Anda di halaman 1dari 22

RESUSITASI NEONATUS

Kelahiran merupakan sesuatu yang indah, mukjizat dan mungkin merupakan sesuatu kejadian
yang paling berbahaya dalam kehidupan kita. Tubuh kita akan mengalami penyesuaian
fisiologi yang radikal segera setelah lahir yang tidak akan kita alami lagi. Aspek yang luar
biasa dalam persalinan adalah sekitar 90%  bayi akan mengalami masa transisi dengan lancar
tanpa memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan saat lahir, sementara hampir 10%
memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan dan kurang lebih 1% nya memerlukan
resusitasi yang efektif (lengkap) untuk kelangsungan hidupnya. Walaupun persentasi bayi
yang membutuhkan bantuan pernafasan kecil, akan tetapi jumlah bayi yang sebenarnya
membutuhkan resusitasi cukup banyak, karena banyaknya persalinan. Bayi yang tidak
mendapat pertolongan yang baik mungkin akan mendapat masalah dikemudian hari bahkan
sampai kematian.      
Berdasarkan data dari WHO, kejadian asfiksia menyebabkan sekitar 19% dari 5 juta
kematian neonatus setiap tahun di seluruh dunia, sebagian besar kematian tersebut
dikarenakan bayi tidak mendapat resusitasi yang adekuat. Dengan demikian setiap persalinan
sebaiknya dihadiri oleh orang yang telah dilatih untuk melakukan resusitasi neonatus,
disamping itu ada tenaga tambahan lain jika diperlukan untuk memberikan resusitasi lanjut.

I. GAMBARAN UMUM DAN PRINSIP RESUSITASI


1.1 Perubahan Fisiologi Yang Terjadi Pada Waktu Bayi Lahir
Oksigen sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah persalinan. Sebelum
lahir, seluruh oksigen yang dibutuhkan janin diberikan melalui plasenta yang berasal dari ibu
ke darah janin.       Sebelum lahir, hanya sebagian kecil darah janin dialirkan ke paru janin.
Paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan
karbondioksida. Olehkarena itu,aliran darah paru tidak penting untuk mempertahankan 
oksigenasi janin yang normal. Paru janin berkembang di dalam uterus, akan tetapi alveoli di
paru janin masih terisi oleh cairan, bukan udara. Disamping itu pembuluh arteriol yang ada di
dalam paru janin mengalami konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) rendah.
Sebelum lahir, hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru
karena konstriksi pembuluh darah janin. Karena itu, hampir seluruh darah melalui pembuluh
darah yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta. Setelah
lahir bayi tidak lagi berhubungan dengan plasenta dan akan segera bergantung pada paru
sebagai sumber oksigen. Karena itu, dalam beberapa saat cairan paru harus diserap dari
alveoli, setelah itu paru harus terisi udara yang mengandung oksigen dan pembuluh darah di
paru harus berelaksasi untuk meningkatkan aliran ke alveoli, oksigen diserap untuk diedarkan
ke seluruh tubuh.
Secara normal, ada tiga perubahan besar sesaat setelah lahir:
a.       Cairan alveoli akan diserap ke dalam bagian paru dan alveoli akan berisi udara. Karena
dalam udara mengandung 21% oksigen maka pengisian alveoli oleh udara akan
memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.
b.      Arteri dan vena umbilikalis akan menutup dan dijepit. Hal ini akan menurunkan tahanan
pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik.
c.       Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan
mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah berkurang. Keadaan relaksasi ini
bersama dengan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan pada arteri
pulmonalis lebih rendah dibandingkan dengan tekanan sistemik dan akan meningkatkan
aliran darah paru secara dramatis dan menurunkan aliran pada duktus arteriosus. Oksigen
yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak
mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, dimana akan dipompakan ke seluruh
tubuh bayi baru lahir.
Pada banyak keadaan udara menyediakan oksigen 21 % untuk menginisiasi relaksasi
pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami
relaksasi duktus arteriosus mulai menyempit. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam
pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan. Masa
transisi normal pada bayi baru lahir juga memerlukan waktu,contohnya: 10 menit untuk
mencapai kadar oksigen 90% atau lebih, penutupan secara sempurna duktus arteriosus
memakan waktu 12 sampai 24 jam setelah persalinan, dan relaksasi pada paru secara
sempurna belum terjadi sampai beberapa bulan kemudian.

            Beberapa masalah yang menyulitkan pada masa transisi normal:


