RSUP.M.JAMIL PADANG
Kondisi klien:
By. A (3 bulan), laki-laki lahir dengan berat badan 1400 gram dengan komplikasi
penyaki membrane hialin (HMD, hyaline membrane disease). Saat ini Berat badan By
A adalah 2500gram. By A dirawat dalam ikubator, keadaan umum klien lemah,
kesadaran apatis, akral dingin dan sianosis, periode apnea sering, desatirasi oksigen (+),
terlihat restraksi suprasternal dan nafas cuping hidung. Terapi oksigen dengan nasal
kanul yang diberikan kurang membantu, akhirnya perawat melakukan bagging dan
memersiapkan untuk pemasangan CPAP pada by A.
Analisis:
Pada saat kelahiran, bayi harus memulai bernafas dan membuat paru yang
sebelumnya terisi cairan digelembungkan dengan udara. Pada saat yang sama, aliran
darah kapiler harus ditingkatkan kurang lebih sepuluh kali untuk memberikan perfusi
paru yang adekuat dan untuk mengubah tekanan intrakardial yang menutup struktur
jantung fetal. Kebanyakan bayi cukup bulan berhasil menyelesaikan penyesuaian ini,
namun bayi preterm dengan gawat nafas tidak mampu melakukannya.
Surfaktan adalah fosfolipid aktif permukaan yang disekresi oleh epitel alveoli.
Bekerja seperti deterjen, substansi ini mengurangi tegangan permukaan cairan yang
melapisi alveoli dan jalan nafas, mengakibatkan pengembangan intraalveolar yang
rendah. Perkembangan imatur fungsi ini menimbulkan konsekuensi yang secara serius
memperburuk efisiensi respirasi. kekurangan produksi surfaktan menyebabkan
pengembangan tidak sama alveoli saat inspirasi dan kolapsnya alveoli pada akhir
ekspirasi. Tanpa survaktan bayi tidak akan mampu menjaga parunya mengembang
sehingga memerlukan usaha keras untuk mengekspansi kembali alveoli pada setiap
tarikan nafas.
Tujuan dari pemasangan CPAP adalah untuk menjaga jalan nafas tetap paten,
memperbaiki pertukaran gas, memperbaiki oksigenisasi dan meningkatkan volume paru
(Davies, J.H, et al, 2007). Sebagaimanna diketahui bahwa anatomi bayi prematur
menempatkan mereka pada risiko komplikasi pernapasan. Dinding dada bayi prematur
sangat lentur dan tidak mampu menghasilkan volume yang cukup untuk
mempertahankan kapasitas fungsional residual (FRC) dengan bebas. Alveoli bayi
prematur tidak mampu untuk tetap terbuka dan cenderung mengalami kolaps karena
distensi diafragma, peningkatan atelektasis, dan penurunan volume.
Tujuan fisiologis dari CPAP adalah untuk meningkatkan oksigenasi dari bayi
prematur. Mekanisme tindakan terdiri atas peningkatan FRC dan pertukaran gas,
stabilisasi gerakan thoracoabdominal, dan meningkatkan fungsi jantung bayi prematur
infant. Dengan pemberian CPAP yang tepat, maka pertukaran karbon dioksida dan
oksigen terjadi secara optimal pada tingkat selular. Rata-rata pertukaran gas oksigen dan
karbon dioksida didasarkan pada aliran pembuluh darah, juga dikenal sebagai rasio
ventilasi perfusi (V / Q ratio). CPAP yang terlalu banyak atau terlalu sedikit akan
mengubah rasio ini, dan dapat menurunkan kemampuan pertukaran gas pada bayi .
Selain memungkinkan untuk pertukaran gas dan meningkatkan FRC, CPAP juga
membantu menstabilkan gerakan thoracoabdominal bayi prematur. Banyak bayi
prematur yang mengalami kesulitan pernapasan cenderung memiliki pernapasan yang
tidak teratur, dan terlihat ketidakteraturan gerakan-gerakan dinding dada dan abdomen.
