A. Pengertian
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan
secara spontan dan teratur saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah
lahir (Buku Acuan APN 2006).
B. Penyebab
Perkembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur, bila terjadi
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin akan terjadi
asfiksia janin atau neonatus.
Towel (2004), penyebab kegagalan pernafasan pada bayi:
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu.
b. Usia ibu < 20 tahun dan > 35 tahun.
c. Gravida 4 atau lebih.
d. Sosial ekonomi rendah.
e. Penyempitan pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas
janin.
2. Faktor plasenta
a. Plasenta tipis.
b. Plasenta kecil.
c. Plasenta tidak nempel pada tempatnya.
d. Solusio plasenta.
e. Perdarahan plasenta.
3. Faktor janin/neonatus
a. Prematur, SUGR.
b. Gemeli.
c. Tali pusat menumbung.
d. Tali pusat melilit pada leher.
e. Kelainan kongenital.
4. Faktor persalinan
a. Partus lama.
b. Partus tindakan.
C. Patofisiologis
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat
CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,
sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga
paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini
sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi
darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk
kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli
akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli
akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol
paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara
memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan
meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan
(janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai
memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai
mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin
akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan
diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan
alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang
beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan
menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan normal
(pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat
proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler
dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan
pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna
(memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada
keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh
karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan
gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas
yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi
kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan,
asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh
obat-obat anesthesi pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya
udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni
sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut
antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan
perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan
oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun
dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus
Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan
tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat
reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala
sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan
oksigen dan pengeluaran CO2tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi
metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang
terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan
mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan
sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan
frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada
penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya
kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya
sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang
biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada
bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa
pasca neonatus.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi
dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan
terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga
penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan
meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi
miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen
pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic
Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada
bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir
akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat
dan tepat (Aliyah Anna, 2007).
G. Skor Down
Evaluasi Gawat napas dengan Menggunakan Skor Down
Skor 0 1 2
Frekuensinapas < 60/menit 60 – 80/menit > 80/menit
H. Komplikasi
1. Sembab Otak
2. Pendarahan Otak
3. Anuria atau Oliguria
4. Hyperbilirubinemia
5. Obstruksi usus yang fungsional
6. Kejang sampai koma
7. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax
I. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam
menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat
memberikan obat yang tepat pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
1) Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb
cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct)
karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun
karena sering terjadi hipoglikemi.
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis
metabolik.
PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia
cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia
cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
2) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
B. DiagnosaKeperawatan
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia
berat.
2. Resiko terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya roses persalinan
yang lama
3. Resiko gangguan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap
lemah
4. Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang
meningkat
5. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan
dengan rawat terpisah.
C. Intervensikeperawatan
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia
berat.
Tujuan:
Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria:
a. Pernafasan normal 40-60 kali permenit.
b. Pernafasan teratur.
c. Tidak cyanosis.
d. Wajah dan seluruh tubuh
Intervensi :
a. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan
leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut
diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm
Rasional :Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang
dapat mengurangi kelancaran jalan nafas
b. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
Rasional :Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir
untuk menjamin pertukaran gas yang sempurna.
c. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam
Rasional :Deteksi dini adanya kelainan.
d. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan
kadar gas darah arteri.
Rasional :Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk
jantung dan otak. Dan peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan
hypoventilasi
2. Resiko terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya roses persalinan
yang lama
Tujuan
Tidak terjadi hipotermia
Kriteria
Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C
Warna seluruh tubuh kemerahan
Akral hangat
Intervensi :
a. Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer)
Rasional :Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan
sehingga meletakkan bayi menjadi hangat
b. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh,
letakkan bayi diatas handuk / kain yang kering dan hangat.
Rasional :Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi
c. Observasi suhu bayi tiap 6 jam.
Rasional :Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat
hipotermia
d. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5%
bila ASI tidak mungkin diberikan.
Rasional :Mencegah terjadinya hipoglikemia