihat oleh staff.

3.2 Ambulans

ED Siloam harus memiliki armada ambulans sebagai berikut:


 Siloam Tipe A: minimal 3 ambulans yang terdiri dari:
o Minimal 2 ambulans emergensi, dan
o Minimal 1 ambulans transportasi
 Siloam Tipe B dan RSUS: minimal 2 ambulans yang terdiri dari:
o Minimal 1 ambulans emergensi, dan
o Minimal 1 ambulans transportasi

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 50


Obat-obatan tidak boleh disimpan di dalam ambulance, melainkan diletakkan di
dalam ED (sebaiknya di dalam Drugs and Consumable Room) dimana suhu
ruangannya sangat sesuai untuk menjaga kualitas obat tersebut. Obat-obatan
tersebut sebaiknya dikemas dalam sebuah tas yang siap dibawa sewaktu-waktu
saat ambulance diperlukan.

Kelengkapan alat dan obat-obatan harus dicek setiap hari oleh staff perawat yang
bertugas sebagai Nurse Ambulance.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 51


BAB IV
TATA LAKSANA LAYANAN

4.1 Jenis Pelayanan

Emergency Department Siloam Hospitals memberikan pelayanan gawat darurat


24 jam kepada pasien walk-in, pasien rujukan dari RS lain, dan pasien yang
datang dengan ambulans.

Selain itu, ED memiliki layanan GP Clinic untuk menangani pasien dengan


kategori triage 3 (false emergency).

4.2 Alur Pelayanan

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 52


4.3 Daftar SOP yang Digunakan di ED

1. KRS – SHFO – 001


2. PP – SHAE – 001
3. PP – SHAE – 003
4. PP – SHAE – 004
5. PT – LVETC – 017
6. PT – LVETC – 024
7. PT – LVETC – 025
8. PT – LVETC – 027
9. PT – LVETC – 046
10. PT – LVETC – 051
11. PT – LVNUR – 00 – 001
12. PT – LVOT – 002

4.4 Daftar Formulir yang Digunakan di ED

a. Catatan Medis Gawat Darurat (Accident Emergency Medical Record)


b. Catatan Keperawatan Peri Operatif
c. Persetujuan Tindakan Medik/Bedah (Consent to Medical/Surgical
Treatment)
d. Persetujuan Tindakan Pembiusan (Informed Consent Anaesthesia)
e. Formulir permintaan pemeriksaan radiologi:
o Radio Diagnostic Imaging Examination Form
o Multi Slices Computed Tomography
o Magnetic Resonance Imaging
f. Pernyataan
g. Catatan Observasi Neurologi
h. Stroke/TIA – Penilaian Awal
i. Lembar Pengkajian Luka/Luka Tekan (Wound/Pressure Ulcer Assessment
Tool)
j. Catatan Observasi Khusus dan Pengkajian Nyeri
k. Persetujuan Test HIV (Consent for HIV Test)

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 53


l. Formulir Permintaan Fisioterapi Rutin (Routine Physiotherapy Request
Form)
m. Surat Permohonan Rawat Inap
n. Rujukan Internal (Internal Referral)
o. Catatan Pengobatan (Inpatient Medication Record)
p. Patologi Klinik 41
q. Catatan Pemindahan Pasien dari Rawat Jalan
r. Pelaksanaan & Catatan Edukasi Pasien Pulang Multidisiplin
s. Resume Medis (Summary Letter)
t. Formulir Serah Terima Jenasah
u. Surat rujukan ke bagian forensik RSU setempat
v. Surat keterangan DOA

4.5 Kebijakan Tarif Layanan ED

Tarif yang berlaku di ED, GP Clinic dan Ambulance Service disesuaikan


dengan kebijakan dari pimpinan masing-masing unit dan dapat berubah
sewaktu-waktu.
a. Daftar Tarif ED 2013

