Anda di halaman 1dari 8

IDENTIFIKASI HAL DIPELAJARI DI RUANG IGD

RSUP.M.JAMIL PADANG

CONTINOUS POSSITIVE AIRWAY PRESSURE (CPAP)

Kondisi klien:
By. A (3 bulan), laki-laki lahir dengan berat badan 1400 gram dengan komplikasi
penyaki membrane hialin (HMD, hyaline membrane disease). Saat ini Berat badan By
A adalah 2500gram. By A dirawat dalam ikubator, keadaan umum klien lemah,
kesadaran apatis, akral dingin dan sianosis, periode apnea sering, desatirasi oksigen (+),
terlihat restraksi suprasternal dan nafas cuping hidung. Terapi oksigen dengan nasal
kanul yang diberikan kurang membantu, akhirnya perawat melakukan bagging dan
memersiapkan untuk pemasangan CPAP pada by A.

Analisis:

Sindrom gawat nafas (Respiratory distress syndrome atau hyaline membrane


disease) sering dipakai untuk gangguan paru berat. Bayi preterm lahir sebelum parunya
benar-benar siap untuk melayani sebagai organ efisien untuk pertukaran gas, namun
tanpaknya merupakan faktor kritis dalam perkembangan RDS. Meskipun penyebab
yang tepat masih belum dapat ditentukan, beberapa hal terkait dengan hal ini telah
ditemukan dan ada beberapa hubungan yang saling ketergantungan yang mempersulit
keadaan.

Terdapat bukti aktivitas respirasi sebelum kelahiran. Paru-paru melakukan


gerakan respirasi lemah, dan cairan dieksresikan dari alveoli. Karena terbukanya septal
alveolar final, yang meningkatkan luas permukaan paru dan terjadi selama trimester
kehamilan, bayi premature lahir dengan berbagai alveoli yang belum berkembang dan
banyak yang belum bisa menggelembung. Terdapat keterbatasan aliran darah ke alveoli
yang diakibatkan oleh kolapsnya paru fetal akibat perkembangan vaskuler yang buruk
secara umum dan jaringan kapiler yang imatur secara khusus. Karena tingginya tahanan
vaskuler paru, bagian terbesar darah fetal dipintaskan dari paru melalui duktus
arteriosus dan foramen ovale.

Pada saat kelahiran, bayi harus memulai bernafas dan membuat paru yang
sebelumnya terisi cairan digelembungkan dengan udara. Pada saat yang sama, aliran
darah kapiler harus ditingkatkan kurang lebih sepuluh kali untuk memberikan perfusi
paru yang adekuat dan untuk mengubah tekanan intrakardial yang menutup struktur
jantung fetal. Kebanyakan bayi cukup bulan berhasil menyelesaikan penyesuaian ini,
namun bayi preterm dengan gawat nafas tidak mampu melakukannya.
Surfaktan adalah fosfolipid aktif permukaan yang disekresi oleh epitel alveoli.
Bekerja seperti deterjen, substansi ini mengurangi tegangan permukaan cairan yang
melapisi alveoli dan jalan nafas, mengakibatkan pengembangan intraalveolar yang
rendah. Perkembangan imatur fungsi ini menimbulkan konsekuensi yang secara serius
memperburuk efisiensi respirasi. kekurangan produksi surfaktan menyebabkan
pengembangan tidak sama alveoli saat inspirasi dan kolapsnya alveoli pada akhir
ekspirasi. Tanpa survaktan bayi tidak akan mampu menjaga parunya mengembang
sehingga memerlukan usaha keras untuk mengekspansi kembali alveoli pada setiap
tarikan nafas.

Perfusi paru dan ventilasi yang inadekuat mengakibatkan hipoksemia dan


hiperkapnea. Arteriola paru, dengan lapisan muscular yang tebal, sangat reaktif terhadap
penurunan konsentrasi oksigen. Oleh karena itu, penurunan tekanan oksigen
menyebabkan vasokontriksi dalam arteriole paru yang kemudian diperkuat dengan
penurunan PH darah. Vasokontriksi ini turut menyebabkan peningkatan signifikan PVR
(Pumonary vascular resistance). Pada ventilasi normal dengan peningkatan konsentrasi
oksigen, duktus arteriosus akan mengalami kontriksi dan pembuluh darah paru
mengalami dilatasi dan penurunan PVR.

