Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Pengertian -Membersihkan luka, mengobati luka, dan menutup kembali luka dengan
tehnik steril
Indikasi -luka baru maupun luka lama, luka post operasi, luka bersih, luka kotor
Kompetensi - Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman
Sup kopetensi - perawatan Luka
5.
KLASIFIKASI 1. Luka bersih
LUKA BEDAH Luka operasi yang tidak terinfeksi, dimana tidak ditemukan adanya
inflamasi dan tidak ada infeksi saluran pernafasan, pencernaan, dan
urogenital. Kondisi luka tertutup dan tidak ada drainase.
2. Luka bersih terkontaminasi
Luka operasi dimana berhubungan dengan saluran pernafasan,
pencernaan, genital atau bagian yang mengenai saluran kemih
3. Luka terkontaminasi
Dalam luka pembedahan ditemukan peradangan non purulen
4. Luka kotor atau terinfeksi
Luka yang terdapat pus, pervorasi visera, luka yang mengalami
traumatic dan sudah lama atau terinfeksi dari sumber lain
PROSES Proses dasar biokimia dan selular yang sama terjadi dalam penyembuhan
PENYEMBUHAN semua cedera jaringan lunak, baik luka ulseratif kronik, luka taumatis atau
LUKA luka akibat tindakan bedah. Proses fisiologis penyembuhan luka dapat
dibagi dalam 4 fase :
1. Inflamasi
2. Fase distruktif
3. Fase fase proliferasi
4. Fase maturasi
FAKTOR YANG Factor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka dibagi menjadi dua
MEMPENGARUHI factor, yaitu sistemik dan factor local :
PENYEMBUHAN Faktor sistemik : usia, nutrisi, insufisiensi vascular, obat-obatan
LUKA Factor local : suplai darah, infeksi, nekrosis, adanya benda asing pada luka
2
2. BALUTAN Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang
penyembuhan luka. Apabila balutan tidak sesuai dengan karakteristik
luka, maka balutan tersebut dapat mengganggu penyembuhan luka.
Pilihan jenis balutan dan metode pembalutan luka akan mempengaruhi
kemajuan penyembuhan luka.
Karakteristik balutan luka yang ideal :
Dapat menyerap drainase untuk mencegah terkumpulnya eksudat
Tidak melekat
Impermeable terhadap bakteri
Mampu mempertahankan kelembaban yang tinggi pada luka
Penyekat suhu
Non toksik dan non alergenik
Nyaman dan mudah disesuaikan
Mampu melindungi luka dari trauma lebih lanjut
Biaya ringan
Awet
Pada luka operasi dengan penyembuhan primer, umumnya balutan
dibuka segera setelah drainase berhenti. Sebaliknya pada penyembuhan
skunder, balutan dapat menjadi sarana untuk memindahkan eksudat dan
jaringan nekrotik secara mekanik.
Tujuan pembalutan :
Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme
Membantu hemostasis
Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan
untuk melakukan debridement luka
Menyangga atau mengencangkan tepi luka
Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka
Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka
Mempertahankan kelembapan yang tinggi diantara luka dengan
balutan
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat selama melakukan
prosedur penggantian balutan :
Perawat harus mencuci tangan sebelum dan sesudah perawatan luka
Perawat tidak boleh menyentuh luka terbuka atau luka baru secara
langsung tanpa menggunakan sarung tangan steril
Apabila luka ditutup, alutan dapat diganti tanpa menggunakan
sarung tangan
Balutan pada luka tertutup harus diangkat atau diganti jika sudah
terlihat basah atau jika menunjukkan tanda dan gejala infeksi
Tipe balutan
Luka bersih terkontaminasi
Luka operasi dimana berhubungan dengan saluran pernafasan,
pencernaan, genital atau bagian yang mengenai saluran kemih
3. MEMFIKSASI Perawat dapat menggunakan plester, tali atau perban, atau balutan
BALUTAN skunder dan pengikat kain untuk memfiksasi balutan pada luka.
Pilihannya tergantung dari ukuran luka, lokasi, ada tidaknya drainase,
frekuensi penggantian balutan, dan tingkat aktifitas pasien.
Perawat paling sering menggunakan plester untukmemfiksasi balutan
jika klien tidak alergi terhadap plester.
Kulit yang sensitive terhadapplester perekat dapat mengalami inflamasi
dan ekskoriasi yang sangat berat dan bahkan dapat terlepas dari kulit
ketika plester diangkat.
