Disusun oleh :
Disye Dratistiana Dewi
2022.04.040
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ini
diajukan sebagai tugas program studi Profesi Ners dan dinyatakan telah mendapat persetujuan pada
tanggal
Mahasiswa,
Menyetujui,
Ns. Atik Pramesti W., M.Kep Ns. Ade Ima Triani., S.Kep
NIDN. 0730018504
Mengetahui,
Kepala Ruangan
Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bayi dengan berat badan lahir rendah atau biasa
disebut BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) :
A. Faktor ibu : Penyakit
1. Penyakit kronik adalah penyakit yang sangat lama terjadi dan biasanya
kejadiannya bisa penyakit berat yang dialami ibu pada saat ibu hamil
ataupun pada saat melahirkan. Penyakit kronik pada ibu yang dapat
menyebabkan terjadinya BBLR adalah hipertensi kronik, Preeklampsia,
diabetes melitus danjantung (England, 2014).
a. Adanya komplkasi - komplikasi kehamilan, seperti anemia,
perdarahanantepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi
kandung kemih.
b. Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular
seksual, hipertensiatau darah tinggi, HIV/AIDS, TORCH,
penyakit jantung.
c. Salah guna obat, merokok, konsumsi alkohol.
2. Ibu (geografis)
a. Usia ibu saat kehamilan tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun.
b. Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek dari anak satu ke anak yang
akan dilahirkan (kurang dari 1 tahun).
c. Paritas yang dapat menyebabkan BBLR pada ibu yang paling sering
terjadi yaitu paritas pertama dan paritas lebih dari 4.
d. Mempunyai riwayat BBLR yang pernah diderita sebelumnya.
B. Faktor janin Faktor janin juga bisa menjadi salah satu faktor bayi BBLR disebabkan
oleh : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan,
gawat janin, dankehamilan kembar).
C. Faktor plasenta Faktor plasenta yang dapat menyebabkan bayi BBLR juga dapat
menjadi salah satu faktor. Kelainan plasenta dapat disebabkan oeh : hidramnion,
plasenta previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik),
ketuban pecah dini.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari BBLR dapat dibagi berdasarkan prematuritas dan dismaturitas.
Manifestasi klinis dari premataturitas yaitu :
a. Berat lahir bernilai sekitar < 2.500 gram, panjang badan < 45 cm, lingkaran dada
< 30 cm, lingkar kepala < 33 cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis dan mengkilap dan lemak subkutan kurang.
d. Tulang rawan telinga yang sangat lunak.
e. Lanugo banyak terutama di daerah punggung.
f. Puting susu belum terbentuk dengan bentuk baik.
g. Pembuluh darah kulit masih banyak terlihat.
h. Labia minora belum bisa menutup pada labia mayora pada bayi jenis kelamin
perempuan, sedangkan pada bayi jenis kelamin laki – laki belum turunnya testis.
i. Pergerakan kurang, lemah serta tonus otot yang mengalami hipotonik.
j. Menangis dan lemah.
k. Pernapasan kurang teratur.
l. Sering terjadi serangan apnea.
m. Refleks tonik leher masih lemah.
n. Refleks mengisap serta menelan belum mencapai sempurna (Saputra, 2014).
Selain prematuritas juga ada dismaturitas. Manifestasi klinis dari dismaturitas sebagai
berikut :
a. Kulit pucat ada seperti noda.
b. Mekonium atau feses kering, keriput, dan tipis.
c. Verniks caseosa tipis atau bahkan tidak ada.
d. Jaringan lemak dibawah kulit yang masih tipis.
e. Bayi tampak gersk cepat, aktif, dan kuat.
f. Tali pusat berwarna kuning agak kehijauan (Saputra, 2014).
Komplikasi
A. Komplikasi jangka pendek.
Dampak atau masalah jangka pendek yang terjadi pada BBLR (Izzah , 2018)
adalah sebagai berikut :
a. Gangguan metabolik.
Gangguan metabolik yang diikuti dengan hipotermi dapat terjadi
karena bayi BBLR memiliki jumlah lemak yang sangat sedikit di dalam
tubuhnya. Selain itu, pengaturan sistem suhu tubuhnya juga belum matur.
