Anda di halaman 1dari 91

SOP RSUD TANGSEL

PROSEDUR PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Pengertian Penerimaan pasien adalah melakukan kegiatan pada TPPRI yang


mempunyai fungsi untuk melayani pendaftaran kepada seluruh pasien
Rawat Inap yang akan mendapatkan pelayanan medis dan tinggal
diruangan, menempati tempat tidur, mendapatkan pemeriksaan serta
perawatan yang diberikan oleh petugas yang ada
Tujuan  Dijadikan pedoman kerja dalam hal pendaftaran pasien rawat inap
 Mengetahui jumlah pasien secara tepat dan sebagai cross check
 Sebagai bahan untuk pembuatan laporan yang benar dan up todate yang
membutuhkan pencatatan yang rutin, tepat dan isinya sesuai dengan
kebutuhan
Kebijakan Unit Rekam medis menyediakan SOP Tempat Penerimaan Pasien Rawat
Inap
Prosedur 1. Pasien datang di bagian admisi dan diterima oleh petugas admisi;
2. Petugas menyerahkan Surat Pengantar Rawat Inap yang berasal dari
poliklinik, UGD maupun rujukan dari Puskesmas
3. Petugas mengisi berkas rekam medis dengan melakukan wawancara
kepada pasien mengenai tempat/fasilitas dan jaminan kesehatan yang
diinginkan;
5.
6. Petugas menanyakan apakah pasien setuju dengan fasilitas yang ada
 Jika setuju, maka pasien mengisi formulir persetujuan;
 Jika setuju, maka petugas mengisi formulir persetujuan sesuai
tempat yang diinginkan pasien;
 Jika tidak setuju, maka petugas merujuk pasien ke rumah sakit lain
sesuai permintaan pasien;
 Petugas mendaftar pasien berdasarkan identifikasi data social
pasien;
7. Petugas memberitahukan ke pihak ruangan rawat inap akan ada pasien
baru;
 Petugas memberikan informasi kepada pasien bahwa tempat sudah
disiapkan;
 Petugas mengantarkan pasien untuk diantar ke ruangan rawat inap;
8. Petugas medis di unit pelayanan rawat inap memberikan pelayanan
kesehatan bagi pasien;
 Apakah pasien perlu pemeriksaan penunjang yang lain atau tidak;
 Jika perlu pemeriksaan penunjang, maka petugas memberikan
formulir ke unit pemeriksaan yang dituju;
 Jika tidak, maka pasien tetap mendapatkan pelayanan kesehatan
rawat inap;
9. Petugas Rawat Inap menanyakan kepada dokter apakah pasien sudah
diperbolehkan untuk pulang;
 Jika diperbolehkan untuk pulang, maka petugas menginformasikan
kepada pihak pendaftaran ada pasien yang keluar / discharge;
 Petugas mempersilahkan pasien untuk menyelesaikan administrasi
pembayaran di bagian kasir;
 Petugas mempersilahkan pasien untuk pulang;
 Jika tidak diperbolehkan untuk pulang, maka pasien tetap
mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap;
10. Jika prosedur diatas tidak diindahkan oleh petugas rawat inap, maka
petugas yang bersangkutan mendapatkan sangsi oleh pihakmanajemen
maupun Direktur Rumah Sakit.
Unit Terkait Prosedur ini berlaku di Tempat Penerimaan Pasien Rawat Inap (Kamar
Terima Rawat Inap dan Unit Gawat Darurat)
PROSEDUR PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Tujuan - Untuk membersihkan luka


- Mencegah masuknya kuman dan kotoran kedalam luka
- Memberikan pengobatan pada luka
- Memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien
- Mengevaluasi tingkat kesembuhan luka

Pengertian -Membersihkan luka, mengobati luka, dan menutup kembali luka dengan
tehnik steril

Indikasi -luka baru maupun luka lama, luka post operasi, luka bersih, luka kotor
Kompetensi - Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman
Sup kopetensi - perawatan Luka

5.
KLASIFIKASI 1. Luka bersih
LUKA BEDAH Luka operasi yang tidak terinfeksi, dimana tidak ditemukan adanya
inflamasi dan tidak ada infeksi saluran pernafasan, pencernaan, dan
urogenital. Kondisi luka tertutup dan tidak ada drainase.
2. Luka bersih terkontaminasi
Luka operasi dimana berhubungan dengan saluran pernafasan,
pencernaan, genital atau bagian yang mengenai saluran kemih
3. Luka terkontaminasi
Dalam luka pembedahan ditemukan peradangan non purulen
4. Luka kotor atau terinfeksi
Luka yang terdapat pus, pervorasi visera, luka yang mengalami
traumatic dan sudah lama atau terinfeksi dari sumber lain
PROSES Proses dasar biokimia dan selular yang sama terjadi dalam penyembuhan
PENYEMBUHAN semua cedera jaringan lunak, baik luka ulseratif kronik, luka taumatis atau
LUKA luka akibat tindakan bedah. Proses fisiologis penyembuhan luka dapat
dibagi dalam 4 fase :
1. Inflamasi
2. Fase distruktif
3. Fase fase proliferasi
4. Fase maturasi

FAKTOR YANG Factor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka dibagi menjadi dua
MEMPENGARUHI factor, yaitu sistemik dan factor local :
PENYEMBUHAN Faktor sistemik : usia, nutrisi, insufisiensi vascular, obat-obatan
LUKA Factor local : suplai darah, infeksi, nekrosis, adanya benda asing pada luka

PERAWATAN Merupakan penanganan luka yang terdiri atas membersihkan luka,


LUKA menutup, dan membalut luka sehingga dapat membantu proses
penyembuhan luka.
Perawatan luka terdiri atas :
 Mengganti balutan kering
 Mengganti balutan basah dengan balutan kering
 Irigasi luka
 Perawatan dekubitus
Tujuan perawatan luka :
 Menjaga luka dari trauma
 Imobilisasi luka
 Mencegah perdarahan
 Mencegah kontaminasi oleh kuman
 Mengabsorbsi drainase
 Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologi
Indikasi perawatan luka :
 Balutan kotor dan basah akibat factor eksternal
 Ada rembesan eksudat
 Mengkaji keadaan luka
 Dengan frekuensi tertentu untuk mempercepat debridement jaringan
nekrotik
1.
PEMBERSIHAN Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang epat untuk
LUKA membersihkan luka dan menggunakan cara-cara mekanik yang tepat
untuk memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada
jaringan luka.
Membersihkan luka dengan lembut tetapi mantap akan membuang
kontaminan yang mungkin menjadi sumber infeksi. Namun, jika
dilakukan dengan menggunakan kekuatan yang berlebihan, dapat
menimbulkan perdarahan atau cedera yang lebih lanjut.
Tujuan pembersihan luka adalah untuk mengeluarkan debris organic
maupun anorganik sebelum menggunakan balutan untuk
mempertahankan lingkungan yang optimum pada tempat luka untuk
proses penyembuhan
Pendekatan yang berbeda diperlukan saat membersihkan luka bedah
tertutup, yang pada mulanya masih dalam keadaan “bersih”. Dalam hal
ini, tindakan asepsis yang ketat diperlukan sejak awal untuk mencegah
infeksi luka secara endogenus maupun eksogenus. Meskipun demikian,
kalau ada infeksi luka, maka penyebabnya hamper selalu dapat ditelusuri
kembali pada sat pembedahan dilakukan.
Perawat membersihkan luka operasi atau traumatic dengan
menggunakan cairan sitotoksik yang diberikan melaului kassa steril atau
melalui irigasi.
Prinsip penting yang harus diperhatikan perawat saat membersihkan
luka insisi atau area disekitar drain :
 Bersihkan dari arah area yang sedikit terkontaminasi, seperti dari
luka atau insisi ke kulit disekitarnya atau dari tempat drain ke kulit
di sekitarnya
 Gunakan friksi lembut saat menuangkan larutan ke kulit
 Saat melakukan irigasi, biarkan larutan mengalir dari area yang
kurang terkontaminasi ke area yang paling terkontaminasi
 Perawat tidak boleh menggunakan kassa yang sama, saat
membersihkan insisi atau luka untuk yang kedua kalinya
 Untuk membersihkan area drain, perawat mengusap sekeliling drain
dengan gerakan memutar dari tempat yang terdekat dengan drain
kearah luar

2
2. BALUTAN Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang
penyembuhan luka. Apabila balutan tidak sesuai dengan karakteristik
luka, maka balutan tersebut dapat mengganggu penyembuhan luka.
Pilihan jenis balutan dan metode pembalutan luka akan mempengaruhi
kemajuan penyembuhan luka.
Karakteristik balutan luka yang ideal :
 Dapat menyerap drainase untuk mencegah terkumpulnya eksudat
 Tidak melekat
 Impermeable terhadap bakteri
 Mampu mempertahankan kelembaban yang tinggi pada luka
 Penyekat suhu
 Non toksik dan non alergenik
 Nyaman dan mudah disesuaikan
 Mampu melindungi luka dari trauma lebih lanjut
 Biaya ringan
 Awet
Pada luka operasi dengan penyembuhan primer, umumnya balutan
dibuka segera setelah drainase berhenti. Sebaliknya pada penyembuhan
skunder, balutan dapat menjadi sarana untuk memindahkan eksudat dan
jaringan nekrotik secara mekanik.
Tujuan pembalutan :
 Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme
 Membantu hemostasis
 Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan
untuk melakukan debridement luka
 Menyangga atau mengencangkan tepi luka
 Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka
 Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka
 Mempertahankan kelembapan yang tinggi diantara luka dengan
balutan
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat selama melakukan
prosedur penggantian balutan :
 Perawat harus mencuci tangan sebelum dan sesudah perawatan luka
 Perawat tidak boleh menyentuh luka terbuka atau luka baru secara
langsung tanpa menggunakan sarung tangan steril
 Apabila luka ditutup, alutan dapat diganti tanpa menggunakan
sarung tangan
 Balutan pada luka tertutup harus diangkat atau diganti jika sudah
terlihat basah atau jika menunjukkan tanda dan gejala infeksi
Tipe balutan
Luka bersih terkontaminasi
Luka operasi dimana berhubungan dengan saluran pernafasan,
pencernaan, genital atau bagian yang mengenai saluran kemih
3. MEMFIKSASI Perawat dapat menggunakan plester, tali atau perban, atau balutan
BALUTAN skunder dan pengikat kain untuk memfiksasi balutan pada luka.
Pilihannya tergantung dari ukuran luka, lokasi, ada tidaknya drainase,
frekuensi penggantian balutan, dan tingkat aktifitas pasien.
Perawat paling sering menggunakan plester untukmemfiksasi balutan
jika klien tidak alergi terhadap plester.
Kulit yang sensitive terhadapplester perekat dapat mengalami inflamasi
dan ekskoriasi yang sangat berat dan bahkan dapat terlepas dari kulit
ketika plester diangkat.

PROSEDUR A. MENGGANTI BALUTAN KERING


1. Tahap pre interaksi
 Membaca catatan perawat untuk rencana perawatan luka
 Mencuci tangan
 Menyiapkan alat :
 Seperangkat set perawatan luka steril
Sarung tangan steril
Pinset 3 ( 2 anatomis, 1 sirurgis )
Gunting ( menyesuaikan kondisi luka )
Balutan kassa dan kassa steril
Kom untuk larutan antiseptic/larutan pembersih
Salp antiseptic ( bila diperlukan )
Depress
Lidi kapas
 Larutan pembersih yang diresepkan ( garam fisiologis, betadin, …)
 Gunting perban / plester
 Sarung tangan sekali pakai
 Plester, pengikat, atau balutan sesuai kebutuhan
 Bengkok
 Perlak pengalas
 Kantong untuk sampah
 Korentang steril
 Alcohol 70%
 Troli / meja dorong

2. Tahap orientasi
 Memberikan salam, memanggil klien dengan namanya
 Menjelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien /
keluarga

3. Tahap kerja
 Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum
kegiatan dimulai
 Susun semua peralatan yang diperlukan di troly dekat pasien (
jangan membuka peralatan steril dulu )
 Letakkan bengkok di dekat pasien
 Jaga privacy pasien, dengan menutup tirai yang ada di sekkitar
pasien, serta pintu dan jendela
 Mengatur posisi klien, instruksikan pada klien untuk tidak
menyentuh area luka atau peralatan steril
 Mencuci tangan secara seksama
 Pasang perlak pengalas
 Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester,
ikatan atau balutan dengan pinset
 Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya
dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan. Jika
masih terdapat plester pada kulit, bersihkan dengan kapas alcohol
 Dengan sarung tangan atau pinset, angkat balutan, pertahankan
permukaan kotor jauh dari penglihatan klien
 Jika balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan
larutan steril / NaCl
 Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan
 Buang balutan kotor pada bengkok
 Lepas sarung tangan dan buang pada bengkok
 Buka bak instrument steril
 Siapkan larutan yang akan digunakan
 Kenakan sarung tangan steril
 Inspeksi luka
 Bersihkan luka dengan larutan antiseptic yang diresepkan atau
larutan garam fisiologis
 Pegang kassa yang dibasahi larutan tersebut dengan pinset steril
 Gunakan satu kassa untuk satu kali usapan
 Bersihkan dari area kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi
 Gerakan dengan tekanan progresif menjauh dari insisi atau tepi
luka
 Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka atau insisi. Usap
dengan cara seperti di atas
 Berikan salp antiseptic bila dipesankan / diresepkan, gunakan
tehnik seperti langkah pembersihan
 Pasang kassa steril kering pada insisi atau luka
 Gunakan plester di atas balutan,fiksasi dengan ikatan atau
balutan
 Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempatnya
 Bantu klien pada posisi yang nyaman

4. Tahap terminasi
 Mengevaluasi perasaan klien
 Menyimpulkan hasil kegiatan
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Mengakhiri kegiatan
 Mencuci dan membereskan alat
 Mencuci tangan

5. Dokumentasi
 Mencatat tanggal dan jam perawatan luka
 Mencatat Kondisi luka
PENANGANAN ABORTUS

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

PENGERTIAN
ABORTUS

Definisi Adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat badan anak kurang dari 500 gram.

Abortus komplit:

Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu.

Abortus inkomplit:

Adalah sebagian konsepsi telah keluar dari vakum uteri, sebagian lagi
masih tertinggal.

Abortus insipiens:

Adalah abortus yang sedang mengancam dimana serviks telah mendatar


dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih di
dalam kavum uteri.

Abortus imminens:

Adalah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi pendarahan per


vaginam ostium masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.

Missed Abortion :

Adalah abortus dimana embrio atau fetus telah meninggal dalam


kandungan sebelum kehamilan 0 minggu, akan hasil konsep seluruhnya
masih tertahan dalam kandungan selama 8 minggu atau lebih.

Abortus habitualis:

Adalah keadaan dimana terjadinya abortus tiga kali berturut-turut atau


lebih.
Kriteria Diagnosa Ada terlambat haid atau amenorea kurang dari 20 minggu .
Pendarahan per vaginam, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi.
Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis. Diagnosis abortus
imminems ditentukan karena pada wanita hamil.
Diagnosa Banding  Abortus komplit
 Abortus inkomplit
 Abortus insipiens
 Abortus imminens
 Abortus missed abortion

Kehamilan ektopik terganggu


Pemeriksaan Diperlukan pada abortus imminens, abortus habitualis dan missed
Penunjang abortion

c. pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin


masih hidup, menentukan prognosis

d. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion.


Standar Tenaga Dokter Umum, Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan

Perawatan RS  Rawat inap

Umumnya setelah tindakan kuretage pasien abortus dapat segera


pulang ke rumah. Kecuali

Umumnya setelah tindakan kuretage pasien abortus dapat segera


pulang ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan
banyak, yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.
Terapi . Abortus imminens

f. Istilah baring, tidur baring merupakan unsur penting dalam


pengobatan karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke
uterus dan berkurangnya rangsang mekanis.

g. Penobarbital 3 x 30 mg sehari dapat diberikan untuk menenangkan


penderita.