Ketika CPAP dipasang, hal ini dapat menurunkan compliance dinding dada dan
memungkinkan untuk bernapas teratur yang menurunkan upaya nafas dan
meningkatkan pertukaran gas.
Pengaruh CPAP pada ginjal dan system saraf pusat sering sekunder akibat dari
dampak CPAP pada system jantung. Bukti menunjukkan bahwa bayi dengan CPAP
mungkin mengalami penurunan dalam laju filtrasi glomerulus dan output urin karena
darah menurunkan tekanan darah. Selain itu, CPAP menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial, meskipun Kenaikan lebih rendah dari tekanan yang disebabkan oleh
oksigen headbox. Karena adanya penurunan tekanan arteri yang berhubungan dengan
tekanan darah sistemik yang lebih rendah, yang merupakan hasil efek kumulatif
penurunan tekanan perfusi serebral di otak, berpotensi mengurangi risiko untuk
hemorrhage intraventricular. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penurunan
tekanan perfusi serebral mempengaruhi tingkat oksigenasi otak.
Pengaruh CPAP pada saluran pencernaan sistem pada waktu yang dianggap
paling buruk untuk bayi. Aliran kontinu udara yang diterima bayi dari CPAP, dan yang
terkait peningkatan menelan udara, dapat menyebabkan distensi lambung, menyebabkan
peningkatan ketebalan perut dan usus melebar. Perut buncit menyebabkan
meningkatnya tekanan pada diafragma, yang dapat mengakibatkan gangguan
pernafasan. Pada saat ini, ada bukti yang sangat sedikit untuk menunjukkan hubungan
antara distensi lambung disebabkan oleh CPAP dan bayi prematur berkembang menjadi
necrotizing enterocolitis.
1. Terdapat tanda spesifik dari kegawatan pernafasan (RDS) seperti: takipnea, flaring,
retraksi, grunting, sianosis, atelektasis dan meningkatnya kebutuhan oksigen
2. Penyakit dengan FRC rendah seperti: RDS, dan Transient Tachypnea of the
Newborn
3. Edema pulmonal
4. Meconium Aspiration Syndrome
5. Penutupan jalan nafas seperti BPD (bronchipulmonary dysplasia) dan bronkhiolitis
6. Apnea dan bradikardi pada bayi premature
7. Weaning dari ventilasi mekanik
8. Tracheomalacia
9. Paralisis diafragmatika
1. Endotracheal tube: sederhana, mudah dan efisien tetapi karena lumen kecil,
menambah tugas kerja pernafasan
2. Face mask: mudah dipasang, murah tetapi sulit diatur dan dapat menyebabkan
distensi lambung
3. Nasal prong: cara yang paling sering dipakai, sederhana dan mudah dipasang,
murah. Bocoran dimulut menghindari tekanan terlalu tinggi tetapi efisiensi
dihambat.
Asuhan keperawatan pada bayi yang menerima bubble CPAP
1. Anonim. (2010). Bubble CPAP system. Fisher & Paykel Health Care, diakses dari
www.fphcare.com pada tanggal 26 November 2010, pukul 10.17 WIB
2. Bonner, K.M., & Mainous, R.O. (2008). The nursing care of infant receiving bubble
CPAP therapy. Advances in Neonatal Care, 8 (2); 78 - 95
3. Davies, J.H., & Hassel, L.L. (2007). Children in intensive care; a survival guide.
Churchill Livingstone; Elsevier
4. Hockenberry. (2009). Essential of Pediatric Nursing, St. Louis: Mosby Year Book.
5. Muscari, Mary E (2005), Panduan belajar: keperawatan pediatrik/ Ed. 3, Jakarta:
EGC
6. URs, P. S, Khan, F., & Maiya P. (2009). Bubble CPAP – a primary respiratory
support for respiratory distress syndrome in newborn. Indian Pediatrics; 46 (17),
409 – 411