2. Tahap orientasi
Memberikan salam, memanggil klien dengan namanya
Menjelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien /
keluarga
3. Tahap kerja
Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum
kegiatan dimulai
Susun semua peralatan yang diperlukan di troly dekat pasien (
jangan membuka peralatan steril dulu )
Letakkan bengkok di dekat pasien
Jaga privacy pasien, dengan menutup tirai yang ada di sekkitar
pasien, serta pintu dan jendela
Mengatur posisi klien, instruksikan pada klien untuk tidak
menyentuh area luka atau peralatan steril
Mencuci tangan secara seksama
Pasang perlak pengalas
Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester,
ikatan atau balutan dengan pinset
Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya
dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan. Jika
masih terdapat plester pada kulit, bersihkan dengan kapas alcohol
Dengan sarung tangan atau pinset, angkat balutan, pertahankan
permukaan kotor jauh dari penglihatan klien
Jika balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan
larutan steril / NaCl
Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan
Buang balutan kotor pada bengkok
Lepas sarung tangan dan buang pada bengkok
Buka bak instrument steril
Siapkan larutan yang akan digunakan
Kenakan sarung tangan steril
Inspeksi luka
Bersihkan luka dengan larutan antiseptic yang diresepkan atau
larutan garam fisiologis
Pegang kassa yang dibasahi larutan tersebut dengan pinset steril
Gunakan satu kassa untuk satu kali usapan
Bersihkan dari area kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi
Gerakan dengan tekanan progresif menjauh dari insisi atau tepi
luka
Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka atau insisi. Usap
dengan cara seperti di atas
Berikan salp antiseptic bila dipesankan / diresepkan, gunakan
tehnik seperti langkah pembersihan
Pasang kassa steril kering pada insisi atau luka
Gunakan plester di atas balutan,fiksasi dengan ikatan atau
balutan
Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempatnya
Bantu klien pada posisi yang nyaman
4. Tahap terminasi
Mengevaluasi perasaan klien
Menyimpulkan hasil kegiatan
Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
Mengakhiri kegiatan
Mencuci dan membereskan alat
Mencuci tangan
5. Dokumentasi
Mencatat tanggal dan jam perawatan luka
Mencatat Kondisi luka
PENANGANAN ABORTUS
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
PENGERTIAN
ABORTUS
Definisi Adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat badan anak kurang dari 500 gram.
Abortus komplit:
Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu.
Abortus inkomplit:
Adalah sebagian konsepsi telah keluar dari vakum uteri, sebagian lagi
masih tertinggal.
Abortus insipiens:
Abortus imminens:
Missed Abortion :
Abortus habitualis:
Disertai syok karena pendarahan, segera diberikan infus intra vena NaCl
fisiologi atau cairan Ringer yang selakas mungkin dan disusul dengan
darah. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan pasca tindakan
disuntikkan intramuskuler ergometrin untuk mempertahankan kontraksi
otot uterus..
V. Missed abortion
d. Anemia
f. Perforasi
Pemberian uterotonik
Konsultasi Konsultasi
Lama Perawatan Pasca kuretase pasien tidak perlu dirawat, kecuali ada komplikasi
Masa pemulihan Pasien abortus dapat diberikan cuti sakit paling lama 2 minggu
Output Baik
PA Jaringan konsepsi dapat dikirim ke lab, Patologi anatomi bila fasilitas
memungkinkan
SOP KETUBAN PECAH DINI
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Nilai bunyi jantung janin dengan stetoskop Lacnee atau dengan fetal
phone atau dengan CTG. Bila ada infeksi intra uteri atau peningkatan
suhu bunyi jantung janin akan meningkat
Pemeriksaan Dokter Umum, Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan
penunjang
Standar tenaga Dokter umum atau dokter spesialis kebidanan dan kandungan
Perawatan RS Harus dirawat di rumah sakit sampai air ketuban berhenti atau setelah
perawatan dari tindakan terminasi kehamilan selesai
A. Konservatif :
Rawat di RS
Antibiotika kalau ketuban pecah < 6 jam (amoxicillin 500mg)
Umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
Bila sudah 32-34 minggu masih keluar, maka pada usia kehamilan
35 minggu pertimbangan untuk terminasi kehamilan sangat
tergantung pada kemampuan perawatan. Pada usia kehamilan 34
minggu berikan steroid selama 7 hari, untuk memacu kematangan
paru janin.
B.Aktif:
Terapi Infeksi
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Mayor :
- Kehamilan multiple
- Hidramnion
- Anomaly uterus
- Iritabilitas uterus
Minor :
- riwayat pielonefritis
- merokok lebih dari 10 batang/hari
1. Golongan beta-mimatik :
o Salbutamol (Salbron, Salbuven):
1.
o Terbutalin (Bricasma)
1. Magnesium sulfat
Parenteral : 4-6 g/iv : pemberian bolus selama 20-30 menit infuse 2-4
g/jam (rumatan)
1.
o Mutlak : gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum
yang banyak
o Relatif : gestosis, diabetes melitus, pertumbuhan janin terhambat,
pembukaan serviks lebih dari 4 cm.
- Janin sungsang
- perdarahan intracranial
- trauma persalinan
- sepsis
- gangguan neurology
Referensi 1. lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan RSU dr
Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis dan terapi Edisi III 2008
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Definisi Pendarahan per vaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
a. Pendarahan per vaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau
lebih
Pemeriksaan:
Obstetrik :
Periksa luar :
USG
Diagnosa Banding Solusio plasenta
a. Ringan:
Pendarahan kurang dari 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada
tanda renjatan. Janin hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/8 bagian
permukaan, kadar fibrinogen ≥ 250 mg%
b. Sedang:
Pendarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdpt tanda pra renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta ¼ – 2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen 120-150 mg%
c. Berat:
Plasenta Previa:
Batasan :
Vasa Previa :
Batasan:
b. Kardiotokografi
c. USG
Menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin.
Tidak terdapat rejatan : usia gestasi kurang dari 10 minggu TBF <
2500 gram
I. Solusi Plasenta
A. Ringan :
Ekspektatif
- Tirah baring
- Atasi anemia
Aktif
- Bila pendarahan dan pelvik score < 5 atau persalinan masih lama>
6 jam seksio sesarea.