Tarif RMO ED Surcharges


Administrasi
07.00 – 19.00 19.00 – 07.00 (ED Room)
SHLV Rp 30.000 Rp 90.000 Rp 170.000 Rp 100.000
SHKJ Rp 30.000 Rp 90.000 Rp 170.000 Rp 100.000
MRCCC Rp 35.000 Rp 90.000 Rp 170.000 Rp 100.000
SHTB Rp 20.000 Rp 75.000 Rp 150.000 Rp 90.000
SHLC Rp 20.000 Rp 75.000 Rp 75.000 Rp.90.000
SHSB Rp 25.000 Rp. 100,000 Rp 125.000 Rp 90.000
SHBL Rp 30.000 Rp 60.000 Rp 85.000 Rp 80.000
SHJB RP 20.000 Rp 60.000 Rp 75.000 Rp 100.000
SHPL Rp 30.000 Rp 60.000 Rp 85.000 RP 80.000.
Rp 25.000 (B)
SHBP Rp 80.000 Rp 80.000 Rp 80.000
Rp 10.000(L)

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 54


SHMK Rp 20.000 Rp 50.000 Rp 75.000 Rp 90.000
SHMN Rp 30.000 Rp 50.000 Rp 75.000 Rp 90.000
RSUS Rp15.000 Rp 25.000 Rp 25.000 -

b. Daftar Tarif GP Clinic 2013

Tarif GP Clinic
Administrasi
07.00 – 19.00 19.00 – 07.00
SHLV Rp 20.000 Rp. 70.000 Rp. 90.000
SHKJ Rp 30.000 Rp. 70.000 Rp. 90.000
MRCCC Rp 35.000 Rp. 70.000 Rp. 90.000
SHTB Rp 20.000 Rp. 70.000 Rp. 90.000
SHLC Rp 20.000 Rp 50.000 Rp 50.000
SHSB Rp 25.000 Rp 50.000 Rp 50.000
SHBL Rp 22.000 Rp 50.000 Rp 60.000
SHJB Rp 20.000 Rp 50.000 Rp 60.000
SHPL Rp 30.000 Rp 50.000 Rp 60.000
Rp 25.000( B)
SHBP Rp 60.000 Rp 60.000
Rp 10.000(L)
SHMK Rp 20.000 Rp 40.000 Rp 40.000
SHMN Rp 30.000 Rp 30.000 Rp 30.000
RSUS Rp 15.000 Rp 25.000 Rp 25.000

c. Daftar Tarif Ambulance Service 2013

ZONE 1 ZONE 2 ZONE 3


SHLV Rp 500.000 Rp 750.000 Rp 1.500.000
SHKJ Rp 500.000 Rp 750.000 Rp 1.500.000
MRCCC Rp 500.000 Rp 750.000 Rp 1.500.000
SHLC Rp 500.000 Rp 750.000 Rp 1.500.000
SHTB Rp 500.000 Rp 750.000 Rp 1.500.000
SHSB Rp 500.000 Rp 750.000 Rp 1.500.000
SHBL Rp 300.000 Rp 600.000 -
SHJB Rp 400.000 Rp 750..000 Rp 1.500.000

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 55


SHPL Rp 250.000 Rp 500.000 Rp 1.100.000
SHBP Rp 200.000 Rp 300.000 Rp. 400.000
SHMK Rp 225.000 Rp 450.000 Rp 1.370.000
SHMN Rp 225.000 Rp 450.000 -

4.6 Etika dan Medikolegal

4.6.1 Informed Consent

Informed consent (persetujuan tindakan kedokteran) adalah persetujuan


yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.

Berdasarkan Permenkes no. 290 tentang Persetujuan Tindakan


Kedokteran, semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap
pasien harus mendapat persetujuan, baik secara tertulis maupun lisan,
setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya
tindakan kedokteran dilakukan.

Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan /


atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan
kedokteran, namun dokter atau dokter gigi yang membuat keputusan
tersebut wajib mencatat keputusan tersebut di dalam rekam medik dan
wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah
pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.

Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung kepada


pasien dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.
Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar,
penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar.
Penjelasan yang diberikan sekurang-kurangnya mencakup:
 Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 56


 Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan.
 Alternatif tindakan lain dan resikonya.
 Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
 Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
 Perkiraan pembiayaan.

4.6.2 Bioetika

Hubungan dokter-pasien masih menjadi esensi moral di dalam dunia


kedokteran dan merupakan elemen yang paling berpengaruh pada etika
biomedis. Praktek kedokteran emergensi merupakan bidang yang unik
dan memberikan tantangan moral bagi para dokter emergensi. Kebutuhan
pasien dalam mencari pertolongan gawat darurat dan dalam
mempercayai seorang dokter murni berdasarkan jaminan institusional
dan profesional ketimbang hubungan personal antar individu. Maka dari
itu, tanggung jawab etika dokter emergensi berlandaskan pada asas
Beneficence, Autonomy, Justice dan Nonmaleficence.
 Beneficence
Merupakan prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan
bagi kebaikan pasien atau penyediaan keuntungan dan menyeimbangkan
keuntungan tersebut dengan resiko dan biaya. Dalam Beneficence tidak
hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan
yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya
(mudharat).

 Autonomy
Merupakan prinsip yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination) dan merupakan
kekuatan yang dimiliki pasien untuk memutuskan suatu prosedur medis.
Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin Informed
consent.

 Justice

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 57


Merupakan prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya
(distributive justice) atau pendistribusian dari keuntungan, biaya dan
resiko secara adil.

 Nonmaleficence
Merupakan prinsip menghindari terjadinya kerusakan atau prinsip moral
yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini
dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm“.

Berikut ini beberapa persoalan bioetika yang kerap kali dihadapi di ED:
 Brain Death
Berdasarkan PP no. 18/1081 pasal 1 (g), meninggal dunia adalah keadaan
insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang, bahwa fungsi
otak, pernapasan dan/atau denyut jantung seseorang telah berhenti.

Yang berwenang menentukan kematian adalah 2 (dua) orang dokter,


antara lain:
o Dokter umum
o Spesialis anestesiologi
o Intensivist (ahli perawatan intensif)
o Spesialis saraf
o Spesialis bedah saraf

Untuk dapat menyatakan kematian seseorang, perlu dipastikan sudah


tidak adanya refleks batang otak dimana sudah tidak adanya respon
terhadap cahaya, refleks kornea, refleks vestibulo-okular, respons
motorik, gag reflex dan refleks batuk.

Persoalan brain death perlu diutarakan kepada keluarga pasien


sedemikian rupa dengan pertimbangan sebagai berikut:
o Menghentikan usaha yang sia-sia/tidak jujur.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 58


o Menghilangkan stress untuk keluarga dan petugas kesehatan.
o Menghemat biaya.
o Meningkatkan potensi untuk berbuat sesuatu yang lebih positif.

 Perawatan paliatif
Merupakan perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi.
Perawatan ini bertujuan untuk mengurangi penderitaan pasien,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga
memberikan dukungan kepada keluarga pasien, sehingga sebelum
meninggal pasien sudah siap secara psikologis dan spiritual serta tidak
stress menghadapi penyakit yang dideritanya.

Prinsip-prinsip perawatan paliatif:


o Menghargai setiap kehidupan.
o Menganggap kematian sebagai proses yang normal.
o Tidak mempercepat atau menunda kematian.
o Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan.
o Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.
o Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial dan spiritual dalam
perawatan pasien dan keluarga.
o Menghindari tindakan medis yang sia-sia.
o Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif
sesuai dengan kondisinya sampai akhir hayat.
o Pemenuhan kebutuhan dasar seperti nutrisi, spiritual, harga diri
sehingga pasien bisa menjadi lebih bersemangat.
o Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita.

 Euthanasia
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani yang berarti kematian yang baik,
terdiri kata eu yang berarti baik, dan thanatos yang berarti cara
mengakhiri kehidupan untuk mengurangi nyeri dan penderitaan.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 59


Negara Indonesia dengan jelas melalui pasal 344 KUHP tidak mengenal
hak untuk mati dengan bantuan orang lain. “Barang siapa menghilangkan
jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya
dengan nyata dan sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya
duabelas tahun.”