Yang sering menjadi masalah pada bayi BBLR yaitu hipoglikemi. Bayi
dengan asupan yang kurang dapat berdampak kerusakan sel pada otak yang
mengakibatkan sel pada otak mati. Apabila terjadi kematian pada sel otak,
mengakibatkan gangguan pada kecerdasan anak tesebut. Untuk memperoleh
glukosa yang lebih harus dibantu dengan ASI yang lebih banyak. Kebanyakan
bayi BBLR kekurangan ASI karena ukuran bayi kecil, lambung kecil dan
energi saat menghisap sangat lemah.
b. Gangguan imunitas
1. Gangguan imunologik.
Sistem imun akan berkurang karena diberikan rendahnya kadar Ig dan
Gamma globulin. Sehingga menyebabkan sering terkena infeksi. Bayi
BBLR juga sering terinfeksi penyakit yang ditularkan ibu melalui plasenta.
2. Kejang pada saat dilahirkan.
Untuk menghindari kejang pada saat lahir, Bayi Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) harus dipantai dalam 1 X 24 jam. Dan harus tetap dijaga
ketat untuk jalan napasnya.
3. Ikterus (kadar bilirubin yag tinggi).
Ikterus pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan
adanya gangguan pada zat warna empedu yang dapat mengakibatkan bayi
berwarna kuning ( Khoiriah, 2017).
c. Gangguan pernafasan
1. Sindroma gangguan pemafasan
Gangguan sistem pernapasan pada bayi BBLR dapat disebabkan
karena kurang adekuatnya surfaktan pada paru – paru.
2. Asfiksia
Pada bayi BBLR saat lahir biasanya dapat timbul asfiksia. c. Apneu
periodik Terjadi apneu periodik karena kurang matangnya organ yang
terbentuk pada saat bayi BBLR dilahirkan.
3. Paru belum berkembang
Paru yang belum berkembang menyebabkan bayi BBLR sesak napas.
Untuk menghindari berhentinya jalan napas pada payi BBLR harus sering
dilakukan resusitasi.
4. Retrolenta fibroplasia.
Retrolenta fibroplasia dapat terjadi akibat berlebihnya gangguan
oksigen pada bayi BBLR (Kusparlina, 2016).
Penatalaksanaan
Menurut Proverawati, A. 2010 penatalaksanaan umum pada bayi dengan
BBLR dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut:
1. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi
Keadaan bayi BBLR akan mudah mengalami rasa kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermi, karena pada pusat pengaturan panas badan belum berfungsi secara
baik dan optimal, metabolismenya masih rendah, dan permukaan badannya yang
sangat relatif luas. Maka, bayi harus di rawat pasa suatu alat di dalam inkubator
sehingga mendapatkan kehangatan atau panas badan sesuai suhu dalam rahim.
Inkubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,40C untuk bayi dengan berat
badan sebesar 1,7
kg dan suhu sebesar 32,20C untuk bayi yang memiliki berat badan lebih kecil. Bila
tidak memiliki alat atau tidak terdapat inkubator, bayi dapat dibungkus menggunakan
kain dan pada sisi samping dapat diletakkan botol ysng diisi dengan air hangat. Selain
itu, terdapat metode kanguru yang dapat dilakukan dengan cara menempatkan atau
menempelkan bayi secara langsung di atas dada ibu.
2. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi yang dimaksud yaitu menentukan
pilihan susu yang sesuai, tata cara pemberian dan pemberan jadwal yang cocok
dengan kebutuhan bayi dengan BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan
utama apabila bayi masih mampu mengisap. Tetapi, jika bayi tidak mampu untuk
mengisap maka dapat dilakukan dengan cara ASI dapat diperas terlebih dahulu
lalu diberikan kepada bayi dengan menggunakan sendok atau dapat dengan cara
memasang sonde ke lambung secara langsung. Jika ASI tidak dapat mencukupi
atau bahkan tidak ada, khusus pada bayi dengan BBLR dapat digunakan susu
formula yang komposisinya mirip ASI atau biasanya dapat disebut susu formula
khusus untuk bayi BBLR (Hartini, 2017).
