Anda di halaman 1dari 31

KEPERAWATAN KRITIS

LAPORAN PENDAHULUAN SERTA ASUHAN


KEPERAWATAN DENGUE SHOCK SYNDROME

Oleh
Kelompok 3:

1. Ni Wayan Sintya Putri (203221149 )


2. Ida Ayu milla Brahmani (203221150 )
3. Luh Gede Ary Darmawathi (203221151 )
4. Kadek Aryani (203221152 )
5. Ni Putu Chynthia Purna Dewi (203221154 )
6. Ni Made Budi Astiti (203221155 )
7. I Gusti Ayu Wintan (203221156 )
8. Sri Astiti Padma Parasitha (203221157 )

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini merupakan
salah satu tugas dari Keperawatan Kritis.

Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak


bantuan dari berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai
bantuan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga
semangat, buku-buku dan beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bisa
terwujud. Oleh karena itu, melalui media ini kami sampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.

Dengan rasa hormat kami penulis mohon kritik dan saran membangun
dalam rangka memperbaiki dan menyempurnakan makalah kami, sehingga dapat
memotivasi kami agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Om Santih, Santih, Santih Om                                            

Denpasar, 21 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
LAPORAN PENDAHULUAN................................................................................4
PADA DENGUE SHOCK SYNDROM....................................................................4
1.1 Definisi Dengue Shock Syndrome (DSS)..........................................................................4
1.2 Patogenisi terjadinya syok pada DBD................................................................................6
1.3 Pathway............................................................................................................................40
2.1 Asuhan Keperawatan Pada DSS (Dengue Shock Syndrom)............................................44
a. Pengkajian..............................................................................................................44
b. Analisa Data...........................................................................................................47
2.2 Diagnosa Keperawatan.....................................................................................................47
2.3 Intervensi..........................................................................................................................48
2.4 Implementasi.....................................................................................................................58
2.5 Evaluasi Keperawatan......................................................................................................58
BAB III..................................................................................................................60
PENUTUP..............................................................................................................60
3.1 Simpulan............................................................................................................................60
3.2 SARAN..............................................................................................................................61
Daftar Pustaka........................................................................................................62
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA DENGUE SHOCK SYNDROM

1.1 Definisi Dengue Shock Syndrome (DSS)

Syok pada penyakit DBD yang dikenal dengan Dengue Shock Syndrome

(DSS) merupakan syok hipovolemikyang dapat mengakibatkan gangguan

sirkulasi dan membuat penderita tidak sadar kerena hilangnya cairan plasma

(Harisnal, 2012).Dengue Shock Syndrome (DSS) yaitu terjadinya kegagalan

sirkulasi darah karena plasma darah merembes keluar dari pembuluh darah yang

mengakibatkan darah semakin mengental yang ditandai dengan denyut nadi

yang lemah dan cepat, disertai hipotensi dengan tanda kulit yang teraba dingin

dan lembab serta penderita tampak gelisah hingga terjadinya syok/renjatan berat

(denyut nadi menjadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak terukur)(WHO,

2009) (Kemenkes RI, 2013).

DSS terjadi padapenderita DBD derajat III dan IV.Kelainan klinik yang

menunjukkanancaman terjadinya syok adalah hipotermi, nyeri perut, muntah dan

penderita gelisah. Pada DBD derajat III terdapat tanda-tanda terjadinya syok

(DSS), yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, gelisah, sianosis

sekitar mulut, kulit teraba dingin dan lembab, terutama pada ujung hidung, jari

tangan dan kaki, sedangkan pada DBD derajat IV pasien sedang mengalami syok,

terjadi penurunan kesadaran, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur

(Setiawati, 2011).

Dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferai dan transformasi


limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue. Disamping

itu, repliksi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan

akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini mengakibatkan

terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang

selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari

ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskular.Pada pasien syok berat, volume

plasma dapat berkurang lebih dari 30% dan berlagsung selama 24-48

jam.Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit,

penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan rongga serosa (efusi pleura,

asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis

dan anoksia, yang dapat berakhir fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat

penting guna mencegah kematian.

Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus

binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus

mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.

Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan

peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai

potensi untuk menimbulkan wabah. Selain beberapa strain virus mempunyai

kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut

didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.