B. Sedang/ Berat:
Resusitasi cairan
Atasi anemia ( transfusi darah)
PDMO:
- resusitasi cairan
- Atasi anemia
- PDMO
A. Solusio Plasentae
B. Plasenta Previa
C. Vasa Previa
2. Terdapat Renjatan
1. Solusio plasenta
1. Plasenta previa
Pada ibu:
Renjatan
Gagal ginjal akut/akut tubular nekrosis
DIC ( Disseminated Intra vascular Coagulation)
Plasenta acreta
Pada Janin:
Asfiksia
BLLR
RDS
B. Karena Tindakan/terapi
Pada Ibu :
Reaksi tranfusi
Kelebihan cairan
Renjatan
Infeksi
Pada Janin :
Asfiksia
Infeksi
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Kolposkopi
Biopsi
Konisasi
Labortorium
Radologi
Usg
Endoskopi
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Definisi Tumor jinak lapisan miometrium rahim dengan sifat konsistensi padat
kenyal, berbatas jelas dan memiliki pseudokapsul bisa soliter atau
multiple dengan ukuran mulai mikroskopis samapi > 50kg
Diagnosa Banding
Kehamilan
Neoplasma ovarium
Endometriosis
Kanker Uterus
v Tes kehamilan
- operatif
1. konservatif
1. operatif
Informed Consent Sebelum pembedahan , penjelasan tentang semua tindakan yang akan
dilakukan, resiko, dll Khusus pada tindakan miomektomi perlu
dijelaskan kemungkinan berulangnya penyakit atau pengangkatan
uterus pada saat pembedahan
Referensi 1. Lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan RSU dr
Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis dan terapi Edisi III 2008
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Pengertian nifas dini yaitu perdaralran lebilr dari 500 cc setelah plasenta
nifas dini yaitu perdaralran lebih dari 500 cc setelah plasenta lahir
Prosedur 1.1. Terjadi perdarahan kala nifas (lebih atau diduga lebih 500 cc
sejak plasenta lahir.
2. Petunjuk :
3. Penatalaksanaan
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Pengertian nifas dini yaitu perdaralran lebilr dari 500 cc setelah plasenta
nifas dini yaitu perdaralran lebih dari 500 cc setelah plasenta lahir
Prosedur 1.1. Terjadi perdarahan kala nifas (lebih atau diduga lebih 500 cc
sejak plasenta lahir.
2. Petunjuk :
3. Penatalaksanaan
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Prosedur . Memeriksa
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Tujuan
1.2. Berbaring
1.3. Berdiri
2. Cara memegang bayi, posisi perut bayi menempel pada perut ibu.
3. Cara memegang bayi, posisi perut bayi menempel pada perut ibu.
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Definisi
B.PROSEDUR
Perawatan konservatif
1. Indikasi Pada kehamilan <> = 180 mmHg atau diastole > = 110
mm Hg
2. Pengobatan
a. Di kamar bersalin (selama 24 jam)
1. Tirah baring
2. Infus RL (Ringer Laktat) yang mengandung 5% dekstrosa, 60-
125 cc/jam,
3. 10 gr MgS04 50% i.m. sebagai dosis awal diulangi dengan dosis
5 gr MgSO4 50% i.m. setiap 6 jam, s/d 24 jam pascapersalinan
(kalau tidak ada kontra indikasi pemberian MgS04 )
4. Diberikan anti hipertensi:
Yang digunakan:
Klonidin suntikan i.v. (1 ampul mengandung 0,15 mg/cc), tersedia
di kamar bersalin, dilanjutkan tablet Nifedipin 3 x 10 mg (pilihan
pertama) atau tablet Metildopa 3 x 250 mg)
Bila sistole > = 180 mmHg atau diastole > = 110 mm Hg digunakan
injeksi 1 ampul Klonidin yang mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1
ampul dilarutkan dalam 10 cc lar.aquadest (untuk suntikan).
Disuntikan : mula-mula 5 cc i.v. perlahan-lahan selama 5 menit. 5
menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan
maka diberikan lagi sisanya 5 cc i.v. dalam 5 menit sampai tekanan
darah diastole normal.
Catatan:
Sebagai pertimbangan : bila perawatan konservatif berhasil dan
didapatkan
kematangan paru janin (Shake test + ) sebaiknya kehamilan
diterminasi.
I. Perawatan aktif
1. Indikasi
1.1. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
1.2. Adanya gejala-gejala impending eklamsia
1.3. Adanya Sindrom Hellp
1.4. Kehamilan aterm ( > 38 mg)
Apabila perawatan konservatif gagal (lihat I.3)
2. Pengobatan medisinal
2.1. Segera rawat inap
2.2. Tirah baring miring kesatu sisi
2.3. Infus RL yang mengandung 5% Dekstrosa dengan 60-125
cc/jam
2.4. Pemberian anti kejang: MgS04
Dosis awal:
MgSO4 20% 2 gr.i.v.
MgSO4 50% 10 gr i.m.
pada bokong kanan/kiri (masing-masing 5 gr)
Dosis ulangan:
MgSO4 50% 5 gr.i.m.diulangi tiap 6 jam setelah dosis awal s/d 6
jam pasca persalinan
Syarat pemberian:
- Refleks patela (+)
- respirasi > 16/menit
- urine sekurang-kurangnya 150 cc/6 jam
- harus selalu tersedia kalsium glukonas 1 gr 10%(diberikan i.v.
pelan-pelan pada intoksikasi MgS04)
2.5. Antihipertensi dapat dipertimbangkan diberikan bila:
(Klonidin i.v. dilanjutkan Nifedipin 3 x 10 atau Metildopa 3 x 250
mg)
- systole > 180 mmHg
- diastole > 120 mmHg
C. Referensi
1. Angsar M. Dikman. “Hipertensi dalam kehamilan” Simposium “
Era baru pengobatan gagal jantung dan hipertensi”. Surabaya, 4
Agustus 1984.
2. Angsar M. Dikman. “Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam
kehamilan di Indonesia”. Sat Gas Gestosis POGI Edisi I, 1985.
