Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEMANTAUAN INVOLUSI UTERI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I

1. ANISA TIARA PUTRI


2. IBNU QOYYIM AL-JAUZIAH
3. LALU PALAMMA RISKI
4. DEA ANGGRAINI
5. MARTIA DWI RETNO

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM KEMENKES RI

JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM

PRODI DIII KEPERAWATAN

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,


karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah keperawatan maternitas yang berjudul
“Pemantauan Involusi Uteri”. Kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini,

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata


sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati kami menerima
adanya kritik dan saran yang dapat membangun dari pihak manapun
demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang. Akhir kata
kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

mataram, 17 maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………….. 2


Daftar Isi ………………………………………………………………. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………… 4
B. Rumusan Masalah ………………………………………... 5
C. Tujuan Makalah ………………………………………….. 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Teori Involusi Uteri ……………………………… 6
B. Ibu Post Partum …………………………………………… 10
C. Menyusui Dini ……………………………………………… 11
D. Alat dan bahan serta prosedur …………………………… 14

BAB III PENUTUP


Kesimpulan …………………………………………………….. 15

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Involusi uteri adalah suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi
sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Intensitas kontraksi uterus
meningkat secara bermakna segera setelah lahir, diduga terjadi sebagai respon
terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hemostatsis
pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium. Hormon yang dilepaskan kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah, dan membantu
hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi
uterus bias berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk
mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, ibu dianjurkan menyusui
bayinya (Bobak, 2005). Inisiasi Menyusui Dini (IMD) atau permulaan menyusui
dini adalah bayi mulai menyusui sendiri segera setelah lahir. Inisiasi menyusui
dini dan pengisapan puting payudara oleh bayi pada awal masa nifas
memperkuat stimulasi pengeluaran oksitosin. Ketika bayi menghisap puting,
refleks saraf merangsang lobus posterior kelenjar pituitary untuk mensekresi
hormon oksitosin. Oksitosin mempercepat prosesinvolusi dan meminimalkan
kehilangan darah (Person, 1995).
Menurut Roesly, Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dalam istilah asing Early
Initiation adalah memberi kesempatan pada bayi baru lahir untuk menyusui
sendiri pada ibunya dalam 1 jam pertama kelahirannya. Melalui sentuhan,
emutan, dan jilatan bayi pada puting susu akan merangsang pengeluaran hormon
oksitosin yang penting. Selain itu, gerakan kaki bayi pada saat merangkak di
perut ibu akan membantu masasageuterus untuk merangsang kontraksi uterus.
Efek hormon oksitosin secara bersamaan memacu sel-sel myometrium pada
uterus sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi terjadinya
perdarahan postpartum. Oksitosin juga akan merangsang hormon lain yang
membuat ibu lebih tenang, rileks, euphoria, meningkatkan ambang rasa nyeri
dan mencintai bayinya.
Berdasarkan data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir
tahun 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia sebesar 228 per 100.000
Kelahiran Hidup, angka tersebut membuat Indonesia menempati urutan tertinggi
di Asia. Tiga penyebab utama Angka Kematian Ibu di Indonesia dalam bidang
obstetric adalah perdarahan (45%), infeksi (15%) dan pre eklampsi (13%).
Menurut data kesehatan Propinsi Jawa Timur terakhir pada tahun 2009, Angka
Kematian Ibu sebesar 260 per 100.000 kelahiran hidup dan tiga penyebab Angka
Kematian Ibu di Propinsi Jawa Timur yaitu perdarahan (34,62%), pre eklampsi
(14,01%) dan infeksi (3,02%) (Profil Kesehatan Jawa Timur,2010).