1.      Mekonium. Bayi bisa tidak dapat bernafas dengan baik karena mekonium menghambat udara
masuk ke dalam alveoli. Akibatnya paru-paru tidak terisi udara dan oksigen tidak dapat
diserap oleh aliran darah di paru-paru (hipoksemia).
2.      Kehilangan darah yang banyak dapat terjadi atau buruknya kontraktilitas jantung atau
bradikardi akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat peningkatan tekanan darah
(hipotensi sistemik).
3.      Kekurangan oksigen atau kegagalan peningkatan tekanan udara di paru-paru akan
mengakibatkan arteriol paru tetap kontriksi sehingga terjadi penurunan aliran darah ke paru-
paru dan pasokan oksigen ke jaringan. Pada beberapa kasus, arteriol di paru-paru kadang kala
gagal untuk berelaksasi walaupun paru-paru sudah terisi dengan udara atau oksigen
(Persistent Pulmonary Hypertension of New Born/ PPHN).
Jika bayi gagal melakukan usaha nafas dan menghirup udara maka arteri pulmonal akan
tetap konstriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat
oksigen. Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan mengakibatkan konstriksi arteriol pada
organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak
tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi
aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian jika
kekurangan oksigen berlangsung terus maka akan terjadi kegagalan fungsi miokardium dan
kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah yang mengakibatkan aliran
darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan
oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan
organ tubuh lain atau kematian.
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang
berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan yang
cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti mengeringkan atau
menepuk kaki akan menimbulkan pernapasan. Walaupun demikian bila kekurangan oksigen
berlangsung terus-menerus, bayi akan melakukan beberapa usaha napas megap-megap dan
kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Selama masa apnu sekunder, rangsangan
saja tidak dapat menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan pernapasan
(ventilasi tekanan positip) harus segera diberikan untuk mengatasi masalah akibat kekurangan
oksigen. Frekuansi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer. Tekanan
darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder, kecuali bila terjadi kehilangan
darah pada saat memasuki periode hipotensi. Jika setelah pemberian ventilasi tekanan positip
yang adekuat ternyata tidak memberikan respons peningkatan frekuansi jantung maka
keadaan yang membahayakan ini seperti gangguan fungsi miokardium dan tekanan darah
telah jatuh pada keadaan kritis. Pada keadaan seperti ini, pemberian kompresi dada dan obat-
obatan mungkin diperlukan untuk resusitasi.

Pada saat kelahiran anda harus bertanya pada diri sendiri empat pernyataan mengenai bayi
tersebut, apakah bayi cukup bulan, apakah air ketuban jernih,apakah bayi bernapas atau
menangis dan apakah tonus otot bayi baik atau tidak. Jika ada jawaban “tidak”, anda harus
melanjutkan ke langkah awal resusitasi.
         A (air way/ jalan napas)
Ini adalah langkah awal yang dilakukan untuk menjamin terbukanya jalan napas dan
memulai resusitasi bayi baru lahir.
1.      Berikan kehangatan
2.      Posisikan kepala untuk membuka jalan napas dan bersihkan jalan napas bila perlu
3.      Keringkan bayi, beri rangsangan untuk bernapas dan posisikan lagi untuk mempertahankan
jalan napas terbuka.
Langkah ini harus dilakukan dalam waktu 30 detik dan secara simultan anda
melakukan evaluasi pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit. Jika bayi bernapas tidak
adekuat (apnu atau megap-megap) atau frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit atau
tampak sianosis, langsung ke langkah satu dari kotak B.
         B ( breathing/ Pernapasan)
Jika bayi apnu atau frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, anda harus
membantu pernapasan bayi dengan ventilasi tekanan positip. Jika sianosis anda harus
memberikan tambahan oksigen. Setelah 30 detik melakukan ventilasi tekanan positip atau
memberikan oksigen, anda harus menila kembali pernapasan, frekuensi jantung dan warna
kulit. Jika frekuensi jantung kurang dari 60 kali per menit, anda harus melanjutkan ke kotak
C.
 C (Circulation/ Sirkulasi)
Bantu sirkulasi dengan memulai kompresi dada sambil tetap melakukan ventilasi. Setelah
melakukan kompresi dada 30 detik, anda harus menilai bayi kembali. Jika frekuensi jantung
tetap di bawah 60 kali per menit anda harus melanjutkan ke kotak D.
                 D ( Drugs/ obat-obatan)
Berikan epinefrin sambil terus melanjutkan kompresi dada dan ventilasi. Jika frekuensi
jantung tetap kurang dari 60 kali per menit, tindakan pada kotak C dan D dilanjutkan dan
dapat diulang seperti yang ditunjukkan pada tanda panah.
Tanda asterisk pada diagram alur ini menunjukkan kapan intubasi endotrakeal diperlukan.
Jika anda yakin resusitasi yang anda lakukan telah efektif, jangan bertahan di langkah yang
sama setelah 30 detik jika bayi tidak menunjukkan perbaikan. Segera lanjutkan pada langkah
berikutnya sesuai diagram. Jika anda merasa bahwa tindakan yang diambil tidak efektif anda
dapat melakukan lebih dari 30 detik untuk memperbaiki masalahnya.
Tindakan utama pada resusitasi neonatus ditujukan untuk memberikan oksigen pada paru-
paru janin (kotak A dan B). Bila hal ini dapat teratasi, frekuensi jantung,tekanan darah dan
aliran darah pulmonal biasanya akan mengalami perbaikan dengan sendirinya. Penilaian
diprioritaskan pada 3 tanda utama: pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit.
1.2 Faktor Resiko Antepartum dan Intrapartum yang Berkaitan dengan Kebutuhan
Resusitasi Neonatus
Karena kebutuhan resusitasi dapat terjadi tiba-tiba, maka setiap kelahiran harus dihadiri
oleh paling tidak seorang tenaga yang terlatih dalam resusitasi neonatus. Dengan
pertimbangan yang baik tentang faktor resiko, lebih dari separuh bayi baru lahir yang
memerlukan resusitasi dapat diidentifikasikan sebelum lahir, sehingga anda dapat memanggil
tenaga terlatih tambahan dan menyiapkan peralatan resusitasi yang diperlukan.
         Faktor Antepartum:
  Ibu dengan penyakit jantung, ginjal, paru, tiroid atau kelainan neurologi, hipertensi,diabetes.
  Anemia
  Riwayat kematian janin dan neonatus
  Anemia
  Perdarahan pada trimester dua dan tiga
  Ketuban pecah dini
  Kehamilan lewat waktu
  Kehamilan ganda
  Berat janin tidak sesuai masa kehamilan
  Berkurangnya gerakan janin
  Ibu tanpa pemeriksaan antenatal
  Ibu usia < 16 atau > 35 tahun
  Dll
         Faktor intrapartum
  SC cyto
  Kelahiran dengan ekstraksi vakum
  Kelahiran premature
  Presentasi abnormal
  Persalinan presipitatus
  Ketuban pecah lama (> 18 jam sebelum persalinan)
  Partus lama (> 24 jam)
  Kala 2 lama (> 2 jam )
  Bradikardi janin persisten
  Frekuensi jantung janin irregular
  Penggunaan anastesi umum
  Ibu menggunakan narkotik dalam 4 jam/kurang sebelum persalinan
  Air ketuban hijau kental bercampur mekonium
  Prolaps tali pusat
  Solutio plasenta
  Plasenta previa
Bila persalinan telah diidentifikasi sebagai persalinan resiko tinggi, maka dua,tiga bahkan
empat orang dengan berbagai tingkat kemampuan dalam resusitasi mungkin diperlukan
dalam persalinan ini. Salah seorang dari mereka, dengan kemampuan resusitasi yang lengkap
diharapkan menjadi pemimpin tim yang harus meletakkan bayi, kemudian membuka jalan
napas dan melakukan intubasi bila diperlukan. Dua orang lainnya memberi bantuan dengan
memposisikan bayi, menghisap lendir dengan alat penghisap, mengeringkan dan memberikan
oksigen. Mereka dapat memberikan ventilasi tekanan posistip atau kompresi dada atas
perintah pemimpin tim. Orang keempat dapat memberikan obat-obatan atau mencatat
laporan. Semua peralatan resusitasi harus disiapkan dengan lengkap dalam setiap kelahiran.