Hipoksia berkepanjangan akan mengakibatkan glikolisis anaerobic, yang


menghasilkan sejumlah besar asam laktat menyebabkan asidosis metabolic,
ketidakmampuan paru yang atelektasis untuk mengeluarkan kelebihan karbondioksida
menghasilkan asidosis respiratorik. Asidosis menyebabkan vasokontriksi lebih lanjut.
Dengan defisiensi sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PO2 terus turun, PH turun, dan
material yang diperlukan untuk menghasilkan surfaktan tidak tersirkulasi ke alveoli.
Kesukaran pernafasan akibat HMD ini adalah takipnea, merintih, flaring, dan
retraksi. Kerusakan yang khas pada HMD adalah pada ujung saluran nafas. Dasar
perawatan awal adalah kehangatan dijaga ketat, kadar glukosa serum harus dimonitor
dan sediakan cukup oksigen agar bayi tetap ‘merah muda”. Oksigen adalah kunci dari
tata laksana, seperti pemberian tekanan positif pada saluran nafas Kontinu (continous
positive airway pressure, CPAP), pemberian surfaktan dan alat ventilator.

Continous positive airway pressure (CPAP) adalah modalitas pengobatan yang


penting untuk penyakit RDS pada neonatus. CPAP dapat diberikan melalui masker
wajah, slang nasopharyngeal, atau slang hidung, penggunaan ventilator konvensional,
dan penggunaan sirkuit gelembung. Bubble CPAP adalah metoda yang sederhana dan
efektif dalam menatalaksana RDS mulai dari ringan sampai berat (URs, P. S. et al,
2009).

Mekanisme fisiologis Nasal CPAP

Tujuan dari pemasangan CPAP adalah untuk menjaga jalan nafas tetap paten,
memperbaiki pertukaran gas, memperbaiki oksigenisasi dan meningkatkan volume paru
(Davies, J.H, et al, 2007). Sebagaimanna diketahui bahwa anatomi bayi prematur
menempatkan mereka pada risiko komplikasi pernapasan. Dinding dada bayi prematur
sangat lentur dan tidak mampu menghasilkan volume yang cukup untuk
mempertahankan kapasitas fungsional residual (FRC) dengan bebas. Alveoli bayi
prematur tidak mampu untuk tetap terbuka dan cenderung mengalami kolaps karena
distensi diafragma, peningkatan atelektasis, dan penurunan volume.

Tujuan fisiologis dari CPAP adalah untuk meningkatkan oksigenasi dari bayi
prematur. Mekanisme tindakan terdiri atas peningkatan FRC dan pertukaran gas,
stabilisasi gerakan thoracoabdominal, dan meningkatkan fungsi jantung bayi prematur
infant. Dengan pemberian CPAP yang tepat, maka pertukaran karbon dioksida dan
oksigen terjadi secara optimal pada tingkat selular. Rata-rata pertukaran gas oksigen dan
karbon dioksida didasarkan pada aliran pembuluh darah, juga dikenal sebagai rasio
ventilasi perfusi (V / Q ratio). CPAP yang terlalu banyak atau terlalu sedikit akan
mengubah rasio ini, dan dapat menurunkan kemampuan pertukaran gas pada bayi .
Selain memungkinkan untuk pertukaran gas dan meningkatkan FRC, CPAP juga
membantu menstabilkan gerakan thoracoabdominal bayi prematur. Banyak bayi
prematur yang mengalami kesulitan pernapasan cenderung memiliki pernapasan yang
tidak teratur, dan terlihat ketidakteraturan gerakan-gerakan dinding dada dan abdomen.
Ketika CPAP dipasang, hal ini dapat menurunkan compliance dinding dada dan
memungkinkan untuk bernapas teratur yang menurunkan upaya nafas dan
meningkatkan pertukaran gas.