PATOGENESIS SYOK PADA DENGUE SHOCK SYNDROME

Tergigit nyamuk Aedes aegypti


Infeksi primer
yang terinfeksi virus dengue
Infeksi virus dengue Sembuh dalam 5
(Secondary heterelogous dengue hari pengobatan
infection) Virus berkembang biak dalam
retikuloendotelial sistem (RES)

Membentuk kompleks virus


antibodi

Agregasi trombosit Aktivasi komplemen


Aktivasi koagulasi

Penghancuran Pengeluaran Pengeluaran anafilaktosin


trombosit faktor III Aktivasi faktor XII (C3a, C5a)
oleh RES (tromboplastin
) (faktor hagemen)

Penurunan Peningkatan sistem Peningkatan histamin


Trombositopenia
kinin
faktor
pembekuan
Permeabilitas dinding
Perdarahan masif pembuluh darah
meningkat

Kebocoran plasma

Hipovolemia

(DSS)
Dengue Shock Syndrome

Anoksia jaringan

Metabolisme anaerob

Asidosis metabolik

Kematian
Pathway
A. Tanda dan Gejala Dengue Shock Syndrome (DSS)

Soedarto (2012), menjelaskan bahwa syok pada penderita DBD, terjadi

antara hari ke-3 dan ke-7, dimana penderita mengalami penurunan suhu

tubuh, letargi dan gelisah. Menunjukkan gejala-gejala syok seperti : kulit

dingin dan lembab, terjadi sianosis disekitar mulut, nadi cepat, lemah dengan

tekanan kurang dari 20 mmHg, penderita mengalami penurunan tekanan

darah, gelisah dan penurunan kesadaran.

B. Kriteria Diagnosis Dengue Shock Syndrome (DSS)

Menurut (Garna, 2012) kondisi penderita yang berlanjut menjadi syok

memburuk secara cepat setelah periode demam 2-7 hari. Kriteria diagnosis untuk

menegakkan Dengue Shock Syndrome (DSS) yaitu kriteria untuk DBD harus ada,

dengan ditambah munculnya kegagalan sirkulasi darah dengan tanda-tanda

sebagai berikut :

1. Demam atau riwayat demam akut yang berlangsung 2-7 hari

dan sering bifasik.

2. Manifestasi perdarahan :

a. Tes tourniquet positif

b. Petekie, Ekimosis atau purpura

c. Perdarahan dari mukosa, GIT, tempat suntikan, atau lokasi lain

d. Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)

4. Terdapat kebocoran plasma karena meningkatnya


permeabilitas vascular dengan manifestasi klinis yaitu
a. Peningkatan hematokrit ≥20% diatas usia rata-rata, jenis
kelamin dan populasi.
b. Penurunan hematokrit ≥20% setelah dilakukan pemberian cairan.
c. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites dan
hipoproteinemia.
5. Denyut nadi cepat dan lemah

6. Penyempitan pembuluh darah atau nadi yang

sempit (<20 mmHg)

Atau bermanifestasi sebagai :

1. Hipotensi berdasarkan usianya (tekanan sistol <80mmHg

untuk usia <5 tahun atau <90 mmHg jika >5 tahun)

2. Perfusi perifer menurun


3. Kulit yang dingin, lesu, lemah dan gelisah.

C. Komplikasi Dengue Shock Syndrome (DSS)

Apabila syok tidak segera diatasi, maka penderita dapat mengalami

komplikasi berupa asidosis metabolic dan perdarahan hebat pada

gastrointestinal dan organ lainnya.Jika terjadi perdarahan intrakranial penderita

dapat mengalami kejang hingga koma, sehingga dapat menyebabkan penderita

meninggal dunia. Syok yang dapat diatasi dalam waktu 2-3 hari akan

menunjukkan perbaikan berupa pengeluaran urin yang cukup dan peningkatan

nafsu makan (Soegijanto, 2012).

D. Tata Laksana Dengue Shock Syndrome (DSS)

Dengue Shock Syndrome(DSS) merupakan DBD dengan gejala gelisah,

nafas cepat, nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit

(misalnya sistolik 90 dan diatolik 80 mmHg, tekanan nadi <20 mmHg), bibir
biru, tangan kaki dingin, tidak ada produksi urin. Tata Laksana Dengue Shock

Syndrome (DSS) berdasarkan Depkes (2004) yaitu :

1. Segera beri infuse kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20 ml/kg BB

secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2-4

liter/menit. Untuk DSS berat diberikan ringer laktat 20 ml/kgBB/jam bersama

koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit

setiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah.

2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat

tetap dilanjutkan 15-20 ml/kg/BB/jam, ditambah plasma (fresh frozen

plasma) atau koloid sebanyak 10-20ml/kg BB, maksimal 30 ml/kg BB.

Observasi keadaan umum, tekanan darah, tekanan nadi tiap 15 menit

dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam

a. Apabila syok telah teratasi disertai dengan penurunan kadar

hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi>20 mmHg, nadi kuat, maka

tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Volume 10 ml/kg

BB/jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau menjadi 7 ml/kg/BB

sampai keadaan klinis dan hematokrit stabil kemudian secara bertahap

cairan diturunkan 5 ml/kg/BB/jam dan seterusnya 3 ml/kg/BB/jam.

Dianjurkan pembelian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok

teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah urin dikerjakan

tiap jam (usahakan urin>1 ml/kgBB/jam, BD urin <1.020) serta

pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum

baik.

b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit

menurun, tetapi masih >40 vol% berikan darah segar dalam volume
kecil (10ml/kgBB). Apabila tampak perdarahan massif, berikan darah

segar 20 ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10 ml/kgBB/jam.

Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cmH2O) pada syok berat kadang-

kadang diperlukan, sedangkan pemasagan sonde lambung tidak

dianjurkan.

c. Apabila syok belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan

cairan dan pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila

CVP normal (. 10 mmH2O), maka diberikan dopamine.

E. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dengue

Shock Syndrome (DSS)

Teori John Gordon menjelaskan bahwa terjadinya suatu penyakit

dipengaruhi oleh tiga hal yaitu bibit penyakit (agent), penjamu (host) dan

lingkungan (environment)

1. Faktor Agent

Agent penyebab penyakit Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah

virusdengue yang memiliki 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3

dan DEN-4. Virus dengue ini termasuk kelompok Arthropoda Borne

Virus(Arboviroses).

2. Faktor Penjamu (Host)

Host adalah manusia yang merupakan reservoir utama bagi virus

dengue dengan karakteristik individu yang berbeda-beda. Faktor host

dalam penelitian ini antara lain usia anak, jenis kelamin anak, pendidikan

ibu, pekerjaan ibu pendapatan orang tua, status gizi anak, kadar

hematokrit, kadar trombosit, riwayat infeksi DBD sebelumnya, lama


sakit sebelum masuk rumah sakit (pre hospital) dan keterlambatan

berobat.

2.1 Asuhan Keperawatan Pada DSS (Dengue Shock Syndrom)


a. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DSS paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang
dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1) Keluhan utama MRS
Pasien biasanya datang dengan keluhan panas tinggi dan badan lemas.
2) Riwayat penyakit saat ini
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat
demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan ke-
7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek,
nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri
otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal,
serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena
atau hematemasis
3) Riwayat alergi
Kaji apakah pasien memiliki riwayat alergi pada obat-obatan, makanan, atau
minuman tertentu.
4) Riwayat pengobatan
Kaji apakah ada obat-obatan yang sudah diberikan ke pasien sebelum MRS.
5) Riwayat penyakit sebelumnya dan riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah pernah pasien terkena DHF sebelumnya. Pasien dengan riwayat DHF
sebelumnya dapat meningkatkan risiko terjadinya DSS. Kaji apakah di
keluarga ada yang sedang menderita DHF juga. Pada DHF, anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
6) Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
c. Pemeriksaan Fisik (Pengkajian B1-B6)
B1-B6 merupakan pemeriksaan fisik yang mengacu pada tiap bagian organ.
1) B1 (breathing) merupakan pengkajian bagian organ pernapasan.
 Inspeksi : pasien tampak sesak, nafas tidak beraturan, pola nafas cepat dan
dangkal, terdapat retraksi otot bantu nafas, frekuensi nafas meningkat,
terpasang alat bantu nafas, pada foto thorax terdapat adanya cairan yang
tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura)
 Perkusi : redup karena efusi pleura
 Palpasi : penurunan ekspansi dada unilateral, karena efusi pleura
 Auskultasi : ronchi (+)
2) B2 (blood) merupakan pengkajian organ yang berkaitan dengan sirkulasi
darah, yakni jantung dan pembuluh darah.
 Inspeksi : pasien tampak pucat, tekanan darah menurun (hipotensi), nadi
bradikardi, timbul perdarahan pada hidung (epistaksis) dan gusi,
hematemesis, serta melena terkadang disertai sianosis yang menunjukkan
terjadinya renjatan.
 Palpasi : ubun-ubun cekung, ekstermitas teraba dingin dan basah
 Auskultasi : bunyi jantung S1, S2 tunggal.
3) B3 (brain) merupakan pengkajian fisik mengenai kesadaran dan fungsi
persepsi sensori.
 Inspeksi : terjadi penurunan tingkat kesadaran (apatis, somnolen, stupor,
koma) atau gelisah, GCS menurun, pupil miosis atau midriasis.
 Palpasi : adanya parese, anesthesia.
4) B4 (bladder) merupakan pengkajian sistem urologi.
 Inspeksi : produksi urin menurun (oliguria sampai anuria), warna urine
berubah pekat atau berwarna coklat tua, hematuria.
 Palpasi : terdapat nyeri tekan pada daerah simfisis.
5) B5 (bowel) merupakan pengkajian sistem digestive atau pencernaan.
 Inspeksi : BAB diare atau konstipasi, hematemisis dan melena
 Auskultasi : peristaltik usus meningkat (gurgling) > 5-20 kali/menit dengan
durasi 1 menit
 Palpasi : pembesaran limfe dan hepar, nyeri tekan epigastrik
6) B6 (bone) merupakan pengkajian sistem muskuloskletal dan integumen.
 Inspeksi : terdapat kekakuan otot, adanya ptekie atau bintikbintik merah pada
kulit, berkeringkat, kulit tampak sianosis
 Palpasi : elastisitas kulit menurun, turgor kulit menurun, ekstermitas dingin.
d. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan darah pada pasien DSS akan didapatkan hasil :
1) Uji turniquet positif.
2) Jumlah trombosit mengalami penurunan.
3) Hematokrit megalami peningkatan sebanyak >20%.
4) Hemoglobin menurun
5) Peningkatan leukosit

b. Analisa Data
Data pengkajian :
1). Data subyektif
Data yang diperoleh langsung dari klien dan keluarga, mencakup hal-hal
sebagai berikut: keluarga pasien mengatakan pasien demam, nyeri kepala,
pasien, badannya lemas, merasa mual, sesak, kesadaran menurun.