3. Pencegahan Infeksi
Bayi BBLR memiliki imun dan daya tahan tubuh yang relatif kecil ataupun
sedikit. Maka, sangat berisiko bayi BBLR akan sering terkena infeksi. Pada bayi
yang terkena infeksi dapat dilihat dari tingkah laku, seperti memiliki rasa malas
menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh yang relatif meningkat, frekuensi pernapasan
cenderung akan meningkat, terdapat muntah, diare, dan berat badan mendadak
akan semakin turun. Fungsi perawatan di sini adalah memberi perlindungan
terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi tidak boleh kontak
dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju
khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata,
hidung, kulit, tindakan asepsis dan antisepsis alatalat yang digunakan, rasio
perawat pasien ideal, menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah
timbulnya asfiksia dan pemberian antibotik yang tepat (Kusparlina, 2016).
4. Hidrasi
Pada bayi BBLR tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya
kekurangan cairan dan elektrolit. Maka, perlu dilakukan tindakan hidrasi untuk
menambah asupan cairan serta elektrolit yang tidak cukup untuk kebutuhan
tubuh.
5. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen dapat dilakukan apabila diperlukan pada bayi BBLR.
Pemberian oksigen ini dilakukan untuk mengurangi bahaya hipoksia dan
sirkulasi.
6. Pengawasan Jalan Nafas
Salah satu bahaya yang paling besar dalam bayi BBLR yaitu terhambatnya
jalan nafas. Jalan nafas tersebut dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan
akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR susah dalam beradaptasi apabila terjadi
asfiksia selama proses kelahiran sehingga menyebabkan kondisi pada saat lahir
dengan asfiksia perinatal
Reflek-Reflek Pada Neonatus
Ballart Score
Ballard score merupakan suatu versi sistem Dubowitz. Pada prosedur ini penggunaan
kriteria neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi yang tenang dan beristirahat,
sehingga lebih dapat diandalkan selama beberapa jam pertama kehidupan. Penilaian menurut
Ballard adalah dengan menggabungkan hasil penilaian maturitas neuromuskuler dan
maturitas fisik. Kriteria pemeriksaan maturitas neuromuskuler diberi skor, demikian pula
kriteria pemeriksaan maturitas fisik. Jumlah skor pemeriksaan maturitas neuromuskuler dan
maturitas fisik digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai kematangan dicari
masa gestasinya.
A. Maturitas Fisik
Penjelasan :
1. Kulit
Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur
intrinsiknya bersamaan dengan hilangnya lapisan pelindung secara bertahap.
Oleh karena itu, kulit akan mengering dan menjadi kusut dan mungkin akan
timbul ruam.Pada jangka panjang, janin dapat mengalihkan mekonium ke
dalam cairan ketuban. Hal ini dapat menambahkan efek untuk mempercepat
proses pengeringan, menyebabkan kulit mengelupas, menjadi retak seperti
dehidrasi, kemudian menjadi kasar.
2. Lanugo
Lanugo adalah rambut halus menutupi tubuh janin. Pada orang
dewasa, kulit tidak memiliki lanugo. Hal ini mulai muncul di sekitar minggu
24 sampai 25 dan biasanya muncul terutama di bahu dan punggung atas, pada
minggu 28 kehamilan. Penipisan terjadi pertama di atas punggung bawah,
karena posisi janin yang tertekuk. Daerah kebotakan muncul dan menjadi
lebih besar pada daerah lumbo-sakral. Variabilitas dalam jumlah dan lokasi
lanugo pada usia kehamilan tertentu mungkin disebabkan sebagian ciri-ciri
keluarga atau ras, pengaruh hormonal, metabolisme, dan gizi tertentu. Sebagai
contoh, bayi dari ibu diabetes khas memiliki lanugo berlimpah di pinnae
mereka dan punggung atas sampai mendekati atau melampaui usia kehamilan.
Untuk tujuan penilaian, pemeriksa memilih yang paling dekat
menggambarkan jumlah relatif lanugo pada daerah atas dan bawah dari
punggung bayi.
3. Garis Telapak Kaki
Bagian ini berhubungan dengan lipatan di telapak kaki. Penampilan
pertama dari lipatan muncul di telapak anterior kaki. ini mungkin
berhubungan dengan fleksi kaki di rahim, tetapi bisa juga karena dehidrasi
kulit. Bayi non-kulit putih telah dilaporkan memiliki lipatan kaki sedikit pada
saat lahir. Tidak ada penjelasan yang dikenal untuk ini. Di sisi lain
dilaporkan, percepatan perkembangan neuromuskuler pada bayi kulit hitam
biasanya mengkompensasi ini, mengakibatkan efek lipatan kaki tertunda.