II. Abortus insipiens :

Dengan kehamilan < 12 minggu yang biasanya disertai dengan


pendarahan. Penanganan terdiri atas pengosongan uterus dengan segera.
Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau
dengan cunam ovum disusulkan dengan kerokan.

III. Abortus inkompletus

Disertai syok karena pendarahan, segera diberikan infus intra vena NaCl
fisiologi atau cairan Ringer yang selakas mungkin dan disusul dengan
darah. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan pasca tindakan
disuntikkan intramuskuler ergometrin untuk mempertahankan kontraksi
otot uterus..

IV. Abortus kompletus

Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya menderita anemis perlu


diberikan sulfas ferrosus dan dianjurkan supaya makanannya banyak
mengandung protein, vitamin dan mineral.

V. Missed abortion

 Kadar fibrinogen normal, jaringan konsepsi dapat segera


dikeluarkan.
 Sebaiknya bila kadar fibrinogen rendah, perbaiki dulu dengan cara
memberikan fibrinogen kering atau darah segar.
 Setelah perbaikan lakukan kuretase.
 Tindakan kuretase pada missed abortion tidak jarang menghadapi
kesulitan karena plasenta melekat erat dengan dinding uterus.
Untuk itu perlu ekstra hati-hati.

Penyulit Ada 3 penyulit:

d. Anemia

Biasanya anemia post hemorragia. Pengobatannya adalah pemberian


darah atau komponen darah.
e. Infeksi

Kasus abortus yang datang dalam keadaan infeksi harus mendapat


payung antibiotik dulu, sebelum dilakukan evakuasi. Sedangkan
tindakan evakuasi sendiri dapat menimbulkan infeksi. Untuk itu perlu
diberikan antibiotika profilaksia.

f. Perforasi

Merupakan komplikasi tindakan kuretase

Untuk mencegah perforasi :

 Pemberian uterotonik

Kuretase secara sistematis dan lege artis.


Informed Concent Perlu, sebelum dilakukan kuretase

Konsultasi Konsultasi

Lama Perawatan Pasca kuretase pasien tidak perlu dirawat, kecuali ada komplikasi

Masa pemulihan Pasien abortus dapat diberikan cuti sakit paling lama 2 minggu

Output Baik
PA Jaringan konsepsi dapat dikirim ke lab, Patologi anatomi bila fasilitas
memungkinkan
SOP KETUBAN PECAH DINI

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Definisi  Umur kehamilan lebih dari 20 minggu


 Keluar cairan jernih dari Vagina
 Pada pemeriksaan fisik : suhu normal bila tidak infeksi
 Pada pemeriksaan obstetrik bunyi jantung janin biasanya normal.
 Pemeriksaan inspekulo:

1. Terlihat cairan keluar dari ostium uterieksternum.

b. Kertas Nitrazin merah akan jadi biru.


Diagnosa Banding  Pemeriksaan leukosit darah, bila > 15.000/mm³ mungkin ada
infeksi.
 USG : membantu menentukan usia kehamilan, letak janin, berat
janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.

Nilai bunyi jantung janin dengan stetoskop Lacnee atau dengan fetal
phone atau dengan CTG. Bila ada infeksi intra uteri atau peningkatan
suhu bunyi jantung janin akan meningkat
Pemeriksaan Dokter Umum, Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan
penunjang
Standar tenaga Dokter umum atau dokter spesialis kebidanan dan kandungan

Perawatan RS Harus dirawat di rumah sakit sampai air ketuban berhenti atau setelah
perawatan dari tindakan terminasi kehamilan selesai

A. Konservatif :

 Rawat di RS
 Antibiotika kalau ketuban pecah < 6 jam (amoxicillin 500mg)
 Umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Bila sudah 32-34 minggu masih keluar, maka pada usia kehamilan
35 minggu pertimbangan untuk terminasi kehamilan sangat
tergantung pada kemampuan perawatan. Pada usia kehamilan 34
minggu berikan steroid selama 7 hari, untuk memacu kematangan
paru janin.

B.Aktif:

 Kehamilan : 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi persalinan


induksi dengan oksitosin,
 bila gagal à seksio sesarea.
 Pada keadaan CPD, letak lintang seksio sesarea
 Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri.

a. Bila pelvik skor < 5, diakhiri persalinan dengan seksio sesarea.

Bila pelvik skor >5, induksi persalinan, partus per vaginam.

Terapi  Infeksi

Kematian janin, karena infeksi atau prematuritas.

Penyulit Untuk tindakan operatif perlu


Informed Consent Perlu
Konsultasi  Konservatif : Sangat tergantung pada usia kehamilan, lamanya air
ketuban keluar, keadaan umum pasien
 Aktif : partus per vaginam 2hari,Seksio sesarca :3 hari.

Referensi 1. Standar Pelayanan Medik, PB IDI, 2002


2. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William Obstetrics. Eighteenth
Ed. P 750-752 Appleton & Lange, 1989.
3. Friedman, Acker, Sachs. Obstetrical Decision Making. Second Ed.
P 170 Manly, Graphig Asian Edition, 1988.
4. Kebijakan Pelayanan Obstetri & Ginekologi Lab/UPF Kebidanan
& kandungan FK Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1982.
5. Standar Pelayanan Medik, PB IDI, 2002
6. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William Obstetrics. Eighteenth
Ed. P 750-752 Appleton & Lange, 1989.
7. Friedman, Acker, Sachs. Obstetrical Decision Making. Second Ed.
P 170 Manly, Graphig Asian Edition, 1988.
8. Kebijakan Pelayanan Obstetri & Ginekologi Lab/UPF Kebidanan
& kandungan FK Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1982.
SOP KETUBAN PECAH DINI

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Definisi Persalinan neonatus pada usia kehamilan antara 22 dan 37 minggu


lengkap, atau antara 140 dan 259 hari, dihitung dari hari pertama haid
terakhir.

Mayor :

- Kehamilan multiple

- Hidramnion

- Anomaly uterus

- Serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu

- Serviks mendatar kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu.

- Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali

- Riwayat persalinan preterm sebelumnya

- Operasi abdominal pada kehamilan preterm

- Riwayat operasi konisasi

- Iritabilitas uterus

Minor :

- penyakit yang disertai demam

- perdarahan per vaginam setelah kehamilan 12 minggu

- riwayat pielonefritis
- merokok lebih dari 10 batang/hari

- riwayat abortus trisemester II

- riwayat abortus trisemester I lebih dari 1 kali.

- Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai: 1 atau lebih


faktor resiko mayor; atau 2 atau lebih faktor risiko minor; atau
keduanya.
Kriteria Diagnosa - usia kehamilan antara 22 dan 37 minggu lengkap, atau antara
140 dan 259 hari.

- Kontraksi uterus (his) teratur, sedikitnya setiap 7-8 menit sekali

- Pemeriksaan serviks berkala menunjukkan bahwa serviks telah


mendatar 50-80%, atau terbuka sedikitnya 2 cm.

- Selaput ketuban seringkali telah pecah

- Merasakan gejala seperti : rasa kaku di perut menyerupai kaku


menstruasi;rasa tekanan intrapelvis, nyeri bagian belakang

- Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah


Diagnosa Banding - Kontraksi pada kehamilan preterm
- Persalinan pada pertumbuhan janin terhambat
Pemeriksaan penunjang - USG : Usia kehamilan, besar janin, aktifitas biofisik, cacat
bawaan, letak dan maturasi plasenta, volume cairan amnion, kalainan
uterus

- Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan


kontraksi

- Pemeriksaan berkala dilatasi/pemendekan serviks

- Pemeriksaan surfaktan (amniosentesis)

- Pemeriksaan diagnosis bakterial vaginosis (pH vagina,


pewarnaan Gram, KOH)

- Pemeriksaan kultur urin

- Pemeriksaan gas dan pH darah janindan kekuatan kontraksi

- Pemeriksaan berkala dilatasi/pemendekan serviks

- Pemeriksaan surfaktan (amniosentesis)

- Pemeriksaan diagnosis bakterial vaginosis (pH vagina,


pewarnaan Gram, KOH)
- Pemeriksaan kultur urin

- Pemeriksaan gas dan pH darah janin


Terapi - istirahat baring

- Deteksi dan penanganan terhadap factor resiko persalinan


preterm

- Pemberian obat tokolitik :

1. Golongan beta-mimatik :
o Salbutamol (Salbron, Salbuven):

Per infus : 20-50 µg/menit

Per oral : 4 mg, 2-4 kali/hari (untuk rumatan)

1.
o Terbutalin (Bricasma)

Per infus : 10-25 ug/menit (maksimal 80 ug/menit)

Subkutan : 250ug setiap 6 jam

Per oral : 5-7,5 mg setiap 8 jam (rumatan)

Efek samping : Hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia,


iskemia miokardial, edema paru.

1. Magnesium sulfat

Parenteral : 4-6 g/iv : pemberian bolus selama 20-30 menit infuse 2-4
g/jam (rumatan)

Efek samping : edema paru, letargia, nyeri dada, depresi pernapasan


(pada ibu dan bayi)

- Kontraindikasi penundaan persalinan

1.
o Mutlak : gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum
yang banyak
o Relatif : gestosis, diabetes melitus, pertumbuhan janin terhambat,
pembukaan serviks lebih dari 4 cm.

- Pemeriksaan kesejahteraan janin : USG, KTG

Cara Persalinan : janin presentasi kepala : per vaginam, dengan


episiotomi lebar dan perlindungan forseps terutama pada bayi < 35
minggu.

Indikasi seksio sesaria :

- Janin sungsang

- Taksiran berat janin kurang dari 1500 garm

- Gawat janin, bila syarat per vaginam tidak terpenuhi

- Infeksi intrapartum bila syarat per vaginam tidak terpenuhi

Kontra indikasi partus per vaginam lainnya (letak lintang, plasenta


previa, dll). Lindungi bayi dengan handuk hangat, usahakan suhu 36-
37‫ه‬C
Penyulit Pada bayi :

- sindroma gawat napas

- perdarahan intracranial

- trauma persalinan

- paten duktus arteriosus

- sepsis

- gangguan neurology
Referensi 1. lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan RSU dr
Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis dan terapi Edisi III 2008

2. Cunningham MD MacDonal PC Gamt NF Hypertensiv disorder


in pregnancy. William obstetric 20th Ed 718-723, 1997
SOP STANDAR PELAYANAN MEDIS

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Definisi Pendarahan per vaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
a. Pendarahan per vaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau
lebih

b. Timbulnya pendarahan per vaginam secara spontan tanpa


melakukan aktivitas akibat trauma pada abdomen.

c. Disertai nyeri atau tanpa nyeri akibat kontraksi uterus.

d. Beberapa faktor predisposisi:

 Riwayat solusio plasenta


 Perokok
 Hipertensi
 Multi paritas

Pemeriksaan:

Keadaan tensi, nadi, pernafasan.

Obstetrik :

 Periksa luar :

- Bagian bawah janin belum /sudah masuk BAP.

- Ada kelainan letak atau tidak ?

 Inspekulo : pendarahan berasal dari ostium uteri atau dari


kelainan serviks dan vagina?
 Pendarahan fornises : hanya dikerjakan pada presentasi
kepala.
 PMDO : Bila akan mengakhiri kehamilan
persalinan.

USG
Diagnosa Banding Solusio plasenta

Batasan : terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada fundus


uteri/corpus uteri sebelum janin lahir.

a. Ringan:

Pendarahan kurang dari 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada
tanda renjatan. Janin hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/8 bagian
permukaan, kadar fibrinogen ≥ 250 mg%

b. Sedang:

Pendarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdpt tanda pra renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta ¼ – 2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen 120-150 mg%

c. Berat:

Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda rejatan, biasanya


janin telah mati, pelepasan plasenta bisa terjadi lebih dari 2 x 3 bagian
permukaan atau keseluruhan bagian permukaan.

Plasenta Previa:

Batasan :

Plasenta yang letaknya tidak normal sehingga dapat menutupi sebagian


atau seluruh pembukaan jalan lahir

Vasa Previa :

Batasan:

Tali pusat berinsersi pada selaput ketuban dimana pembuluh darahnya


diantara lapisan amnion dan korion melalui pembukaan serviks.
Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium

Hemogoblin, hematorik, rombosit, waktu pembekuan darah, waktu


protrombin, waktu tromboplastin parsial, elektrolit plasma.

b. Kardiotokografi

Laenec, doppler, untuk menilai status janin.

c. USG
Menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin.

Terapi Medik dan Bedah

Tidak terdapat rejatan : usia gestasi kurang dari 10 minggu TBF <
2500 gram

I. Solusi Plasenta

A. Ringan :

 Ekspektatif

- tunggu persalinan spontan, bila ada perbaikan, pendarahan


berhenti, kontraksi uterus tidak ada, janin hidup

- Tirah baring

- Atasi anemia

- USG dan KTG serial kalau memungkinkan

 Aktif

- Mengakhiri kehamilan, bila ada perburukan, perdarahan


berlangsung terus, kontraksi uterus terus berlangsung, dapat
mengancam janin/ibu

- Partus per vaginam (amniotomi/oksitosin infus)

- Bila pendarahan dan pelvik score < 5 atau persalinan masih lama>
6 jam seksio sesarea.

B. Sedang/ Berat:

 Resusitasi cairan
 Atasi anemia ( transfusi darah)
 PDMO:

a. Plasenta previa : partus per abdominal

b. Bukan Plasenta previa : partus per vagina ( ammoniotomi pitosin


infus)\

II. Vasa Previa:

 Test Apt positif ( terdapat darah janin)


 Dapat diraba pembuluh darah janin melalui spekulum
amniokopi
 Janin mati : partus per vaginam
 Janin hidup : pertimbangan partus per abdominal

III. Plasenta Previa

A. Bila perdarahan sedikit : dirawat sampai usia kehamilan > 36


minggu, mobilisasi bertahap. Bila ada kontraksi, lihat penanganan
persalinan preterm

B. Bila perdarahan banyak

- resusitasi cairan

- Atasi anemia

- PDMO

 Plasenta previa totaslis à partus per abdominalà sekseio


sesarea
 Bukan plasenta previa totalis à partus per vaginam

1. Tidak terdapat renjatan dengan usia gestasi 37 minggu atau lebih


/ TBF 2500 gram atau lebih

A. Solusio Plasentae

Ringan / sedang/ berat:

Partus per abdominal bila persalinan per vaginam diperkirakan


berlangsung lama

B. Plasenta Previa

- Plasenta previa totaslis à partus per abdominalà sekseio


sesarea

- Bukan plasenta previa totalis à partus per vaginam

C. Vasa Previa

- Janin mati : partus per vaginam

- Janin hidup : pertimbangan partus per abdominal

2. Terdapat Renjatan

1. Solusio plasenta

- Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah.


- Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamat yang
optimal. Bila renjatan dapat diatasi pertimbangkan untuk partus per
abdominal bila janin masih hidup atau bila persalinan per vaginam
diperkirakan berlangsung lama

1. Plasenta previa

- Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah.

- Bila tidak teratasi upayakan penyelamat optimal, bila teratasi


partus per abdominal.
A. Karena penyakit:

Pada ibu:

 Renjatan
 Gagal ginjal akut/akut tubular nekrosis
 DIC ( Disseminated Intra vascular Coagulation)
 Plasenta acreta

Atonia uteri Uterus coubelaire

 Pendarahan pada implantasi uterus di segmen bawah.

Pada Janin:

 Asfiksia
 BLLR
 RDS

B. Karena Tindakan/terapi

Pada Ibu :

 Reaksi tranfusi
 Kelebihan cairan
 Renjatan
 Infeksi

Pada Janin :

 Asfiksia
 Infeksi

Referensi 1. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William. Obstetrics. Eigteenth Ed.


Appleton & lange, 1989.