4
Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir dan plasenta lahir
biasanya disebabkan oleh atonia uteri. Antonia uteri dapat diketahui dengan
palpasi uterus, tinggi fundus uteri masih di atas pusat, uterus lembek, kontraksi
uterus tidak baik. Sisa plasenta yang tertinggal dalam kavum uteri dapat
diketahui dengan memeriksa kelengkapan plasenta yang lahir kemudian
eksplorasi kavum uteri terhadap sisa plasenta, sisa selaput ketuban, atau anak
plasenta. Hal ini dapat berguna untuk mengetahui apakah ada robekan rahim,
laserasi serviks dan vagina dapat diketahui dengan inspekulo. Atonia uteri
adalah suatu keadaan diamana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil
sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis
dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada di sekitar
pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengkapan
plasenta(Cunningham, F G,dkk., 2005).
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) awal sangat dianjurkan karena beberapa
alasan. ASI yang keluar pertama kali sangat bergizi dan mengandung antibody
yang dapat melindungi bayi baru lahir dari penyakit. Menyusui seawal mungkin
mempengaruhi kesehatan ibu baru melahirkan yaitu dengan menimbulkan
retraksi uterus yang membantu kehilangan darah setelah persalinan. Dalam
jangka yang lama, menyusui juga memperpanjang jarak kelahiran. Efek
menyusui terhadap kembalinya kesuburan berhubungan dengan lama dan
intensitas menyusui (Departemen Kesehatan, 2002). Menurut hasil penelitian
dari Indah Rahmaningtyas, dkk tahun 2010, perbandingan frekuensi kekuatan
kontraksi uterus setelah pelaksanaan inisiasi menyusui dini mayoritas keras, ada
perbedaan kekuatan kontraksi uterus antara sebelum dan sesudah melaksanaan
inisiasi menyusui dini. Artinya terdapat pengaruh penerapan Inisiasi Menyusui
Dini pada bayi baru lahir dengan terjadinya kontraksi uterus pada ibu
postpartum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dicantumkan diatas maka
penulis dapat merumuskan berbagai masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan involusi uteri, ibu post fartum dan menyusui
dini?
2. Jelaskan Apa saja Factor-faktor yang mempengaruhi involusi uterus?
3. Jelaskan Bagaimana Perubahan normal pada uterus selama post partum?

C. Tujuan Makalah
1. Mahasiswa bisa menjelaskan tentang pengertian involusi uteri, ibu post
fartum dan menyusui dini
2. Mahasiswa bisa menjelaskan Factor-faktor yang mempengaruhi involusi
uterus
3. Mahasiswa bisa menjelaskan Perubahan normal pada uterus selama post
partum

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori Involusi Uteri

1. Pengertian
Involusi adalah perubahan retrogresif pada uterus yang
menyebabkan berkurangnya ukuran uterus, involusi puerperium dibatasi
pada uterus dan apa yang terjadi pada organ dan struktur lain hanya
dianggap sebagai perubahan puerperium (Varney’s, 2004 ). Involusi atau
pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus
( Ambarwati dan Wulandari, 2008 ).
2. Proses involusi uteri
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-
kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan
besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada
masa prenatal tergantung pada hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot
dan hipertropi, yaitu pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa post
partum penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan autolisis.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a. Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
didalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan
lima kali lebar dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang
berlebihan akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastic
dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
b. Atofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estogen dalam jumlah
besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian
produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan
atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan
terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi
menjadi endomaterium yang baru.

6
c. Efek Oksitoksin ( Kontraksi )
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan
volume
intrauterin yang sangat besar. Hormon oksitoksin yang dilepas dari
kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostasis.
Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus.
Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka implantasi plasenta
serta mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan
waktu 8 minggu untuk sembuh total. Selama 1 sampai 2 jam pertama post
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur.
Karena itu penting sekali menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus
pada masa ini.Suntikan oksitoksin biasanya diberikan secara intravena atau
intramuskuler segera setelah kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera
setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitoksin karena isapan
bayi pada payudara ( Bobak dkk,2004 ) dan (Wiknjosastro dan
Rachimhadhi,2007).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi involusi uterus
a) Senam nifas
merupakan senam yang dilakukan pada ibu yang sedang menjalani
masa nifas.
Tujuan senam : mempercepat pemulihan kondisi tubuh ibu setelah
melahirkan, mencegah komplikasi yang mungkin terjadi selama masa
nifas, memperkuat otot perut, otot dasar panggul, dan memperlancar
sirkulasi pembuluh darah , membantu memperlancar terjadinya proses
involusi uteri.
b) Mobilisasi dini ibu post partum
Merupakan suatu gerakan yang dilakukan bertujuan untuk merubah
posisi semula ibu dari berbaring , miring-miring, duduk sampai berdiri
sendiri setelah beberapa jam melahirkan. Tujuan memperlancar
pengeluaran lochea ( sisa darah nifas ), mempercepat involusi,
melancarkan fungsi organ gastrointestinal dan organ perkemihan,
memperlancar peredaran sirkulasi darah .
c) Menyusui dini
Menyusui dini merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
Proses involusi uteri karena dengan memberikan Air Susu Ibu kepada
bayi segera setelah melahirkan sampai satu jam pertama, memberikan
efek kontraksi pada otot polos uterus .
d) Gizi