Sistem Kardiovaskuler, ginjal, saraf pusat, dan saluran pencernaan semua


dipengaruhi oleh Therapy CPAP. Dampak terhadap sistem kardiovaskuler bayi
prematur bisa menguntungkan atau merugikan. Ketika CPAP diberikan dengan benar,
terdapat normalisasi pada tekanan intratorakal, yang mengembalikan tekanan vena dan
fungsi jantung. Pemberian CPAP yang tidak tepat dapat mengakibatkan gangguan pada
jantung dengan meningkatkan tekanan pada jantung, penurunan pengisian vena, dan
meningkatkan resistance paru. Hal ini mengakibatkan pirau dari kiri ke kanan baik
melalui patent ductus arteriosus atau melalui paten foramen ovale, mengakibatkan
terjadinya hipoksemia.

Pengaruh CPAP pada ginjal dan system saraf pusat sering sekunder akibat dari
dampak CPAP pada system jantung. Bukti menunjukkan bahwa bayi dengan CPAP
mungkin mengalami penurunan dalam laju filtrasi glomerulus dan output urin karena
darah menurunkan tekanan darah. Selain itu, CPAP menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial, meskipun Kenaikan lebih rendah dari tekanan yang disebabkan oleh
oksigen headbox. Karena adanya penurunan tekanan arteri yang berhubungan dengan
tekanan darah sistemik yang lebih rendah, yang merupakan hasil efek kumulatif
penurunan tekanan perfusi serebral di otak, berpotensi mengurangi risiko untuk
hemorrhage intraventricular. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penurunan
tekanan perfusi serebral mempengaruhi tingkat oksigenasi otak.

Pengaruh CPAP pada saluran pencernaan sistem pada waktu yang dianggap
paling buruk untuk bayi. Aliran kontinu udara yang diterima bayi dari CPAP, dan yang
terkait peningkatan menelan udara, dapat menyebabkan distensi lambung, menyebabkan
peningkatan ketebalan perut dan usus melebar. Perut buncit menyebabkan
meningkatnya tekanan pada diafragma, yang dapat mengakibatkan gangguan
pernafasan. Pada saat ini, ada bukti yang sangat sedikit untuk menunjukkan hubungan
antara distensi lambung disebabkan oleh CPAP dan bayi prematur berkembang menjadi
necrotizing enterocolitis.

Indikasi pemasangan CPAP

Pada umumnya indikasi pemasangan CPAP adalah:

1. Terdapat tanda spesifik dari kegawatan pernafasan (RDS) seperti: takipnea, flaring,
retraksi, grunting, sianosis, atelektasis dan meningkatnya kebutuhan oksigen
2. Penyakit dengan FRC rendah seperti: RDS, dan Transient Tachypnea of the
Newborn
3. Edema pulmonal
4. Meconium Aspiration Syndrome
5. Penutupan jalan nafas seperti BPD (bronchipulmonary dysplasia) dan bronkhiolitis
6. Apnea dan bradikardi pada bayi premature
7. Weaning dari ventilasi mekanik
8. Tracheomalacia
9. Paralisis diafragmatika

Teknik memberi CPAP

Teknik pemberian CPAP adalah:

1. Endotracheal tube: sederhana, mudah dan efisien tetapi karena lumen kecil,
menambah tugas kerja pernafasan
2. Face mask: mudah dipasang, murah tetapi sulit diatur dan dapat menyebabkan
distensi lambung
3. Nasal prong: cara yang paling sering dipakai, sederhana dan mudah dipasang,
murah. Bocoran dimulut menghindari tekanan terlalu tinggi tetapi efisiensi
dihambat.
Asuhan keperawatan pada bayi yang menerima bubble CPAP