2. Friedman, Acker, Sachs, Obstetrical Decision Making. Second Ed.


Manly, Graphic Asian Edition, 1988.
3. Jeanty, Romeo, Obstetical Ultrasound. Mcgraw-Hill Inc., 1984.
SOP KANKER SERVIKS
Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Definisi Keganasan pada mulut rahim atau serviks


Kriteria Diagnosa Gejala klinis perdarahan sesudah senggama yang kemudian berubah
menjadi metrorragi, fluor yang berbau, nyeri, odema, gx penjalaran
organ

Pemeriksaan fisik, ginekologik, penunjang

Pemeriksaan penunjang Pap smear

Kolposkopi

Biopsi

Dilatasi dan kuretaseboratorium

Konisasi

Labortorium

Radologi

Usg

Endoskopi

Terapi Tergantung stadium

Stadium I sampai IIa Histerektomi Radikal dan getah bening pelvis (


operasi radikal Wetheim), kadang perlu tambahan ajuvan sitostatika
atau radiasi tergantung temuan saat operasi atau PA
Stadium IIb sampai III pengobatan/ penyinaran / radioterapi dan atau
sitostatika

Stadium akhir pengobatan paliatif


Referensi 1. Abdullah MN Soedoko R. peran sitologi pada pemeriksaan pap
test dalam deteksi dini 1990
2. Aziz MF, Kampono N Syamsudin S Djakaria M manual
prekanker dan ca servis uteri 1985

Bag/ SMF ilmu kebidanan dan penyakit kandungan. RSU dr Sutomo


Surabaya. Pedoman diagnosis dan terapi . Ed III. 2008
SOP MIOMA UTERI
Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Definisi Tumor jinak lapisan miometrium rahim dengan sifat konsistensi padat
kenyal, berbatas jelas dan memiliki pseudokapsul bisa soliter atau
multiple dengan ukuran mulai mikroskopis samapi > 50kg

Letak tumor bisa :

Submukus, intramural, subserus,intraligamenter, servik, bertangkai


(pedunculated), parasitic (wandering)
Kriteria Diagnosa v Gejala klinis :

1. bisa tanpa gejala


2. rasa penuh atau berat di perut bagian bawah atau benjolan yang
padat dan kenyal.
3. gangguan haid atau perdarahan abnormal uterus (30%) :
menoragi, metroragi, dismenore
4. gangguan akibat penekanan tumor : disuria/polakisuri, retensio
urine, overflow incontinence,konstipasi, varices, edema tungkai

v Palpasi abdomen : tumor daerah atas pubis atau abdomen bagian


bawah padat kenyal, berdungkul, tidak nyeri, berbatas jelas mobil bila
tidak ada perlekatan

v Pemeriksaan bimanual bisa menyatu atau berhubungan dengan


rahim

Diagnosa Banding

Kehamilan

Neoplasma ovarium

Endometriosis
Kanker Uterus

Kelainan bawaan rahim


Pemeriksaan penunjang

v USG pada kasuis terpilih

v Kuret dan pemeriksaan PA pada kasus perdarahan

v D/K bertingkat pada penderita disertai dengan pendarahan untuk


menyingkirkan patologi lain pada endometrium ( hiperplasia
endometrium atau adenokarsinoma endometrium)

v Tes kehamilan

Terapi Tergantung : ukuran tumor, keluhan atau komplikasi , umur dan


paritas

1. ukuran myoma kurang dari 12 minggu :


1. tanpa keluhan : observasi 3-6 bulan, bila membesar
atau komplikasi pertimbangkan operasi
2. dengan keluhan perdarahan ;

- koreksi anemi dengan tranfusi bila Hb< 8 gr%

- kuret bila Hb> 8gr% kecuali perdarahan profus

- tujuan kuret : menghentikan perdarahan, pemeriksaan PA


menyingkirkan kemungkinan keganasan atau penyakit lain, bila tidak
ganas tergantung umur dan paritas

- umur< 35th, ingin anak terapi konservatif, bila gagal operasi

- umur >35th , anak>2 dilakukan operasi

1. ukuran myoma lebih 12 minggu

- operatif

- bila perdarahan kuret PA dulu setelah aneminya dikoreksi

- Antibiotika bila ada infeksi

1. konservatif

- bila anemi beri tablet zat besi tiap 8 jam /hari

- pemberian kombinasi vit sehari sekali


- diit TKTP

- pengawasan besar tumor dan keluhannya 3-6 bulan

- Dipertimbangkan obat untuk mengurangi kadar estrogen dan


progesteron dalam darah misal GnRH

1. operatif

- Bila masih ingin anak : miomektomi

- Usia 35-45 th histerektomi dan unilateral salfingooophorektomi

- Usia >45 th histerektomi dan bilateral salfingooophorektomi

Penyulit  Pendarahan sampai anemi


 Torsi pada yang bertangkai
 Infeksi
 Degenerasi merah ( degenerasi karneus) sampai nekrotik
 Degenerasi ganas (miosarkoma)
 Degenerasi hialin dan kistik
 Infertilitas

Informed Consent Sebelum pembedahan , penjelasan tentang semua tindakan yang akan
dilakukan, resiko, dll Khusus pada tindakan miomektomi perlu
dijelaskan kemungkinan berulangnya penyakit atau pengangkatan
uterus pada saat pembedahan
Referensi 1. Lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan RSU dr
Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis dan terapi Edisi III 2008

Standar Pelayanan Medik, PB IDI, 2002


SOP PENCEGAHAN PENDARAHAN PADA KALA
NIFAS DINI

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Pengertian nifas dini yaitu perdaralran lebilr dari 500 cc setelah plasenta

lahir sampai 24 jam pertarna setelah persalinan


Tujuan Untuk mencegah terjadinya perdarahan yang patologis pada kala

nifas dini yaitu perdaralran lebih dari 500 cc setelah plasenta lahir

sampai 24 jam pertama setelah persalinan.

Prosedur 1.1. Terjadi perdarahan kala nifas (lebih atau diduga lebih 500 cc
sejak plasenta lahir.

2. Petunjuk :

2.1 Perhitungan secara visual (sulit karena sering sudah menggumpal


atau meresap dalam kain)

2.2 Atau dengan monitoring tanda vital dan menghitung dalam


formula Giesecke

3. Penatalaksanaan

3.1. Pemasangan infus ukuran besar apabila belum terpasang, bila


pendarahan banyak dan syok berat sebaiknya dipasang lebih dari satu
saluran infus.

3.2. Pemberian cairan pengganti (RL/PZ) sesuai dengan formula


Giesecke.

3.3. Pemasangan kateter tetap den mengukur produksi urine secara


berkala.
3.4. Monitor tanda vital secara intensif selarna pertolongan diberikan.

3.5. Massage uterus atau kompresi bimanual.


SOP PENCEGAHAN PENDARAHAN PADA KALA
NIFAS DINI

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

3.6. Pernberian uterotonika kalau perlu secara kontinyu melalui drip,


dengan 20 – 30 unit oksitosis dalam 1000 cc cairan kristaloid dengan
kecepatan 200 cc/jam Quilligan menganjurkan pemberian oksitosin 10
– 20 unit RL 5000 cc/jam disertai massege bimanual kemudian
intermitten fundal massege selama 10 – 20 merit dilakukan selama
beberapa jam sampai kontraksi uterus cukup keras tanpa stimuli.

3.7. Apabila setelah pemberian oksitosis dalam 1000 cc cairan tidak


berhasil dapat diberikan derifat ergot atau prostagladin.

3.8. Penggunaan tampon uterus mungkin berhasil untuk


menghentikan perdarahan karena atonia yang gagal dengan obat-
obatan: Pernasangan tampon harus secara hati-hati den secara padat.
Bahaya adalah memberi rasa aman yang semu sehingga menunda
tindakan definitif yang perlu. Tampon yang padat menyerap darah
sampai 1000 cc. Untuk mencegah infeksi sebaiknya diberikan
antibiotika dan diangkat dalam 24 jam.

3.9. Apabila usaha di atas juga gagal maka dapat dipertimbangkan


tindakan operatif yang ligasi arteria hypogastrika pada wanita yang
masih ingin anak atau histerektomi bila sudah tidak menginginkan.

Pengertian nifas dini yaitu perdaralran lebilr dari 500 cc setelah plasenta

lahir sampai 24 jam pertarna setelah persalinan


Tujuan Untuk mencegah terjadinya perdarahan yang patologis pada kala

nifas dini yaitu perdaralran lebih dari 500 cc setelah plasenta lahir

sampai 24 jam pertama setelah persalinan.

Prosedur 1.1. Terjadi perdarahan kala nifas (lebih atau diduga lebih 500 cc
sejak plasenta lahir.

2. Petunjuk :

2.1 Perhitungan secara visual (sulit karena sering sudah menggumpal


atau meresap dalam kain)

2.2 Atau dengan monitoring tanda vital dan menghitung dalam


formula Giesecke

3. Penatalaksanaan

3.1. Pemasangan infus ukuran besar apabila belum terpasang, bila


pendarahan banyak dan syok berat sebaiknya dipasang lebih dari satu
saluran infus.

3.2. Pemberian cairan pengganti (RL/PZ) sesuai dengan formula


Giesecke.

3.3. Pemasangan kateter tetap den mengukur produksi urine secara


berkala.

3.4. Monitor tanda vital secara intensif selarna pertolongan diberikan.

3.5. Massage uterus atau kompresi bimanual.


SOP OST PARTUM DINI (DALAM 24 JAM POST
PARTUM)
Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Prosedur . Memeriksa

1.1. Tinggi fundus uteri.

1.2. Kontraksi uterus.

1.3. Perdarahan pervaginaan.

1.4. Mengukur gejala kardinal tiap 4 jam.

1.5. Memandikan pasien yang baru melahirkan.

1.6. Merawat jahita.n perineum.

1.7. Memeriksa dan mengawasi keluarnya ASI.

1.8. Membantu ibu meneteki bayinya.

1.9. Observasi keluhan sesudah melahirkan :

1.9.1. Adanya kesulitan BAK.

1.9.2. Adanya keluhan tentang laktasi.

1.9.3. Adanya nyeri karena his postpartum.

1.9.4. Adanya nyeri pada symphisis.

1.10. Memberikan penyuluhan tentang :

` 1.10.1. Gizi ibu nifas.

1.10.2. Perawatan payudara dan laktasi.


6.1.10.3. Kebersihan diri dan lingkungan.

6.1.10.4. KB yang cocok bagi ibu nifas.

6.1.10.5. Perawatan bayi (tali pusat).

6.1.10.6. Perawatan jahitan perineum.

1.11. Untuk partus fisiologis perawatan ibu di ruangan bersalin


maksimal 3 (tiga) hari.
SOP MENYUSUI BAYI YANG BENAR
Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Sebagai pedoman untuk pelaksanaan menyusui bayi secara benar.

Tujuan

Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1. Ibu dalam posisi :

Prosedur 1.1. Duduk

1.2. Berbaring

1.3. Berdiri

2. Cara memegang bayi, posisi perut bayi menempel pada perut ibu.

3. Cara memegang bayi, posisi perut bayi menempel pada perut ibu.

1. Cara memegang payudara dengan ibu jari berada dibagian payudara


bagian atas, 4 jari bagian payudara bawah.

2. Memasukkan putting susu sampai areola mamae.

3. Memperhatikan posisi putting susu dalam mulut bayi sehingga bayi


kelihatan menghisap dengan kuat.

4. Cara melepas putting susu dengan ujung jari kelingking

dimasukkan ke lidah satu sisi mulut bayi.

5. Menyusui dengan memberikan kedua payudara.


6. Menyusui tidak terjadual.

7.Menyendawakan bayi setelah menyusu dengan cara menggendong


bayi tegak dengan kepala bersandar pada pundak ibu kemudian
menepuk punggungnya perlahan-lahan.
SOP MENYUSUI BAYI YANG BENAR
Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Definisi

BATASAN Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya


hipertensi >= 160/110 disertai protein urine dan atau edema, pada
kehamilan 20 minggu atau lebih.

PATOFISIOLOGI Penyebabnya sampai sekarang belum jelas. Penyakit ini dianggap


sebagai suatu
"Maldaptation syndrome" dengan akibat suatu vasospasme general
dengan segala
akibat-akibatnya.

Kehamilan 20 minggu atau lebih dengan tanda:


GEJALA KLINIS 1. Desakan darah systole >= 160 mmHg
diastole .>= 110 mm Hg
desakan darah ini tidak menurun meski ibu hamil sudah dirawat inap di
rumah sakit dan menjalani tirah baring.
2. Proteinuria >= 5 gram/24 jam atau kwalitatif 4+ (++++)
3. Oliguria. Jumlah produksi urine <= 500 cc/24 jam atau disertai
kenaikan kadar kreatinin darah. 4. Adanya gejala-gejala impending
eklampsia : gangguan visus, gangguan serebral, nyeri epigastrium,
hiperrefleksia. 5. Adanya Sindroma HELLP ( H : Hemolysis , EL :
Elevated Liver Enzymes, LP : Low Platelet Count ) 6. Edema pada :
pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah/tangan.

PEMERIKSAAN DAN 1. Kehamilan 20 minggu atau lebih


DIAGNOSIS 2. Didapatkan satu atau lebih gejala-gejala pre-eklamsia berat
(Gejala klinis)
DIAGNOSIS BANDING 1. Kronik hipertensi dan kehamilan

2. Kehamilan dengan sindrom nefrotik 3. Kehamilan dengan


payah jantung.

B.PROSEDUR
Perawatan konservatif
1. Indikasi Pada kehamilan <> = 180 mmHg atau diastole > = 110
mm Hg

2. Pengobatan
a. Di kamar bersalin (selama 24 jam)
1. Tirah baring
2. Infus RL (Ringer Laktat) yang mengandung 5% dekstrosa, 60-
125 cc/jam,
3. 10 gr MgS04 50% i.m. sebagai dosis awal diulangi dengan dosis
5 gr MgSO4 50% i.m. setiap 6 jam, s/d 24 jam pascapersalinan
(kalau tidak ada kontra indikasi pemberian MgS04 )
4. Diberikan anti hipertensi:
Yang digunakan:
Klonidin suntikan i.v. (1 ampul mengandung 0,15 mg/cc), tersedia
di kamar bersalin, dilanjutkan tablet Nifedipin 3 x 10 mg (pilihan
pertama) atau tablet Metildopa 3 x 250 mg)
Bila sistole > = 180 mmHg atau diastole > = 110 mm Hg digunakan
injeksi 1 ampul Klonidin yang mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1
ampul dilarutkan dalam 10 cc lar.aquadest (untuk suntikan).
Disuntikan : mula-mula 5 cc i.v. perlahan-lahan selama 5 menit. 5
menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan
maka diberikan lagi sisanya 5 cc i.v. dalam 5 menit sampai tekanan
darah diastole normal.

5. Dilakukan pemeriksaan lab. tertentu (fungsi hepar dan ginjal) dan


produksi urine 24 jam.
6. konsultasi dengan spesialis Mata, Jantung atau yang lain sesuai
indikasi.

b. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di Ruang Bersalin


setelah 24 jam masuk ruangan bersalin)
1. Tirah baring
2. Obat-obatan:
- Roboransia: multivitamin
- Aspirin dosis rendah 1 x 87,5 mg per hari
- Antihipertensi (Klonidin 0,15 mg i.v. dilanjutkan Nifedipin 3 x 10
mg atau Metildopa 3 x 250 mg)
3.Pemeriksaan lab.:
- Hb, PCV dan hapusan darah tepi
- Asam urat darah
- Trombosit
- Fungsi ginjal/hepar
- Urine lengkap
- Produksi urine per 24 jam, penimbangan BB setiap hari
- Diusahakan pemeriksaan AT III
- Pemeriksaan Lab dapat diulangi sesuai dengan keperluan.
4. Diet tinggi protein, rendah karbohidrat
5. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin.

3. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:


- Adanya tanda-tanda impending eklampsia
- Kenaikan progresif dari tekanan darah
- Adanya Sindrom Hellp
- Adanya kelainan fungsi ginjal
- Penilaian kesejahteraan janin jelek.