7
Merupakan proses organisme dengan menggunakan makanan yang
dikonsumsi, secara normal melalui proses digesti, transportasi,
penyimpanan metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal
dari organ - organ, serta menghasilkan energi (Arisman,2004).
e) Psikologis
Terjadi pada pasien post partum blues merupakan perubahan perasaan
yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran
bayinya. Ditinjau dari faktor hormonal , kadar estrogen, progesteron,
prolactin, estriol yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah. Kadar
estrogen yang rendah pada ibu postpartum memberikan efek supresi
pada aktifitas enzim monoamineoksidase yaitu enzim otak yang
bekerja menginaktifkan baik non-adrenalin maupun serotinin yang
memberikan efek pada suasana hati dan kejadian depresi pada ibu post
partum.

f) Faktor usia
Elastisitas otot uterus pada usia lebih 35 tahun keatas berkurang.

g) Faktor paritas
Ukuran uterus primipara dan multipara juga mempengaruhi proses
berlangsungnya involusi uterus ( Hanifa,2002) dan ( Ambarwati &
Wulandari,2008 ).

4. Bagian bekas implantasi plasenta


a. Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12x5cm,
permukaan kasar, dimana pembuluh darah besar bermuara.
b. Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombosis disamping
pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot rahim.
c. Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu kedua
sebesar 6 - 8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
d. Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan nekrosis
bersama dengan lokhea.
e. Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan
endometrium yang berasa l dari tepi luka dan lapisan basalis
endometrium.
f. Luka sembuh sempurna pada 6 - 8 minggu post partum.

5. Perubahan normal pada uterus selama post partum


Involusi Tinggi Berat Uteri Diameter Palpasi servik
Uteri Fundus Uterus uterus

8
Plasenta Setinggi 1000 gr 12,5 cm Lembut/lunak
lahir pusat

7 hari Pertengahan 500 gr 7,5 cm 2 cm


antara pusat
dan simpisis

14 hari Tidak teraba 350 gr 5 cm 1 cm

6 minggu normal 60 gr 2,5 cm menyempit

Tabel 1.1 perubahan normal pada uterus pada post partum


(sumber : pusdiknakes, 2003 )

Gambar 2.1. tinggi fundus uteri masa nifas (sumber : pusdiknakes,


2003)
Involusi dapat diamati dari luar dengan memeriksa fundus uteri
sebagai berikut : Segera setelah melahirkan, tinggi fundus uteri 2 cm
dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1cm diatas pusat dan menurun
kira-kira 1cm setiap hari. Pada hari ke dua setelah persalinan tinggi fundus
uteri 1cm dibawah pusat. Pada hari ke 3 - 4 tinggi fundus uteri 2 cm
dibawah pusat. Pada hari 5 - 7 tinggi fundus uteri setengah pusat sampai
simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba.
Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran, dan
konsistensi.
a. Penentuan lokasi uterus

9
Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada diatas atau dibawah
umbilikus dan apakah fundus berada pada garis tengah abdomen atau
bergeser kesalah satu sisi.
b. Penentuan ukuran uterus
Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU pada puncak fundus
dengan jumlah lebar jari dari umbilikus atas atau bawah.
c. Penentuan konsistensi uterus
Ada dua ciri konsistensi uterus yaitu uterus keras teraba sekeras batu
dan uterus lunak dapat dilekukkan , terasa mengeras dibawah jari-jari
ketika tangan melakukan masase pada uterus ( Varney’s,2004).

Bila uterus mengalami atau terjadi kegagalan dalam involusi


disebut subinvolusi. Subinvolusi sering disebabkan oleh infeksi dan
tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus sehingga proses involusi uterus
tidak berjalan dengan normal atau terhambat , bila subinvolusi uterus tidak
ditangani dengan baik, akan mengakibatkan perdarahan yang berlanjut
atau postpartum haemorrhage.
Ciri-ciri subinvolusi atau proses involusi yang abnormal diantaranya :
1) tidak secara progresif dalam pengembalian ukuran uterus,
2) uterus teraba lunak dan kontraksinya buruk,
3) sakit pada punggung atau nyeri pada pelvik yang persisten,
4) perdarahan pervagina abnormal seperti perdarahan segar,
5) lochea rubra banyak, persisten, dan berbau busuk ( Barbara, 2004 ).

B. Ibu Post Partum


Merupakan perempuan yang mengalami masa pulih kembali dalam waktu
empat puluh hari, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan
kembali seperti sebelum hamil ( Bobak dkk,2004). Masa nifas(puerperium)
dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu. Perempuan yang melalui periode puerperium disebut puerpera.
Puerperium berlangung selama 6 minggu atau 42 hari ( Ambarwati dan
Wulandari, 2008 ).
1. Lochea
Merupakan eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung
darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea
mempunyai reaksi basa/alkhalis yang dapat membuat organisme berkembang
lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea
mempunyai bau amis/ anyir seperti darah menstruasi, meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda - beda pada setiap wanita. Lochea yang
berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea mempunyai

10
perubahan karena proses involusi. 2 Proses keluarnya darah nifas atau lochea
terdiri atas 4 tahapan :
1) Lochea Rubra / Merah ( Kruenta ).
Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa post partum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan
sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo, dan mekonium.
2) Lochea Sanguilenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir.
Berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum.
3) Lochea serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung
serum,leukosit dan laserasi plasenta. Muncul pada hari kr 7 sampai hari ke
14 post partum.
4) Lochea alba
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir servik
dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa berlangsung selama 2
sampai 6 minggu postpartum ( Doengoes,2001).

C. Menyusui Dini
Menyusui merupakan suatu cara yang optimal dalam memberikan
nutrisi dan mengasuh bayi, dan dengan penambahan makanan pelengkap
pada paruh kedua tahun pertama, kebutuhan nutrisi, imunologi, dan
psikososial dapat terpenuhi hingga tahun kedua dan tahun -tahun
berikutnya ( Roesli,2000 ).
Laktasi merupakan keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI di
produksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI ( Purwanti,2004
). Menyusui Dini merupakan suatu aktivitas menyusui bayi segera setelah
melahirkan sampai satu jam pertama post partum ( Rosita, 2008 ).
1. Anatomi dan Fisiologi Payudara.
Secara vertikal mamae terletak diantara kosta II dan IV, secara
horisontal mulai dari pinggir sternum sampai linea aksilaris medialis.
Kelenjar susu berada di jaringan sub cutan superfisial dan profundus,
menutupi muskulus pectoralis mayor. Ukuran normal 10-12cm dengan
berat pada perempuan 200gram, pada wanita hamil aterm 400-600gram
dan masa laktasi sekitar 600-800gram. Ada 3 bagian payudara, corpus,
areola, papilla. areola mamae letaknya mengelilingi puting susu dan

11
berwarna kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan
pigmen pada kulitnya. Papila mamae terdapat lubang - lubang kecil yang
merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung - ujung serat otot polos
yang tersusun secara sirkuler sehingga bila ada kontraksi maka duktus
laktiferus akan memadat dan menyebabkan puting susu ereksi, sedangkan
serat - serat otot yang longitudinal akan menarik kembali puting susu
tersebut ( Farrer, 1999).
Ada empat macam bentuk puting yaitu : bentuk normal / umum,
pendek/ datar, panjang dan terbenam ( inverted ). Struktur payudara terdiri
3 bagian yaitu kulit, jaringan sub cutan, dan corpus mamae. Corpus
mamae terdiri struktur parenkim dan stoma. Parenkim merupakan suatu
struktur terdiri duktus laktiferus, duktulus, lobus dan alveoli. Ada 15-20
duktus laktiferus, tiap-tiap duktus bercabang menjadi 20-40 duktuli.
Duktuli bercabang menjadi 10-100 alveoli dan masing-masing
dihubungkan dengan saluran air susu sehingga merupakan suatu pohon
.Bila diikuti pohon tersebut dari akarnya pada puting susu, akan
didapatkan saluran air susu yang disebut duktus laktiferus, dan melebar
membentuk sinus laktiferus tempat penampungan air susu, selanjutnya
duktus laktiferus terus bercabang menjadi duktus dan duktulus pada
ekelompok alveoli Didalam alveoli terdiri dari duktulus yang terbuka, sel-
sel kelenjar yang menghasilkan air susu dan mioepitelium yang berfungsi
memeras air susu keluar dari alveoli ( Van esterik,1977).
2. Fisiologi Meyusui
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat
tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar
estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca partum, kadar
estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih
dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan
menyusukan labih dini terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah
prolactin oleh hipofise, sehingga sekresi ASI semakin lancar. Dua refleks
pada ibu yang sangat penting dalam proses menyusui yaitu refleks
prolaktin dan refleks aliran timbul akibat perangsangan puting susu oleh
hisapan bayi.
a. Refleks Prolaktin
Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat pada
puting susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent
dibawa ke hipotalamus di dasar otak, lalu memacu hipofise anterior
untuk mengeluarkan hormon prolaktin kedalam darah. Melalui
sirkulasi prolaktin memacu sel kelenjar ( alveoli ) untuk memproduksi
air susu. Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah susu yang
diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan, yaitu frekuensi,
intensitas dan lamanya bayi menghisap.
b. Refleks Aliran ( Let Down Reflek )

12
Rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat menyusu selain
mempengaruhi hipofise anterior mengeluarkan hormon prolaktin juga
mempengaruhi hipofise posterior mengeluarkan hormon oksitoksin.
Dimana setelah oksitoksin dilepas kedalam darah akan mengacu otot -
otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktulus berkontraksi
sehingga memeras air susu dari alveoli, duktulus dan sinus menuju
puting susu . Refleks let-down dapat dirasakan sebagai sensasi
kesemutan atau dapat juga ibu rasakan dalam sensasi apapun. Tanda-
tanda lain dari let-down adalah tetesan pada payudara lain yang sedang
dihisap oleh bayi. Refleks ini dipengaruhi oleh kejiwaan ibu (Roesli,
2000)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi menyusui dini diantaranya :


Menurut ( Doengoes, 2001 ). Kondisi ibu baik fisik setelah melahirkan
oleh karena faktor kelelahan , dapat mempengaruhi penilaian psikologis
suplai ASI dan penurunan refleks secara psikologis. Ketenangan jiwa dan
pikiran akan meningkatkan produksi ASI yang baik Faktor makanan
karena kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa
makanan. Faktor anatomis buah dada , bila jumlah lobus dalam buah dada
berkurang lobuluspun berkurang. Dengan demikian produksi ASI juga
berkurang karena sel-sel acini yang memghisap zat-zat makan dari
pembuluh darah akan berkurang. Faktor fisiologi dipengaruhi hormon
terutama prolaktin yang merupakan hormone laktogenik yang menentukan
dalam hal pengadaan dan mempertahankan sekresi ASI. Faktor isapan bayi
yang pertama diabaikan atau hisapan bayi keputing berkurang dengan
demikian pengeluaran ASI berkurang.
Respon orang tua terhadap Bounding Attachment merupakan ikatan
orang tua terhadap anaknya dimulai dari sejak periode kehamilan dan
semakin bertambah intensitasnya pada saat melahirkan , respon kontak
awal dengan bayinya melalui sentuhan / Touch , kontak mata / Eye to eye
contact , bau badan / odor , kehangatan tubuh / Body Warm , suara /
Voice.
Menurut ( Hubertin, 2004 ) faktor – faktor yang mempengaruhi
aktifitas ibu selama menyusui dini diantaranya masalah-masalah yang
berkaitan dengan payudara yaitu bentuk puting yang abnormal misal
puting kedalam atau retracted nipple menyebabkan ibu kesulitan untuk
menyusui bayinya, puting susu lecet akibat tehnik menyusu yang salah,
bayi tidak mengisap sampai areola mamae tapi hanya dibagian putting saja
, putting susu nyeri pada waktu awal menyusui payudara bengkak terjadi
pada hari- hari pertama sekitar 2 – 4 jam disebabkan bertambahnya aliran
darah ke payudara bersamaan dengan ASI mulai diproduksi dalam jumlah
banyak , mastitis atau abses payudara merupakan peradangan pada
payudara dengan gejala merah , bengkak kadangkala diikuti rasa nyeri dan
panas, suhu tubuh meningkat , didalam payudara terasa masa padat

13
kejadian ini terjadi pada masa nifas 1 - 3 minggu setelah persalinan yang
diakibatkan oleh sumbatan saluran ASI yang berlanjut.

D. Alat dan bahan serta prosedur

1. Persiapan Alat dan Bahan :


 Handscoon
 Meteran gulung

2. Prosedur :
Tahap Pra interaksi :
 Mengkaji kebutuhan pasien post partum
 Menyiapkan alat dan bahan untuk melakukan pemantuan
involusi uteri

Tahap Orientasi :
 Menyampaikan salam
 Memperkenalkan diri dengan pasien
 Menanyakan nama pasien
 Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan
 Mendekatkan alat dan bahan untuk melakukan pemeriksaan
involusi uteri

Tahap kerja :
 Mencuci tangan
 Anjurkan ibu untuk BAK terlebih dahulu
 Menganjurkan dan memposisikan ibu untuk tidur
terlentang dengan kedua kaki ditekuk
 Palpasi untuk mengukur batas tinggi fundus uteri dengan
Menggunakan pita ukur (meteran)
 Menanyakan adanya keluhan nyeri saat di palpasi sambil
Melihat respon klien
 Mencatat hasil pemeriksaan tinggi fundus uteri

Tahap terminasi :
 Mengevaluasi perasaan pasien
 Memberikan pujian kepada pasien
 Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
 Menyampaikan salam

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Involusi uteri adalah suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah lahir,
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine
yang sangat besar. Hemostatsis pascapartum dicapai terutama akibat
kompresi pembuluh darah intramiometrium. Hormon yang dilepaskan
kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengkompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1
sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bias
berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk
mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, ibu dianjurkan
menyusui bayinya (Bobak, 2005).
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) atau permulaan menyusui dini
adalah bayi mulai menyusui sendiri segera setelah lahir. Inisiasi menyusui
dini dan pengisapan puting payudara oleh bayi pada awal masa nifas
memperkuat stimulasi pengeluaran oksitosin. Ketika bayi menghisap
puting, refleks saraf merangsang lobus posterior kelenjar pituitary untuk
mensekresi hormon oksitosin. Oksitosin mempercepat prosesinvolusi dan
meminimalkan kehilangan darah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011


Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 2014. Rekapitulasi Jumlah Perdarahan
Postpartum April 2014. Diakses pada tanggal 18 Mei 2015
Rukiyah, Aiyeyeh, dkk 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Jakarta:Trans Info Media.
Maritalia, Dewi 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Dewi, Viviana, Nanny Li & Sunarsih, Tri 2014. Asuhan Kebidanan Pada Ibu
NIfas. Jakarta: Salemba Medika.
Heryani, Reni 2012. Asuhan Kebidanan Nifas. Tim. Jakarta

16
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN

FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN

1. Mata Ajar : Maternitas


2. Keterampilan : Pemantauan involusi uteri
3. Pengertian : Involusi uterus adalah kembalinya uterus kedalam
keadaan sebelum hamil.
4. Tujuan : Sebagai acuan dalam melakukan pemantauan pemulihan
kondisi tubuh ibu setelah melahirkan

KET
ASPEK YANG DI NILAI NILAI

1. Persiapan Alat dan Bahan :


a) Handscooni
b) Meteran gulung

Prosedur :
Tahap Pra interaksi :
1. Mengkaji kebutuhan pasien post
partum
2. Menyiapkan alat dan bahan untuk
melakukan pemantuan
involusi uteri

Tahap Orientasi :
1. Menyampaikan salam
2. Memperkenalkan diri dengan
pasien
3. Menanyakan nama pasien
4. Menjelaskan prosedur dan tujuan

17
tindakan
5. Mendekatkan alat dan bahan untuk
melakukan pemeriksaan involusi uteri

Tahap kerja :
1. Mencuci tangan
2. Anjurkan ibu untuk BAK terlebih
dahulu
R/: untuk mengakurat data
pengukuraan saat palpasi
3. Menganjurkan dan memposisikan
ibu untuk tidur
terlentang dengan kedua kaki
ditekuk
R/: untuk membuat perut ibu tidak
tertarik
4. Palpasi untuk mengukur batas
tinggi fundus uteri dengan
Menggunakan pita ukur (meteran)
R/: menentukan letak fundus uteri
lalu mengukur dengan
Meteran untuk memperoleh
data yang akurat
5. Menanyakan adanya keluhan nyeri
saat di palpasi sambil
Melihat respon klien
R/: mengantisipasi adanya keluhan
nyeri yang dapat
mengidentifikasikan masalah
baru seperti pendarahan
dan lain sebagainya
6. Mencatat hasil pemeriksaan tinggi

18
fundus uteri
R/: mendokumentasikan pencatatan
pada lembar
pemeriksaan involusi uteri.

Tahap terminasi :
1. Mengevaluasi perasaan pasien
2. Memberikan pujian kepada pasien
3. Kontrak waktu untuk kegiatan
selanjutnya
4. Menyampaikan salam

Keterangan :

1= dikerjakan tapi tidak dengan sempurna

2= dikerjakan dengan sempurna

0= tidak dikerjakan

Mataram, 20

Penguji

( )

19

Anda mungkin juga menyukai