2.1 LANGKAH AWAL RESUSITASI


            Bagaimana cara kita menentukan apakah bayi yang akan kita tolong memerlukan
resusitasi atau tidak adalah dengan menjawab empat pernyataan berikut:
1.      Apakah bayi cukup bulan?
Apabila bayi yang lahir kurang bulan kemungkinan besar ia memerlukan resusitasi. Ini
disebabkan paru-parunya lebih kaku dan kurang berkembang, usaha napas masih lemah dan
kurang mampu mempertahankan suhu tubuh setelah lahir.
2.      Apakah air ketuban jernih?
Ini adalah langkah yang sangat penting. Bila terdapat mekonium dalam cairan ketuban atau
pada kulit bayi yang pergerakkannya lemah, maka perlu dilakukan intubasi dan penghisapan
trakea sebelum melakukan langkah resusitasi lainnya. Mengambil keputusan ini tidak lebih
dari beberapa detik.
3.      Apakah bayi bernapas atau menangis?
Pernapasan dapat dilihat dari pergerakan dada bayi. Tangis yang kuat juga menandakan
pernapasan. Namun jangan terkecoh dengan pernapasan megap-megap. Pernapasan yang
megap-megap dapat berupa pernapasan yang dalam atau kumpulan beberapa pernapasan
dangkal. Pernapasan megap-megap merupakan tanda masalah yang berat dan memerlukan
intervensi sama seperti tidak adanya usaha napas (apnu).
4.      Apakah tonus otot baik?
Bayi cukup bulan yang sehat, ekstremitasnya dalam keadaan fleksi dan bergerak aktif.
            Bila ke empat pertanyaan tersebut dijawab “ya” maka bayi masuk dalam perawatan
rutin; berikan kehangatan, bersihkan jalan napas, keringkan dan nilai warna kulit. Namun bila
ada satu dari empat pertanyaan tersebut yang dijawab “tidak”, maka anda harus memulai
langkah awal resusitasi,yaitu;
1.      Memberikan kehangatan
Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas agar tim resusitasi mudah mencapai bayi dan
mengurangi kehilangan panas tubuh bayi. Biarkan bayi telanjang agar panas dari alat
pemancar dapat mencapai bayi dan agar mendapat pandangan penuh.
2.      Meletakkan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya

Bayi diletakkan terlentang dengan posisi menghidu sehingga faring, larings dan trakea dalam
satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini juga adalah posisi
terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan
pipa endotrakeal. Perlu diperhatikan agar posisi jangan terlampau tengadah atau fleksi karena
dapat menghambat pemasukan udara. Untuk membantu mempertahankan posisi yang benar,
dapat diletakkan gulungan kain atau handuk di bawah bahu. Gulungan kain ini terutama
berguna bila pada bayi terdapat pembengkakan pada belakang kepala akibat persalinan atau
akibat persalinankurang bulan.
  