4. Penderita boleh pulang bila:


- Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda pre-
eklamsia ringan, perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya selama
3 hari lagi (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu)
- Bila keadaan tetap, tidak bertambah berat/buruk

Catatan:
Sebagai pertimbangan : bila perawatan konservatif berhasil dan
didapatkan
kematangan paru janin (Shake test + ) sebaiknya kehamilan
diterminasi.

I. Perawatan aktif
1. Indikasi
1.1. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
1.2. Adanya gejala-gejala impending eklamsia
1.3. Adanya Sindrom Hellp
1.4. Kehamilan aterm ( > 38 mg)
Apabila perawatan konservatif gagal (lihat I.3)

2. Pengobatan medisinal
2.1. Segera rawat inap
2.2. Tirah baring miring kesatu sisi
2.3. Infus RL yang mengandung 5% Dekstrosa dengan 60-125
cc/jam
2.4. Pemberian anti kejang: MgS04
Dosis awal:
MgSO4 20% 2 gr.i.v.
MgSO4 50% 10 gr i.m.
pada bokong kanan/kiri (masing-masing 5 gr)
Dosis ulangan:
MgSO4 50% 5 gr.i.m.diulangi tiap 6 jam setelah dosis awal s/d 6
jam pasca persalinan
Syarat pemberian:
- Refleks patela (+)
- respirasi > 16/menit
- urine sekurang-kurangnya 150 cc/6 jam
- harus selalu tersedia kalsium glukonas 1 gr 10%(diberikan i.v.
pelan-pelan pada intoksikasi MgS04)
2.5. Antihipertensi dapat dipertimbangkan diberikan bila:
(Klonidin i.v. dilanjutkan Nifedipin 3 x 10 atau Metildopa 3 x 250
mg)
- systole > 180 mmHg
- diastole > 120 mmHg

C. Referensi
1. Angsar M. Dikman. “Hipertensi dalam kehamilan” Simposium “
Era baru pengobatan gagal jantung dan hipertensi”. Surabaya, 4
Agustus 1984.
2. Angsar M. Dikman. “Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam
kehamilan di Indonesia”. Sat Gas Gestosis POGI Edisi I, 1985.
3. Ferri T.F. “Toxemia and Hypertension” Medical Complication
during pregnancy. WB Saunders & Co Philadelphia 1982.
4. H. Sumampouw, et al. Pre – Eklampsia. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Lab/ UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Dr.
Soetomo 1994 : 43 – 47.
SOP KETUBAN PECAH DINI

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Plasenta previa ialah

suatu kehamilan di mana plasenta berimplantasi abnormal pada segmen


bawah rahim (SBR), menutupi ataupun tidak menutupi ostium uteri
internum (OUI), sedangkan kehamilan itu sudah viable atau mampu hidup di
luar rahim (usia kehamilan > 20 minggu dan / atau berat janin > 500 gram).

Klasifikasi Plasenta Previa :


• Plasenta previa totalis apabila OUI seluruhnya tertutup oleh plasenta.
• Plasenta previa parsialis apabila hanya sebagian OUI tertutup plasenta.
• Plasenta previa lateralis apabila hanya tepi plasenta yang menutupi OUI.
• Plasenta letak rendah apabila plasenta berimplantasi di SBR tetapi tidak
ada bagian yang menutupi OUI.

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
• Perdarahan segar pada kehamilan viable.
• Tanpa disertai rasa nyeri ataupun kontraksi rahim.

Obstetrik
• Bagian terbawah janin belum memasuki pintu atas panggul (PAP).
• Sering disertai kelainan letak (sungsang atau lintang).
• Perdarahan berasal dari ostium uteri.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
• Solusio plasenta.
• Vassa previa (pecah).
• Perdarahan obstetrik lainnya.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Laboratorium: darah lengkap, urine lengkap.
• KTG, Doppler, Laennec.
• USG untuk menilai letak / implantasi plasenta, usia kehamilan dan keadaan
janin secara keseluruhan.

PERAWATAN RUMAH SAKIT


Segera rawat inap untuk dilakukan evaluasi.

TATA LAKSANA
Langkah - langkah tata laksana plasenta previa ditentukan oleh beberapa
faktor :
1. Usia kehamilan yang berkaitan dengan kematangan paru - paru.
2. Banyaknya perdarahan yang terjadi.
3. Gradasi dari plasenta previa sendiri.

Oleh karena itu tata laksana plasenta previa dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu:
• Konservatif, yang artinya mempertahankan kehamilan sampai waktu
tertentu.
• Aktif, yang berarti kehamilan itu segera diakhiri.

Usia kehamilan < 38 minggu


• Berikan pematangan paru Deksametason injeksi 1 x 12 mg selama 2hri
• Prinsipnya kehamilan dipertahankan dulu, kecuali jika perdarahan ulang
dilakukan terminasi (SC).
• Plasenta previa lateralis dan plasenta letak rendah masih dimungkinkan
dilahirkan per vaginam, di mana terminasi diawali dengan amniotomi
(pemecahan selaput ketuban) dan dilanjutkan dengan pemacuan
(Oksitosin). Bila perdarahan tetap berlangsung juga, dilakukan SC.

Usia kehamilan 38 minggu atau Iebih


• Dilakukan SC, kecuali untuk plasenta previa lateralis dan plasenta letak
rendah dilakukan langkah di atas, bila tetap perdarahan dilakukan SC.
• Selengkapnya lihat Skema Tata Laksana Plasenta Previa.

PENYULIT
• Anemia.
• Syok akibat perdarahari banyak.
• Lost coaggulopathy juga karena kehilangan darah.

Pustaka
Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi, oleh
Dr.Chrisdiono M. Achadiat,
SOP

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Bayi mereka lahir normal berkisar antara berat lahir antara


2.500-4.000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan
tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat. Tetapi
ada kalanya bayi lahir kurang bulan atau bayi berat lahir rendah
(BBLR). Tetapi karena kemajuan teknologi kedokteran dan
optinmistik orang tua yang demikian besar maka bayi itu dapat
bertahan hidup. BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat
kurang dari 2.500 gram, tanpa memandang usia kehamilan.

BBLR Bayi Berat Lahir Rendah dibedakan


menjadi :
 BBLSR Bayi Berat Lahir Sangat Rendah bila lahir berat lahir kurang
dari 1.500 gram,
 BBLR Bayi Berat Lahir Rendah bila berat lahir antara 1.501-2.499
gram. Sedangkan bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan kurang
dari usia kehamilan 37 minggu.

Penyebab BBLR dan kelahiran prematur sangatlah multifaktorial,


antara lain asupan gizi ibu sangat kurang pada masa kehamilan,
gangguan pertumbuhan dalam kandungan (janin tumbuh lambat),
faktor plasenta, infeksi, kelainan rahim ibu, trauma, dan lainnya

Faktor Resiko BBLR

 asfiksia atau gagal untuk bernapas secara spontan dan teratur saat
atau beberapa menit setelah lahir.
 Sindrom Gawat Napas salah satu disebabkan karena faktor paru
yang belum matang tau TRDN sesak sementara pada bayi baru lahir
karena cairan paru yang berlebihan.
 hiportemia (suhu tubuh 6,5 167 C).

Penanganan umum perawatan BBLR atau prematur setelah lahir adalah


mempertahankan suhu bayi agar tetap normal, pemberian minum, dan
pencegahan infeksi. Bayi dengan BBLR juga sangat rentan terjadinya
hiportemia, karena tipisnya cadangan lemak di bawah kulit dan masih
belum matangnya pusat pengatur panas di otak. Untuk itu, BBLR harus
selalu dijaga kehangatan tubuhnya

Upaya yang paling efektif mempertahankan suhu tubuh normal adalah


sering memeluk dan menggendong bayi. Ada suatu cara yang disebut
metode kangguru atau perawatan bayi lekat, yaitu bayi selalu didekap
ibu atau orang lain dengan kontak langsung kulit bayi dengan kulit ibu
atau pengasuhnya dengan cara selalu menggendongnya. Cara lain, bayi
jangan segera dimandikan sebelum berusia enam jam sesudah lahir ,
bayi selalu diselimuti dan ditutup kepalanya, serta menggunakan
lampu penghangat atau alat pemancar panas.

Minum sangat diperlukan BBLR dan prematur, selain untuk


pertumbuhan juga harus ada cadangan kalori untuk mengejar
ketinggalan beratnya. Minuman utama dan pertama adalah air susu ibu
(ASI) yang sudah tidak diragukan lagi keuntungan atau kelebihannya.
Disarankan bayi menyusu ASI ibunya sendiri, terutama untuk bayi
prematur. ASI ibu memang paling cocok untuknya, karena di
dalamnya terkandung kalori dan protein tinggi serat elektrolit minimal.

Biasanya bayi ini mempunyai refleks menghisap dan menelan BBLR


biasanya masih sangat lemah, untuk itu diperlukan pemberian ASI
peras yang disendokkan ke mulutnya atau bila sangat terpaksa dengan
pipa lambung. Susu formula khusus BBLR bisa diberikan bila ASI
tidak dapat diberikan karena berbagai sebab.

BBLR dan bayi prematur sangat rentan terhadap terjadinya infeksi


sesudah lahir. Karena itu, tangan harus dicuci bersih sebelum dan
sesudah memegang bayi, segera membersihkan bayi bila kencing atau
buang air besar, tidak mengizinkan menjenguk bayi bila sedang
menderita sakit, terutama infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan
pemberian imunisasi sesuai dengan jadwal.

Untuk tumbuh dan berkembang sempurna bayi BBLR dan prematur


harus mendapat asupan nutrien berupa minuman mengandung
karbohidrat, protein, lemak, serta vitamin yang lebih dari bayi bukan
BBLR. Penting dipertahikan agar zat tersebut betul-betul dapat
digunakan hanya untuk tumbuh, tidak dipakai untuk melawan infeksi.
Biasanya BBLR dapat mengejar ketinggalannya paling lambat dalam
enam bulan pertama.

Ikterus neonatorum (bayi baru lahir berwarna kuning) adalah

kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi
baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan
selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(hiperbilirubinemia). Keadaan kuning pada bayi lahir ini dalam istilah
umum sering disebut jaundice.

Kata jaundice berasal dari bahasa Perancis, dari katajaune yang berarti
kuning. Sakit kuning (jaundice) yang juga dikenal dengan ikterus
adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh
bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah

Bayi kuning atau jaundice adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin
dalam darah tinggi dan terjadi pada minggu pertama kehidupan sang
bayi. Kadar bilirubin dalam darah bersifat toksik bagi perkembangan
system saraf pusat bayi, hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
saraf yang tidak bisa diperbaiki lagi. Oleh karena itu, butuh
penanganan dokter dengan segera dan tepat. Hampir 60%-70% bayi
yang baru lahir akan terlihat kuning pada minggu pertama setelah
mereka lahir. Sekitar 5-10% dari mereka membutuhkan penanganan
khusus karena kadar bilirubinnya yang secara signifikan tinggi,
sehingga dibutuhkan fototerapi. Pada kebanyakan kasus kondisi
tersebut tidak berbahaya sehingga tidak dibutuhkan penanganan
khusus.

Kuning pada bayi adalah sesuatu masalah yang sering terjadi pada bayi
baru lahir. Kuning pada bayi baru lahir bayi terkadang sulit untuk
mendeteksi atau menilai secara benar. Secara umum penilaian kunging
bisa dilihat pada warna putih mata dan kulit yang bewarna kuning-
kekuningan. Warna kuning-kekuningan ini dapat dilihat dengan lebih
jelas apabila kulit bayi ditekan lembut, biasnya tampak kelihatan
kekuningan.
Warna kekuningan pada bayi baru lahir adakalanya merupakan
kejadian alamiah (fisologis), adakalanya menggambarkan suatu
penyakit (patologis).
Bayi berwarna kekuningan yang alamiah (fisiologis) atau bukan karena
penyakit tertentu dapat terjadi pada 25% hingga 50% bayi baru lahir
cukup bulan (masa kehamilan yang cukup), dan persentasenya lebih
tinggi pada bayi prematur. Referensi lain menyebutkan angka kejadian
bayi kuning alamiah (fisiologis) mencapai 80%.

Disebut alamiah (fisiologis) jika warna kekuningan muncul pada hari


kedua atau keempat setelah kelahiran, dan berangsur menghilang
(paling lama) setelah 10 hingga 14 hari. Ini terjadi karena fungsi hati
belum sempurna (matang) dalam memproses sel darah merah.
Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium kadar bilirubin (pigmen
empedu) dalam darah tidak melebihi batas yang membahayakan
(ditetapkan).
Ada beberapa batasan warna kekuningan pada bayi baru lahir untuk
menilai proses alamiah (fisiologis), maupun warna kekuningan yang
berhubungan dengan penyakit (patologis), agar kita lebih mudah
mengenalinya.

Secara garis besar, batasan kekuningan bayi baru kahir karena proses
alamiah (fisiologis) adalah sebagai berikut:

 Warna kekuningan nampak pada hari kedua sampai hari keempat.


 Secara kasat mata, bayi nampak sehat
 Warna kuning berangsur hilang setelah 10-14 hari.
 Kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah kurang dari 12 mg%.

Adapun warna kekuningan pada bayi baru lahir yang menggambarkan


suatu penyakit (patologis), antara lain:

 Warna kekuningan nampak pada bayi sebelum umur 36 jam.


 Warna kekuningan cepat menyebar kesekujur tubuh bayi.
 Warna kekuningan lebih lama menghilang, biasanya lebih dari 2
minggu.
 Adakalanya disertai dengan kulit memucat (anemia).
 Kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah lebih dari 12 mg%
pada bayi cukup bulan dan lebih dari 10 mg% pada bayi prematur.

Jika ada tanda-tanda seperti di atas (patologis), bayi kurang aktif,


misalnya kurang menyusu, maka sebaiknya segera periksa ke dokter
terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan dan perawatan.

Disamping itu, beberapa kondisi yang dapat beresiko terhadap bayi,


antara lain:

 Infeksi yang berat.


 Kekurangan enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase(G 6 PD).
 Ketidaksesuaian golongan darah antara ibu dan janin

Beberapa penyakit karena genetik (penyakit bawaan atau keturunan


SOP MEKANISME TERJADINYA PENYAKIT

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Bagaimana terjadi kuning pada bayi , baik pada proses alamiah


(fisiologis) maupun warna kekuningan yang berhubungan dengan
penyakit
Pada dasarnya warna kekuningan pada bayi baru lahir dapat terjadi
karena beberapa hal, antara lain:

 Proses pemecahan sel darah merah (eritrosit) yang berlebihan.


 Gangguan proses transportasi pigmen empedu (bilirubin).
 Gangguan proses penggabungan (konjugasi) pigmen empedu
(bilirubin) dengan protein.
 Gangguan proses pengeluaran pigmen empedu (bilirubin) bersama
air.

Hal; lain yang berpengaruh adalah pembuangan sel darah merah yang
sudah tua atau rusak dari aliran darah dilakukan oleh empedu. Selama
proses tersebut berlangsung, hemoglobin (bagian dari sel darah merah
yang mengangkut oksigen) akan dipecah menjadi bilirubin. Bilirubin
kemudian dibawa ke dalam hati dan dibuang ke dalam usus sebagai
bagian dari empedu. Gangguan dalam pembuangan mengakibatkan
penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan
pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan
warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut.
Kadar bilirubin akan menumpuk kalau produksinya dari heme
melampaui metabolisme dan ekskresinya. Ketidakseimbangan antara
produksi dan klirens dapat terjadi akibat pelepasan perkursor bilirubin
secara berlebihan ke dalam aliran darah atau akibatproses fisiologi
yang mengganggu ambilan (uptake) hepar, metabolisme ataupun
ekskresi metabolit ini. Gangguan pada proses di atas (dan proses lain
yang lebih rumit) menyebabkan kadar pigmen empedu (bilirubin)
dalam darah meningkat, akibatnya kulit bayi nampak kekuningan.