3. Ferri T.F. “Toxemia and Hypertension” Medical Complication
during pregnancy. WB Saunders & Co Philadelphia 1982.
4. H. Sumampouw, et al. Pre – Eklampsia. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Lab/ UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Dr.
Soetomo 1994 : 43 – 47.
SOP KETUBAN PECAH DINI
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
• Perdarahan segar pada kehamilan viable.
• Tanpa disertai rasa nyeri ataupun kontraksi rahim.
Obstetrik
• Bagian terbawah janin belum memasuki pintu atas panggul (PAP).
• Sering disertai kelainan letak (sungsang atau lintang).
• Perdarahan berasal dari ostium uteri.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
• Solusio plasenta.
• Vassa previa (pecah).
• Perdarahan obstetrik lainnya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Laboratorium: darah lengkap, urine lengkap.
• KTG, Doppler, Laennec.
• USG untuk menilai letak / implantasi plasenta, usia kehamilan dan keadaan
janin secara keseluruhan.
TATA LAKSANA
Langkah - langkah tata laksana plasenta previa ditentukan oleh beberapa
faktor :
1. Usia kehamilan yang berkaitan dengan kematangan paru - paru.
2. Banyaknya perdarahan yang terjadi.
3. Gradasi dari plasenta previa sendiri.
Oleh karena itu tata laksana plasenta previa dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu:
• Konservatif, yang artinya mempertahankan kehamilan sampai waktu
tertentu.
• Aktif, yang berarti kehamilan itu segera diakhiri.
PENYULIT
• Anemia.
• Syok akibat perdarahari banyak.
• Lost coaggulopathy juga karena kehilangan darah.
Pustaka
Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi, oleh
Dr.Chrisdiono M. Achadiat,
SOP
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
asfiksia atau gagal untuk bernapas secara spontan dan teratur saat
atau beberapa menit setelah lahir.
Sindrom Gawat Napas salah satu disebabkan karena faktor paru
yang belum matang tau TRDN sesak sementara pada bayi baru lahir
karena cairan paru yang berlebihan.
hiportemia (suhu tubuh 6,5 167 C).
kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi
baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan
selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(hiperbilirubinemia). Keadaan kuning pada bayi lahir ini dalam istilah
umum sering disebut jaundice.
Kata jaundice berasal dari bahasa Perancis, dari katajaune yang berarti
kuning. Sakit kuning (jaundice) yang juga dikenal dengan ikterus
adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh
bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah
Bayi kuning atau jaundice adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin
dalam darah tinggi dan terjadi pada minggu pertama kehidupan sang
bayi. Kadar bilirubin dalam darah bersifat toksik bagi perkembangan
system saraf pusat bayi, hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
saraf yang tidak bisa diperbaiki lagi. Oleh karena itu, butuh
penanganan dokter dengan segera dan tepat. Hampir 60%-70% bayi
yang baru lahir akan terlihat kuning pada minggu pertama setelah
mereka lahir. Sekitar 5-10% dari mereka membutuhkan penanganan
khusus karena kadar bilirubinnya yang secara signifikan tinggi,
sehingga dibutuhkan fototerapi. Pada kebanyakan kasus kondisi
tersebut tidak berbahaya sehingga tidak dibutuhkan penanganan
khusus.
Kuning pada bayi adalah sesuatu masalah yang sering terjadi pada bayi
baru lahir. Kuning pada bayi baru lahir bayi terkadang sulit untuk
mendeteksi atau menilai secara benar. Secara umum penilaian kunging
bisa dilihat pada warna putih mata dan kulit yang bewarna kuning-
kekuningan. Warna kuning-kekuningan ini dapat dilihat dengan lebih
jelas apabila kulit bayi ditekan lembut, biasnya tampak kelihatan
kekuningan.
Warna kekuningan pada bayi baru lahir adakalanya merupakan
kejadian alamiah (fisologis), adakalanya menggambarkan suatu
penyakit (patologis).
Bayi berwarna kekuningan yang alamiah (fisiologis) atau bukan karena
penyakit tertentu dapat terjadi pada 25% hingga 50% bayi baru lahir
cukup bulan (masa kehamilan yang cukup), dan persentasenya lebih
tinggi pada bayi prematur. Referensi lain menyebutkan angka kejadian
bayi kuning alamiah (fisiologis) mencapai 80%.
Secara garis besar, batasan kekuningan bayi baru kahir karena proses
alamiah (fisiologis) adalah sebagai berikut:
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Hal; lain yang berpengaruh adalah pembuangan sel darah merah yang
sudah tua atau rusak dari aliran darah dilakukan oleh empedu. Selama
proses tersebut berlangsung, hemoglobin (bagian dari sel darah merah
yang mengangkut oksigen) akan dipecah menjadi bilirubin. Bilirubin
kemudian dibawa ke dalam hati dan dibuang ke dalam usus sebagai
bagian dari empedu. Gangguan dalam pembuangan mengakibatkan
penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan
pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan
warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut.
Kadar bilirubin akan menumpuk kalau produksinya dari heme
melampaui metabolisme dan ekskresinya. Ketidakseimbangan antara
produksi dan klirens dapat terjadi akibat pelepasan perkursor bilirubin
secara berlebihan ke dalam aliran darah atau akibatproses fisiologi
yang mengganggu ambilan (uptake) hepar, metabolisme ataupun
ekskresi metabolit ini. Gangguan pada proses di atas (dan proses lain
yang lebih rumit) menyebabkan kadar pigmen empedu (bilirubin)
dalam darah meningkat, akibatnya kulit bayi nampak kekuningan.