Oleh karena itu, biasanya tidak ada berdasarkan diatas atau di bawah
perkiraan usia kehamilan karena ras ketika total skor dilakukan. Bayi sangat
prematur dan sangat tidak dewasa tidak memiliki lipatan kaki. Untuk lebih
membantu menentukan usia kehamilan, mengukur panjang kaki atau jarak jari
dan tumit. Hal ini dilakukan dengan menempatkan kaki bayi pada pita
pengukur metrik dan mencatat jarak dari belakang tumit ke ujung jari kaki
yang besar. Untuk jarak kurang dari 40 mm, skor (-2) ; antara 40 dan 50 mm,
skor (-1).
4. Payudara
Tunas payudara terdiri dari jaringan payudara yang dirangsang untuk
tumbuh dengan estrogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung pada status
gizi janin. pemeriksa catatan ukuran areola dan ada atau tidak adanya
stippling (perkembangan papila dari Montgomery). Palpasi jaringan payudara
di bawah kulit dengan memegangnya dengan ibu jari dan telunjuk,
memperkirakan diameter dalam milimeter, dan memilih yang sesuai pada
lembar skor. Kurang dan lebih gizi janin dapat mempengaruhi variasi ukuran
payudara pada usia kehamilan tertentu. Efek estrogen ibu dapat menghasilkan
ginekomastia neonatus pada hari keempat kehidupan ekstrauterin.
5. Mata / Telinga
Perubahan pinna dari telinga janin dapat dijadikan penilaian
konfigurasi dan peningkatan konten tulang rawan sebagai kemajuan
pematangan. Penilaian meliputi palpasi untuk ketebalan tulang rawan,
kemudian melipat pinna maju ke arah wajah dan melepaskannya. Pemeriksa
mencatat kecepatan pinna dilipat dan kembali menjauh dari wajah ketika
dilepas, kemudian memilih yang paling dekat menggambarkan tingkat
perkembangan cartilago.
Pada bayi yang sangat prematur, pinnae mungkin tetap terlipat ketika dilepas.
Pada bayi tersebut, pemeriksa mencatat keadaan pembukaan kelopak mata
sebagai indikator tambahan pematangan janin. Pemeriksa meletakan ibu jari
dan telunjuk pada kelopak atas dan bawah, dengan lembut memisahkannya.
Bayi yang sangat belum dewasa akan memiliki kelopak mata menyatu erat,
yaitu, pemeriksa tidak akan dapat memisahkan fisura palpebra walaupun
dengan traksi lembut. Bayi sedikit lebih dewasa akan memiliki satu atau
kedua kelopak mata menyatu tetapi satu atau keduanya akan sebagian
dipisahkan oleh traksi ujung jari pemeriksa. Temuan ini akan memungkinkan
pemeriksa untuk memilih pada lembar skor (-2) untuk sedikit menyatu, atau (-
1) untuk longgar atau kelopak mata sebagian menyatu. Pemeriksa tidak perlu
heran menemukan variasi yang luas dalam status fusi kelopak mata pada
individu pada usia kehamilan tertentu, karena nilai kelopak mata un-fusi dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan stres intrauterin dan
humoral tertentu.
6. Genitalia Pria
Testis janin mulai turun dari rongga peritoneum ke dalam kantong
skrotum pada sekitar minggu 30 kehamilan. Testis kiri mendahului testis
kanan yang biasanya baru memasuki skrotum pada minggu ke-32. Pada saat
testis turun, kulit skrotum mengental dan membentuk rugae lebih banyak.
Testis ditemukan di dalam zona rugated dianggap turun.
