Anda di halaman 1dari 14

PROLAPS UTERI

Definisi :
Prolaps uteri adalah herniasi uterus dari lokasi anatomi alaminya ke dalam saluran
vagina, melalui selaput dara, atau melalui introitus vagina. Hal ini disebabkan oleh
melemahnya struktur pendukung sekitarnya. Prolaps uteri adalah salah satu dari
beberapa kondisi yang diklasifikasikan dalam istilah prolaps organ panggul yang lebih
luas. (Chen dan Thompson, 2022)
Faktor Resiko :
Penyebab prolapsus organ panggul belum diketahui secara pasti, namun secara hipotetik
penyebab utamanya adalah persalinan pervaginam dengan bayi aterm. Pada studi
epidemiologi menunjukkan bahwa faktor risiko utama penyebab prolapsus uteri adalah
persalinan pervaginam dan penuaan.
Tabel Penyebab dan Faktor Resiko
Kongenital
1 Anatomi : dinding vagina yang pendek, tumor uteri, tumor ovarium
2 Defek kolagen : Sindrom Ehlers-Danlos, Sindrom marfan
3 Genetik
4 Ras : kaukasia memiliki factor resiko lebih tinggi disbanding ras lainnya.
Obstetri
1 Kehamilan
2 Persalinan dengan forsep
3 Terlalu muda saat persalinan pertama
4 Persalinan dengan kala II lama
Iatrogenik
Operasi pelvik : Colpospension, trauma pelvic
Peningkatan tekanan intra-abdomen
1 Straining
2 Konstipasi
3 Heavy Lifting
4 Riwayat Chronic Obstructive Airway Disease
Lainnya
1 Usia
2 Riwayat penyakit keluarga : prolaps uteri
3 BMI
4 Defisiensi estrogen

Multiparitas, persalinan pervaginam, usia dan BMI ditemukan sebagai faktor risiko umum
untuk prolaps, sementara persalinan pervaginam adalah faktor predisposisi tersering.
Prolaps uteri memiliki korelasi yang kuat antara usia dan BMI, dan persalinan normal.
Menurut penelitian lain, penyakit paru kronis menciptakan tekanan intra-abdomen yang
terus-menerus merupakan faktor resiko.
Pengurangan fungsional dan organik otot levator ani yang diinduksi traumatis,
metabolisme kolagen patologis, seperti peningkatan sintesis dan deposisi kolagen tipe III
serta kolagenosis yang ditentukan secara genetik (Ehlers-Danlos, sindrom Marfan),
berdampak pada risiko POP. Bertambahnya usia kehamilan, aktivitas kolagenolitik
meningkat dan melemahkan jaringan ikat yang pada gilirannya mendukung persalinan
prematur dan selanjutnya prolaps genital. Faktanya, wanita hamil dengan sindrom
Ehlers-Danlos atau Marfan berisiko tinggi mengalami prolaps uteri.
Komplikasi intrapartum utama yang berhubungan dengan POP meliputi ketidakmampuan
untuk mencapai dilatasi serviks yang memadai, tingkat laserasi serviks yang tinggi, dan
menyebabkan komplikasi persalinan lama. (Tsikouras, et al, 2013)

Epidemiologi
Pada studi Women’s Health Initiative (Amerika), 41 % wanita usia 50-79 tahun
mengalami Prolapsus Organ Panggul (POP), diantaranya 34% mengalami cystocele,
19% mengalami rectocele dan 14% mengalami prolapsus uteri.5 Prolapsus terjadi di
Amerika sebanyak 52% setelah wanita melahirkan anak pertama, sedangkan di
Indonesia prolapsus terjadi sebanyak 3,4-56,4% pada wanita yang telah melahirkan.
Data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menunjukkan setiap tahun ada 47-67 kasus
prolapsus, dan sebanyak 260 kasus pada tahun 2005-2010 yang mendapat tindakan
operasi.

Prolapsus organ panggul (POP) merupakan masalah yang sering dialami dengan
prevalensi 41-50% dari keseluruhan perempuan di atas usia 40 tahun dan akan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup seorang perempuan.
Insidensi bedah untuk POP yaitu 15-49 kasus per 10.000 perempuan per tahun. (Kasiati
K, Lestari D, Hardianto G,2012)
Di Indonesia Sebagian besar pasien prolapsus uteri berusia ≥ 50 tahun (80,4%),
multipara (82,1%), sudah menopause (83,9%) dan BMI < 25 kg/m2 (51,8%). (Baiq Cipta
& Besari 2015)

Anatomi dan fisiologi uterus

Uterus adalah struktur otot berdinding tebal yang terletak di garis tengah rongga
panggul perut. Uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium (lapisan terdalam), miometrium,
dan perimetrium (lapisan terluar). Ketebalan dan struktur endometrium bervariasi
berdasarkan stimulasi hormonal.

