Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

PERAWATAN POSTPARTUM DAN KURETASE

Oleh:
Theta Kusuma
SKILL 3
201710330311059

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kehamilan adalah proses fisiologis normal yang didefinisikan dengan keberadaan kompleks
uteroplacental. Kehamilan menurut Prawirohardjo (2010) Dalam sistem reproduksi manusia
diamana ketika sel sperma dan sel ovum bertemu pasti akan terjadi pembuahan yang akan
berkembang dalam uterus. Masa kehamilan berlangsung dalam waktu 40 minggu, terbagi 3
trimester, trimester I berlangsung dalam 12 minggu, trimester II dalam 15 minggu (minggu ke-13
hingga ke-27), trimester ke III dalam 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40).

Secara umum sebagian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah melahirkan.
Bentuk gangguan postpartum yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah
frustasi serta emosional. Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu
gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara.

Perdarahan pascasalin adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang melewati batas
fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah secara
fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demkian
secara konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan
sebagai perdarahan pascasalin dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml harus
segera ditangani secara serius.

1.2 Tujuan

penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang penanganan post partum dan kuretase
1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan memperluas wawasan
penulis maupun pembaca mengenai kuretase dan postpartum.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Postpartum
2.1.1. Definisi
Perdarahan pascasalin adalah kehilangan darah > 500 ml melalui jalan lahir setelah kala
tiga (plasenta lahir) dan > 1000 pada operasi sesar dalam 24 jam pertama setelah anak lahir (1).
Sebenarnya pada wanita yang hamil normal akan mengalami penambahan volume darah sekitar
30-60%, hal ini menyebabkan adanya toleransi pada wanita yang mengalami perdarahan
pascasalin. Selain itu sekitar 5% wanita yang melahirkan dengan persalinan normal mengalami
perdarahan > 1000ml. Oleh karena itu, sebagai patokan, setelah persalinan selesai maka keadaan
disebut “aman” bila kesadaran dan tanda vital ibu baik, kontraksi uterus baik, dan tidak ada
pedrdarahan aktif/merembes dari vagina. Setiap penurunan 3% Ht dibandingkan dengan Ht
sesaat sebelum persalinan diperkirakan terjadi perdarahan 500ml.
2.1.2. Tahapan post-partum
Periode postpartum terbagi dalam tiga fase. Fase ketiga adalah periode postpartum yang
tertunda, yang bisa bertahan hingga 6 bulan. Beberapa perubahan pada sistem genitourinari
jauh lebih lama dalam penyelesaian, dan ada beberapa kemungkinan tidak akan sepenuhnya
kembali ke keadaan sebelum hamil. Menurut Romano, et al., (2010) fase-fase tersebut
adalah:
1. Periode immediate postpartum
2. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)
3. Periode late postpartum (1 minggu- 6 minggu)
2.1.3. Komplikasi
a. Perdarahan postpartum (PPH)
Umumnya didefinisikan sebagai blood loss atau hilangnya darah melebihi 500 mL
setelah kelahiran pervaginam dan 1.000 mL setelah sesar (Likis FE., 2015). Namun,
definisi dapat bervariasi, dan diagnosis PPH bersifat subyektif dan seringkali didasarkan
pada perkiraan kehilangan darah yang tidak akurat. Selain itu, hilangnya darah rata-rata
saat lahir sering melebihi 500 atau 1.000 mL, dan gejala perdarahan atau syok karena
kehilangan darah dapat disembunyikan oleh peningkatan volume plasma normal yang
terjadi selama kehamilan. (Likis FE., 2015).
Penyebab utama perdarahan postpartum termasuk atonia uteri, laserasi saluran
genital, plasenta yang tertahan, inversi uterus, plasentasi abnormal, dan gangguan
koagulasi. Atonia uterus, atau kurangnya kontraksi uterus yang efektif, adalah penyebab
paling umum pendarahan postpartum. Sedangkan, penyebab sekunder perdarahan
postpartum, yaitu produk konsepsi, infeksi, subinvolusi dari plasenta, dan defisit
koagulasi bawaan (DIC) (Wormer, K. C., 2019).
2.1.4. Tata Laksana
1) Persiapan yang diperlukan
Air hangat, sabun, waslap, handuk kering dan bersih, pembalut ganti yang
secukupnya, dan celana dalam yang bersih
2) Cara perawatan luka perineum
a) Cuci tangan dengan air mengalir. Berguna untuk mengurangi risiko infeksi dengan
menghilangkan mikroorganisme.
b) Lepas pembalut yang digunakan dari depan ke belakang. Pembalut hendaknya
diganti setiap 4-6 jam setiap sehari atau setiap berkemih, defekasi dan mandi. Bila
pembalut yang dipakai ibu bukan pembalut habis pakai, pembalut dapat dipakai
dengan dicuci dan dijemur dibawah sinar matahari.
c) Cebok dari arah depan ke belakang.
d) Mencuci daerah genital dengan air bersih atau matang dan sabun setiap kali habis
BAK atau BAB.
e) Waslap dibasahi dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahan waslap yang sudah
ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi luka jahitan. Jangan takut dengan rasa
nyeri, bila tidak dibersihkan dengan benar maka darah kotor akan menempel pada
luka jahitan dan menjadi tempat kuman berkembang biak.
f) Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa luka benar –
benar bersih. Bila perlu lihat dengan cermin kecil.
g) Keringkan dengan handuk kering atau tissue toilet dari depan ke belakang dengan
cara ditepuk
h) Kenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman dan celana dalam yang bersih
dari bahan katun. Pasang pembalut perineum baru dari depan ke belakang, jangan
menyentuh bagian permukaan dalam pembalut
i) Cuci tangan dengan air mengalir. Berguna untuk mengurangi risiko infeksi dengan
menghilangkan mikroorganisme. (Kusumawardhani, I, 2016)
2.1.5. Pencegahan Perdarahan Post Partum
Penanganan aktif dari pedarahan kala 3 ini adalah kombinasi dari:
1. Pemberian uterotonik (misal oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan
2. Pemotongan tali pusat secara cepat
3. Penarikan tali pusat dengan lembut ketika uterus berkontraksi baik.