 DNR (Do Not Resuscitate)


Resusitasi merupakan prosedur medis yang bertujuan untuk
mengembalikan fungsi jantung dan pernapasan bagi individu yang
mengalami henti jantung dan/atau napas.

DNR adalah permintaan medis untuk tidak memberikan resusitasi bagi


individu yang tidak menginginkan resusitasi. DNR merupakan hak
pasien sehingga petugas kesehatan wajib menghargai dan berusaha untuk
memenuhi keinginan pasien tersebut.

Permintaan DNR dapat diajukan sendiri oleh pasien, dimana pasien


berada dalam keadaan sadar penuh, pasien dinilai mampu membuat
keputusan (dari segi usia). Dalam kondisi pasien tidak sadar atau koma,
permintaan DNR dapat diajukan oleh orang tua pasien (terutama jika
pasien masih belum cukup umur), istri/suami sah pasien, anak pasien,
sanak saudara pasien atau wali yang sebelumnya telah ditunjuk oleh
pasien.

4.6.3 Medikolegal

Resiko medik dan kecelakaan medik merupakan 2 hal yang cukup


mendapat perhatian dalam pelayanan kesehatan dan pelayanan medis.

Resiko medik ialah sebuah ketidakpastian dan kemungkinan terjadinya


kerugian medik yang meliputi kerugian fisik (gangguan fisik temporer
maupun permanen), kerugian psikologis (depresi, rasa malu), dan

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 60


kerugian ekonomi (kehilangan mata pencaharian, masa perawatan yang
lebih lama).

Pelayanan kesehatan dan pelayanan medis yang bermutu bukan berarti


pelayanan tersebut bebas dari resiko medik. Setiap tindakan medik
tentunya mempunyai manfaat yang kita dapatkan, namun juga selalu ada
resiko yang harus dihadapi. Reaksi alergi dan komplikasi dalam tubuh
pasien merupakan salah satu resiko medik yang dapat terjadi pada
pelayanan medis ataupun tindakan medik yang dilakukan oleh dokter
kepada pasien. Dalam hal resiko medik, pelakunya tidak dapat
dipersalahkan dan tidak dapat diminta pertanggungjawabannya secara
hukum, asalkan resiko medis ini merupakan resiko murni, dimana tidak
ada unsur kelalaian atau kesengajaan.

Sedangkan kecelakaan medik merupakan suatu peristiwa/tindakan medik


yang tidak disengaja dan tidak terduga dan berakibat tidak
menguntungkan atau malah merugikan pasien. Kelelahan, stres dan
gejala depresi lainnya merupakan beberapa faktor yang berpengaruh
pada human error yang menyebabkan terjadinya kecelakaan medik.

Walaupun resiko medik dan kecelakaan medik terjadi secara tidak


terduga, namun kemungkinan timbulnya resiko atau kecelakaan itu harus
dibuat seminimal mungkin dengan melakukan tindakan pencegahan
maupun tindakan penanganan apabila resiko atau pun kecelakaan medik
tersebut telah terjadi.

Untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya resiko dan kecelakaan


medik, maka perlu dilakukan manajemen pelayanan medis yang
merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan
pengontrolan sumber daya, sistem, fasilitas dan sebagainya untuk
mencapai pelayanan medis yang baik dan diberikan secara efektif dan
efesien dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya resiko dan

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 61


kecelakaan, serta melakukan tindakan segera apabila resiko dan
kecelakaan itu terjadi.

Jika tenaga kesehatan sudah melakukan tindakan-tindakan pencegahan


dan antisipasi, tetapi masih juga terjadi dan hasilnya negatif, maka hal ini
tidak dapat dipersalahkan kepada dokternya karena hal tersebut termasuk
resiko yang harus ditanggung oleh pasien.