7. Genitalia Wanita
Untuk memeriksa bayi perempuan, pinggul harus dinaikan sedikit,
sekitar 45 ° dari horizontal dengan bayi berbaring telentang. hal ini
menyebabkan klitoris dan labia minora menonjol. Dalam prematuritas
ekstrim, labia dan klitoris yang datar sangat menonjol dan mungkin
menyerupai kelamin laki-laki. Pematangan berlangsung jika ditemukan
klitoris kurang menonjol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Lama-
kelamaan, baik klitoris dan labia minora surut dan akhirnya diselimuti oleh
labia majora yang makin besar. Labia mayora mengandung lemak dan ukuran
mereka dipengaruhi oleh nutrisi intrauterin. Gizi lebih dapat menyebabkan
labia majora besar di awal kehamilan, sedangkan gizi kurang seperti pada
retardasi pertumbuhan intrauterin atau pasca-jatuh tempo, dapat
mengakibatkan labia majora kecil dengan klitoris dan labia minora relatif
menonjol. Temuan ini harus dilaporkan seperti yang diamati, karena skor
yang lebih rendah pada item ini atau pertumbuhan janin terhambat dapat
diimbangi dengan skor lebih tinggi pada item neuro-muscular tertentu.
B. Maturitas Neuromuskuler
Penjelasan :
1. Postur
Otot tubuh total tercermin dalam sikap yang disukai bayi saat istirahat dan
ketahanan untuk meregangkan kelompok otot. Saat pematangan berlangsung, gerak
otot meningkat secara bertahap mulai dari fleksor pasif yang berlangsung dalam arah
sentripetal, dengan ekstremitas bawah sedikit di depan ekstremitas atas. Untuk
mendapatkan item postur, bayi ditempatkan terlentang dan pemeriksa menunggu
sampai bayi mengendap dalam posisi santai atau disukai. Jika bayi ditemukan
telentang santai, manipulasi lembut dari ekstremitas akan memungkinkan bayi untuk
mencari posisi dasar kenyamanan. bentuk yang paling dekat menggambarkan postur
yang disukai bayi.
2. Jendela pergelangan tangan
Fleksibilitas pergelangan dan / atau resistensi terhadap
peregangan ekstensor bertanggung jawab untuk sudut yang dihasilkan dari fleksi
pada pergelangan tangan.
Pemeriksa meluruskan jari-jari bayi dan berikan tekanan lembut pada dorsum
tangan, dekat jari-jari. Sudut yang dihasilkan antara telapak tangan dan lengan bawah
bayi diperkirakan; > 90 °, 90 °, 60 °, 45 °, 30 °, dan 0 °.
Hasil Pemeriksaan
Jumlah skor pemeriksaan maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik digabungkan,
kemudian dengan menggunakan tabel nilai kematangan masa gestasinya.
Pathway
(lampiran)
B. Diagnose Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d obstruksi jalan nafas olek penumpukan lender,
reflek batuk
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
absorbs pada system pencernaan
3. Resiko infeksi b/d ketidak adekuatan sisten kekebalan tubuh
4. Hyperbilirubin b/d ketidak adekuatan fungsi hepar didalam tubuh
C. Intervensi Keperawatan
Aini, K. N., Hartini, S., & Nurullita, U. (2017). Pengaruh Terapi Musik Gamelan Terhadap Suhu
Tubuh Bayi Berat Badan Lahir Rendah (Bblr) Di Rsud Sunan Kalijaga Demak. Karya Ilmiah S. 1 Ilmu
Keperawatan. Tersedia di : http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article/view/466
Ballard JL, Khoury JC, Wedig K, et al: New Ballard Score, expanded to include extremely
premature infants. J Pediatrics 1991; 119:417-423. http://www.ballardscore.com
England., C. (2015). The Healthy Low Birth Weight Baby, dalam Myles Texbook For Midwives
(hlm.617-627).Churchill Livingstone Elsevier.
Izzah, K. A., Muarofah, & Puspitasari, M. T. (2018). Hubungan Riwayat BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah) dengan Perkembangan Motorik Halus dan Kasar Bayi Usia 6-12 Bulan (Studi di Wilayah UPT
Puskesmas Kecamatan Babat). Jurnal STIK Insan Cedekia Medika.
Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Khoiriah, A. 2017. Hubungan Antara Usia Dan Paritas Ibu Bersalin Dengan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) Di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang. Jurnal Kesehatan (JK), 8:310-314.
Kusparlina, E.P. (2016). Hubungan antara umur dan status gizi ibu berdasarkan lingkar lengan atas
dengan jenis BBLR. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume 7 Nomor 1, 21-26
Manuaba, IGB. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.
Proverawati & Ismawati, 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Yogyakarta: Nuha Medika.
Saputra, L., 2014. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Tanggerang: Bina Aksara.