PENANGANAN
Pada bayi baru lahir dengan warna kekuningan karena proses alami
(fisiologis), tidak berbahaya dan tidak diperlukan pengobatan khusus,
kondisi tersebut akan hilang dengan sendirinya.
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Referensi
Maisels MJ, Gifford K. Normal serum bilirubin levels in the newborn
and the effect of breast- feeding. Pediatrics. Nov 1986;78(5):837-43.
Linn S, Schoenbaum SC, Monson RR, Rosner B, Stubblefield PG, Ryan
KJ. Epidemiology of neonatal
hyperbilirubinemia. Pediatrics. Apr 1985;75(4):770-4.
Hansen TW. Therapeutic approaches to neonatal jaundice: an
international survey. Clin Pediatr (Phila). Jun 1996;35(6):309-16
American Academy of Pediatrics Subcommittee on
Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the
newborn infant 35 or more weeks of
gestation. Pediatrics. Jul 2004;114(1):297-316.
[Best Evidence] Newman TB, Liljestrand P, Escobar GJ. Combining
clinical risk factors with serum bilirubin levels to predict
hyperbilirubinemia in newborns. Arch Pediatr Adolesc
Med. Feb 2005;159(2):113-9.
Bhutani VK, Johnson LH, Keren R. Diagnosis and management of
hyperbilirubinemia in the term neonate: for a safer first week. Pediatr
Clin North Am. Aug 2004;51(4):843-61, vii.
Buiter HD, Dijkstra SS, Oude Elferink RF, Bijster P, Woltil HA, Verkade
HJ. Neonatal jaundice and stool production in breast- or formula-fed
term infants. Eur J Pediatr. May 2008;167(5):501-7.
Carbonell X, Botet F, Figueras J, Riu-Godo A. Prediction of
hyperbilirubinaemia in the healthy term newborn. Acta
Paediatr. Feb 2001;90(2):166-70. [Medline].
Cremer RJ, Perryman PW. Influence of light on the hyperbilirubinemia
of infants. Lancet. 1958;1:1094-7.
De Carvalho M, De Carvalho D, Trzmielina S, et al. Intensified
phototherapy using daylight fluorescent lamps. Acta
Paediatr. Jul 1999;88(7):768-71.
Dennery PA, Seidman DS, Stevenson DK. Neonatal
hyperbilirubinemia. NEJM. 2001;344:581-90.
Gottstein R, Cooke RW. Systematic review of intravenous
immunoglobulin in haemolytic disease of the newborn. Arch Dis Child
Fetal Neonatal Ed. Jan 2003;88(1):F6-10.
Hart C, Cameron R. The importance of irradiance and area in neonatal
phototherapy. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2005;90:F437-F440.
Huang MJ, Kua KE, Teng HC, Tang KS, Weng HW, Huang CS. Risk factors
for severe hyperbilirubinemia in neonates. Pediatr
Res. Nov 2004;56(5):682-9.
Ip S, Chung M, Kulig J, et al. An Evidence-Based Review of Important
Issues Concerning Neonatal
Hyperbilirubinemia. Pediatrics. 2004;114:e130-
e153. [Medline]. [Full Text].
Kapitulnik J, Horner-Mibashan R, Blondheim SH, et al. Increase in
bilirubin-binding affinity of serum with age of infant. J
Pediatr. Mar 1975;86(3):442-5. [Medline].
Kaplan M, Bromiker R, Schimmel MS, Algur N, Hammerman
C. Evaluation of discharge management in the prediction of
hyperbilirubinemia: the Jerusalem experience. J
Pediatr. Apr 2007;150(4):412-7.
Kaplan M, Shchors I, Algur N, Bromiker R, Schimmel MS, Hammerman
C. Visual screening versus transcutaneous bilirubinometry for
predischarge jaundice assessment. Acta Paediatr. Jun 2008;97(6):759-
63.
Keren R, Bhutani VK, Luan X, Nihtianova S, Cnaan A, Schwartz
JS. Identifying newborns at risk of significant hyperbilirubinaemia: a
comparison of two recommended approaches. Arch Dis
Child. Apr 2005;90(4):415-21.
Kuzniewicz MW, Escobar GJ, Wi S, Liljestrand P, McCulloch C, Newman
TB. Risk factors for severe hyperbilirubinemia among infants with
borderline bilirubin levels: a nested case-control study. J
Pediatr. Aug 2008;153(2):234-40. [Medline].
Maisels MJ, McDonagh AF. Phototherapy for neonatal jaundice. N Engl
J Med. Feb 28 2008;358(9):920-8. [Medline].
Newman TB, Xiong B, Gonzales VM, Escobar GJ. Prediction and
prevention of extreme neonatal hyperbilirubinemia in a mature health
maintenance organization. Arch Pediatr Adolesc
Med. Nov 2000;154(11):1140-7. [Medline].
Nielsen HE, Haase P, Blaabjerg J, et al. Risk factors and sib correlation
in physiological neonatal jaundice. Acta Paediatr
Scand. May 1987;76(3):504-11.
Palmer DC, Drew JH. Jaundice: a 10 year review of 41,000 live born
infants. Aust Paediatr J. Jun 1983;19(2):86-9.
SOP STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL IMUNISASI
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
D. MELARUTKAN VAKSIN
1. Pelarutan dilakukan bila ada anak yang datang untuk diimunisasi.
2. Pelarut harus berasal dari produsen yang sama dengan vaksin
3. Satu ADS/spuit 10 ml digunakan untuk melarutkan vaksin hanya boleh
untuk satu kali penggunaan.