3.      Bersihkan jalan napas (sesuai keperluan)
Setelah persalinan, cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas selanjutnya bergantung
pada:
-          Adanya mekonium
-          Tingkat keaktifan bayi
            Bila bayi lahir terdapat mekonium dan bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot
kurang, serta frekuensi jantung di bawah 100 kali/menit, lakukan segera penghisapan trakea
sebelum timbul pernapasan. Langkah penghisapan melalui trakea dapat mengurangi
kemungkinan bayi mengalami sindrom aspirasi mekonium, suatu gangguan pernapasan yang
sangat berat. Penghisapan melalui trakea dapat diulang sesuai kebutuhan sehingga sebanyak
mungkin mekonium dapat dikeluarkan. Bila bayi lahir terdapat mekonium namun
menunjukkan usaha napas yang baik, tonus otot yang baik dan frekuensi jantung lebih dari
100 kali/menit, anda cukup membersihkan sekret dan mekonium dari mulut dan hidung
dengan menggunakan balon penghisap atau kateter penghisap berukuran 12F atau 14F.
            Bila tidak terdapat mekonium, sekret dapat dibersihkan dari jalan napas dengan
mengusap mulut dan hidung dengan menggunakan handuk, balon penghisap atau kateter
penghisap. Bila menggunakan alat penghisap mekanik, pastikan tekanan negative (vakum)
pada saat melakukan penghisapan sekitar 100mmHg. Bila terdapat sekret kental keluar dari
mulut, miringkan kepala, dengan demikian sekret akan berkumpul di pipi dan dengan mudah
dapat dibersihkan.
            Mulut dihisap sebelum hidung untuk memastikan bahwa sudah tidak ada sekret yang
dapat diaspirasi seandainya bayi bernapas ketika dilakukan penghisapan dari hidung. Kalau
sekret dalam mulut dan hidung tidak dibuang sebelum bayi bernapas, sekret dapat teraspirasi
ke dalam trakea dan paru, suatu keadaan yang serius. Bila melakukan penghisapan melalui
mulut  dengan menggunakan kateter, jangan menghisap mulut terlalu dalam, karena
perangsangan faring posterior dalam beberapa menit setelah lahir dapat menimbulkan reflek
vagus yang menyebabkan bradikardi berat atau apnu.
4.      Mengeringkan, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar
Sering kali meletakkan pada posisi yang benar dan menghisap sekret telah memberikan
rangsangan yang cukup untuk memulai pernapasan. Mengeringkan juga memberikan
rangsangan dan membantu mengurangi kehilangan panas. Sediakan beberapa handuk atau
selimut yang telah dihangatkan terlebih dahulu, bayi dapat diletakkan di atas salah satu
handuk yang dapat digunakan kemudian untuk mengeringkan, setelah itu handuk tersebut
disingkirkan dan digantikan dengan handuk baru yang hangat untuk melanjutkan pengeringan
dan perangsangan. Sambil mengeringkan, pastikan posisi kepala tetap dalam posisi yang
benar.
Bila bayi bernapas tidak adekuat maka dapat diberikan rangsangan taktil untuk
merangsang pernapsan. Rangsangan bukan hanya berguna untuk merangsang bayi bernapas
pada langkah awal resusitasi tapi dapat juga untuk merangsang pernapasan setelah ventilasi
tekanan positif agar bayi tetap bernapas. Cara yang aman dan sesuai untuk memberikan
rangsangan taktil adalah:
-          Menepuk atau menyentil telapak kaki
-          Menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi.
Perangsangan yang terlalu bersemangat tidak berguna dan dapat menimbulkan cedera
yang berat pada bayi. Bila bayi berada dalam apnu primer, hampir semua perangsangan akan
menimbulkan pernapasan. Bila bayi berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun tidak
akan berhasil. Karena itu, satu atau dua tepukan atau sentilan pada telapak kaki atau
gosokkan pada punggung telah cukup. Bila tetap berada dalm keadaan apnu, diperlukan
segera ventilasi tekanan positif. Meneruskan rangsangan taktil pada bayi yang berada dalam
keadaan apnu sekunder membuang waktu yang berharga.
Setelah anda menghangatkan, memposisikan, membersihkan jalan napas,
mengeringkan, merangasang pernapasan dan mereposisikan kepala bayi, maka selanjutnya
anda perlu menilai:
-          Pernapasan bayi. Terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan dalamnya pernapasan
bertambah setelah rangsangan taktil untuk beberapa detik. Pernapasan yang megap-megap
adalah pernapasan yang tidak efektif dan memerlukan intervensi seperti pada apnu.
-          Frekuensi jantung. Normalnya di atas 100 kali/menit. Cara termudah untuk menentukan
frekuensi jantung adalah dengan meraba pulsasi pada pangkal tali pusat,namun kadang
pembuluh darah umbilikal menyempit sehingga tidak teraba pulsasi, anda harus
mendengarkan bunyi jantung di daerah  kiri dada dengan mengunakan stetoskop. Kemudian
anda memberi tanda mengetuk setiap kali teraba atau terdengar bunyi jantung sehingga orang
lain mengetahui. Dengan menghitung jumlah detak jantung selama 6 detik kemudian
dikalikan 10 akan memberikan frekuensi jantung per  menit.

-          Warna kulit
Bayi harusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh. Setelah frekuensi jantung
normal dan ventilasi baik, tidak boleh ada sianosis sentral yang menandakan adanya
hipoksemia.