2).Data obyektif
Data yang dilihat langsung atau melalui pengkajian fisik atau penunjang
meliputi : pasien tampak lemas, sesak, gelisah, meringis kesakitan, tampak
penurunan kesadaran, keringat dingin, sianosis, epistaksis, hematemesis,
melena, tekanan darah menurun, hasil pemeriksaan laboratorium trombosit
menurun, hematokrit meningkat sebanyak >20%, hemoglobin menurun, dan
leukosit meningkat.

2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan secara teori yang muncul pada DSS adalah :
a. (D.0130) Hipertermi yang berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
b. (D.0034) Resiko hipovolemik yang berhubungan dengan perdarahan hebat.
c. (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan mual dan muntah.
d. (D.0077) Nyeri yang berhubungan dengan mekanisme patologis.
e. (D.0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan dan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi Keperawatan
Kriteria Hasil
1 Hipertermia (D.0130) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia
Definisi: keperawatan selama .... X .... (I.15506)
Suhu tubuh meningkat di menit diharapkan Observasi
atas rentang normal tubuh. termoregulasi membaik a. Identifikasi
(L.14134) dengan kriteria hasil: penyebab hipertermia
Penyebab: a. Menggigil (5) (mis. dehidrasi,
a. Dehidrasi b. Kulit merah (5) terpapar lingkungan
b. Terpapar lingkungan c. Kejang (5) panas, penggunaan
panas d. Akrosianosis (5) inkubator)
c. Proses penyakit (mis. e. Konsumsi oksigen (5) b. Monitor suhu tubuh
infeksi, kanker) f. Piloereksi (5) c. Monitor kadar elektrolit
d. Ketidaksesuaian pakaian g. Vasokontriksi perifer (5) d. Monitor haluaran urine
dengan suhu lingkungan h. Kutis memorata (5) e. Monitor komplikasi
e. Peningkatan laju i. Pucat (5) akibat hipertermia
metabolisme j. Takikardia (5)
f. Respon trauma k. Takipnea (5) Terapeutik
g. Aktivitas berlebihan l. Bradikardi (5) a. Sediakan lingkungan
h. Penggunaan inkubator m. Dasar kuku sianotik (5) yang dingin
n. Hipoksia (5) b. Longgarkan atau
Gejala dan Tanda Mayor o. Suhu tubuh (5) lepaskan pakaian
Subjektif p. Suhu kulit (5) c. Basahi dan kipasi
- q. Kadar glukosa darah (5) permukaan tubuh
Objektif r. Pengisian kapiler (5) d. Berikan cairan oral
Suhu tubuh di atas nilai s. Ventilasi (5) e. Ganti linen setiap hari
normal t. Tekanan darah (5) atau lebih sering jika
Gejala dan Tanda Minor mengalami
Subjektif hyperhidrosis
- (keringat
Objektif berlebihan)
a. Kulit merah f. Lakukan pendinginan
b. Kejang ekternal (mis. selimut
c. Takikardi hipotermia atau
d. Takipnea kompres dingin pada
e. Kulit terasa hangat dahi, lebeher, dada,
abdomen, aksila)
Kondisi Klinis Terkait g. Hindari pemberian
a. Proses infeksi antipiretik atau aspirin
b. Hipertiroid h. Berikan oksigen, jika
c. Stroke perlu
d. Dehidrasi
e. Trauma Edukasi
f. Prematuritas Anjurkan tirah baring
Koleborasi
Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena
Regulasi Temperatur
(I.14578)
Observasi
a. Monitor suhu tubuh
bayi (36,5°C-37,5°C)
b. Monitor suhu tubuh
anak tiap dua jam, jika
perlu
c. Monitor tekanan
darah, frekuensi
pernapasan, dan nadi
d. Monitor warna dan suhu
kulit
e. Monitor dan catat tanda
dan gejala hipotermia
atau hipertermia
Terapeutik
a. Pasang alat pemantau
suhu kontinu, jika perlu
b. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi yang
adekuat
c. Bedong bayi segera
setelah lahir untuk
mencegah kehilangan
panas
d. Masukkan bayi BBLR ke
dalam plastik segera
setelah lahir (mis.
bahan polyethyiene
polyurethane)
e. Gunakan topi bayi
untuk mencegah
kehilangan panas pada
bayi baru lahir
f. Tempatkan bayi baru
lahir di bawah radiant
warmer
g. Pertahankan
kelembaban incubator
50% atau lebih untuk
mengurangi kehilangan
panas karena proses
evaporasi
h. Atur suhu incubator
sesuai kebutuhan
i. Hangatkan terlebih
dahulu bahan-bahan
yang kontak dengan
bayi (mis. selimut, kain
bedongan, stetoskop)
j. Hindari meletakan bayi
di dekat jendela
terbuka atau di area
aliran pendingin
ruangan atau kipas
angin
k. Gunakan matras
penghangat, selimut
hangat, dan
penghangat ruangan
untuk menaikkan suhu
tubuh, jika perlu
l. Gunakan Kasur
pendingin, water
circulating blankets, ice
park atau gel pad dan
intravascular
cooling
catheterizationuntuk
menurunkan suhu
tubuh
m. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien

Edukasi
a. Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan heat
stroke
b. Jelaskan cara
pencegahan hipotermi
karena terpapar udara
dingin
c. Demonstrasikan
teknik perawatan
metode kangguru
(PMK) untuk bayi BBLR

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
2 Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
(D.0034) keperawatan selama .... X .... (I.14508)
Definisi: menit diharapkan status cairan Observasi
Berisiko mengalami membaik dengan kriteria hasil: a. Periksan tanda dan
penurunan volume cairan a. Kekuatan nadi (5) gejala hipovolemia
intravascular, interstisial, b. Output urine (5) (mis. nadi meningkat,
dan/atau intraselular. c. Membrane mukosa lembab nadi teraba lemah,
(5) tekanan darah
Faktor Risiko: d. Pengisian vena (5) menurun, tekanan nadi
a. Kehilangan cairan secara e. Ortopnea (5) menyempit, turgor kulit
aktif f. Dispnea (5) menurun, membran
b. Gangguan absorbs g. Paroxysmal nocturnal mukosa kering, volume
cairan dyspnea (PND) (5) urine menurun,
c. Usia lanjut h. Edema anasarca (5) hematokrit meningkat,
d. Kelebihan berat badan i. Edema perifer (5) haus, lemah)
e. Status hipermetabolik j. Berat badan (5) b. Monitor intake dan
f. Kegagalan mekanisme k. Distensi vena jugularis (5) output cairan
regulasi l. Suara napas tambahan (5)
g. Evaporasi m. Kongesti paru (5) Terapeutik
h. Kekurangan intake n. Perasaan lemah (5) a. Hitung kebutuhan cairan
cairan o. Rasa haus (5) b. Berikan posisi
i. Efek agen farmakologis p. Konsistensi urine (5) modified Trendelenburg
q. Frekuensi nadi (5) c. Berikan asupan cairan
Kondisi KlinisTerkait: r. Tekanan darah (5) oral
a. Penyakit Addison s. Tekanan nadi (5)
b. Trauma/perdarahan t. Turgor kulit (5) Edukasi
c. Luka bakar u. Jugular Venous Pressure a. Anjurnkan
d. AIDS (JVP) (5) memperbanyak
e. Penyakit crohn v. Hemoglobin (5) asupan cairan oral
f. Muntah w. Hematokrit (5) b. Anjurkan menghindari
g. Diare x. Cental Venous Pressure (5) perubahan posisi
h. Colitis ulseratif y. Refuks hepatojugular (5) mendadak
z. Berat badan (5)
aa. Hepatomegali (5) Kolaborasi
bb. Oliguria (5) a. Kolaborasi pemberian
cc. Intake cairan (5) cairan IV isotonis (mis.
dd. Status mental (5) NaCl, RL)
ee. Suhu tubuh (5) b. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
Glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
c. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin, Plasmanate)
d. Kolaborasi pemberian
produk darah.

Pemantauan Cairan
(I.03121)
Observasi
a. Monitor frekuensi
dan kekuatan nadi
b. Monitor frekuensi
napas
c. Monitor tekanan darah
d. Monitor berat badan
e. Monitor waktu
pengisian kapiler
f. Monitor elastisitas atau
turgor kulit
g. Monitor jumlah, warna,
dan berat jenis urine
h. Monitor kadar albumin
dan protein total
i. Monitor hasil
pemeriksaan serum
(mis. osmolaritas
serum, hamatokrit,
natrium, kalium, BUN)
j. Monitor intake dan
output cairan
k. Identifikasi
tanda-tanda
hipovolemia (mis.
frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun, membrane
mukosa kering, volume
urin menurun,
hematokrit meningkat,
haus, lemah,
konsentrasi urine
meningkat, berat badan
menurun dalam waktu
singkat)
l. Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia (mis.
dispnea, edema perifer,
edema anasarca, JVP
meningkat, CVP
meningkat, refleks
hepatojugular positif,
berat
badan menurun dalam
waktu yang singkat)
m. Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan
cairan (mis. prosedur
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan,
luka bakar, apheresis,
obstruksi
intestinal, peradangan
pankreas, penyakit
ginjal, dan kelejar,
disfungsi intestinal)