Rahim terdiri dari empat bagian: fundus, corpus, isthmus, dan serviks. Korpus
adalah segmen terbesar dan terhubung ke serviks melalui istmus. Serviks menghubungkan
korpus uteri dengan vagina. Rahim berada di belakang kandung kemih dan di depan rektum

Gambar 1. Anatomi genitalia interna wanita


Anatomi dasar panggul

Dasar panggul terdiri atas otot levator ani, uretra dan otot sfingter ani serta jaringan
ikat endopelvis. Lapisan pertama dukungan otot terdiri dari otot iliococcygeus serta fascia
obturator internus. Lapisan kedua terdiri dari otot puboviseralis yaitu m. puborectalis dan
m.pubococcygeus yang mengelilingi hiatus urogenitalis dimana uretra, vagina, anorectum
berjalan melaluinya.

Gambar 2 : Otot pelvis dilihat dari atas

Patofisiologi

Penyokong utama viseral panggul terdiri atas kompleks otot levator ani dan jaringan ikat
pelekat organ-organ panggul (fasia endopelvic). Kerusakan atau disfungsi dari satu atau
kedua komponen ini dapat menyebabkan terjadinya POP. Kompleks otot levator ani
berkontraksi dengan kuat saat istirahat dan menutupi hiatus genitalis serta memberikan
dasar yang stabil untuk viseral panggul. Penurunan tonus otot levator ani yang
disebabkan oleh denervasi atau kerusakan otot secara langsung menimbulkan
pembukaan hiatus genitalis, kelemahan levator plate dan pembentukan konfigurasi
seperti mangkok. Defek yang nyata pada daerah puboviceral dan iliococcygeal dari
kompleks otot levator ani sesudah melahirkan pervaginam terjadi pada 20% wanita
primipara dengan pemeriksaan MRI, sedangkan pada wanita nulipara tidak terjadi. Hal ini
membuktikan bahwa melahirkan pervaginam berkontribusi untuk terjadinya POP melalui
cedera pada otot levator ani. (Jelovsek, Maher, Barber 2007)

Cedera neuropati dari otot levator ani juga dapat disebabkan oleh melahirkan
pervaginam. Wanita yang pernah melahirkan pervaginam memiliki resiko lebih tinggi
mengalami defek neuropati dibandingkan dengan yang melahirkan melalui seksio sesaria
tanpa cedera. Mengedan terlalu sering saat BAB juga dihubungkan dengan denervasi
otot- otot panggul. Mengedan berlebihan dapat menyebabkan cedera peregangan saraf
pudendal sehingga menimbulkan neuropati. (Weidner, Jamison, 2006)

Fasia endopelvic merupakan jaringan ikat yang membungkus semua organ-organ


panggul dan menghubungkannya dengan otot-otot penyokong dan tulang-tulang panggul.
Jaringan ikat ini menahan vagina dan uterus pada posisi normalnya sehingga
memungkinkan pergerakan visceral untuk menyimpan urin dan feses, berhubungan
seksual, melahirkan, dan BAB. Kerusakan atau peregangan jaringan ikat ini terjadi
padasaat melahirkan pervaginam atau histerektomi, dengan mengedan terlalu sering
atau dengan proses penuaan normal. Bukti tentang abnormalitas jaringan ikat dan proses
perbaikannya pasca cedera menjadi faktor predisposisi beberapa wanita mengalami
POP. Wanita yang mengalami POP dapat menunjukkan adanya perubahan metabolisme
kolagen, meliputi penurunan kolagen tipe I dan peningkatan kolagen tipe III. (Moalli,
Shand,2005)

Diagnosis

Gejala prolapsus uteri bersifat individual, berbeda-beda pada setiap orang. Tingkat
keparahan prolapsus uteri bervariasi. Kadangkala penderita dengan prolapsus yang cukup
berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolapsus ringan
mempunyai banyak keluhan. Keluhankeluhan yang paling umum dijumpai (Anwar
Mochamad,dkk 2011):

1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal di vagina atau menonjol di genitalia
eksterna
2. Rasa sakit di panggul atau pinggang (backache) merupakan gejala klasik dari
prolapsus
3. Luka dan dekubitus pada porsio uteri akibat gesekan dengan celana atau pakaian
dalam
4. Gangguan berkemih, seperti inkontinensia urin atau retensi urin
5. Kesulitan buang air besar
6. Infeksi saluran kemih berulang
7. Perdarahan vagina
8. Rasa sakit atau nyeri ketika berhubungan seksual (dispareunia)
9. Keputihan atau cairan abnormal yang keluar melalui vagina
10. Prolapsus uteri derajat III dapat menyebabkan gangguan bila berjalan dan bekerja

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik difokuskan pada pemeriksaan panggul, dimulai dengan inspeksi


pada vulva dan vagina untuk mengidentifikasi adanya erosi, ulserasi, atau lesi lain. Lesi
yang mencurigakan harus dibiopsi dengan segera. Ulkus yang nampak jinak harus
diobservasi dengan ketat dan dibiopsi jika tidak sembuh dengan pemberian terapi.
(Weber & Richter, 2015)