 III. PEMBERIAN VENTILASI TEKANAN POSITIP


Bila setelah menilai pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit bayi ditemukan
belum bernapas maka tindakan yang tepat adalah memberikan ventilasi dengan menggunakan
balon dan sungkup. Informasi mengenai alat balon dan sungkup yang digunakan pada
resusitasi neonatus ada di lampiran. Kecepatan yang harus diberikan selama ventilasi tekanan
positip adalah 40-60 kali/menit. Untuk membantu mempertahankan kecepatan 40 sampai 60
kali/menit cobalah dengan menyebutkan kata-kata di bawah ini saat melakukan ventilasi pada
bayi: “Satu…lepas…lepas…Dua…lepas…lepas…Tiga…lepas…lepas..dst..”. Untuk
kekuatan meremas balon direkomendasikan secukupnya saja karena volume napas bayi baru
lahir yang normal jauh lebih kecil dari pada jumlah gas di dalam balon resusitasi, satu
persepuluh dari balon mengembang sendiri ukuran 240ml. Volume paru yang tinggi dan
tekanan di jalan napas dapat menyebabkan perlukaan paru.
Ventilasi tekanan positip dapat dihentikan bila bayi membaik, dengan ditandainya;
perbaikan frekuensi jantung, perbaikan warna kulit, pernapasan spontan dan perbaikan tonus
otot. Periksa 4 tanda di atas untuk perbaikan setelah 30 detik pemberian ventilasi tekanan
positip. Untuk ini diperlukan bantuan petugas lain. Bila frekuensi jantung di atas 60 kali/
menit maka anda tetap memberikan ventilasi tekanan positip dan menilai 4 tanda tersebut
setiap 30 detik. Bila frekuensi jantung stabil di atas 100 kali/ menit, turunkan kecepatan
tekanan ventilasi sampai anda melihat pernapasan spontan yang efektif. Dengan adanya
perbaikan, bayi juga akan menjadi kemerahan dan tonus otot akan membaik. Pantau
pergerakan dada dan suara napas untuk menghindari paru terlalu mengembang atau kurang
mengembang. Bila frekuensi jantung, warna kulit dan tonus otot tidak membaik, periksa
apakah dada bergerak saat diberi ventilasi tekanan positif dan minta petugas lain
mendengarkan suara napas dengan stetoskop pada ke dua daerah lateral dinding dada
Bila dada tidak mengembang adekuat dan suara napas lemah, maka bisa disebabkan oleh;
lekatan tidak adekuat, jalan napas tersumbat, tekanan tidak cukup diberikan. Bila perbaikan
fisiologis tetap tidak di dapat, mungin diperlukan intubasi endotrakeal. Memberikan ventilasi
yang efektif merupakan kunci keberhasilan hampir semua resusitasi bayi baru lahir.
Hal lain yang perlu diperhatikan bila ventilasi tekanan positip dengan sungkup perlu
diteruskan lebih dari beberapa menit adalah pemasangan pipa orogastrik. Selama ventilasi
tekanan positif dengan sungkup, gas masuk ke orofarings dimana gas dapat masuk baik ke
trakea atau ke esophagus. Posisi bayi yang tepat dapat mengalirkan udara lebih banyak ke
trakea dan paru. Walaupun demikian, gas dapat memasuki esophagus dan terdorong terus ke
dalam lambung. Gas yang terdorong ke lambung mengganggu ventilasi dengan cara sebagai
berikut:
1.      Lambung yang terisi gas menyebabkan tekanan pada diafragma, mencegah paru
mengembang penuh.
2.      Gas dalam lambung dapat menyebabkan regurgitasi isi lambung yang kemudian dapat
teraspirasi selama ventilasi tekanan positif.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan pemasangan pipa orogastrik, penghisapan isi
lambung, membiarkan pipa lambung pada tempatnya dengan pipa terbuka. Peralatan untuk
pemasangan pipa orogastrik menggunakan pipa lambung 8F dan semprit 20cc, langkahnya
sebagai berikut;
         Ukurlah panjang pipa yang akan dimasukkan. Pipa harus cukup panjang untuk mencapai
lambung tetapi tidak perlu terlalu panjang sampai melewati lambung. Panjang pipa yang akan
dipasang harus sama dengan jarak antara pangkal hidung ke daun telinga dan daun telinga ke
titik tengah antara prosesus sifoid dan umbilikus. Untuk memperkecil gangguan ventilasi,
pengukuran pipa orogastrik dapat diperkirakan dengan sungkup tetap di tempatnya.
         Memasukkan pipa melalui mulut
         Setelah pipa terpasang sesuai panjang yang diinginkan, sambungkan dengan semprit dan
keluarkan isi lambung secara cepat tetapi hati-hati.
         Lepaskan semprit dari pipa tetapi biarkan ujung pipa tetap terbuka sebagai saluran udara
yang memasuki lambung
         Rekatkan plester pipa pada pipi bayi supaya ujung menetap dalam lambung dan tidak tertari
lagi ke esophagus.
Bila bayi sudah bernapas tetapi terdapat sianosis sentral maka diperlukan pemberian
oksigen aliran bebas, biasanya 5 lt/mt. Hal ini dapat tercapai dengan pemberian oksigen
melalui; sungkup oksigen, sungkup dengan balon tidak mengembang sendiri, T-piece
resuscitator, selang/ pipa oksigen. Cara apapun yang anda pakai sungkup harus di dekatkan
ke muka agar konsentrasi oksigen didapatkan setinggi mungkin, tetapi tidak boleh sampai
terlalu lekat karena dapat berakibat tekanan di dalam sungkup meningkat.
Oksigen aliran bebas tidak dapat diberikan melalui sungkup yang terpasang pada
balon mengembang sendiri karena sungkup yang dipasang pada balon mengembang sendiri
tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang tinggi kecuali di remas. Bila bayi terus
memerlukan oksigen tambahan maka periksa saturasi oksigen pada bayi untuk menentukan
konsentrasi oksigen yang sesuai. Apabila tidak terdapat sianosis sentral lagi, secara bertahap
kurangi secara bertahap pemberian oksigen sehingga bayi tetap merah walaupun konsentrasi
oksigen sama dengan konsentrasi oksigen ruangan.

IV. KOMPRESI DADA (CARDIAC MASSAGE)


Kompresi dada terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu; menekan
jantung ke arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, memperbaiki sirkulasi
darah ke seluruh organ vital tubuh karena darah di pompa ke dalam arteri. Saat tekanan di
lepaskan, darah dari vena-vena mengalir kembali ke jantung. Kompresi dada harus dimulai
jika frekuensi jantung tetap kurang dari 60 kali per menit setelah 30 detik dilakukan ventilasi
tekanan positif. Bayi yang mempunyai frekuensi jantung kurang dari 60 kali per menit,
meskipun telah dirangsang dan diberikan ventilasi tekanan positif selama 30 detik, mungkin
mempunyai kadar oksigen darah sangat rendah. Akibatnya miokardium tidak cukup kuat
berkontraksi untuk memompa darah ke paru-paru untuk mengangkut oksigen, yang telah
anda pastikan masuk ke dalam paru-paru. Jadi anda perlu memompa darah melalui jantung
secara mekanik, sementara secara bersamaan anda meneruskan tindakan ventilasi paru-paru
sampai miokardium cukup teroksigenasi untuk kembali berfungsi secara spontan dan
adekuat. Proses ini juga akan membantu aliran darah ke otak. Intubasi endotrakeal pada saat
ini dapat membantu manjamin ventilasi yang adekuat dan memudahkan koordinasi ventilasi
tekanan positif dan kompresi dada.
Kompresi dada hanya sedikit bermakna kecuali jika paru-paru diberikan oksigen. Jadi
diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektif, satu untuk menekan dada
dan yang lain melanjutkan ventilasi. Orang kedua bisa merupakan orang yang sama yang
memantau frekuensi jantung dan suara napas selama ventilasi. Orang yang melakukan
ventilasi mengambil posisi di kepala bayi agar sungkup wajah dapat di tempatkan secara
efektif.

Ada 2 tehnik yang berbeda dalam melakukan kompresi dada:


a.       Tehnik ibu jari, ke dua ibu jari digunakan untuk menekan sternum, ibu jari dapat
berdampingan atau pada bayi kecil ke dua ibu jari dapat saling disusun, ibu jari harus
difleksikan pada persendian pertama dan tekanan diberikan secara vertikal untuk menekan
jantung yang terletak antara tulang dada dan tulang belakang,sementara ke dua tangan
melingkari dada dan jari-jari tangan menyokong tulang belakang. Tehnik ibu jari mempunyai
keterbatasan, tehnik tidak dapat digunakan secara efektif jika bayi besar dan tangan anda
kecil. Juga lebih sulit bagi penolong memperoleh posisi yang tepat untuk mencapai daerah
tali pusat bila perlu pemberian obat melalui tali pusat.
b.      Tehnik 2 jari, ujung jari tengah dan jari telunjuk atau jari manis dari satu tangan digunakan
untuk menekan tulang dada, penekanan dengan menggunakan ujung-ujung jari secara vertikal
untuk menekan jantung yang terletak antara tulang dada dan tulang belakang,sementara
tangan yang lain digunakan untuk menopang bagian belakang bayi.
Kompresi dada yang dilakukan pada bayi baru lahir ialah sedalam 1/3 diameter antero-
posterior dada, yang terletak antara tulang dada sifoid dan garis khayal yang menghubungkan
ke dua papilia mamae. Sifoid merupakan proyeksi tempat pertemuan ke dua tulang iga di
garis tengah. Posisi jari adalah sedikit di atas sifoid. Hindari penekanan langsung pada sifoid.
Lamanya tekanan ke bawah harus lebih pendek dari lamanya pelepasan untuk memberikan
curah jantung yang maksimal. Ujung-ujung jari harus bersentuhan dengan dada selama
penekanan dan pelepasan tekanan.
Selama melakukan resusitasi kardio pulmoner, kompresi dada harus selalu disertai
dengan ventilasi tekanan positif. Kedua kegiatan ini harus terkoordinasi dengan satu ventilasi
setiap selesai 3 penekanan, 30 ventilasi 90 kompresi per menit. Orang yang melakukan
kompresi harus mengambil alih tugas menghitung dengan suara keras dari orang yang
melakukan ventilasi. Yang melakukan kompresi menghitung “satu—dua—tiga—pompa,
satu—dua—tiga—pompa, satu—dua—tiga—pompa..” Sementara orang yang melakukan
ventilasi memijit balon selama “pompa” dan kemudian melepaskan. Setelah melakukan
koordinasi yang benar antara ventilasi dan kompresi dada selama 30 detik, maka hentikan
dulu penekanan untuk menilai kembali frekuensi jantung. Jika merasakan denyut nadi dengan
mudah melalui pangkal tali pusat anda tidak perlu menghentikan ventilasi, namun anda juga
perlu menghentikan keduanya untuk mendengarkan frekuensi jantung dengan stetoskop. Jika
frekuensi jantung lebih dari 60 kali per menit anda dapat menghentikan kompresi dada, tetapi
melanjutkan ventilasi tekanan positif dengan kecepatan 40-60 kali per menit. Ketika
frekuensi jantung meningkat di atas 100 kali per menit dan bayi mulai bernapas spontan,
perlahan-lahan hentikan ventilasi tekanan positif dan pindahkan bayi ke ruang perawatan
pasca resusitasi.

Selama anda melakukan koordinasi kompresi dada dan ventilasi, anda harus selalu
bertanya pada diri anda:
         Apakah gerakan dada adekuat? (Apakah telah mempertimbangkan atau melakukan intubasi
endotrakeal?jika “ya” apakah intubasi endotrakeal sudah benar posisinya?)
         Apakah tambahan oksigen telah diberikan?
         Apakah kedalaman penekanan 1/3 dari diameter dada?
         Apakah kompresi dan ventilasi dilakukan secara terkoordinasi baik?

 V. INTUBASI ENDOTRAKEAL
            Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada beberapa keadaan ketika resusitasi seperti
terlihat pada diagram alur bertanda asterisk(*), diantaranya;
         Pada saat menghisap mekonium pada bayi yang lahir dengan mekonium dan tidak bugar.
Jika terdapat mekonium dan bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot atau frekuensi
jantung < 100 kali per menit maka intubasi dilakukan sebagai langkah pertama, sebelum
memulai tindakan resusitasi yang lain.
         Pada saat ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan kondisi,
pengembangan dada atau jika ventilasi tekanan positip berlangsung lebih dari beberapa
menit.
         Pada saat membantu koordinasi ventilasi dan kompresi dada sehingga dapat memaksimalkan
efesiensi ventilasi tekanan positip.
         Pada saat epinefrin diperlukan untuk stimulasi frekuensi jantung maka cara yang umum
adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal sambil menunggu
akses intravena.
Peralatan dan Perlengkapan yang Diperlukan Dalam Intubasi Endotrakeal
Peralatan intubasi sebaiknya diletakkan dalam satu tempat dan dalam kondisi siap
pakai baik di ruang bersalin, kamar bayi, kamar operasi dan unit gawat darurat. Tindakan
resusitasi sebaiknya dilakukan dengan prinsip steril. Perlengkapannya meliputi:
1.      Laringoskop dengan baterai cadangan.
2.      Daun laringoskop. No.1 untuk bayi cukup bulan,no.0 untuk bayi kurang bulan, no 00 untuk
bayi sangat kurang bulan.
3.      Pipa endotrakeal dengan diameter 2,5 ;3,0;3,5 dan 4,0 mm.
4.      Stilet (bila tersedia) yang cocok dengan pipa endotrakeal yang ada
5.      Pemantau atau pendeteksi CO2 (bila tersedia).
6.      Penghisap dengan kateter penghisap no.10F atau yang lebih besar, dan no.5F atau 6F dan 8F
untuk menghisap melalui pipa endotrakeal.
7.      Plester
8.      Gunting
9.      Jalan napas oral/mayo
10.  Aspirator mekonium
11.  Stetoskop
12.  Balon mengembang sendiri, resevoar, selang oksigen dan sumber oksigen.
Biasanya pipa endotrakeal pada neonatus terdapat sebuah garis hitam di dekat ujung pipa
yang disebut sebagai pedoman pita suara. Tujuannya untuk lebih mudah meletakkan pipa
endotrakeal sebatas pita suara. Biasanya dengan posisi demikian ujung pipa akan terletak di
atas percabangan trakea (karina).
Pilihan ukuran pipa endotrakeal sesuai berat badan dan sesuai usia kehamilan
Ukuran pipa (mm) Umur kehamilan
Berat
(Diameter) (minggu)
2,5 Di bawah 1000 Di bawah 28
3,0 1000-2000 28-34
3,5 2000-3000 34-38
3,5-4,0 Di atas 3000 Di atas 38

Peralatan penghisap sebaiknya selalu dalam keadaan siap pakai. Atur kekuatan
penghisap 100mmHg dengan menaikkan atau menurunkan ukuran penghisap sambil
menyumbat ujung pipa penghisap. Sambungkan kateter 10F atau lebih besar ke pipa
penghisap sehingga dapat menghisap sekret dari mulut dan hidung. Sediakan kateter
penghisap ukuran lebih kecil (5F,6F atau 8F, tergantung pada ukuran pipa endotrakeal),
untuk menghisap melalui bagian dalam pipa jika pipa endotrakeal akan dibiarkan.
Ukuran pipa ET Ukuran kateter
2,5 5F atau 6F
3,0 6F atau 8F
3,5 8F
4,0 8F atau 10F