4. Ambilkan vaksin yang belum kadaluarsa dan VVM Kriteria A dan B.
5. Pastikan 10 ml cairan pelarut vaksin terhisap dalam pelarut kemudian
baru melakukan pencampuran dengan vaksin kering campak secara pelan-
pelanagar tidak terbentuk gelembung.
6. Vaksin yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan 6 jam untuk campak
dan 3 jam untuk BCG.
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
4. Prosedur
A. Fase Prainteraksi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
c. produk darah
e. Handscoen disposable
f. Tensimeter dan thermometer
B. Fase orientasi
C. Fase kerja
D. Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Kontrak waktu pertemuan selanjutnya.
4. Mengakhiri kegiatan dengan baik
5. Membersihkan peralatan
6. Buka sarung tangan dan cuci tangan
E. Dukumentasi
SOP PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Tujuan pedoman
: sesuai dengan rekomendasi POGI 2010 tentang perubahan format buku panduan,
maka perlu dilakukan revisi terhadap Panduan PenatalaksanaanHipertensi Dalam
Kehamilan yang sudah ditetapkan oleh HKFM POGI, berlaku sejak 2006.II.
Disadur dari Report on the National High Blood Pressure Education Program WorkingGroup
on High Blood Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183 : S1, July 2000)1.
Hipertensi kronik Hipertensi yang didapatkan sebelum kehamilan, dibawah 20 minggu umur
kehamilan,dan hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.2.
Preeklamsia
–
eklamsiaHipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu.3.
Hipertensi kronik (
superimposed preeklamsi
)Hipertensi kronik yang disertai proteinuria4.
KLASIFIKASI
Disadur bebas dari Report on the National High Blood Pressure Education ProgramWorking
Group on High Blood Pressure in pregnancy (AJOG Vol.183 : S1, July 2000)
1.
Hipertensi Gestasional
Didapatkan desakan darah ≥ 140/90 mmHg untuk perta
ma kalinya padakehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah kembali
normal <12 minggu pasca persalinan.
2.
Preeklamsi
Kriteria minimum
Desakan darah ≥ 140/
90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertei
dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+
3.
Eklamsi
Kejang-kejang pada preeklamsi disertai koma
4.
Hipertensi kronik
Ditemukannya desakan darah ≥ 140/
90 mmHg, sebelum kehamilan atau sebelumkehamilan 20 minggu dan tidak menghilang
setelah 12 minggu pasca persalinan.
LAPORAN PENDAHULUAN
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
2. FAKTOR RISIKO
a. Factor kebidanan
DMG Beberapa kali keguguran
Riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas.
Riwayat pernah melahirkan anak dengan cacat bawaan.
Pernag pre-eklampsi
polihidramnion
b.Factor ibu
Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
Pernah DMG pada kehamilan sebelumnya
Infeksi saluran kemih yang berulang-ulang sebelum hamil.
(Protap Sanglah)
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
1. Pengumpulan data
Mengumpulkan data subyektif dan data obyektif berupa data focus
yang di butuhkan untuk menilai keadaan ibu sesuai kondisinya
menggunakan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium.
Jenis data yang dikumpulkan :
a. Data subyektif
1) Biodata ibu dan suami
a) Nama ibu
Untuk mengetahui siapa yang akan kita beri asuhan dan lebih mudah
untuk berkomunikasi.
b) Nama suami
Untuk mengetahui siapa penanggung jawab saat pemberiaan asuhan
c) Umur ibu
Untuk mengetahui apakah ibu termasuk berisiko pada kehamilan ini
apabila dilihat dari aspek umur. Ibu hamil yang lebih berbahaya
dengan DMG yaitu ibu primi tua.
d) Agama ibu dan suami
Untuk mengetahui apakah ada kepercayaan dalam agamanya, adakah
kepercayaan terkait kehamilan.
e) Suku bangsa ibu
Untuk mengetahui dari mana asal ibu berkaitan dengan bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi dan kebiasaan-kebiasaan yang dianut.
f) Pendidikan ibu dan suami
Untuk mengetahui tingkat pengetahuaan ibu dan suami sehingga
memudahkan dalam pemberiaan informasi dan konseling.
g) Pekerjaan ibu dan suami
Untuk mengetahui tingkat aktifitas yang dilakukan oleh ibu dan suami
dan pengaruhnya terhadap ekonomi keluarga sehingga memudahkan
dalam pemantauan gaya hidup dari ibu..
h) Alamat ibu dan suami
Untuk mengetahui tempat tinggal ibu dan suami serta lingkungan
disekitar tempat tinggal ibu.
i) No tlp/hp ibu dan suami
Untuk memudahkan berkomunikasi sewaktu-waktu bila ada masalah.
2) Alasan datang
Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu yang dapat menunjang
diangnosa ibu mengalami DMG seperti sering kencing, cepat haus.
3) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui kapan pasien menarche, sejak kapan ibu tidak
mendapatkan haid haid.pola haid, teratur apa tidak. Hai ini penting
untuk diagnosiss. Karena untuk kepentingan mengukur umur
kehamilan ibu dan menghitung tapsiran persalinannya..
4) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui berapa kali ibu menikah, lama perkawinan, umur
ibu saat menikah serta apakah ibu sudah mempunyai anak atau belum.
5) Riwayat obstetri terdahulu
Riwayat ini sangat penmting untuk mendukung diagnose actual. Untuk
mengetahui berapa kali ibu pernah hamil, jumlah anak yang
dimiliki,jumlah persalinan aterm,preterm dan pernah atau tidak
abortus. umur kahamilan saat lahir, apakah ada penyulit saat hamil,
tempat bersalin, penolong persalinan, berat badan bayi saat lahir jenis
kelamin anak, jenis persalinan, apakah ada penyulit saat nifas,
keadaan anak sekarang serta umur anak sekarang.