Terapeutik
a. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3 Defisit Nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
Definisi: keperawatan selama .... X .... (I.03119) Observasi
Asupan nutrisi tidak cukup menit diharapkan status nutrisi a. Identifikasi status nutrisi
untuk memenuhi kebutuhan membaik dengan kriteria hasil: b. Identifikasi alergi
metabolisme. a. Porsi makanan yang dan intoleransi
dihabiskan (5) makanan
Penyebab: b. Kekuatan otot pengunyah c. Identifikasi kebutuhan
a. Ketidakmampuan (5) kalori dan jenis nutrien
menelan makana c. Kekuatan otot menelan (5) d. Identifikasi
b. Ketidakmampuan d. Serum albumin (5) perlunya penggunaan
mencerna e. Verbalisasi keinginan untuk sela nasogastric
makanan meningkatkan nutrisi (5) e. Monitor asupan
c. Ketidakmampuan f. Pengetahuan tentang makanan
mengabsorbsi nutrient pilihan makanan yang sehat f. Monitor berat badan
d. Peningkatan kebutuhan (5) g. Monitor hasil
metabolisme g. Pengetahuan tentang pemeriksaan
e. Faktor ekonomi (mis. pilihan minuman yang sehat laboratorium
finansial tidak (5)
mencukupi) h. Pengetahuan tentang Terapeutik
f. Faktor psikologis (mis. standar asupan nutrisi yang a. Lakukan oral hygiene
stres, keengganan untuk tepat (5) sebelum makan, jika
makan) i. Penyiapan dan perlu
penyimpanan makanan b. Fasilitasi
Gejala dan Tanda Mayor yang aman (5) menentukan pedoman
Subjektif j. Penyiapan dan diet (mis. piramida
- penyimpanan minuman makanan)
Objektif yang aman (5) c. Sajikan makanan secara
Berat badan menurun k. Sikap terhadap menarik dan suhu yang
minimal 10% di bawah makanan/minuman sesuai sesuai
rentang ideal dengan tujuan kesehatan d. Berikan makanan tinggi
Gejala dan Tanda Minor (5) serat untuk mencegah
Subjektif l. Perasaan cepat kenyang (5) konstipasi
a. Cepat kenyang setelah m. Nyeri abdomen (5) e. Berikan makanan tinggi
makan n. Sariawan (5) kalori dan tinggi protein
b. Kram/nyeri abdomen o. Rambut rontok (5) f. Berikan suplemen
c. Nafsu makan menurun p. Diare (5) makanan, jika perlu
Objektif q. Berat badan (5) g. Hentikan pemberian
a. Bising usus hiperaktif r. Indeks Massa Tubuh (IMT) makan melalui selang
b. Otot pengunyah lemah (5) nasogastric jika asupan
c. Otot menelan lemah s. Frekuensi makan (5) oral dapat ditoleransi
d. Membran mukosa pucat t. Nafsu makan (5)
e. Sariawan u. Bising usus (5) Edukasi
f. Serum albumin turun v. Tebal lipatan kulit trisep (5) a. Anjurkan posisi duduk,
g. Rambut rontok jika mampu
berlebihan b. Anjurkan diet yang
h. Diare diprogramkan