1. Menggatur set (system dan sirkuit)


terlampir
2. Mengatur posisi yang optimal
Bayi yang menerima bubble CPAP dapat diposisikan pada posisi yang
meningkatkan kenyamanan dan posisi yang mendukung jalan nafas pada bayi.
Posisi telungkup merupakan posisi yang sering diberikan perawat untuk
meningkatkan oksigenisasi dan menurunkan periode desaturasi oksigen. Walaupun
belum adaa bukti yang menunjukkan bahwa posisi telungkup lebih baik
dibandingkan dengan posisi telentang atau posisi side lying untuk bayi tanpa
ventilator.
3. Pengkajian berkelanjutan dan kontinu
Pengkajian yang kontinu membantu perawat dan dokter untuk mendapatkan
gambaran klinis bayi dengan bubble CPAP. Pengkajian lengkap sebaiknya
dilakukan 4 sampai 6 jam, dengan monitoring tanda vital setiap 2 sampai 3 jam.
Setelah perawat mengobservasi bayi dan mengukur tanda vital, auskultasi paru,
jantung dan bising usus yang dapat memberikan tentang status kesehatan bayi.
Pengkajian yang dilakukan secara kontinu dapat memberikan informasi tentang
keberhasilan dan kegagalan bubble CPAP.

4. Perawatan jalan nafas


Perawatan jalan nafas pada bayi yang meneriman bubble CPAP adalah untuk
memastikan bahwa jalan nafas bersih dari secret atau sumbatan dan lubang hidung
tidak mengalami iritasi atau kerusakan integritas. Bayi yang menerima CPAP
membutuhkan suction (pengisapan) untuk mencegah penyumbatan jalan nafas dan
peningkatan usaha nafas.
5. Pemberian makan
Tidak ada kontraindikasi dalam memberikan makan pada bayi dengan CPAP.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya distensi pada lambung, bukan
disebabkan karena pemberian makan pada bayi. Pemberian makan pada bayi dengan
CPAP bisa dengan bolus, kontinu atau apabila stabil dapat melalui oral. Penting
untuk melakukan aspirasi cairan lambung dari slang OGT sebelum memberikan
makan untuk menghindari distensi pada lambung.
6. Pemantauan masalah pada bubble CPAP
Apabila bayi memperlihatkan tanda desaturasi, mungkin ada beberapa hal yang
harus diperhatikan.
a. Cek posisi slang, apakah posisinya sudah benar, yakinkan bahwa ukuran slang
sesuai dan benar
b. Pastikan jalan nafas bayi bersih dan posisinya benar. Jika dibutuhkan lakukan
suction nasopharyngeal dan posisikan kembali bayi
c. Pastikan bahwa alat sudah diset dengan persentase oksigen yang benar
d. Masalah lain seperti gelembung pada CPAP habis, leher bayi tertekuk, slang
juga tetekuk dan lain-lain
7. Perhatian keamanan
Ketepatan slang pada hidung dan kondisi lubang hidung harus dimonitor secara
konstan, juga perhatikan posisi dari bayi.
8. Perhatian weaning
Proses weaning bervariasi tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan pedoman
institusi rumah sakit
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. (2010). Bubble CPAP system. Fisher & Paykel Health Care, diakses dari
www.fphcare.com pada tanggal 26 November 2010, pukul 10.17 WIB
2. Bonner, K.M., & Mainous, R.O. (2008). The nursing care of infant receiving bubble
CPAP therapy. Advances in Neonatal Care, 8 (2); 78 - 95
3. Davies, J.H., & Hassel, L.L. (2007). Children in intensive care; a survival guide.
Churchill Livingstone; Elsevier
4. Hockenberry. (2009). Essential of Pediatric Nursing, St. Louis: Mosby Year Book.
5. Muscari, Mary E (2005), Panduan belajar: keperawatan pediatrik/ Ed. 3, Jakarta:
EGC
6. URs, P. S, Khan, F., & Maiya P. (2009). Bubble CPAP – a primary respiratory
support for respiratory distress syndrome in newborn. Indian Pediatrics; 46 (17),
409 – 411

Anda mungkin juga menyukai