Anda di halaman 1dari 5

Gangguan tyroid pada kehamilan

1. Judul jurnal
Pengelolaan Penyakit Graves pada Kehamilan
2. Pengarang
Laurentius A. Pramono, Nanang Soebijanto
3. Volume
vol. 43 no. 6 th. 2016
4. Format jurnal
 Abstrak
 Pendahuluan
 Ilustrasi kasus
 Penatalaksanaan
 Kesimpulan
a. Abstrak
Hipertiroid pada kehamilan memiliki konsekuensi buruk bagi ibu dan janin.
Hipertiroid yang tidak diobati akan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia,
gagal jantung, krisis tiroid, hingga kematian ibu. Salah satu penyebab tersering
hipertiroidisme pada kehamilan adalah penyakit Graves. Pemantauan klinis dan
laboratorium yang cermat menjadi tuntutan pada pengelolaan penyakit Graves pada
kehamilan. Kerjasama yang baik antara internis dan obstetri-ginekologis diharapkan
meminimalisasi komplikasi kehamilan dan persalinan. Berikut ini dipaparkan kasus
penyakit Graves pada kehamilan.
Kata kunci: Hipertiroid, kehamilan, penyakit Graves
b. Pendahuluan
Disfungsi tiroid cukup sering ditemukan pada kehamilan. Selama kehamilan,
terjadi perubahan fisiologis kelenjar tiroid.Perubahan fisiologis yang penting adalah
peningkatan kadar TBG (thyroxine binding globulin) hingga pertengahan masa
kehamilan. Peningkatan TBG meningkatkan kadar tiroksin total (T4 total) padahal
kadar hormon bebas (T4 bebas/free T4) tetap. Oleh karena itu, untuk mengetahui
status tiroid pasien selama kehamilan diperlukan pemeriksaan T4 bebas, sedangkan
pemeriksaan T4 total tidak dianjurkan. Sementara itu, kadar TSH cenderung turun
pada trimester pertama kehamilan karena adanya peningkatan kadar β-HCG (human
chorionic gonadotropin) yang mempunyai struktur molekul mirip dengan TSH. β-
HCG juga menstimulasi kelenjar tiroid untuk mensekresikan T4 bebas dan
menyebabkan gejala hipertiroidisme. Kondisi tersebut dinamakan gestational
transient thyrotoxicosis (GTT).Pengelolaan penyakit Graves pada kehamilan
membutuhkan pemantauan klinis dan laboratorium yang cermat dengan harapan
dapat menghindari komplikasi hipertiroid yang tidak diobati bagi ibu dan janin. Di
sisi lain, penggunaan antitiroid yang berlebihan dapat berdampak hipotiroid pada
janin.
Kasus berikut ini adalah kasus penyakit Graves pada kehamilan. Penyakit Graves
didiagnosis sebelum kehamilan anak pertama dengan gejala struma difus dan klinis
toksik disertai oftalmopati kedua mata. Pasien memiliki riwayat pengobatan buruk,
tidak terkontrol, dan tidak teratur mengonsumsi obat antitiroid.
Kasus ini diharapkan dapat menjadi awal yang baik untuk mempelajari
penanganan hipertiroidisme (khususnya penyakit Graves) pada kehamilan.
c. Ilustrasi kasus
Seorang perempuan berusia 25 tahun control di poliklinik Penyakit Dalam dengan
hamil anak kedua usia kehamilan aterm (39-40 minggu); riwayat penyakit tiroid sejak
tiga tahun. Saat awal kehamilan anak kedua ini, pasien tidak kontrol dengan
melakukan pemeriksaan laboratorium ataupun minum obat antitiroid. Saat usia
kehamilan tiga bulan, pasien mengalami kontraksi dan ancaman keguguran. Hasil
pemeriksaan laboratorium hormon tiroid meningkat, diberikan terapi PTU dan
propranolol, namun kepatuhan pengobatan tetap buruk. Seminggu lalu pasien
mengalami kontraksi lagi dan masuk perawatan IGD Obstetri Ginekologi. Hasil USG
Kebidanan didapatkan kondisi janin presentasi kepala, tunggal, hidup, sesuai usia
kehamilan. Persalinan direncanakan satu minggu lagi. Pasien disarankan kembali ke
poliklinik Kebidanan/ Kandungan dan Penyakit Dalam serta pemeriksaan hormon-
hormon tiroid dalam prosedur rawat jalan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tidak ada berdebar-debar, gemetar, diare,
ataupun berkeringat banyak. Pasien mengeluh pandangan mata kiri buram. Tekanan
darah 110/70 mmHg dengan frekuensi nadi 108 kali per menit reguler. Pada pasien
terdapat eksoftalmus kedua mata (mata kiri lebih menonjol), struma difus pada leher
dengan lingkar leher 33 cm, tidak terdengar bruit. Pemeriksaan fisik paru dan jantung
dalam batas normal, abdomen sesuai usia kehamilan. Pada ekstremitas didapatkan
akral hangat, lembap, tidak ada tremor, namun didapatkan edema minimal kedua
tungkai.
Saat kontrol poliklinik, pasien hanya membawa hasil pemeriksaan fungsi tiroid 6
bulan lalu (saat usia kehamilan 3 bulan), yaitu fT4 3,65 (normal 0,89-1,76), fT3 11,1