Kondisi Klinis Terkait Kolaborasi


a. Stroke a. Kolaborasi
b. Parkinson pemberian medikasi
c. Mobius syndrome sebelum makan (mis.
d. Cerebral palsy pereda nyeri,
e. Cleft lip antipiretik), jika perlu
f. Cleft palate b. Kolaborasi dengan ahli
g. Amvotropic lateral gizi untuk menentukan
sclerosis jumlah kalori dan jenis
h. Luka bakar nutrien yang
i. Kanker dibutuhkan, jika perlu
j. Infeksi
k. AIDS
l. Penyakit Cronhn’s
5 Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
Definisi: keperawatan selama .... X .... (I.08238)
Pengalaman sensorik atau menit diharapkan tingkat nyeri Observasi
emosional yang berkaitan menurun (L.08066) dengan a. Identifikasi lokasi,
dengan kerusakan jarigan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
actual atau fungsional, a. Keluhan nyeri (5) frekuensi, kualitas,
dengan onset mendadak atau b. Meringis (5) intensitas nyeri
lambat dan berintensitas c. Sikap protektif (5) b. Identifikasi skala nyeri
ringan hingga berat yang d. Gelisah (5) c. Identifikasi respons
berlangsung kurang dari 3 e. Kesulitan tidur (5) nyeri non verbal
bulan f. Menarik diri (5) d. Identifikasi faktor yang
Penyebab: g. Berfokus pada diri sendiri memperberat nyeri dan
a. Agen pencedera (5) memperingan nyeri
fisiologis (mis. h. Diaforesis (5) e. Identifikasi
Inflamai,iskemia, i. Perasaan depresi (tertekan) pengetahuan dan
neoplasma (5) keyakinan tentang nyeri
b. Agen pencedera kimiawi j. Perasan takut mengalami f. Identifikasi pengaruh
(mis. Terbakar, bahan cedera berulang (5) budaya terhadap
kimia iritan) k. Anoreksia (5) respon nyeri
c. Agen pencedera fisik (mis. l. Perineum terasa tertekan g. Identifikasi pengaruh
Abses, amputasi, (5) nyeri pada kualitas
terbakar, terpotong, m. Uterus teraba membulat (5) hidup
mengangkat berat, n. Ketegangan otot (5) h. Monitor keberhasilan
prosedur operasi, o. Pupil dilatasi (5) terapi komplementer
trauma, latihan fisik p. Muntah (5) yan sudah diberikan
berlebih) q. Mual (5) i. Monitor efek samping
r. Frekuensi nadi (5) penggunaan analgetik
Gejala dan Tanda Mayor s. Pola napas (5)
Subjektif t. Tekanan darah (5) Terapeutik
a. Mengeluh nyeri u. Proses berpikir (5) a. Berikan
Objektif v. Fokus (5) teknik nonfarmakologis
b. Tampak meringis w. Fungsi kemih (5) untuk mengurangi rasa
c. Bersikap protektif (mis. x. Perilaku (5) nyeri (mis. TENS,
Waspada, posisi y. Nafsu makan (5) hypnosis, akupresur,
menghindari nyeri) z. Pola tidur (5) terapi music,
d. Gelisah biofeedback, terapi
e. Frekuensi nadi pijat, aromaterapi,
meningkat teknik imajinasi
f. Sulit tidur terbimbing, kompres
Gejala dan Tanda Minor hangat/dingin, terapi
Subjektif bermain)
- b. Kontrol lingkungan yang
Objektif memperberat rasa nyeri
a. Tekanan darah (mis. Suhu ruangan,
meningkat pencahayaan,
b. Pola napas berubah kebisingan)
c. Nafsu makan berubah c. Fasilitas istirahat dan
d. Proses berpikir tidur
terganggu d. Pertimbangkan jenis
e. Menarik diri dan sumber nyeri dalam
f. Berfokus pada diri pemilihan strategi
sendiri meredakan nyeri
g. Diaforesis
Edukasi
Kondisi klinis terkait a. Jelaskan penyebab,
a. Kondisi pembedahan periode, dan pemicu
b. Cedera traumatis b. Jelaskan strategi
c. Infeksi meredakan nyeri
d. Sindrom koroner akut c. Anjurkan memonitor
e. Glaukoma nyeri secara mandiri
d. Anjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
e. Ajarkan
teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
5 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
(D.0056) keperawatan selama .... X .... (I.05178)
Definisi: menit diharapkan toleransi Observasi
Ketidakcukupan energi untuk aktivitas meningkat (L.05047) a. Identifikasi gangguan
melakukan aktivitas sehari- dengan kriteria hasil: fungsi tubuh yang
hari a. Frekuensi nadi (5) mengakibatkan
b. Saturasi oksigen (5) kelelahan
Penyebab: c. Keluhan lelah (5) b. Monitor kelelahan fisik
a. Ketidakseimbangan d. Dispnea saat aktivitas (5) dan emosional
antara suplai dan e. Dispnea setelah aktivitas (5) c. Monitor pola dan jam
kebutuhan oksigen f. Tekanan darah (5) tidur
b. Tirah baring d. Monitor lokasi dan
c. Kelemahan ketidaknyamanan
d. Imobilitas selama melakukan
e. Gaya hidup aktivitas
monoton
Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor a. Sediakan lingkungan
Subjektif nyaman dan rendah
Mengeluh lelah stimulus (mis. cahaya,
Objektif suara, kunjungan)
Frekuensi jantung meningkat b. Lakukan latihan rentang
>20% dari kondisi istirahat gerak pasif dan/atau
Gejala dan Tanda Minor aktif
Subjektif c. Berikan aktivitas distraksi
a. Dispnea saat/setelah yang menenangkan
aktivitas d. Fasilitasi duduk di sisi
b. Merasa tidak nyaman tempat tidur, jika tidak
setelah beraktivitas dapat berpindah atau
c. Merasa lemah berjalan
Objektif
a. Tekanan darah berubah Edukasi
>20% dari kondisi istirahat a. Anjurkan tirah baring
b. Gambaran EKG b. Anjurkan melakukan
menunjukkan aritmia aktivitas secara bertahap
saat/setelah aktivitas c. Anjurkan menghubungi
c. Gambaran EKG perawat jika tanda dan
menunjukkan iskemia gejala kelelahan tidak
d. Sianosis berkurang
d. Ajarkan strategi koping
Kondisi Klinis Terkait untuk mengurangi
a. Anemia kelelahan
b. Gagal jantung kongestif
c. Penyakit jantung koroner Kolaborasi
d. Penyakit katup jantung Kolaborasikan dengan ahli
e. Aritmia gizi tentang cara
f. Penyakit paru obstruktif meningkatkan asupan
kronis (PPOK) makanan
g. Gangguan metabolik
h. Gangguan musculoskeletal
2.3 Intervensi
2.4 Implementasi
Impelementasi adalah pelaksanaan dari rencanaan intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu
pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping
(Nursalam, 2017). Menurut Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder (2010),
pada proses keperawatan, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan khusus yang diperlukan
untuk melaksanakan intervensi (program keperawatan).