 Jaundice Fisiologi. Keadaan ini disebabkan oleh ketidakmampuan


bayi dalam menangani terjadinya peningkatan produksi bilirubin,
karena fungsi-fungsi organnya yang belum sempurna. Bayi akan
terlihat kuning pada kurun waktu 24-72 jam setelah lahir.
Normalnya kadar bilirubin dalam darah pada bayi yang lahir cukup
waktu akan mencapai puncaknya di level 6-8 mg/dL pada hari ketiga
lalu akan turun di hari berikutnya. Sedangkan bayi dikatakan
mengalami jaundice fisiologi jika peningkatan kadar bilirubin
mencapai 12 mg /dL, dan tidak lebih dari 15 mg/dL. Setelah hari ke-
14 bayi sudah tidak tampak kuning lagi.Dalam keadaan jaundice
fisiologi sebenarnya tidak dibutuhkan perawatan, hanya saja peran
sang ibu sangat dibutuhkan. Dalam hal ini, ibu harus senantiasa
menyusui bayinya. Bayi yang kuning harus disusui secara eksklusif,
tanpa tambahan asupan yang lain, baik itu air atupun dextrose. Pada
dasarnya jaundice fisiologi tidak berbahaya, pemberian ASI akan
sangat membantu bayi dalam menangani tingginya kadar bilirubin
dalam tubuhnya. Tetapi perlu diingat, jika kuningnya sudah
menyebar sampai bagian kaki, maka bayi harus segera dibawa lagi
ke rumah sakit, karena hal itu pertanda bahwa kadar bilirubin sudah
semakin tinggi dan segera butuh penanganan tim medis. Saya
mengalami hal tersebut, bayi saya harus mendapat fototerapi
selama 2 hari karena kadar bilirubinnya yang meningkat lagi menjadi
15 mg/dL setelah 2 hari di rumah.

 Jaundice Patologi. Pada keadaan ini kadar bilirubin sudah melebihi


17 mg/dL, sehingga harus segera diobservasi penyebabnya dan juga
dibutuhkan penanganan khusus, seperti fototerapi. Jika bayi terlihat
kuning dalam kurun waktu 24 jam, peningkatan kadar bilirubin
melebihi batas normal (5 mg/dL/hari), dan bayi masih terlihat
kuning bahkan setelah 3 minggu usia kelahirannya, maka hal
tersebut sudah dikategorikan sebagai jaundice patologi. Tidak hanya
itu, feses bayi yang seperti tanah liat dan urine-nya yang berwarna
gelap sehingga pakaian bayi menjadi kuning adalah tanda lain dari
jaundice patologi. Pada jaundice patologi juga akan didapati kadar
bilirubin yang lebih dari 2 mg/dL ketika sampel darah diambil kapan
saja / direct bilirubin (tidak ada interval waktu).Semua bayi yang
mendapat perawatan fototerapi harus melalui serangkaian
pengujian, seperti tes golongan darah dan Coombs’ test (uji deteksi
antibodi dan protein komplemen pada penyakit hemolitik pada bayi
yang baru lahir, untuk lebih lengkapnya lihat di Wikipedia);
perhitungan darah komplit dan smear for hemolysis serta morfologi
sel darah merah; perhitungan retikulosit dan estimasi enzim G6PD.
Hal tersebut dilakukan guna mengetahui penyebab jaundice pada si
kecil. Pengulangan pengukuran kadar bilirubin dalam darah,
biasanya pada interval 24 jam, harus dilakukan selama bayi
difototerapi.
 Hemolytic Jaundice. Ada beberapa tanda dari hemolitik jaundice,
yaitu jaundice muncul dalam waktu 24 jam, bayi tampak pucat,
terjadinya hepato-splenomegali, meningkatnya jumlah retikulosit
(>8%), peningkatan bilirubin yang cepat (>5 mg/dL dalam waktu 24
jam atau > 0,5 mg/dL/jam), serta adanya riwayat jaundice pada
keluarganya. Hemolytic jaundice disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya seperti penyakit hemolitik rhesus (Rh), ABO
inkompatibiliti, serta defisiensi enzim G6PD.Bayi yang lahir dari ibu
dengan Rh-negatif dan ayah Rh-positif harus dilakukan identifikasi
Rh dan uji Direct Coombs’. Begitu juga dengan bayi yang lahir dari
ibu dengan golongan darah O dan Rh-positif harus terus dimonitor
dan dilakukan serangkaian pengujian, seperti test golongan darah
dan uji direct antibody. Hemolitik jaundice akibat ABO
inkompatibiliti biasanya muncul dalam waktu 24 jam pertama (cirri
yang sama dengan jaundice patologi). Penanganan hemolitik
jaundice akibat defisiensi G6PD serupa dengan hemolitik jaundice
akibat ABO inkompatibiliti. Pemeriksaan defisiensi G6PD harus
ditegakkan pada bayi yang diberikan terapi cahaya (fototerapi), baik
itu pada bayi yang lahirnya cukup waktu (full-term) ataupun yang
hampir cukup waktu (near-term).
 Menyusui dan jaundice. Jaundice pun juga bisa terjadi pada bayi
yang disusui oleh ibunya. Jaundice ini biasanya muncul antara 24-72
jam dengan puncaknya pada hari ke-5 sampai hari ke-15 dan akan
hilang pada minggu ketiga. Studi yang dilakukan Schneider
menunjukkan bahwa 13% bayi yang menyusui memiliki kadar
bilirubin puncak sebesar 12 mg/dL atau lebih tinggi 4% jika
dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula. Hal
tersebut dapat terjadi bukan karena kandungan zat di dalam ASI,
tetapi lebih karena pola menyusui yang belum optimal. Frekuensi
menyusui yang kurang dapat menyebabkan munculnya jaundice
fisiologi. Oleh karena itu, ibu harus selalu senantiasa berusaha untuk
menyusui bayinya, meskipun terkadang pada awal-awal kelahiran
ASI ibu belum keluar. Itulah sebabnya dukungan suami mutlak
diperlukan mengingat perannya yang tidak sedikit.
 Breast Milk jaundice. Sekitar 2-4% bayi yang secara eksklusif disusui
oleh sang ibu memiliki jaundice dengan kadar bilirubin lebih dari 10
mg/dL pada minggu ketiga. Jaundice yang tetap ada setelah 3
minggu pertama kehidupan seorang bayi disebut prolonged jaundice
(jaundice diperpanjang). Seiring dengan waktu kadar bilirubin akan
berkurang. Tetapi jika si kecil semakin kuning (sudah sampai ke kaki)
atau kadar bilirubin sudah melebihi 20 mg/dL segera hubungi
dokter.

PENANGANAN
Pada bayi baru lahir dengan warna kekuningan karena proses alami
(fisiologis), tidak berbahaya dan tidak diperlukan pengobatan khusus,
kondisi tersebut akan hilang dengan sendirinya.

Prinsip pengobatan warna kekuningan pada bayi baru lahir adalah


menghilangkan penyebabnya.

 Terapi Sinar (fototerapi). Fototerapi dilakukan dengan cara


meletakkan bayi yang hanya mengenakan popok (untuk menutupi
daerah genital) dan matanya ditutup di bawah lampu yang
memancarkan spektrum cahaya hijau-biru dengan panjang
gelombang 450-460 nm. Selama fototerapi bayi harus disusui dan
posisi tidurnya diganti setiap 2 jam. Pada terapi cahaya ini bilirubin
dikonversi menjadi senyawa yang larut air untuk kemudian
diekskresi, oleh karena itu harus senantiasa disusui (baik itu
langsung ataupun tidak langsung). Keuntungan dari fototerapi ini
adalah non-invasiv (tidak merusak), efektif, relative tidak mahal, dan
mudah dilaksanakan. Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau
setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang
batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat
dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah
dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar
bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang
lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari
sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu
yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di
bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang
berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih
efektif. Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan
pada tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat
kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya
untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut.
Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna
sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula
alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ
reproduksi itu, seperti kemandulan. Pada saat dilakukan fototerapi,
posisi tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang lalu telungkup agar
penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus mengontrol
apakah kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika
sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka
terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi
sudah boleh dibawa pulang. Meski relatif efektif, tetaplah waspada
terhadap dampak fototerapi. Ada kecenderungan bayi yang
menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena malas
minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan
meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus. Alhasil,
gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare.
Memang tak semua bayi akan mengalaminya, hanya pada kasus
tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi
dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI pada si kecil.
 Terapi Transfusi. Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan
dan kadar bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau
lebih, maka perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan
kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak
(kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa
mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya
keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan motorik dan
bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu,
darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan
darah lain. Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan
sekali tukar darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang
menggembirakan, maka terapi transfusi bisa berhenti. Tapi bila
masih tinggi maka perlu dilakukan proses tranfusi kembali. Efek
samping yang bisa muncul adalah masuknya kuman penyakit yang
bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Meski
begitu, terapi ini terbilang efektif untuk menurunkan kadar bilirubin
yang tinggi.
 Terapi Obat-obatan. Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan.
Misalnya, obat phenobarbital atau luminal untuk meningkatkan
pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya
indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan yang
mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi
timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti
fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini
dikurangi bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk. .
Akibatnya, bayi jadi banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga
dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang
justru memicu peningkatan bilirubin. Disamping itu manfaat atau
efek dari pemberian obat biasanya terjadi setelah 3 hari pemberian
obat. Sehingga, terapi obat-obatan bukan menjadi pilihan utama
untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi
si kecil sudah bisa ditangani.
 Menyusui Bayi dengan ASI. Bilirubin juga dapat pecah jika bayi
banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus
mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat
terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan
kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah
pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru
meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dalam
ASI terdapat hormon pregnandiol yang dapat mempengaruhi kadar
bilirubinnya.

Meski demikian dalam keadaan bilirubin yang tidak terlalu tinggi


penghentian ASI tidak direkomendasikan.

 Terapi Sinar Matahari Terapi dengan sinar matahari hanya


merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi
selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur selama
setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam
dalam keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian
telungkup. Lakukan antara jam 7.00 sampai 9.00. Inilah waktu
dimana sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam
tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas jam
sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak
kulit. Bila pagi hari dalam keadaan mendung sinar matahari sore
atau akhir matahari mungkin masih dianggap aman, sekitar jam
16.00 s/d 17.00. Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung
ke matahari karena dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi
di sekeliling, keadaan udara harus bersih.
Apapun penyebab kuning, sebaiknya jangan diremehkan . Bila
keadaan semakin tidak membaik sebaiknya konsultasi kepada
dokter atau dokter spesialis anak.
Meski disebutkan bahwa bayi kuning sebagian besar diantaranya
karena proses alami (fisiologis) dan tidak perlu pengobatan,
seyogyanya para orang tua tetap waspada, mengingat bayi masih
dalam proses tumbuh kembang. Karenanya, konsultasi kepada
dokter atau dokter spesialis anak adalah langkah penting yang
jangan ditunda.
SOP BERBAGAI KATAREISTIK PENYEBAB KUNING PADA
BAYI BARU LAHIR

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

MITOS ATAU OPINI YANG BELUM TENTU BENAR :

 KUNING DISEBABKAN KARENA KURANG MINUM. Minum yang kurang


bukanlah p
 enyebab kuning pada bayi baru lahir, Tetapi pada bayi baru lahir
dengan kuning yangb agak tinggi biasanya disertai oleh minum sus
yang kurang atau malas minum.
 BILA DIBERI ASI YANG BANYAK KUNING AKAN BERKURANG.
Penurunan atau pengobatan kuning pada bayi baru lahir yang paling
utama adalah penyinaran. Minum yang banyak atau pemberian ASI
bukanlah upaya untuk penurunan kuning pada bayi baru lahir.
 BILA KUNING YANG TINGGI CUKUP DIJEMUR NANTI AKAN MEMBAIK
SENDIRI. Dalam keadaan kuning yang tidak tinggi, memang
peningkatan kuning saat minggu pertama mungkin cukup dijemur di
sinar martahari. Tetapi, bila dalam keadaan kuning yang tinggi sinar
matahari tidak banyak bermanfaat.
Kode ICD.10 (International Classification of Diseases) :
P58-59: Neonatal jaundice

BERBAGAI KATAREISTIK PENYEBAB KUNING PADA BAYI


BARU LAHIR

Fisiologis Jaundice Jaundice Breast Hemolitik desease


jaundice yang milk
berhubungan
dengan
Breast
feeding

Fungsi Intake susu Faktor-faktor Incompatibilitas


Penyebab hepatik yang jelek pada susu ibu antigen yang
immatur berhubungan yang berubah, menyebabkan
ditambah dengan bilirubin hemolisis sebagian dari
peningkatan konsumsi menjadi bentuk RBC.Hati tidak mampu
bilirubin kalori yang lemak yang untuk
dari sedikit pada mana mengkonjugasikan dan
hemolisis bayi sebelum direabsorbsi mengeksresikan
RBC susu ibu usus kelebihan bilirubin dari
keluar hemolisis

Setelah 24 2 – 3 hari 4 – 5 hari Selama 24 jam


Onset jam pertama
pertama
(bayi
prematur,
bayi lahir
lama)

Puncak 72 jam 2 – 3 hari 10 – 15 hari Bervariasi

Durasi Berkurang Sampai


setelah 5-7 seminggu
hari

Terapi Fototherapi Berikan ASI Hentikan ASI Posnatal: fototherapi,


jika bilirubin sesering selama 24 jam bila perlu transfusi
meningkat mungkin, untuk tukarPrenatal:Transfusi
dengan berikan mendeterminasi (fetus)
suplemen sebab, jika
cepat kalori, kadar bilirubin
fototherapi menurun
untuk kadar pemberian ASI
bilirubin 18 – dapat
20 mg/dl diulangi.Dapat
dilakukan
fototherapi
tanpa
menghentikan
pemberian ASI