2.2 Kuretase
2.2.1 Pengertian
Kuretase merupakan tindakan pengerokan dan juga pembersihan lapisan endometrium
uterus. Tindakan ini tergolong bedah minor yang menyebabkan sensasi nyeri dan cemas saat
dilakukan dilatasi serviks, peregangan mekanis pada ostium serviks, dan kerokan kuret pada
dinding uterus untuk mengeluarkan jaringan endometrium. Waktu tindakan sekitar 5−15
menit yang dapat mengakibatkan nyeri sedang dengan penilaian visual analog scale (VAS) 5
(Singarimbun, D. A., 2018).
2.2.2. Tujuan Kuretase
A. Kuret sebagai Diagnostik suatu Penyakit Rahim
Dengan mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat diketahui
penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi misalnya perdarahan pervaginam
yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan akan kanker endometriosis atau
kanker rahim, pemeriksaan kesuburan/fertilitas.
B. Kuret sebagai Terapi
Bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada keguguran kehamilan dengan
cara mengeluarkan hail kehamilan yang telah gagal berkembang, menghentikan
perdarahan akibat mioma dan polip dari dalam rongga rahim, menghentikan
perdarahan akibat gangguan hormone dengan cara mengeluarkan lapisan dalam
mengeluarkan lapisan dalam rahim misalnya kasus keguguran, tertinggalnya sisa
jaringan janin di dalam rahim setelah proes persalinan, hamil anggur, menghilangkan
polip rahim.
2.2.3. Manfaat Kuretase
Kuretase ini memiliki beberapa manfaat tidak hanya untuk calon ibu atau wanita yang
mengalami keguguran, namun juga beberapa hal lainnya untuk memeriksa masalah atau
kesehatan pada rahim, diantaranya adalah:
1) Membersihkan rahim sesudah keguguran.
2) Mendiagnosa keadaan tertentu yang ada pada rahim.
3) Pendarahan pervaginam yang tidak teratur.
4) Membersihkan jaringan plasenta yang tersisa sesudah proses persalinan di kemudian
hari.
5) Menghilangkan blighted ovum atau tidak ada janin dalam kandung telur.
6) Hamil anggur
7) Menghindari rahim tidak bisa kontraksi karena pembuluh darah pada rahim tidak
menutup sehingga terjadi pendarahan.
8) Membersihkan sisa jaringan pada dinding rahim yang bisa menjadi tempat kuman
berkembang biak dan timbul infeksi.
2.2.4. Teknik Kuretase
Dalam melakukan dilatasi dan kuretase perlu dilakukan beberapa persiapan sebelum
dilakukan tindakan kuret pada rahim. Berikut merupakan Teknik dilatasi dan kuretase
berdasarkan Daftar Penuntun Belajar Dan Keterampilan Klinik FK UNHAS (2013) :
A. PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN
a) Persiapan pasien sebelum kuretase adalah:
a. Puasa Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan dirinya.
Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut dalam keadaan
kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.
b. Persiapan psikologis Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani
kuret. Ada yang bilang kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk
mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang merasakan biasa saja, seperti halnya
persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat individual. Sebab, segi psikis
sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila ibu sudah ketakutan bahkan syok
lebih dulu sebelum kuret, maka munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi
karena rasa takut akan menambah kuat rasa sakit. Bila ketakutannya begitu luar
biasa, maka obat bius yang diberikan bisa tidak mempan karena secara psikis rasa
takutnya udah bekerja lebih dahulu.
c. Minta Penjelasan Dokter Hal lain yang perlu dilakukan adalah meminta
penjelasan kepada dokter secara lengkap, mulai dari pengertian kuret, alasan
kenapa harus dikuret, persiapan yang harus dilakukan, hingga masalah atau resiko
yang mungkin timbul. Jangan takut memintanya karena dokter wajib menjelaskan
segala sesuatu tentang kuret. Dengan penjelasan lengkap diharapkan dapat
membuat ibu lebih memahami dan bisa lebih tenang dalam pelaksanaan kuret.
2.2.5 TINDAKAN
1. Instruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik
2 Bila penderita tidak dapat berkemih, lakukan kateterisasi (lihat cara
kateterisasi)
3 Setelah kandung kemih dikosongkan,lakukan pemeriksaan
bimanual. Tentukan besar uterus dan bukaan serviks.
4 Bersihkan dan lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan larutan
klorin 0,5%.
5 Pakai sarung tangan DTT/Steril yang baru
6 Pasang spekulum Sim’s atau L, masukkan bilahnya secara vertikal
kemudian putar ke bawah
7 Pasang spekulum Sim’s berikutnya dengan jalan memasukkan
bilahnya secara vertikal kemudian putar dan tarik keatas sehingga
porsio tampak dengan jelas
8 Minta asisten untuk memegang spekulum atas dan bawah,
pertahankan pada posisinya semula
9 Dengan cunam tampon, ambil kapas yang telah dibasahi dengan
larutan antiseptik, kemudian bersihkan lumen vagina dan porsio.
Buang kapas tersebut dalam tempat sampah yang
tersedia,kembalikan cunam ke tempat semula
10 Ambil klem ovum lurus, jepit porsio atas pada jam
11 (tenakulum pada jam 11/13)
12 Setelah porsio terpegang baik, lepaskan spekulum atas
13 Pegang gagang klem ovum/tenakulum dengan tangan kiri, ambil
sendok kuret dengan tangan kanan, pegang diantara ibu jari dan
telunjuk, kemudian masukkan hingga menyentuh fundus
14 Minta asisten untuk memegang gagang klem/tenakulum, letakkan
jari-jari tangan kiri pada perut bawah (fundus uteri) sehingga
penolong dapat merasakan tersentuhnya fundus oleh ujung sendok
kuret
15 Memasukkan lengkung sendok kuret sesuai dengan lengkung kavum
uteri kemudian lakukan pengerokkan dinding uterus bagian depan
searah jarum jam, secara sistematis. Keluarkan sisa konsepsi
(dengan kuret) dari kavum uteri
16 Masukkan ujung sendok sesuai dengan lengkung kavum uteri,
setelah sampai fundus, kemudian putar 180 derajat, lalu bersihkan
dinding belakang uterus.
17 Setelah sisa konsepsi dikeluarkan, kembalikan sendok kuret
ketempat semula, gagang klem ovum/tenakulum dipegang kembali
oleh operator
18 Ambil kapas (dibasahi larutan antiseptik) dengan cunam tampon,
bersihkan darah dan jaringan pada lumen vagina
19 Lepaskan jepitan klem ovum pada porsio
20 Lepaskan spekulum bawah
21 Lepaskan kain penutup perut bawah, alas bokong dan sarung kaki
masukkan kedalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%
22 Bersihkan cemaran darah dan cairan tubuh dengan larutan
antiseptik
2.2.6 Perawatan pasca tindakan
1) Beri parasetamol 500 mg per oral jika perlu.
2) Segera mobilisasi dan realislimentasi.
3) Beri antibiotika profilaksis, termasuk tetanus profilaksis jika tersedia. 
Konseling atau konseling Keluarga Berencana.
4) Boleh pulang 1-2 jam pascatindakan jika tidak terdapat tanda-tanda komplikasi.
 Anjurkan pasien segera kembali ke dokter bila terjadi gejala-gejala seperti :
 nyeri perut (lebih dari beberapa hari)
 perdarahan berlanjut (lebih dari 2 minggu)
 perdarahan lebih dari haid
 demam
 menggigil
 pingsan. (Buku Pedoman Keterampilan Klinik FK UMM, 2019)
BAB 3
KESIMPULAN
Kuretase merupakan salah satu dari perawatan post partum dimana membersihkan hasil
konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, pemeriksa atau
penolong harus mennetukan letak uterus terlebih dahulu, keadaan serviks dan besarnya uterus
dimana berguna untuk menjega terjadinya preforasi.
Agar tujuannya tercapai dan juga agar tidak menimbulkan berbagia komplokasi yang
justru membahayakan kuretase harus dilakukan dengan teknnik dan prosedur yang benar dan
hati-hati.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Pedoman Keterampilan Klinik. 2019. Dilatasi dan Kuretase. Laboratorium Skill Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.
Daftar Penuntun Belajar Dan Keterampilan (Daftar Tilik). Penuntun Belajar Keterampilan Klinik
PPDS Obgin UNHAS 2013.
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Kusumawardhani, I., 2016. Jurnal Artikel Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Vol. 4. Issues 2., 2-
3.
Romano, M., Cacciatore, A., Giordano, R., & La Rosa, B. (2010). Postpartum period: three
distinct but continuous phases. Journal of prenatal medicine, 4(2), 22–25.
Singarimbun, D. A., Indriasari, Maskoen, T. T. 2018. Perbandingan Kedalaman Sedasi antara
Deksmedetomidin dan Kombinasi Fentanil-Propofol Menggunakan Bispectral Index Score
pada Pasien yang Dilakukan Kuretase. Jurnal Anestesi Perioperatif. JAP 2018; 80-8.

Anda mungkin juga menyukai