2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses keperawatan.
Evaluasi keperawatan ialah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan setiap
diagnosis keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu
evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respons
(jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain, bagaimana penilaian terhadap
perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang diharapkan.
Evaluasi formatif atau disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi
terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi keperawatan di lakukan.
Format evaluasi yang digunakan adalah SOAP. S (Subjective) yaitu pernyataan
atau keluhan dari pasien, O (Objective) yaitu data yang diobservasi oleh perawat
atau keluarga, A (Analisys) yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif, P
(Planning) yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis
(Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany, 2013).
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Syok pada penyakit DBD yang dikenal dengan Dengue Shock Syndrome

(DSS) merupakan syok hipovolemik yang dapat mengakibatkan gangguan

sirkulasi dan membuat penderita tidak sadar kerena hilangnya cairan plasma

(Harisnal, 2012).Dengue Shock Syndrome (DSS) yaitu terjadinya kegagalan

sirkulasi darah karena plasma darah merembes keluar dari pembuluh darah yang

mengakibatkan darah semakin mengental yang ditandai dengan denyut nadi

yang lemah dan cepat, disertai hipotensi dengan tanda kulit yang teraba dingin

dan lembab serta penderita tampak gelisah hingga terjadinya syok/renjatan berat

(denyut nadi menjadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak terukur)(WHO,

2009) (Kemenkes RI, 2013).

DSS terjadi pada penderita DBD derajat III dan IV.Kelainan klinik yang

menunjukkan ancaman terjadinya syok adalah hipotermi, nyeri perut, muntah

dan penderita gelisah. Pada DBD derajat III terdapat tanda-tanda terjadinya syok

(DSS), yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, gelisah, sianosis

sekitar mulut, kulit teraba dingin dan lembab, terutama pada ujung hidung, jari

tangan dan kaki, sedangkan pada DBD derajat IV pasien sedang mengalami

syok, terjadi penurunan kesadaran, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak

terukur (Setiawati, 2011).


3.2 SARAN
Penulis berharap dengan penyusunan makalah ini dapat menambah
pengetahuan pembaca terkait tinjauan teori serta asuhan keperawatan pada pasien
dengan kasus dengue shock syndrome, serta pembaca tetap waspada terhadap
penyakit Demam berdarah dan tata laksananya sehingga tidak jatuh ke dalam
kondisi dengue shock syndrome.
Daftar Pustaka
Andreset al, 2011, Epidemiological Factors Associated with Dengue Shock
Syndrome and Mortality in Hospitalized Dengue Patients in Ho Chi
Minh City, Vietnam. Am.J.Trop.Med. Hyg., 84(1), pp.127-134
Chen, Khie, dkk, 2009, Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah
Dengue. Medicinus, Vol.22, No 1
Departemen Kesehatan RI, 2004, Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta : Depkes RI Direktorat Jenderal P2M & PL
Garna, Herry, 2012, Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis. Bandung : Sagung Seto.
Hikmah, Mamluatul, dkk, 2015, Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Kematian Akibat Demam Berdarah Dengue. Unnes Journal of Public
Health 4 (4) (2015) ISSN 2252-6528.
Harisnal, 2012,Faktor-Faktor Risiko Kejadian Dengue Shock Syndrome Pada
Pasien Demam Berdarah Dengue di RSUD Ulin Dan RSUD Ansari
Saleh Kota Banjarmasin. Tesis program magister epidemiologi FKM
UI. Jakarta.
Iriaanto, Koes, 2014, Epidemiologi Penyakit Menular Dan Tidak Menular
Panduan Klinis. Bandung : Penerbit Alfabeta.
Kemenkes RI, 2013, Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta : Kemenkes RI

Nursalam. (2017). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan (2nd ed.; T. editor S. Medika, ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Pujiati, 2009.Perbedaan Gangguan Hemoestasis pada Penderita Demam


Berdarah Dengue tanpa Syok dan SSD (Sindrom Syok Dengue).
Sultan Agung, Vol.XLV.No.199
Raihan, Hadinegoro, dkk, 2010, Faktor Prognosis Terjadinya Syok Pada Demam
Berdarah Dengue. Sari Pediatri, Vol.12, No.1, 49-51.
Setiawati, Santun, 2011,Analisis Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Dengue Syok
Sindrom (DSS) Pada Anak Dengan Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di RSUP Persahabatan Dan RSUD Budhi Asih. Tesis
Program Magister Keperawatan Depok. Jakarta.
Soedarto, 2012, Demam Berdarah Dengue.Jakarta : Sagung Seto.
Soegijanto, Soegeng, 2002, Ilmu Penyakit Anak Diagnosa &Penatalaksanaan.
Jakarta : Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai