Disusun Oleh :
Sherly Angelina putri (1720210023)
Asfiksia dapat menyebabkan kerusakan organ berat dan berakibat fatal pada bayi
baru lahir. Redistribusi sirkulasi yang ditemukan pada pasien hipoksia dan iskemia akut
telah memberikan gambaran yang jelas mengapa terjadi disfungsi berbagai organ tubuh
pada bayi asfiksia. Gangguan fungsi berbagai organ pada bayi tergantung pada lamanya
asfiksia dan kecepatan penanganan, berdasarkan hasil penelitian lanjut riskesdas, asfiksia
merupakan penyebab kematian kedua pada bayi setelah infeksi.
Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh usia ibu kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun, penyakit pembuluh darah ibu yang menganggu pertukaran gas
janin seperti hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus penyakit infeksi akut atau
kronis, anemia berat, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum, cacat bawaan
atau trauma. Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh partus lama, ruptur uteri,
tekanan kepala anak yang terlalu kuat pada plasenta, pemberian obat bius terlalu banyak
dan tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, plasenta tua (serotinus),
prolapses.(Amalia, 2020)
B. ETIOLOGI
Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama kelahiran
dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi gangguan pertukaran gas
atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus.
Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah
kelahiran. Penyebab kegagalan pernapasan pada bayi yang terdiri dari: faktor ibu, faktor
plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu yang terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian obat analgetika atau anastesia dalam, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, setiap penyakit pembuluh
darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti: kolesterol tinggi, hipertensi,
hipotensi, jantung, paru-paru / TBC, ginjal, gangguan kontraksi uterus dan lain-lain.
Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta
tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus meliputi tali
pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,
gemeli, IUGR, premature, kelainan kongenital pada neonatus dan lainlain. Faktor
persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan, dan lain – lain.
C. PATOFISIOLOGI
Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam keadaan
kontraksi dan hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru-paru
sehingga darah dialirkan melalui duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta namun
suplai oksigen melalui plasenta ini terputus ketika bayi memasuki kehidupan ekstrauteri.
Hilangnya suplai oksigen melalui plasenta pada masa ekstrauteri menyebabkan fungsi
paru neonatus diaktifkan dan terjadi perubahan pada alveolus yang awalnya berisi
cairan kemudian digantikan oleh oksigen. Proses penggantian cairan tersebut terjadi
akibat adanya kompresi dada (toraks) bayi pada saat persalinan kala II dimana saat
pengeluaran kepala, menyebabkan badan khususnya dada (toraks) berada dijalan lahir
sehingga terjadi kompresi dan cairan yang terdapat dalam paru dikeluarkan.
Setelah toraks lahir terjadi mekanisme balik yang menyebabkan terjadinya
inspirasi pasif paru karena bebasnya toraks dari jalan lahir, sehingga menimbulkan
perluasan permukaan paru yang cukup untuk membuka alveoli. Besarnya tekanan cairan
pada dinding alveoli membuat pernapasan yang terjadi segera setelah alveoli terbuka
relatif lemah, namun karena inspirasi pertama neonatus normal sangat kuat sehingga
mampu menimbulkan tekanan yang lebih besar ke dalam intrapleura sehingga semua
cairan alveoli dapat dikeluarkan. Selain itu, pernapasan pertama bayi timbul karena ada
rangsangan-rangsangan seperti penurunan PO2 dan pH, serta peningkatan PCO2 akibat
adanya gangguan pada sirkulasi plasenta, redistribusi curah jantung sesudah talipusat
diklem, penurunan suhu tubuh dan berbagai rangsangan taktil. Namun apabila terjadi
gangguan pada proses transisi ini, dimana bayi tidak berhasil melakukan pernapasan
pertamanya maka arteriol akan tetap dalam vasokontriksi dan alveoli akan tetap terisi
cairan. Keadaan dimana bayi baru lahir mengalami kegagalan bernapas secara spontan
dan teratur segera setelah dilahirkan disebut dengan asfiksia neonatorum. Gagal napas
terjadi apabila paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu
oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbon dioksida. Proses pertukaran gas
terganggu apabila terjadi masalah pada difusi gas pada alveoli. Difusi gas merupakan
pertukaran antara oksigen dengan kapiler paru dan CO2 kapiler dengan alveoli. Proses
difusi gas pada alveoli dipengaruhi oleh luas permukaan paru, tebal membrane respirasi/
permeabelitas membran, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen dan afinitas gas.
(Manoe & Amir, 2016)
E. KLASIFIKASI
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby) Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan
tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia) Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan
fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik
atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. Melakukan rangsangan untuk
menimbulkan refleks pernapasan yang dilakukan selama 30–60 detik setelah
penilaian menurut Apgar 1, bila pernapasan tidak timbul segera lakukan
pernapasan kodok (frog breathing) dengan cara memasukkan pipa kedalam
hidung dan O2 dialirkan dengan kecepatan 1–2 liter dalam satu menit.
3. Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadangkadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti
jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum
lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, Memperbaiki ventilasi
paru–paru dengan memberikan O2 secara tekanan langsung dan berulang dengan
cara melakukan intubasi endotrakeal setelah kateter dimasukkan kedalam trakea,
O2 diberikan dengan tekanan yang tidak lebih dari 30 ml. Tekanan positif
dikerjakan dengan meniupkan udara yang telah diperkaya dengan O2 melalui
kateter. (Wiadnyana et al., 2018)
F. KOMPLIKASI
Komplikasi akibat asfiksia perinatal jangka pendek berupa disfungsi multiorgan
yang dapat berlanjut kematian, serta komplikasi jangka panjang adalah kelainan
neurologi dan keterlambatan perkembangan. Komplikasi ini dapat terjadi karena adanya
gangguan pertukaran gas dan pengangkutan oksigen selama persalinan yang dapat
memengaruhi fungsi sel organ-organ vital terutama otak yang dapat mengakibatkan
kematian atau kecacatan yang ireversibel.
Ketika bayi mengalami kegagalan nafas secara spontan saat lahir (asfiksia
neonatorum), bayi mengalami kekurangan oksigen dan kadar karbondioksida yang
meningkat, hal ini menyebabkan gangguan metabolisme asam dan basa (asidosis
respiratorik). Gangguan pertukaran gas menyebabkan suplai oksigen ke paru menurun
sehingga suplai oksigen ke organ otak juga menurun dan terjadi ketidakefektifan perfusi
jaringan di otak
Ketidakefektifan perfusi jaringan di otak akan berakibat terjadi kerusakan organ
otak. Fungsi stimulasi perkembangan diawali di otak, sehingga efek jangka panjang
menyebabkan terjadi gangguan perkembangan karena perkembangan merupakan
interaksi antara kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya.
Saat bayi mengalami hipoksia, maka tubuh lebih mempertahankan aliran darah ke
otak dan jantung dari pada ke organ lainnya, kemudian tubuh akan mengalami perubahan
hemodinamik di otak serta oksigenasi sel otak menurun yang mengakibatkan kerusakan
sel otak. Manifestasi gambaran klinik bervariasi tergantung pada lokasi bagian otak yang
terkena proses hipoksia dan iskemianya. Kerusakan sel otak dapat menimbulkan
kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada pasien asfiksia yaitu pemeriksaan laboratorium
(pemeriksaan darah yang berguna untuk mengetahui kadar Hb, leukosit dan trombosit).
a. Analisa Gas Darah ( AGD )
b. Elektrolit darah
c. Gula darah
d. USG Kepala
2. Keluhan utama Untuk mengetahui alasan pasien yang dirasakan saat pemeriksaan.
Pasien dengan asfiksia memiliki frekuensi jantung 100 kali/menit, tonus otot
kurang baik, sianosis/pucat.
3. Antenatal care (ANC) Untuk mengetahui riwayat ANC teratur atau tidak, sejak
hamil berapa minggu, tempat ANC dan riwayat kehamilannya
4. Penyuluhan Apakah ibu sudah dapat penyuluhan tentang gizi, aktifitas selama
hamil dan tanda-tanda bahaya kehamilan.
Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
dibuktikan dengan pernapasan cuping hidung, tekanan inspirasi dan
ekspirasi menurun ( D.0005 )
2. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai
asi dibuktikan dengan bayi menghisap tidak terus menerus ( D.0029 )
3. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
dibuktikan dengan membran mukosa kering, turgor kulit menurun
( D.0023)
3. INTERVENSI
NO DIAGNOSA INTERVENSI KEPERAWATN
KEPERAWATAN LUARAN (SIKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Napas ( I.01011 )
efektif berhubungan keperawatan 3 x 24 jam, Pola Observasi:
dengan hambatan Napas Membaik ( L.01004 ) - Monitor pola napas
upaya napas Dengan Kriteria hasil : (frekuensi,kedalaman,usaha napas)
dibuktikan dengan 1. Dispnea menurun - Monitor bunyi napas tambahan
pernapasan cuping 2. Pernapasan cuping (wheezing,ronkhi)
hidung, tekanan hidung menurun - Monitor sputum
inspirasi dan 3. Ventilasi semenit ( jumlah,warna,aroma)
ekspirasi menurun membaik Terapeutik
( D.0005 ) 4. Tekanan ekspirasi - Pertahankan kepatenan jalan napas
membaik - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
5. Tekanan inspirasi - Lakukan oksigen jika perlu
membaik Edukasi:
- Anjurkan batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,mukolitik,
jika perlu
kekurangan intake Status Cairan Membaik (L.03028) - Periksa tanda gdan gejala
menurun Edukasi
4. Perasaan lemah menurun - Anjurkan memperbanyak
5. Frekuensi nadi membaik asupan cairan oral
6. Berat badan membaik Kolaborasi :
7. Intake cairan membaik - Kolaborasi pemberian cairan
8. Suhu tubuh membaik IV Isotonis
- Kolaborasi pemberian produk
darah
4. IMPLEMENTASI
Metode Implementasi antara lain : (1) membantu dalam Aktivitas Kehidupan
Sehari-Hari merupakan aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (AKS) adalah aktivitas yang
biasanya dilakukan sepanjang hari/normal, aktivitas tersebut menyangkut : ambulasi,
makan, berpakaian, mandi, menyikat gigi, dan berhias. Kondisi yang mengakibatka
kebutuhan AKS dapat bersifat akut, kronis, temporer, dan permanen. Sebagai contoh,
klien pascaopratif yang tidak mampu secara mandiri menyelesaikan semua AKS,
sementara terus beralih melewati periode pascaopratif, klien secara bertahap kurang
bergantung pada perawat untuk menyelesaikan AKS.
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan
cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat dalam rencana keperawatan. Evaluasi ini akan mengarahkan asuhan keperawatan,
apakah asuhan keperawatan yang dilakukan ke pasien berhasil mengatasi masalah pasien
ataukan asuhan yang sudah dibuat akan terus berkesinambungan terus mengikuti siklus
proses keperawatan sampai benar-benar masalah pasien teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Manoe, V. M., & Amir, I. (2016). Gangguan Fungsi Multi Organ pada Bayi Asfiksia Berat. Sari
Pediatri, 5(2), 72. https://doi.org/10.14238/sp5.2.2003.72-8
Rahma, A. S., & Armah, M. (2014). Analisis Faktor Risiko Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru
Lahir di RSUD Syekh Yusuf Gowa dan RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun
2013. Jurnal Kesehatan, 7(1), 277–287.
Wiadnyana, I. B., Bikin Suryawan, I. W., & Sucipta, A. . M. (2018). Hubungan antara bayi berat
lahir rendah dengan asfiksia neonatarum di RSUD Wangaya Kota Denpasar. Intisari Sains
Medis, 9(2), 95–99. https://doi.org/10.15562/ism.v9i2.167