(normal 2,3-4,2), dengan TSHs 0,006 (normal 0,35-5,5). EKG satu minggu lalu
menunjukkan irama sinus takikardia (100 kali per menit).
Pasien didiagnosis sebagai penyakit Graves pada kehamilan G2P1A0 (39-40
minggu) dengan gejala oftalmopati Graves (kriteria NOSPECS: Sight Loss). Pasien
dianjurkan melakukan pemeriksaan fT4 dan TSH ulang, serta mendapat PTU 2 x 100
mg dan propranolol 3 x 10 mg. Pasien dianjurkan untuk rawat inap di bangsal
Kebidanan/Kandungan untuk menjalani proses persalinan dalam mminggu tersebut.
Penyakit Graves pada Kehamilan
Hipertiroidisme pada kehamilan paling sering disebabkan oleh penyakit
Graves. Selain penyakit Graves, penyakit lain penyebab terjadinya hipertiroidisme
pada kehamilan adalah gestational transient hyperthyroidism, goiter toksik
multinoduler, adenoma soliter toksik, tiroiditis subakut, dan struma ovarium. Penyakit
Graves dapat mengalami eksaserbasi saat kehamilan trimester pertama dan post-
partum. Dengan pengobatan dan pemantauan yang tepat, kondisi ibu dan janin dapat
terkendali. Bila pengelolaan tidak tepat, risikonya adalah gagal jantung maternal,
lahir prematur, dan kematian janin (abortus). Membedakan penyakit Graves dengan
kehamilan normal sering tidak mudah. Gejala klinis tirotoksikosis pada kehamilan
sering tumpang tindih dengan kehamilan normal, dapat ditemukan adanya palpitasi,
tidak tahan udara panas, dan kulit lebih hangat. Gejala yang sangat khas adalah
struma, oftalmopati, palpitasi, dan penurunan berat badan meskipun makan banyak.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan oftalmopati, struma difus, tremor, dan kulit
lembap.Tes diagnostik hipertiroidisme pada kehamilan adalah fT4 dan TSH. Pada
hipertiroidisme kehamilan, khususnya penyakit Graves, kadar fT4 meningkat, disertai
kadar TSH yang rendah. Namun pada kehamilan normal sekalipun, dapat juga
ditemukan kadar TSH yang rendah pada trimester pertama kehamilan. Pemeriksaan
anti-TPO dan antrimikrosomal antibodi (AMA) sangat penting bagi penyakit tiroid
autoimun. Pada penyakit Graves ditemukan adanya peningkatan kadar anti- TPO dan
AMA.
d. Penatalaksanaan
Pengobatan hipertiroidisme pada kehamilan penting untuk menghindari
komplikasi ibu, janin, dan neonatus. Tujuan terapi hipertiroidisme pada kehamilan
adalah menormalkan fungsi tiroid dengan dosis obat antitiroid paling minimal.
Pengobatan ditargetkan agar kadar fT4 terdapat pada nilai batas atas normal. Dosis
obat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan hipotiroidisme dan struma pada janin.
Pemantauan berkala setiap 2 minggu pada awal terapi dan setiap 4 minggu bila target
eutiroid sudah tercapai. Terapi obat anti-tiroid sebaiknya tidak dihentikan sebelum
kehamilan 32 minggu sebab dapat berisiko terjadi relaps.
Dua obat anti-tiroid yang efektif dan aman untuk mengendalikan hipertiroidisme
pada kehamilan, yaitu propiltiourasil (PTU) dan metimazol.Keduanya menekan
sintesis hormon tiroid dengan cara menghambat organifikasi iodium di dalam kelenjar
tiroid.
Dosis awal obat PTU adalah 150-450 mg per hari (dibagi dalam 3 dosis),
sedangkan dosis metimazol 20-40 mg per hari (dibagi dalam 2 dosis). Perbaikan
klinis akan tampak sesudah beberapa minggu terapi, fungsi tiroid akan normal dalam
3-7 minggu. Perbaikan klinis yang dimaksud adalah kenaikan berat badan dan
berkurangnya takikardi, sehingga dosis obat anti-tiroid dapat diturunkan menjadi
separuh. Kehamilan sendiri sebenarnya mempengaruhi perjalanan penyakit Graves
karena peningkatan hormone progesteron menekan fungsi limfosit, sehingga
mengurangi keaktifan autoimun penderita Graves. Hal itu ditandai dengan penurunan
kebutuhan obat anti-tiroid seiring peningkatan usia kehamilan, namun dapat
meningkat kembali setelah 3 bulan pasca melahirkan.
e. Simpulan
Pengelolaan hipertiroidisme pada kehamilan menuntut kerjasama yang baik antara
dokter spesialis penyakit dalam dan kebidanan kandungan. Berbagai perubahan
fisiologis tiroid pada ibu hamil harus dipahami untuk menentukan suatu kondisi
termasuk fisiologis atau patologis. Pemantauan klinis serta laboratorium (fT4 dan
TSH) yang baik serta dosis obat anti-tiroid yang tepat akan menghasilkan keluaran
klinis yang baik bagi ibu, janin, dan kehamilannya.

Anda mungkin juga menyukai