6) Riwayat KB
Untuk mengetahui alat kontrasepsi apa saja yang pernah digunakan
ibu, berapa lama dan apakah ada keluhan seelama memakai alat
kontrasepsi.
7) Riwayat ginekology
Untuk mengetahui apakah ibu pernah atau sedang mengalami masalah
dengan organ reproduksinya serta sejak kapan masalah dirasakan dan
hal apa yang dilakukan untuk mengatasinya..
8) Riwayat penyakit ibu
Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang pernah diderita ibu, apakah
ibu mempunyai riwayat penyakit tertentu hipertensi, jantung, hepatitis,
asthma, epilepsi terutama yang berhubungan dengandiabetes mellitus.
9) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui apakah pernah ada keluarga
yang memilki riwayat penyakit seperti DM, jantung, hipertensi,
hepatitis, TBC,asthma, epilepsy.
10) Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual
a) Biologis
(1) Bernafas
Untuk mengetahui apakah ibu ada keluhan saat bernafas atau tidak.
(2) Pola nutrisi
Untuk mengetahui status gizi ibu dan riwayat nutrisinya, pola nutrisi,
jenis dan porsi makan ibu, pola minum ibu berapa gelas sehari
dibnadingkan dengan sebelum dan saat hamil. Biasanya ibu hamil
dengan DMG akan mengeluh polidipsi banyak minum dan polyphogie
banyak makan.
(3) Eliminasi
Untuk mengetahui apakah ada keluhan atau masalah dengan pola BAK
maupun BAB. Untuk ibu hamil dengan DMG maka biasanya akan
timbul keluhan sering kencing polyuri sehingga disini diamati
frekuensi kencing ibu.
(4) Istirahat dan tidur
Untuk mengetahui adakah gangguan pada pola tidur dan istirahat.
(5) Aktifitas sehari-hari
Untuk mengetahui aktifitas ibu sehari-hari, apakah ada keluhan saat
beraktivitas akibat keluhan dialami.
(6) Personal hygiene
Untuk mengetahui bagaimana personal hygiene ibu apakah sudah
menerapkan hygiene yang benar atau belum.
(7) Seksual
Untuk mengetahui tentang prilaku seksual ibu, berakaitan dengan
frekuensi, posisi, keluhan yang dialami.
b. Psikologi
untuk mengetahui bagaimana perasaan ibu pada kehamilan ini dan
setelah mengetahui ibu mengalami DMG.
c. Sosial
Untuk mengetahui interaksi ibu dengan masyarakat dilingkungan yang
dirasakan pandangan masyarakat terhadap kondisi ibu dan ada
tidaknya kebiasaan yang merugikan kesehatan, serta mengetahui
bagaimana pengambilan keputusan dalam keluarga.
d. Spiritual
Untuk mengetahui bagaimana kebiasaan ibu dalam mendekatkan diri
kepada tuhan serta kepercayaan yang dianut yang berkaitan dengan
kesehatan.
11) Pengetahuan
Untuk mengkaji pengetahuan ibu tentang hal-hal yang berkaitan
dengan keluhan yang dirasakan, penyebab ibu mengalami keluhan
yang dirasakan, serta pengetahuan ibu tentang cara mengatasi
keluhanya.
b. Data obyektif
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan umum ibu, sejauh mana keluhan yang
dirasakan ibu, mempengaruhi kondisi kesehatan ibu secara umum.
Biasanya ibu akan tampak cemas, gelisah.
b) Berat badan dan tinggi badan
Ibu hamil dengan DMG cenderung akan mengalami peningkatan berat
badan yang signifikan.
c) TTV
Untuk mengetahui keadaan tekanan darah, suhu, nadi, respirasi
sehubungan dengan keluhan yang dirasakan ibu
3) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Hb
Untuk mengetahui kadar hemoglobin pada klien apakah anemia atau
tidak
b) pemeriksaan urine reduksi
untuk mengetahui apakah ada kandungan glukosa pada
urine sehingga menunjang untuk ditegakkannya diagnose DMG pada
ibu hamil.
Dalam langkah ini data subjektif dan data objektif yang sudah dikaji
kemudian dianalisa menggunakan teori-teori fisiologis dan teori-teori
patologis sesuai dengan perkembangan kehamilan berdasarkan umur
kehamilan ibu pada saat diberi asuhan. Hasil analisis dan interpretasin
data menghasilkan rumusan diagnosis kehamilan.
a. Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah merupakan kesimpulan yang ditegakkan
oleh bidan dalam lengkap praktik kebidanan dengan memenuhi standar
diagnosa nomenklatur kebidanan yang dapat menjawab 8 pertanyaann
keadaan yaitu :
- GAPAH
- Umur kehamilan
- Letak anak bila UK ≥ 36 minggu.
- Jumlah janin bila UK ≥ 28 minggu.
- Keadaan anak : hidup/mati
- Intra/ekstra uteri
- Penyulit/komplikasi ditulis dengan DMG
- Kesan panggul k/p
b. Masalah
Masalah merupakan suatu kondisi yang tidak sesuai dengan
perkembangan fisiologis kehamilan, adaptasi ibu yang tidak positif
terhadap kehamilannya.
c. Kebutuhan
Merupakan hal-hal yang dibutuhkan oleh ibu atau menurut bidan hal
itu harus diketahui oleh ibu tapi tidak dirasakn oleh ibu hamil. Hal
yang dibutuhkan oleh ibu hamil dapat berupa informasi/tindakan.
III. Merumuskan diagnosa/masalah potensial
Pada tahap ini setelah bidan merumuskan diagnosa atau masalah
dituntut untuk memikirkan masalah atau diagnosa potensial yang
merupakan akibat dari masalah/diagnosa yang ada. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan.
Bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atau masalh
potensial ini benar-benar terjadi.
IV. Merumuskan kebutuhan akan tindakan segera, tindakan kolaborasi
dan rujukan
Kebutuhan akan tindakan segera untuk mengantisipasi ancaman
yang fatal, sehingga nyawa ibu dan janin dapat terselamatkan.
Tindakan segera bisa merupakan intervensi langsung oleh bidan bisa
juga berdasarkan hasil kolaborasi dengan profesi lain.
V. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh
Dalam menyusun rencana asuhan yang menyeluruh mengacu
kepada diagnosa, masalah asuhan serta kebutuhan yang telah sesuai
dengan kondisi klien saat diberi asuhan.
VI. Pelaksanaan asuhan sesuai dengan perencanaan secara efisien
Pada langkah ini bidan melaksanakan langsung tindakan yang telah
direncanakan pada langkah sebelumnya, baik yang bersifat antisipasi,
tindakan segera, support, kolaborasi, bimbingan konseling,
pemeriksaan dan follow up.
VII. Evaluasi
Pada langkah terakhir ini melakukan evaluasi terhadap
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan. Hal ini menyangkut
apakah kebutuhan klien terpenuhi, masalah yang ada terpecahkan,
masalah potensial dihindari, klien dan keluarga mengetahui kondisi
kesehatannya dank lien mengetahui apa yang harus dilakukan dalam
rangka menjag kesehatannya.
SOP PERAWATAN PAYUDARA PADA IBU MENYUSUI
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
2) Untuk menghindari penyulit saat menyusui. Antara lain puting susu lecet,
asi tidak lancar berproduksi, pembengkakan payudara.
Persiapan Alat
1. Baby oil secukupnya.
2. Kapas secukupnya
3. Waslap, 2 buah
5. Bengkok
Persiapan Ibu
1. Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dan keringkan dengan
handuk.
3. Pasang handuk
2. Pengenyalan yaitu puting susu dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk
diputar kedalam 20 kali keluar 20 kali.
3) Pengurutan payudara:
d. Susukan Bayi setiap 2-3 Jam,apabila bayi tidak dapat mengisap seluruh
ASI,sisanya keluarkan dengan tangan.
Gambar
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Setelah ibu mampu mandi sendiri (idealnya, dua kali sehari), biasanya
daerah perineum dicuci sendiri dengan menggunakan air dalam botol
atau wadah lain yang disediakan khusus untuk keperluan tersebut.
Penggantian tampon harus sering dilakukan, sedikitnya sesudah
pencucian perineum dan setiap kali sehabis ke belakang atau sehabis
menggunakan pispot. Payudara harus mendapatkan perhatian khusus
pada saat mandi yang bisa dilakukan dengan memakai spons atau
shower dua kali sehari. Payudara dibasuh dengan menggunakan alat
pembasuh muka yang disediakan khusus untuk keperluan ini.
Kemudian masase payudara dilakukan dilakukan dengan perlahan –
lahan dan puting secara hati – hati ditarik keluar. Jangan menggunakan
sabun untuk membersihkan putting
2.1.2 Tujuan
2. Alas pantat
5. bengkok
2.1.5 Penatalaksanaan
2.1.6 Pelaksanaan
Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan
Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS
Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu melakukan tindakan kolaboratif untu
k mengatasi hipoglikemia
dan hiperglikemia dengan tepat.
Tujuan Khusus:
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapka
n mampu:
1.
Menyebutkan definisi hipoglikemia dengan tepat.
2.
Menyebutkan penyebab hipoglikemia dengan tepat.
3.
Menyebutkan karakteristik diagnostik hipoglikemia d
engan tepat.
4.
Menyebutkan klasifikasi dan manifestasi klinis hipo
glikemia dengan tepat.
5.
Menyebutkan tujuan tatalaksana hipoglikemia dengan
tepat.
6.
Menyebutkan pedoman tatalaksana hipoglikemia dengan
tepat.
7.
Menyebutkan definisi hiperglikemia dengan tepat.
8.
Menyebutkan penyebab hiperglikemia dengan tepat.
9.
Menyebutkan tatalaksana hiperglikemia dengan tepat.
10.
Mendemonstrasikan tindakan tatalaksana hipoglikemia
dan hiperglikemia
dengan benar.
HIPOGLIKEMI & TATALAKSANANYA
DEFINISI HIPOGLIKEMIA:
Suatu keadaan abnormal dimana kadar glukosa dalam d
arah < 50/60 mg/dl
(
Standards of Medical Care in Diabetes
, 2009; Cryer, 2005; Smeltzer & Bare, 2003)
PENYEBAB HIPOGLIKEMIA:
Menurut Sabatine (2004), hipoglikemia dapat terjadi
pada penderita Diabetes
dan Non Diabetes dengan etiologi sebagai berikut
1.
Pada Diabetes:
-
Overdose insulin
-
Asupan makanan << (tertunda atau lupa, terlalu sedi
kit, output yang
ber>>an (muntah, diare), diit ber>>an)
-
Aktivitas berlebihan
-
Gagal ginjal
-
Hipotiroid
2.
Pada Non Diabetes
-
Peningkatan produksi insulin
-
Paska aktivitas
-
Konsumsi makanan yang sedikit kalori