Organisasi rumah sakit sangat rumit dan unik, dikarenakan mengatur


semua kebijakan dan kegiatan yang berbeda namun harus bekerjasama
dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Dengan demikian, sangat perlu dilakukan manajemen pelayanan medis
agar dapat dipastikan bahwa seorang dokter tidak melakukan kesalahan
atau kelalaian dalam melakukan tindakan medik, serta dokter
melaksanakan profesinya dengan berpedoman kepada standar pelayanan
medis yang telah digariskan oleh ikatan profesi dalam bidang
keahliannya. Oleh karena itu, sudah seharusnya rumah sakit mempunyai
tujuan pelayanan untuk melindungi pasien dari praktek rumah sakit yang
tidak layak beroperasi, melindungi tenaga kesehatan dari bahaya yang
ditimbulkan oleh rumah sakit, melindungi masyarakat dari dampak
lingkungan rumah sakit dan lain-lain.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 62


BAB V
KESELAMATAN PASIEN

Pelayanan yang diberikan di ED harus memenuhi standar International Patient Safety


Goals (IPSG) sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi pasien dengan benar
Dalam memenuhi standar ini, seluruh staff harus mampu mengidentifikasi
pasien dengan benar sebelum melakukan tindakan, memberikan perawatan dan
terapi pada pasien. Identifikasi pasien dilakukan dengan menanyakan nama
pasien, tanggal lahir, atau dengan mencocokkan nomor rekam medis pasien
dengan form pemeriksaan/form terapi yang digunakan.
Pada kasus dimana terdapat korban massal, identifikasi pasien dilakukan dengan
identifikasi sementara menggunakan urutan kedatangan dan tanggal pada hari
tersebut. Contoh: Bencana massal terjadi tanggal 3 Oktober, maka jika pasien
pertama adalah seorang pria tidak sadar dan tidak memiliki kartu identitas, maka
akan diidentifikasi sebagai berikut: Mr. Satu Tiga Oktober.
2. Meningkatkan komunikasi efektif
Setiap staff ED yang menerima instruksi, dari dokter atau menerima laporan
hasil pemeriksaan laboratorium atau hasil pemeriksaan radiologi, harus
memastikan instruksi/laporan tersebut dengan cara mengulang instruksi yang
disebutkan untuk menghindari kesalahan pelaksanaan instruksi.
3. Meningkatkan Keamanan Penggunaan Obat yang Membutuhkan Perhatian
Keamanan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian diimplementasikan
dengan selalu melakukan double check oleh 2 orang saat menerima permintaan
obat-obat High Alert dan saat akan memberikan obat tersebut ke pasien.
4. Mengurangi risiko infeksi
Risiko infeksi dapat berkurang dengan implementasi 6 langkah cuci tangan yang
dilakukan pada 5 “saat” (sebelum kontak dengan pasien, sesudah kontak dengan
pasien, setelah kontak dengan cairan tubuh, sebelum melakukan prosedur, dan
setelah kontak dengan lingkungan pasien).
5. Mengurangi resiko pasien cedera karena jatuh

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 63


Pengkajian resiko jatuh harus dilakukan pada setiap pasien ED, diikuti dengan
intervensi yang sesuai dengan hasil pengkajian.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 64


BAB VI
PENGENDALIAN MUTU

6.1 Indikator Mutu

Untuk memastikan bahwa Emergency Department Siloam Hospitals telah


memberikan pelayanan gawat darurat yang berkualitas, setiap unit harus
memenuhi indikator-indikator mutu yang telah ditentukan. Indikator tersebut
meliputi:

6.1.1 Indikator Mutu Pelayanan dan Fasilitas


 Penggunaan ambulans 1 & 2 untuk kasus non-emergensi.
 Jumlah telepon yang terabaikan oleh tim Siloam Ambulance Center.
 Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mendapatkan data pasien
dari panggilan emergensi.
 Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk berangkat dari rumah sakit
setelah panggilan emergensi berakhir.