Mencegah sensitisasi dari RH negatif ibu dengan RhoGAM


Referensi 
 Maisels MJ, Gifford K. Normal serum bilirubin levels in the newborn
and the effect of breast- feeding. Pediatrics. Nov 1986;78(5):837-43.
 Linn S, Schoenbaum SC, Monson RR, Rosner B, Stubblefield PG, Ryan
KJ. Epidemiology of neonatal
hyperbilirubinemia. Pediatrics. Apr 1985;75(4):770-4.
 Hansen TW. Therapeutic approaches to neonatal jaundice: an
international survey. Clin Pediatr (Phila). Jun 1996;35(6):309-16
 American Academy of Pediatrics Subcommittee on
Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the
newborn infant 35 or more weeks of
gestation. Pediatrics. Jul 2004;114(1):297-316.
 [Best Evidence] Newman TB, Liljestrand P, Escobar GJ. Combining
clinical risk factors with serum bilirubin levels to predict
hyperbilirubinemia in newborns. Arch Pediatr Adolesc
Med. Feb 2005;159(2):113-9.
 Bhutani VK, Johnson LH, Keren R. Diagnosis and management of
hyperbilirubinemia in the term neonate: for a safer first week. Pediatr
Clin North Am. Aug 2004;51(4):843-61, vii.
 Buiter HD, Dijkstra SS, Oude Elferink RF, Bijster P, Woltil HA, Verkade
HJ. Neonatal jaundice and stool production in breast- or formula-fed
term infants. Eur J Pediatr. May 2008;167(5):501-7.
 Carbonell X, Botet F, Figueras J, Riu-Godo A. Prediction of
hyperbilirubinaemia in the healthy term newborn. Acta
Paediatr. Feb 2001;90(2):166-70. [Medline].
 Cremer RJ, Perryman PW. Influence of light on the hyperbilirubinemia
of infants. Lancet. 1958;1:1094-7.
 De Carvalho M, De Carvalho D, Trzmielina S, et al. Intensified
phototherapy using daylight fluorescent lamps. Acta
Paediatr. Jul 1999;88(7):768-71.
 Dennery PA, Seidman DS, Stevenson DK. Neonatal
hyperbilirubinemia. NEJM. 2001;344:581-90.
 Gottstein R, Cooke RW. Systematic review of intravenous
immunoglobulin in haemolytic disease of the newborn. Arch Dis Child
Fetal Neonatal Ed. Jan 2003;88(1):F6-10.
 Hart C, Cameron R. The importance of irradiance and area in neonatal
phototherapy. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2005;90:F437-F440.
 Huang MJ, Kua KE, Teng HC, Tang KS, Weng HW, Huang CS. Risk factors
for severe hyperbilirubinemia in neonates. Pediatr
Res. Nov 2004;56(5):682-9.
 Ip S, Chung M, Kulig J, et al. An Evidence-Based Review of Important
Issues Concerning Neonatal
Hyperbilirubinemia. Pediatrics. 2004;114:e130-
e153. [Medline]. [Full Text].
 Kapitulnik J, Horner-Mibashan R, Blondheim SH, et al. Increase in
bilirubin-binding affinity of serum with age of infant. J
Pediatr. Mar 1975;86(3):442-5. [Medline].
 Kaplan M, Bromiker R, Schimmel MS, Algur N, Hammerman
C. Evaluation of discharge management in the prediction of
hyperbilirubinemia: the Jerusalem experience. J
Pediatr. Apr 2007;150(4):412-7.
 Kaplan M, Shchors I, Algur N, Bromiker R, Schimmel MS, Hammerman
C. Visual screening versus transcutaneous bilirubinometry for
predischarge jaundice assessment. Acta Paediatr. Jun 2008;97(6):759-
63.
 Keren R, Bhutani VK, Luan X, Nihtianova S, Cnaan A, Schwartz
JS. Identifying newborns at risk of significant hyperbilirubinaemia: a
comparison of two recommended approaches. Arch Dis
Child. Apr 2005;90(4):415-21.
 Kuzniewicz MW, Escobar GJ, Wi S, Liljestrand P, McCulloch C, Newman
TB. Risk factors for severe hyperbilirubinemia among infants with
borderline bilirubin levels: a nested case-control study. J
Pediatr. Aug 2008;153(2):234-40. [Medline].
 Maisels MJ, McDonagh AF. Phototherapy for neonatal jaundice. N Engl
J Med. Feb 28 2008;358(9):920-8. [Medline].
 Newman TB, Xiong B, Gonzales VM, Escobar GJ. Prediction and
prevention of extreme neonatal hyperbilirubinemia in a mature health
maintenance organization. Arch Pediatr Adolesc
Med. Nov 2000;154(11):1140-7. [Medline].
 Nielsen HE, Haase P, Blaabjerg J, et al. Risk factors and sib correlation
in physiological neonatal jaundice. Acta Paediatr
Scand. May 1987;76(3):504-11.
 Palmer DC, Drew JH. Jaundice: a 10 year review of 41,000 live born
infants. Aust Paediatr J. Jun 1983;19(2):86-9.
SOP STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL IMUNISASI

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

A. PENYIMPANAN VAKSIN DI PUSKESMAS


1. Vaksin di simpan di refrigator/kulkas pada suhu 2-8 o C.
2. Susunan dus vaksin dalam refrigator diberi jarak antara 2 jari untuk
pertukaran udara.
3. Vaksin FS (Frezee Sensitive = DPT,HB,DT,TT) diletakkan jauh dengan
evaporator. Vaksin HS (Heat Sensitive = Polio, Campak, BCG) diletakkan
dekat dengan evaporatror.
4. Refrigator dibuka seminimal mungkin setiap harinya untuk menjaga
stabilitas suhu penyimpanan.
5. Suhu dipantau setiap hari (Pagi dan sore)
6. Lakukan pemeliharaan lemari es (harian, mingguan dan bulanan)

B. PEMELIHARAAN COLD CHAIN SELAMA PELAKSANAAN IMUNISASI


1. Vaksin campak dan polio sangat sensitif terhadap panas dan cahaya
langsung dan menjadi semakin sensitif bila sudah dilarutkan . Oleh karena
itu di lapangan vaksin tsb harus tetap disimpan pada suhu 2 - 8 o C dengan
menggunakan VAKSIN CARRIER dengan empat COLD PACK. Sehari sebelum
pelaksanaan Crash program Campak pelarut disimpan pada suhu 2-8 o C,
kemudian sewaktu dibawa ke pos pelayanan diletakan dalam vaksin carrier
bersama vaksin.
2. Pada saat pelarutan, suhu vaksin dan pelarut harus sama.
3. Sebelum sasaran datang vaksin dan pelarut harus tersimpan dalam vaksin
carrier yang tertutup rapat.
4. Petugas imunisasi tidak diperbolehkan membuka vials baru sebelum vial
lama habis.
5. Bila sasaran belum datang ptg tidak boleh mempersiapkan vaksin dalam
spuit , vaksin yang sudah dilarutkan harus dilindungi dari cahaya matahari
dan suhu luar dan diletakan di lubang busa yang terdapat diatas vaksin
carrier atau vaksin carrier ditutup kembali.
6. Jangan meletakakan vaksin carrier ditempat yang terkena cahaya
matahari langsung.

C. DISTRIBUSI VAKSIN DAN LOGISTIK


Yang perlu dibawa/tersedia pada saat pelayanan imunisasi Crash Program
Campak.
1. Vaksin dan pelarut Campak dengan jumlah yang sama dengan IP 16, polio
dengan IP 16 dan vit A.
2. ADS 0,5 ml sesuai dengan jumlah target sasaran.
3. ADS 10 ml sesuai dengan jumlah vials vaksin campak
4. Safety box sesuai dengan jumlah ADS 0,5 ml + ADS 10 ml dibagi 100.
5. Kapas dan air hangat sebagai desinfektan.
6. Formulir pencatatan , pelaporan , form laporan KIPI.
7. Emergency KIT

D. MELARUTKAN VAKSIN
1. Pelarutan dilakukan bila ada anak yang datang untuk diimunisasi.
2. Pelarut harus berasal dari produsen yang sama dengan vaksin
3. Satu ADS/spuit 10 ml digunakan untuk melarutkan vaksin hanya boleh
untuk satu kali penggunaan.
4. Ambilkan vaksin yang belum kadaluarsa dan VVM Kriteria A dan B.
5. Pastikan 10 ml cairan pelarut vaksin terhisap dalam pelarut kemudian
baru melakukan pencampuran dengan vaksin kering campak secara pelan-
pelanagar tidak terbentuk gelembung.
6. Vaksin yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan 6 jam untuk campak
dan 3 jam untuk BCG.

E. PENYIMPANAN VAKSIN PADA SAAT PELAYANAN DI LAPANGAN


1. Siapkan Vaksin Carier /termos yang dilengkapi dengan termometer COOL
PACK (es cair) sebanyak 4 buah dan dilengkapi busa untuk menstabilkan
suhu vaksin. Khusus untuk Pelaksanaan CRASH PROGRAM CAMPAK / PIN
menggunakan COLD PACK (Es padat)
2. Vaksin yang akan digunakan/dibawa ke lapangan VVMnya menunjukkan
A atau B
3. Vaksin dimasukkan ke dalam vaksin carrier/termos yang sudah dilengkapi
cool pack/cold pack, tutup dengan busa kemudian ditutup dengan penutup
vaksin carrier/termos.
4. Pada saat pelayanan , vaksin yang sedang digunakan diletakan pada busa
yang dilubangi, vaksin yang belum dibuka diletakan di bawah busa (seperti
gambar.
5. Vaksin yang sudah digunakan pada pelayanan di luar gedung, tidak boleh
digunakan kembali.
F. PEMBERIAN PENYUNTIKAN VAKSIN CAMPAK
Imunisasi campak pada CRASH PROGRAM CAMPAK diberikan pada balita
(usia 6 – 59 bln) tanpa melihat status imunisasi dan riwayat terkena
penyakit campak.
Cara penyuntikan :
1. Lakukan anamnese terhadap balita yang akan diimunisasi
2. Buka tutup torak dan tutup jarum (ADS 0,5 ml)
3. Tusukan jarum tersebut ke vial vaksin. Pastikan ujung jarum selalu berada
di dalam cairan vaksin (jauh di bawah permukaan cairan vaksin) sehingga
todak ada udara yang masuk ke dalam semprit.
4. Tarik torak perlahan-lahan agar cairan vaksin masuk ke dalam semprit,
sampai torak terkunci secara otomatis, torak tidak dapat ditarik lagi.
5. Cabut jarum dari vials keluarkan udara yang tersisa dengan cara
mengetuk alat suntik dan mendorong torak sampai pada skala 0,5 ml.
6. Bersihkan kulit dengan kapas dan air matang, tunggu hinggga kering
kemudian suntiukan secara sub kutan di lengan kiri atas pertengahan m.
Doltoideus, dengan memegang lengan seperti mencubit dengan
menggunakan ibu jari dan jari tengah. Kemudian jarum suntik disuntikan
dengan sudut 45 derajat terhadap permukaan kulit dengan kedalama jarum
tidak lebih dari ½ inchi (lakukan aspirasi sebelumnya untuk memastikan
jarum tidak menembus pembuluh darah).
7. Setelah vaksin masuk, jarum dikeluarkan , kemudian kapas ditekan pada
bekas suntikan , jika ada pendarahan kapas tetap ditekan pada lokasi
suntikan
8. Spuit bekas yang sudah digunakan langsung dimasukan ke dalam safety
box tanpa menutup tutup jarum kembali (recapping).
SOP STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL TRANSFUSI DARAH

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

1. Pengertian : Pemberian darah produk dan monitor pasien

2. Tujuan : Peningkatan kadar darah atau produk darah dalam

3. Kebijakan : 1. Ada asuransi tertulis dari dokter

2. Hasil laboratorium HB dibawah normal

4. Prosedur

A. Fase Prainteraksi

1. Mengecek program terapi

2. Mencuci tangan

3. Menyiapkan alat

a. 1 sol tranfusi darah dengan blood filter

b. Ciran isotonik (Nacl 0,9%)

c. produk darah

d. Obat-obatan sesuai dengan program medic

e. Handscoen disposable
f. Tensimeter dan thermometer

B. Fase orientasi

1. Memberikan salam teraupelik

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan ,tanda dan gejala


reaksi tranfusi

3. Menayakan persetujuan / kesiapan pasien

4. Minta tanda tangan persetujuan / informan konsen

C. Fase kerja

1. Periksa produk darah yang di siapkan, golongan darah dan kesusaaian


cross math, jumlah darah dan nomor kantong , masa berlaku.
2. Menggunakan hanskun
3. Pemasangan system infus set dengan filter yang tapat terhadap produk
darah
4. Memasang cairan dengan cairan isotonic ( Nacl 0,9%)
5. Hindari tranfusi darah lebih dari satu unit darah atau produk darah pada
satu waktu, kecuali diwajibkan oleh kondisi pasien.
6. Monitor temapat Iv terhadap tanda dan gejala dari infiltrasi, phlebritis dan
infeksi local.
7. Monitor tanda-tanda vital (pada awal, sepanjang dan setelah tranfusi)
8. Berikan injeksi anti histamine bila perlu.
9. Ganti cairan Nacl 0,9 % dengan produk yang tersedia.
10. Monitor ada tidaknya reaksi alergi terhadap pemasangan infuse
11. Monitor kecepatan aliran tranfusi
12. Jangan memberikan medikasi IV atau cairan lain kecuali isotonic dalam
darah atau produk
13. Ganti larutan Nacl 0,9% ketika tranfusi telah lengakap/selesai

D. Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Kontrak waktu pertemuan selanjutnya.
4. Mengakhiri kegiatan dengan baik
5. Membersihkan peralatan
6. Buka sarung tangan dan cuci tangan
E. Dukumentasi
SOP PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Tujuan pedoman
: sesuai dengan rekomendasi POGI 2010 tentang perubahan format buku panduan,
maka perlu dilakukan revisi terhadap Panduan PenatalaksanaanHipertensi Dalam
Kehamilan yang sudah ditetapkan oleh HKFM POGI, berlaku sejak 2006.II.

Harapan dan ruang lingkup.


Terdapat berbagai macam modus penangananhipertensi dalam kehamilan yang perlu
dibuatkan suatu pedoman (paling tidak berlaku di Indonesia) untuk dapat dipakai
sebagai panduan penatalaksanaanhipertensi dalam kehamilan. Pedoman ini, dalam
kapasitas yang terbatas, dapatdipakai sebagai pegangan untuk menyikapi semua
kejadian hipertensi dalamkehamilan termasuk preeclampsia dan eklampsia.
III.

Pendahuluan dan latar belakang.


Dari tiga kausa klasik angka kematian ibu (AKI)maka saat ini hipertensi dalam
kehamilan serta kausa non obstetric telah melampaui penyebab infeksi dan
perdarahan. Khusus hipertensi dalam kehamilan termasuk preeclampsia ditemukan
dalam jumlah yang menetap dan cenderung meningkatmeliputi 5

7% dari kehamilan dan merupakan komplikasi medis tersering dalamkehamilan.
Kurang lebih 70% wanita yang didiagnosis hipertensi dalam kehamilanmerupakan
preeclampsia. Sesuai dengan target dari WHO yang dituangkan dalamM
DG’s 2015 diharapkan angka kematian ibu
sekarang
…….. yang akan diturunkan
menjadi 50%, sehingga diperlukan penanganan yang adekuat terhadap kasus-kasushipertensi
dalam kehamilan.
IV.

Identifikasi dan assessment berbasis bukti. (Williams obstetric 23


rd
edition)V.

Definisi dan istilah.

Disadur dari Report on the National High Blood Pressure Education Program WorkingGroup
on High Blood Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183 : S1, July 2000)1.

Hipertensi kronik Hipertensi yang didapatkan sebelum kehamilan, dibawah 20 minggu umur
kehamilan,dan hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.2.

Preeklamsia

eklamsiaHipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu.3.

Hipertensi kronik (
superimposed preeklamsi
)Hipertensi kronik yang disertai proteinuria4.

Hipertensi gestationalTimbulnya hipertensi pada kehamilan yang tidak disertai proteinuria


hingga 12minggu pascapersalinan. Bila hipertensi menghilang setelah 12 minggu persalinan,
maka dapat disebut juga “Hipertensi Transien”.

KLASIFIKASI
Disadur bebas dari Report on the National High Blood Pressure Education ProgramWorking
Group on High Blood Pressure in pregnancy (AJOG Vol.183 : S1, July 2000)
1.

Hipertensi Gestasional
Didapatkan desakan darah ≥ 140/90 mmHg untuk perta
ma kalinya padakehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah kembali
normal <12 minggu pasca persalinan.
2.

Preeklamsi
Kriteria minimum
Desakan darah ≥ 140/
90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertei
dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+
3.

Eklamsi
Kejang-kejang pada preeklamsi disertai koma
4.

Hipertensi kronik dengan


odkla
superim

Timbulnya proteinuria ≥ 300 mg/


24 jam pada wanita hamil yang sudahmengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya
timbul setelah kehamilan 20minggu.
5.

Hipertensi kronik
Ditemukannya desakan darah ≥ 140/
90 mmHg, sebelum kehamilan atau sebelumkehamilan 20 minggu dan tidak menghilang
setelah 12 minggu pasca persalinan.
LAPORAN PENDAHULUAN

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Kehamilan merupakan hal yang fisiologis yang dialami oleh setiap


wanita usia subur setelah berhubungan intim. Namun tidak semua
kehamilan berjalan normal, seperti yang diharapkan. Kehamilanpun
bisa menjadi patologi dan disertai oleh penyakit penyerta seperti
diabetes pada kehamilan atau sering disebut dengan Diabetes
gestasional (DMG).