 Dalam melakukan penghisapan mekonium,penghisapan dilakukan sambil menarik pipa


keluar, tidak lebih lama dari 3-5 detik. Penghisapan tidak diulangi bila tidak ditemukan
mekonium,lanjutkan dengan resusitasi. Jika pada saat pertama ditemukan mekonium, periksa
frekuensi jantung bayi, jika bayi tidak mengalami bradikardi intubasi lagi dan lakukan
penghisapan. Jika frekuensi jantung bayi rendah, ventilasi tekanan positif dapat dilakukan
tanpa mengulangi prosedur penghisapan.
Bila langkah-langkah resusitasi dilakukan dengan tepat dan trampil lebih dari 99% bayi
yang memerlukan tindakan resusitasi biasanya akan membaik tanpa memerlukan obat-obatan.
Sebelum memberikan obat-obatan anda harus memastikan efektifitas ventilasi beberapa kali
untuk meyakinkan gerakan dada yanga baik, suara napas terdengar dengan jelas di ke dua
lapang paru pada setiap pernapasan dan anda menggunakan oksigen 100%.
Sejumlah kecil bayi baru lahir (kurang dari 2 per seribu) tetap mempunyai frekuensi
jantung kurang dari 60 kali per menit. Otot jantung bayi ini mungkin mengalami kekurangan
oksigen dalam jangka panjang yang mengakibatkan berkurangnya efektifitas kontraksi,
meskipun mendapat perfusi darah yang mengandung banyak oksigen. Bayi ini memerlukan
epinefrin untuk merangsang jantungnya.
Indikasi pemberian epinefrin adalah bila frekuensi jantung di bawah 60 kali per menit
setelah anda melakukan ventilasi tekanan positif secara efektif selama 30 detik dan
dilanjutkan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak
boleh diberikan sebelum anda melakukan ventilasi dengan adekuat, karena waktu yang
digunakan untuk pemberian epinefrin lebih baik digunakan untuk ventilasi dan oksigenisasi
yang efektif, selain itu epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi otot jantung
sehingga bila kekurangan oksigen akan mengakibatkan kerusakan otot jantung. Pemberian
epinefrin lebih direkomendasikan melalui intravena dibanding endotrakeal. Pemberian
epinefrin diberikan dengan kecepatan secepat mungkin.
 Bagian-bagian sebuah Balon Mengembang Sendiri: 

1. Pintu masuk udara dan tempat untuk memasang reservoar oksigen.


2. Pintu masuk oksigen.
3. Pintu keluar oksigen.
4. Kumpulan katup.
5. Reservoar oksigen.
6. Katup pelepas tekanan.
7. Alat pengukur tekanan atau tempat memasang alat pengukur tekanan (tambahan).
Ketika balon mengembang kembali setelah dilakukan penekanan gas masuk ke dalam balon
melalui katup searah yang terletak diujung balon tergantung design nya. Katup ini dinamakan
pintu masuk udara.
Setiap Balon Mengembang Sendiri mempunyai pintu masuk oksigen yang umumnya terletak
dekat pintu masuk udara. Pintu masuk oksigen merupakan sebuah tonjolan kecil tempat pipa
oksigen akan disambungkan. Pada Balon Mengembang Sendiri pipa oksigen tidak perlu
disambungkan untuk memfungsikan balon. Pipa oksigen harus disambungkan bila balon akan
digunakan untuk resusitasi neonatus.
Pintu keluar oksigen/gas adalah lubang dimana gas keluar dari balon ke bayi dan dimana
sungkup atau pipa endotrakeal dipasang.
Kebanyakan Balon Mengembang Sendiri mempunyai katup pelepas tekanan yang mencegah
tekanan berlebihan terbentuk dalam balon. Beberapa Balon Mengembang Sendiri mempunyai
alat pengukur tekanan atau tempat untuk menyambung alat pengukur tekanan. Tempat
penyambungan umumnya terdiri dari sebuah lubang kecil atau tonjolan dekat dengan pintu
keluar gas. Bila balon anda mempunyai bagian ini, lubang harus ditutup atau alat pengukur
harus disambungkan. Kalau tidak gas akan keluar melalui lubang didapatkan menghalangi
terbentuknya tekanan yang lebih kuat. Tekanan yang tinggi yang terbentuk dapat
menyebabkan pneumotoraks atau kelainan kebocoran udara lain pada bayi. Hubungkan pipa
oksigen dan ujung pengukur tekanan menurut instruksi pabrik.
Balon Mengembang Sendiri mempunyai kumpulan katup yang terletak antara balon dan pintu
keluar gas. Bila balon diremas saat resusitasi, katup terbuka menyebabkan oksigen/udara
mengalir ke pasien. Bila balon mengembang kembali katup tertutup. Hal ini mencegah udara
ekspirasi pasien memasuki balon dan dihirup kembali.
Bagaimana anda menguji balon mengembang sendiri sebelum dipakai:
            Untuk menguji kerja Balon Mengembang Sendiri, tutup sungkup atau pintu keluar gas
dengan telapak tangan dan rema balon;
1. Apakah terasa tekanan pada tangan anda.
2. Dapatkah anda membuat katup pelepas tekanan terbuka.
3. Apakah alat pengukur tekanan (bila ada) menunjukkan tekanan 30 sampai 40 cm
H2O, bila katup pelepas tekanan terbuka?
Bila tidak,
1. Apakah ada robekan atau bocor pada balon?
2. Apakah alat pengukur tekanan tidak terpasang, yang menyebabkan lubang tempat
sambungan terbuka?
3. Apakah katup pelepas tekanan terlepas/tidak berfungsi atau melekat/tersumbat?
4. Apakah pintu keluar gas ke pasien tersumbat?
5. Apakah balon mengembang kembali dengan cepat ketika anda melepaskan
genggaman anda?
Bila terjadi masalah apapun pada balon cari yang baru.
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Pediatric, American Heart Association. 2006. Resusitasi
Neonatus, USA

Anda mungkin juga menyukai