6.1.2 Indikator Mutu Pelayanan Klinis

 Waktu rata-rata yang dibutuhkan bagi dokter ambulan suntuk


menghubungi pasien/penelepon dari waktu pasien menghubungi
Siloam Ambulance Center.
 Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk sampai di lokasi dari waktu
pasien menghubungi Siloam Ambulance Center.
 Pre-hospital care: mengenai penilaian kondisi dan tanda-tanda vital
pasien.
 Persentase pasien kategori triage 3 yang ditangani di ED.
 Dokumentasi alur SKA & Stroke.
 Sindrom Koroner Akut – waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk
melakukan EKG sejak pasien datang (diagnosis).
 Sindrom Koroner Akut – waktu rata-rata untuk memulai intervensi
sejak pasien datang/ average door-t-balloon time (penatalaksanaan)

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 65


 Pasien Stroke – waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk melakukan
CT/MRI sejak pasien datang.
 Pasien Stroke – waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menghubungi
dokter spesialis.
 Kelengkapan jadwal on-call dokter spesialis.

6.1.3 Indikator Mutu Pengembangan dan Pelatihan


 Persentase perawat ED yang telah menyelesaikan EMT Basic.
 Persentase perawat ED yang telah menyelesaikan EMT Intermediate.
 Persentase perawat ED yang telah bekerja selama 3 tahun di ED
Siloam dan telah menyelesaikan EMT Intermediate.
 Persentase perawat ED yang telah menyelesaikan EMT Advance.
 Persentase perawat ED yang telah bekerja selama 5 tahun di ED
Siloam dan telah menyelesaikan EMT Advance.
 Persentase RMO ED yang telah bekerja selama 2 tahun di ED
Siloam dan telah menyelesaikan EMT Advance.
 Jumlah Mock Drill yang dilaksanakan per bulan.
 Kehadiran RMO ED (termasuk semua RMO yang rotasi ke ED)
minimal pada 2 kegiatan CME per bulan/1 program pelatihan
tambahan per bulan (E-learning, presentasi kasus).
 RMO dan perawat SRC 1.
 Perawat SRC 2.
 RMO SRC 2.

6.1.4 Indikator Mutu Sumber Daya Manusia

 Turnover perawat ED.


 Turnover dokter.

6.2 Manajemen Insiden dan Risiko

Dalam upaya mengendalikan mutu, setiap insiden yang terjadi dan risiko yang
mengancam Emergency Department harus ditangani dengan baik, termasuk

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 66


dilakukannya Root Cause Analysis (RCA) untuk insiden dengan kategori Severe
Assessment Code (SAC) 1 dan 2. Hal tersebut dilakukan melalui laporan insiden
baik medis maupun umum yang dilaporkan setiap ada kejadian nyaris celaka
maupun kejadian tidak diharapkan.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 67


BAB VII
LAPORAN

Emergency Department Dashboard merupakan sistem pelaporan rutin kepada pimpinan


(CEO) tiap unit Siloam Hospitals dan Head Office menggunakan aplikasi “LK-
SVROPENHIS-01” dimana setiap unit harus melaporkan:
 Laporan Harian (Daily Report)
Berisi data mengenai jumlah pasien ED, persentase pasien ED yang dirawat
inap, jumlah pasien ED yang dirujuk, jumlah pasien ED yang meninggal, jumlah
kasus true emergency, jumlah pasien kategori triage 3, jumlah pasien dengan
Sindrom Koroner Akut (SKA), dan jumlah total pasien stroke, disertai dengan
laporan mengenai jumlah insiden medis yang terjadi dalam satu hari.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 68


 Laporan Bulanan (Monthly Report)
Berisi akumulasi data laporan harian selama satu bulan, disertai dengan laporan
turnover staff ED (baik RMO dan perawat) dalam satu bulan.

 Indikator Pelayanan (Key Performance Indicator/Emergency Dashboard)


Berisi data mengenai pencapaian ED dalam satu bulan diukur dari indikator-
indikator yang sudah ditentukan.

Pedoman Pelayanan Emergency Department – SHG 2013 69

Anda mungkin juga menyukai