1. PENGERTIAN DMG ini adalah adanya intolerasnsi karbohidrat, baik ringan


(Toleransi Glukosa Terganggu= TGT), maupun berat (Diabetes
Millitus) yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan
berlangsung.
Tidak memandang apakah pasien dikelola dengan insulin /
perencanaan makan saja, diabetes mellitus tersebut menetap setelah
persalinan atau pasien yang sudah mengidap diabetes sebelum
hamil.(prosedur tetap sanglah)
Diabetes yang muncul selama kehamilan disebabkan karena
pada saat hamil kebutuhan karbohidrat ibu meningkat. Karena
hormone insulin dalam tubuh tidak mecukupi untuk merubah
karbohidrat tersebut menjadi gula, sehingga terjadilah penimbunan
kadar gula yang tinggi dalam darah. Diabetes pada masa kehamilan
ada yang bersifat sementara yang akan hilang setelah melahirkan,
namun akan berdampak buruk bila tidak terdeteksi. (Wilson,1995)
Adapun gejala yang timbul pada ibu hamil dengan diabetes
yaitu Trias Poly diantaranya:
 Polyphogie (banyak makan)
 Polyurie (banyak kencing)
 Polydipsie (banyak minum)

2. FAKTOR RISIKO
a. Factor kebidanan
DMG  Beberapa kali keguguran
 Riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas.
 Riwayat pernah melahirkan anak dengan cacat bawaan.
 Pernag pre-eklampsi
 polihidramnion
b.Factor ibu
 Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun
 Riwayat DM dalam keluarga
 Pernah DMG pada kehamilan sebelumnya
 Infeksi saluran kemih yang berulang-ulang sebelum hamil.
(Protap Sanglah)

3. DIAGNOSIS DMG Kriteria Diagnosis menurut WHO


KRITERIA Glukosa Plasma Vena (mg/dl)
Puasa 2 jam
Normal < 100 < 140
Diabetes Millitus > 140 > 200
TGT 100-139 140-199

Cara lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui diagnose dari


DMG yaitu dengan melakukan tes urine reduksi dan didapatkan hasil
++, dan kisaran berat badan janin dalam kehamilan melebihi 4000
gr.(Protap Sanglah)
3. PENGARUH DMG
a. Kemungkinan gestose 4x lebih besar
b. Infeksi lebih mudah terjadi terutama pyelitis dan pyelonefritis
c. Kemungkinan abortus dan prematurus sedikit lebih besar
d. Diabetes dapat berdampak pada kelahiran bayi yaitu berat badan bayi
melebihi 4000 gram. Disuga sebabnya ialah hormone pertumbuhan
yang berlebihan atau factor genetis. Walaupun anaknya besar,
fungsuonil sering bersifat sebagai anak prematur sehingga disebut
“foetus dysmaturus”.
e. Selain itu, bayi juga bisa meninggal dalam kehamilan terutama terjadi
pada usia kehamilan 34-36 minggu. Diduga akibat hypoglycaemia.
f. Saat persalinan, bisa terjadi distosia (persalinan macet), dimana his
yang bagus namun tidak ada kemajuan persalinan sehingga kepala bayi
pun turun.
g. Diabetes pada ibu hamil dapat menyebabkan berbagai gangguan pada
bayi yang dilahirkannya. Gangguan tersebut antara lain : hipoglikemia,
makrosomia, Respiratory distress syindrome (RDS).cacat congenital,
Hipokalsemia. Bayi cenderung montok dan besar akibat bertambahnya
lemak tubuh. Gejala klinis yang sering ditemukan dan merupakan ciri
khas bayi hipoglikemia adalah tremor, lertargi, malas minum, serta
gejala lain yaitu hiperpnea, apnea, sianosis, pernafasan berat, kejang,
apatis, hipotonin, iritabilitas, tangisan melengking.
h. Hydramnion sering terjadi; kalau terjadi hidramnion maka kematian
janin intrauterine meningkat sampai 35%.
i. Kelainan congenital sering dijumpai
j. Perdarahan postpartum lebih besar kemungkinannya
k. Laktasi kadang-kadang kurang.
(Unpad,1981)

4. PENANGANAN Adapun penanganan yang dapat dilakukan pada ibu dengan


DMG diabetes yaitu
- ANC lebih ketat
- Penilaian kesejahteraan janin. Penilaian ini dilakukan sejak UK 34
minggumeliputi pengukuran TFU, mendengarkan DJJ, USG, KTG.
- Perencanaan makanan yang sesuai kebutuhan
- Dapat dengan rutin mengkonsumsi obat. Setelah mengetahui bahwa
dirinya hamil sebaiknya mengkonsumsi obat oral yang digantikan
dengan obat suntikan, karena sebagian besar obat-obatan oral bersifat
teratogenik yang bisa menimbulkan kelainan pada pertumbuhan janin.
(Protap sanglah)
- Persalinan dianjurkan 2-3 minggu sebelum saat persalinan yang
diperhitungkan, mengingat kemungkinan kematian janin menjelang
akhir kehamilan. Apakah persalinan anjuran dilaksanakan dengan
induksi atau SC tergantung keadaan servik dan turunnya kepala.
Keadaan yang mengarah ke SC antara alain : adanya gestose, anaknya
sangat besar, primi tua, adanya kelahiran mati pada anamnesa.
(Unpad,1981)
Sementara pada bayi, semua bayi yang lahir dari ibu dibetes harus
mendapat pengamatan dan perawatan intensif.
Adapun penatalaksanaan umum yang dilakukan adalah:
a. Periksa kadar gula darah bayi segera setelah lahir. Selanjutnya, control
setiap jam sampai kadar gula darah normal dan stabil.
b. Jika kondisi bayi baik, berikan minuman setelah 2-3 jam kelahiran.
Jika bayi sulit mengisap, beri makanan melalui intravena.
c. Mengatasi hipoglikemia dengan cara memberi infuse glukosa 10% ,
injeksi bolus glukosa kadar tinggi harus dihindarkan karena dapat
menyebabkan hiper insulinemia.
B. LANDASAN ASUHAN KEBIDANAN

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Proses menejemen kebidanan menurut varney terdiri dari 7


langkah yang harus di laksanakan secara berurutan dan secara periodik
perlu berulang-ulang sesuai dengan permasalahan pada mioma uteri.
Penerapan 7 langkah varney yang memberikan asuhan kebidanan pada
wannita menopause dengan gangguan menopause.

1. Pengumpulan data
Mengumpulkan data subyektif dan data obyektif berupa data focus
yang di butuhkan untuk menilai keadaan ibu sesuai kondisinya
menggunakan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium.
Jenis data yang dikumpulkan :
a. Data subyektif
1) Biodata ibu dan suami
a) Nama ibu
Untuk mengetahui siapa yang akan kita beri asuhan dan lebih mudah
untuk berkomunikasi.
b) Nama suami
Untuk mengetahui siapa penanggung jawab saat pemberiaan asuhan
c) Umur ibu
Untuk mengetahui apakah ibu termasuk berisiko pada kehamilan ini
apabila dilihat dari aspek umur. Ibu hamil yang lebih berbahaya
dengan DMG yaitu ibu primi tua.
d) Agama ibu dan suami
Untuk mengetahui apakah ada kepercayaan dalam agamanya, adakah
kepercayaan terkait kehamilan.
e) Suku bangsa ibu
Untuk mengetahui dari mana asal ibu berkaitan dengan bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi dan kebiasaan-kebiasaan yang dianut.
f) Pendidikan ibu dan suami
Untuk mengetahui tingkat pengetahuaan ibu dan suami sehingga
memudahkan dalam pemberiaan informasi dan konseling.
g) Pekerjaan ibu dan suami
Untuk mengetahui tingkat aktifitas yang dilakukan oleh ibu dan suami
dan pengaruhnya terhadap ekonomi keluarga sehingga memudahkan
dalam pemantauan gaya hidup dari ibu..
h) Alamat ibu dan suami
Untuk mengetahui tempat tinggal ibu dan suami serta lingkungan
disekitar tempat tinggal ibu.
i) No tlp/hp ibu dan suami
Untuk memudahkan berkomunikasi sewaktu-waktu bila ada masalah.
2) Alasan datang
Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu yang dapat menunjang
diangnosa ibu mengalami DMG seperti sering kencing, cepat haus.

3) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui kapan pasien menarche, sejak kapan ibu tidak
mendapatkan haid haid.pola haid, teratur apa tidak. Hai ini penting
untuk diagnosiss. Karena untuk kepentingan mengukur umur
kehamilan ibu dan menghitung tapsiran persalinannya..
4) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui berapa kali ibu menikah, lama perkawinan, umur
ibu saat menikah serta apakah ibu sudah mempunyai anak atau belum.
5) Riwayat obstetri terdahulu
Riwayat ini sangat penmting untuk mendukung diagnose actual. Untuk
mengetahui berapa kali ibu pernah hamil, jumlah anak yang
dimiliki,jumlah persalinan aterm,preterm dan pernah atau tidak
abortus. umur kahamilan saat lahir, apakah ada penyulit saat hamil,
tempat bersalin, penolong persalinan, berat badan bayi saat lahir jenis
kelamin anak, jenis persalinan, apakah ada penyulit saat nifas,
keadaan anak sekarang serta umur anak sekarang.
6) Riwayat KB
Untuk mengetahui alat kontrasepsi apa saja yang pernah digunakan
ibu, berapa lama dan apakah ada keluhan seelama memakai alat
kontrasepsi.
7) Riwayat ginekology
Untuk mengetahui apakah ibu pernah atau sedang mengalami masalah
dengan organ reproduksinya serta sejak kapan masalah dirasakan dan
hal apa yang dilakukan untuk mengatasinya..
8) Riwayat penyakit ibu
Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang pernah diderita ibu, apakah
ibu mempunyai riwayat penyakit tertentu hipertensi, jantung, hepatitis,
asthma, epilepsi terutama yang berhubungan dengandiabetes mellitus.
9) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui apakah pernah ada keluarga
yang memilki riwayat penyakit seperti DM, jantung, hipertensi,
hepatitis, TBC,asthma, epilepsy.
10) Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual
a) Biologis
(1) Bernafas
Untuk mengetahui apakah ibu ada keluhan saat bernafas atau tidak.
(2) Pola nutrisi
Untuk mengetahui status gizi ibu dan riwayat nutrisinya, pola nutrisi,
jenis dan porsi makan ibu, pola minum ibu berapa gelas sehari
dibnadingkan dengan sebelum dan saat hamil. Biasanya ibu hamil
dengan DMG akan mengeluh polidipsi banyak minum dan polyphogie
banyak makan.
(3) Eliminasi
Untuk mengetahui apakah ada keluhan atau masalah dengan pola BAK
maupun BAB. Untuk ibu hamil dengan DMG maka biasanya akan
timbul keluhan sering kencing polyuri sehingga disini diamati
frekuensi kencing ibu.
(4) Istirahat dan tidur
Untuk mengetahui adakah gangguan pada pola tidur dan istirahat.
(5) Aktifitas sehari-hari
Untuk mengetahui aktifitas ibu sehari-hari, apakah ada keluhan saat
beraktivitas akibat keluhan dialami.
(6) Personal hygiene
Untuk mengetahui bagaimana personal hygiene ibu apakah sudah
menerapkan hygiene yang benar atau belum.
(7) Seksual
Untuk mengetahui tentang prilaku seksual ibu, berakaitan dengan
frekuensi, posisi, keluhan yang dialami.

b. Psikologi
untuk mengetahui bagaimana perasaan ibu pada kehamilan ini dan
setelah mengetahui ibu mengalami DMG.
c. Sosial
Untuk mengetahui interaksi ibu dengan masyarakat dilingkungan yang
dirasakan pandangan masyarakat terhadap kondisi ibu dan ada
tidaknya kebiasaan yang merugikan kesehatan, serta mengetahui
bagaimana pengambilan keputusan dalam keluarga.
d. Spiritual
Untuk mengetahui bagaimana kebiasaan ibu dalam mendekatkan diri
kepada tuhan serta kepercayaan yang dianut yang berkaitan dengan
kesehatan.
11) Pengetahuan
Untuk mengkaji pengetahuan ibu tentang hal-hal yang berkaitan
dengan keluhan yang dirasakan, penyebab ibu mengalami keluhan
yang dirasakan, serta pengetahuan ibu tentang cara mengatasi
keluhanya.
b. Data obyektif
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan umum ibu, sejauh mana keluhan yang
dirasakan ibu, mempengaruhi kondisi kesehatan ibu secara umum.
Biasanya ibu akan tampak cemas, gelisah.
b) Berat badan dan tinggi badan
Ibu hamil dengan DMG cenderung akan mengalami peningkatan berat
badan yang signifikan.
c) TTV
Untuk mengetahui keadaan tekanan darah, suhu, nadi, respirasi
sehubungan dengan keluhan yang dirasakan ibu

2) Pemeriksaan sistematis dan ginekologi


a) Kepala dan leher
Kepala : Untuk mengetahui bagaimana kebersihan dan struktur
rambut
Muka : Untuk mengamati pada muka apakah ada oedema / pucat
Mata : Untuk mengetahui bagaimana warna konjungtiva dan
sklera
Mulut :Untuk mrngetahui bagaimana keadaan mulut apakah lembab/kering,
kemerahan/pucat
Leher : Untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar limfe, pembesaran
kelenjar tiroid maupun pembesaran vena jugularis
b) Payudara
Pemeriksaan payudara meliputi bentuk, kebersihan putting susu ibu
kolostrum
c) Abdomen
Untuk mengetahui apakah ada bekas luka operasi, pada ibu hamil
dengan DMG maka akan ditemukan TFU lebih tinggi dari UK dan TBJ
yang ditemukan akan besar. Disini perlu pemeriksaan janin melalui
DJJ dengan ketat untuk dapat terus memantau kesejahteraan janin.
d) Anogenital
Pemeriksaan dilakukan apabila ibu mengalami keluhan yang
berhubungan alat reproduksinya.
e) Ekstermitas atas bawah
Untuk mengetahui apakah ada oedema, sianosis, pada kaki dan tangan,
serta keadaan kuku apakah kemerahan ataukah pucat.

3) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Hb
Untuk mengetahui kadar hemoglobin pada klien apakah anemia atau
tidak
b) pemeriksaan urine reduksi
untuk mengetahui apakah ada kandungan glukosa pada
urine sehingga menunjang untuk ditegakkannya diagnose DMG pada
ibu hamil.

Dalam langkah ini data subjektif dan data objektif yang sudah dikaji
kemudian dianalisa menggunakan teori-teori fisiologis dan teori-teori
patologis sesuai dengan perkembangan kehamilan berdasarkan umur
kehamilan ibu pada saat diberi asuhan. Hasil analisis dan interpretasin
data menghasilkan rumusan diagnosis kehamilan.
a. Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah merupakan kesimpulan yang ditegakkan
oleh bidan dalam lengkap praktik kebidanan dengan memenuhi standar
diagnosa nomenklatur kebidanan yang dapat menjawab 8 pertanyaann
keadaan yaitu :
- GAPAH
- Umur kehamilan
- Letak anak bila UK ≥ 36 minggu.
- Jumlah janin bila UK ≥ 28 minggu.
- Keadaan anak : hidup/mati
- Intra/ekstra uteri
- Penyulit/komplikasi ditulis dengan DMG
- Kesan panggul k/p
b. Masalah
Masalah merupakan suatu kondisi yang tidak sesuai dengan
perkembangan fisiologis kehamilan, adaptasi ibu yang tidak positif
terhadap kehamilannya.
c. Kebutuhan
Merupakan hal-hal yang dibutuhkan oleh ibu atau menurut bidan hal
itu harus diketahui oleh ibu tapi tidak dirasakn oleh ibu hamil. Hal
yang dibutuhkan oleh ibu hamil dapat berupa informasi/tindakan.
III. Merumuskan diagnosa/masalah potensial
Pada tahap ini setelah bidan merumuskan diagnosa atau masalah
dituntut untuk memikirkan masalah atau diagnosa potensial yang
merupakan akibat dari masalah/diagnosa yang ada. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan.
Bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atau masalh
potensial ini benar-benar terjadi.
IV. Merumuskan kebutuhan akan tindakan segera, tindakan kolaborasi
dan rujukan
Kebutuhan akan tindakan segera untuk mengantisipasi ancaman
yang fatal, sehingga nyawa ibu dan janin dapat terselamatkan.
Tindakan segera bisa merupakan intervensi langsung oleh bidan bisa
juga berdasarkan hasil kolaborasi dengan profesi lain.
V. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh
Dalam menyusun rencana asuhan yang menyeluruh mengacu
kepada diagnosa, masalah asuhan serta kebutuhan yang telah sesuai
dengan kondisi klien saat diberi asuhan.
VI. Pelaksanaan asuhan sesuai dengan perencanaan secara efisien
Pada langkah ini bidan melaksanakan langsung tindakan yang telah
direncanakan pada langkah sebelumnya, baik yang bersifat antisipasi,
tindakan segera, support, kolaborasi, bimbingan konseling,
pemeriksaan dan follow up.
VII. Evaluasi
Pada langkah terakhir ini melakukan evaluasi terhadap
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan. Hal ini menyangkut
apakah kebutuhan klien terpenuhi, masalah yang ada terpecahkan,
masalah potensial dihindari, klien dan keluarga mengetahui kondisi
kesehatannya dank lien mengetahui apa yang harus dilakukan dalam
rangka menjag kesehatannya.
SOP PERAWATAN PAYUDARA PADA IBU MENYUSUI

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Perawatan payudara untuk ibu menyusui merupakan salah satu upaya


dukungan terhadap pemberian ASI bagi sang buah hati tercinta. Apa saja
yang dilakukan dalam perawatan payudara ibu menyusui akan diuraikan
secara lengkap berikut ini. Perawatan payudara pada ibu menyusui
dapat dimulai sesegera mungkin setelah melahirkan.

1) Tujuan Perawatan Payudara

Perawatan Payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan


perawatan payudara semasa hamil, yang mempunyai tujuan sebagai
berikut :

1) Untuk menjaga kebersihan payudara

2) Untuk menghindari penyulit saat menyusui. Antara lain puting susu lecet,
asi tidak lancar berproduksi, pembengkakan payudara.

3) Untuk menonjolkan puting susu

4) Menjaga bentuk buah dada tetap bagus

5) Untuk memperbanyak produksi ASI

Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini


mungkin yaitu 1 – 2 hari sesudah bayi dilahirkan. Hal itu dilakukan 2 kali
sehari.

2) Pelaksanaan Perawatan Payudara

 Persiapan Alat
1. Baby oil secukupnya.

2. Kapas secukupnya

3. Waslap, 2 buah

4. Handuk bersih, 2 buah

5. Bengkok

6. 2 baskom berisi air (hangat dan dingin)

7. BH yang bersih untuk menyokong payudara dan terbuat dari


katun

 Persiapan Ibu

1. Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dan keringkan dengan
handuk.

2. Baju ibu bagian depan dibuka

3. Pasang handuk

3) Pelaksanaan Perawatan Payudara

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan


perawatan payudara pasca persalinan, yaitu:

1. Puting susu dikompres dengan kapas minyak selama 3-4 menit,


kemudian bersihkan dengan kapas minyak tadi.

2. Pengenyalan yaitu puting susu dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk
diputar kedalam 20 kali keluar 20 kali.

3. Penonjolan puting susu yaitu :

1) Puting susu cukup ditarik sebanyak 20 kali

2) Dirangsang dengan menggunakan ujung waslap

3) Pengurutan payudara:

1) Telapak tangan petugas diberi baby oil kemudian diratakan

2) Peganglah payudara lalu diurut dari pangkal ke putting susu sebanyak 30


kali

3) Pijatlah puting susu pada daerah areola mammae untuk mengeluarkan


colostrums.

4) Untuk menghilangkan nyeri,ibu dapat minum parasetamol 1 tablet setiap


4-6 jam.

5) Bersihkan payudara dengan air bersih memakai waslap.

6) Apabila payudara bengkak,akibat pembendungan ASI maka ibu dapat


melakukan:

a. Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah hangat


selama 5 menit.

b. Urut payudara dari arah pangkal kea arah putting

c. Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara,sehingga payudara


menjadi lunak

d. Susukan Bayi setiap 2-3 Jam,apabila bayi tidak dapat mengisap seluruh
ASI,sisanya keluarkan dengan tangan.

e. Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.

Gambar 2.1. Pengurutan buah dada dari tengah ke samping


kemudian ke bawah
Gambar 2.2. Pengurutan buah dada berputar dari tengah ke
samping kemudian ke bawahGambar

2.3. Pengurutan buah dada berputar dari tengah ke samping


kemudian ke bawah

Gambar

2.4. Pengurutan buah dada dari pangkal ke puting.

Setelah selesai pengurutan, payudara disiram dengan air hangat


dan dingin secara bergantian selama ± 5 menit (air hangat dahulu
kemudian air dingin).

Kemudian pakailah BH (kutang) yang menyangga payudara.


Diharapkan dengan melakukan perawatan payudara, baik sebelum
maupun sesudah melahirkan, proses laktasi dapat berlangsung dengan
sempurna.
SOP PERAWATAN VULVA HYGIENE

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Vulva hygiene adalah membersihkan vulva dan daerah sekitarnya pada


pasien wanita yang sedang nifas atau tidak dapat melakukannya
sendiri.Pasien yang harus istirahat di tempat tidur (misalnya, karena
hipertensi, pemberian infus, section caesarea) harus dimandikan setiap
hari dengan pencucian daerah perineum yang dilakukan dua kali sehari
dan pada waktu sesudah selesai membuang hajat. Meskipun ibu yang
akan bersalin biasanya masih muda dan sehat, daerah daerah yang
tertekan tetap memerlukan perhatian serta perawatan protektif.

Setelah ibu mampu mandi sendiri (idealnya, dua kali sehari), biasanya
daerah perineum dicuci sendiri dengan menggunakan air dalam botol
atau wadah lain yang disediakan khusus untuk keperluan tersebut.
Penggantian tampon harus sering dilakukan, sedikitnya sesudah
pencucian perineum dan setiap kali sehabis ke belakang atau sehabis
menggunakan pispot. Payudara harus mendapatkan perhatian khusus
pada saat mandi yang bisa dilakukan dengan memakai spons atau
shower dua kali sehari. Payudara dibasuh dengan menggunakan alat
pembasuh muka yang disediakan khusus untuk keperluan ini.
Kemudian masase payudara dilakukan dilakukan dengan perlahan –
lahan dan puting secara hati – hati ditarik keluar. Jangan menggunakan
sabun untuk membersihkan putting

2.1.2 Tujuan

1. Untuk mencegah infeksi

2. Untuk penyembuhan luka jahitan perineum.

3. Untuk kebersihan perineum, vulva juga memberikan rasa


nyaman bagi klien.

2.1.3 Persiapan Alat


1. Kapas sumblimat

2. Alas pantat

3. Botol cebok berisi larutan desinfektan sesuai dengan kebutuhan

4. Betadin dan kain kasa

5. bengkok

2.1.4 Cara ibu hamil melakukan vulva hygiene sendiri.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan diri


ibu hamil adalah sebagai berikut :

1. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum.

2. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah


kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk
membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke
belakang, kemudian membersihkan daerah anus. Nasihati ibu untuk
membersihkan vulva setiap kali selesai buang air kecil atau besar.

3. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain


pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika
telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari dan
disetrika.

4. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air


sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.

5. Jika ibu mempunyai luka episotomi atau laserasi,


sarankan kepada ibu untuk menghindari menentuh daerah tersebut.

2.1.5 Penatalaksanaan

Sebelum dilakukan vulva hygiene hendaknya perawat memberikan


penjelasan terlebih dahulu tentang hal yang akan dilakukan kepada
klien.

2.1.6 Pelaksanaan

1. Pintu dan jendela ditutup dan jika perlu pasanglah


sampiran

2. Alat-alat didekatkan pada pasien dan pasien


diberitahu tentang hal yang akan dilakukan

3. Perawat mencuci tangan


4. Pakaian pasien bagian bawah dikeataskan atau
dibuka.

5. Pengalas dan dipasang dibawah bokong pasien,


sikap pasien dorsal recumbent

6. Perawat memakai sarung tangan (tangan kiri)

7. Siram vulva dengan air cebok yang berisi larutan


desinfektan

8. Kemudian ambil kapas sublimat untuk membuka


libia minora. vulva dibersihkan mulai dari libia minora kiri, libia
minora kanan, libiia mayora kiri, libia mayora kanan, vestibulum,
perineum.

9. Cara mengusap dari atas ke bawah bila masih kotor


diusap lagi dengan kapas sublimat yang baru hingga bersih.

10. Keadaan perineum diperhatikan jahitannya,


bagaimana jahitannya apakah masih basah, apakah ada pembengkakan,
iritasi dan sebagainya

11. Jahitan perineum dikompres dengan betadin

12. Setelah selesai pasien dirapihkan dan posisinya diatur


kembali

13. Peralatan dibereskan, dibersihkan dan dikembalikan


ke tempat semula.
MANUAL PROSEDUR
TATALAKSANA HIPOGIKEMIA & HIPERGLIKEMIA

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Ditetapkan oleh :
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit : Direktur RSU kota Tangerang Selatan

Drg.Hj.Maya Mardiana,MARS

Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu melakukan tindakan kolaboratif untu
k mengatasi hipoglikemia
dan hiperglikemia dengan tepat.
Tujuan Khusus:
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapka
n mampu:
1.
Menyebutkan definisi hipoglikemia dengan tepat.
2.
Menyebutkan penyebab hipoglikemia dengan tepat.
3.
Menyebutkan karakteristik diagnostik hipoglikemia d
engan tepat.
4.
Menyebutkan klasifikasi dan manifestasi klinis hipo
glikemia dengan tepat.
5.
Menyebutkan tujuan tatalaksana hipoglikemia dengan
tepat.
6.
Menyebutkan pedoman tatalaksana hipoglikemia dengan
tepat.
7.
Menyebutkan definisi hiperglikemia dengan tepat.
8.
Menyebutkan penyebab hiperglikemia dengan tepat.
9.
Menyebutkan tatalaksana hiperglikemia dengan tepat.
10.
Mendemonstrasikan tindakan tatalaksana hipoglikemia
dan hiperglikemia
dengan benar.
HIPOGLIKEMI & TATALAKSANANYA



DEFINISI HIPOGLIKEMIA:
Suatu keadaan abnormal dimana kadar glukosa dalam d
arah < 50/60 mg/dl
(
Standards of Medical Care in Diabetes
, 2009; Cryer, 2005; Smeltzer & Bare, 2003)
PENYEBAB HIPOGLIKEMIA:
Menurut Sabatine (2004), hipoglikemia dapat terjadi
pada penderita Diabetes
dan Non Diabetes dengan etiologi sebagai berikut
1.
Pada Diabetes:
-
Overdose insulin
-
Asupan makanan << (tertunda atau lupa, terlalu sedi
kit, output yang
ber>>an (muntah, diare), diit ber>>an)
-
Aktivitas berlebihan
-
Gagal ginjal
-
Hipotiroid
2.
Pada Non Diabetes
-
Peningkatan produksi insulin
-
Paska aktivitas
-
Konsumsi makanan yang sedikit kalori

File Hipo-Hiperglikemia/FKp UNAIR/IYW@2012


-
Konsumsi alkohol
-
Paska melahirkan
-
Post gastrectomy
-
Penggunaan obat-obatan dalam jumlah besar (co.: sal
isilat, sulfonamide)
KARAKTERISTIK DIAGNOSTIK HIPOGLIKEMIA:
Menurut Soemadji (2006) dan Cryer (2005), karakteri
stik diagnostik
hipoglikemia ditentukan berdasarkan pada
TRIAS WIPPLE
sebagai berikut
1.
Terdapat tanda-tanda hipoglikemi
2.
Kadar glukosa darah kurang dari 50 mg%
3.
Gejala akan hilang seiring dengan peningkatan kadar
glukosa darah (paska
koreksi)
KLASIFIKASI & MANIFESTASI KLINIS HIPOGLIKEMIA:
Menurut Soemadji (2006) dan Rush & Louies (2004) kl
asifikasi dan manifestasi
klinis dari hipoglikemia sebagai berikut
JENIS
HIPOGLIKEMI
SIGN & SYMPTOMS
RINGAN
Dapat diatasi sendiri dan tidak mengganggu aktivita
s
sehari-hari
Penurunan glukosa (stresor) merangsang saraf simpat
is
sekresi adrenalin ke p.d: perspirasi, tremor,
takikardia, palpitasi, gelisah
Penurunan glukosa (stresor) merangsang saraf
parasimpatis
lapar, mual, tekanan darah turun
SEDANG
Dapat diatasi sendiri, mengganggu aktivitas sehari-
hari
Otak mulai kurang mendapat glukosa sebagai sumber
energi
timbul gangguan pada SSP:
headache
, vertigo,
gg. konsentrasi, penurunan daya ingat, perubahan
emosi, perilaku irasional, penurunan fungsi rasa, g
g.
koordinasi gerak,
double vision
BERAT
Membutuhkan orang lain dan terapi glukosa
Fs. SSP mengalami gg. berat: disorientasi, kejang,
penurunan kesadaran
File Hipo-Hiperglikemia/FKp UNAIR/IYW@2012
TUJUAN TATALAKSANA HIPOGLIKEMIA:
Memenuhi kadar gula darah dalam otak agar tidak ter
jadi kerusakan
irreversibel.
Tidak mengganggu regulasi DM.
PEDOMAN TATALAKSANA HIPOGLIKEMIA:
Menurut PERKENI (2006) pedoman tatalaksana hipoglik
emia sebagai berikut
Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 12
0 mg/dl.
Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (IV)
satu flakon (25 cc) Dex 40%
(10 gr Dex) dapat menaikkan kadar glukosa kurang le
bih 25-30 mg/dl.
Manajemen Hipoglikemi menurut Soemadji (2006); Rush
& Louise (2004);
Smeltzer & Bare (2003) sebagai berikut
Tergantung derajat hipoglikemi:
Hipoglikemi ringan:

Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6
-10 butir permen
atau 2-3 sendok teh sirup atau madu

Bila gejala tidak berkurang dalam 15 menit
ulangi pemberiannya

Tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi
kalori
coklat, kue, donat, ice cream, cake
Hipoglikemi berat:

Tergantung pada tingkat kesadaran pasien

Bila klien dalam keadaan tidak sadar
jangan memberikan makanan
atau minuman
ASPIRASI !!!
Terapi hipoglikemi:
GLUKOSA ORAL
GLUKOSA INTRAVENA
GLUKAGON 1 mg (SC/IM)
THIAMINE 100 mg (IV/IM)
pada pasien ALKOHOLIC
WERNICKE
ENCEPHALOPHATY!!!!
MONITORING
KADAR GLUKOSA
(mg/dl)
TERAPI HIPOGLIKEMI
(DGN RUMUS 3-2-1)
< 30 mg/dl
Injeksi IV Dex.40% (25 cc) bolus 3 flakon
30-60 mg/dl
Injeksi IV Dex.40% (25 cc) bolus 2 flakon
60-100 mg/dl
Injeksi IV Dex.40% (25 cc) bolus 1 flakon
FOLLOW UP:
1.
Periksa kadar gula darah lagi, 30 menit sesudah inj
eksi IV
2.
Sesudah bolus 3 atau 2 atau 1 flakon setelah 30 men
it dapat
diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk menca
pai kadar >
120 mg/dl
File Hipo-Hiperglikemia/FKp UNAIR/IYW@2012
HIPERGLIKEMI & TATALAKSANANYA



DEFINISI HIPERGLIKEMIA:
Suatu keadaan abnormal dimana kadar glukosa dalam d
arah < 200 mg/dl
(
Standards of Medical Care in Diabetes
, 2009; Smeltzer & Bare, 2003; PERKENI,
2006)
PENYEBAB HIPERGLIKEMIA:
Menurut Smeltzer & Bare (2003), hiperglikemia dapat
terjadi pada penderita
Diabetes dan Non Diabetes dengan etiologi sebagai b
erikut
-
Dosis insulin tidak tepat
-
Asupan makanan ber>>an
-
Aktivitas <<
-
Stres (fisik maupun emosional)
-
Infeksi

Anda mungkin juga menyukai