Penggunaan spekulum vagina atau retractor sangat membantu untuk menentukan


bagian vagina yang terkena prolaps. Vaginal bulge (Gambar 3 kiri) yang tidak
teridentifikasi hanya melalui inspeksi dapat dengan jelas diidentifikasi sebagai ujung
vagina, dimana vagina anterior dan posterior mengalami retraksi (Gambar 3 kanan).
Prolaps vagina anterior dapat lebih jelas diamati sesudah dilakukan retraksi vagina
posterior.. Prolaps vagina posterior (rectocele) akan lebih mudah diidentifikasi melalui
pemeriksaan vagina. Pemeriksaan rectovaginal dapat membedakan prolaps vagina
posterior, prolaps apikal tinggi (kemungkinan enterocele) atau kombinasi dari keduanya.
(Marijke dkk,2009)

Gambar 3 Kiri, (POP derajat 2 melalui inspeksi), Kanan (POP ujung vagina derajat II dengan
retraksi vagina anterior dan posterior) (Dikutip dari Weber and Richter, 2005) Standar penentuan
derajat prolaps yang direkomendasikan oleh International Continence Society adalah Panggul
Organ Prolapsse Quantification System (POP-QS). (Seo and Kim,2006).
Sistem ini mengukur 9 lokasi vagina dan vulva terhadap hymen dalam sentimeter (Gambar
4). Sembilan lokasi ini digunakan untuk menentukan derajat prolaps dari 0 sampai IV. POP-
QS mungkin lebih mendetail daripada keperluan untuk memberi perawatan klinis, namun

Gambar (4). Diagram Panggul Organ Prolapsse Quantification System (POPQS) melalui
pemeriksaan fisik. Memperlihatkan 6 tempat (Titik Aa dan Ba di bagian anterior, Titik Aa dan
Bp di bagian posterior, Titik C untuk cervix atau apex, Titik D untuk cul-de-sac), genital
hiatus (gh), perineal body (pb), dan total vaginal length (tvl). (Dukutip dari Weber, 2005)

Dokter harus familiar dengan sistem ini karena kebanyakan penelitian sekarang
menggunakannya untuk menampilkan hasil penelitian. Ada 2 keuntungan penting sistem ini
dibandingkan sistem sebelumnya yaitu, 1) teknik terstandarisasi dengan pengukuran
kuantitatif saat mengendan relatif terhadap batas yang konstan yaitu hymen dan 2) menilai
prolaps pada berbagai tempat di vagina. Pada saat menggunakan POP-QS, dokter
disarankan untuk mencatat sekurangnya 3 pengukuran: perluasan prolaps dalam sentimeter
terhadap hymen yang melibatkan vagina anterior, serviks atau ujung vagina, dan vagina
posterior. Tabel 2 memperlihatkan penentuan derajat POP berdasarkan POP-QS.
(ACOG,2007),(Junizaf & Budi,2013)

Untuk prolapsus uteri, Friedman dan Little (1961) mengemukakan beberapa macam
klasifikasi, tetapi klasifikasi yang dianjurkan sebagai berikut (Anwar Mochamad,dkk 2011)

Penatalaksanaan
Observasi
Derajat luasnya prolapsus tidak berhubungan dengan gejala. Apabila telah menderita
prolapsus, mempertahankan tetap dalam stadium I merupakan pilihan yang tepat. Observasi
direkomendasikan pada wanita dengan prolapsus derajat rendah (derajat 1 dan derajat 2,
khususnya untuk penurunan yang masih di atas himen). Memeriksakan diri secara berkala
perlu dilakukan untuk mencari Derajat prolapsus uteri,perkembangan gejala baru atau
gangguan, seperti gangguan dalam berkemih atau buang air besar, dan erosi vagina.

Konservatif
Pilihan penatalaksaan non-bedah perlu didiskusikan dengan semua wanita yang mengalami
prolapsus. Terapi konservatif yang dapat dilakukan, diantaranya:

1) Latihan otot dasar panggul


Latihan otot dasar panggul (senam Kegel) sangat berguna pada prolapsus ringan,
terutama yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lebih dari enam bulan.
Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang
mempengaruhi miksi. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review
of conservative management prolapsus uteri menyimpulkan bahwa latihan otot dasar
panggul tidak ada bukti ilmiah yang mendukung. Cara melakukan latihan yaitu,
penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti setelah
selesai buang air besar atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang
mengeluarkan buang air kecil dan tiba-tiba menghentikannya.

2) Pemasangan Pesarium
Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan prolapsus tanpa
melihat stadium ataupun lokasi dari prolapsus. Pesarium digunakan oleh 75%- 77%
ahli ginekologi sebagai penatalaksanaan lini pertama prolapsus. Alat ini tersedia
dalam berbagai bentuk dan ukuran, serta mempunyai indikasi tertentu.
Tabel . Tipe, mekanisme kerja, dan indikasi berbagai pesarium
Tipe Mekanisme Kerja Indikasi Keterangan
Ring Suportif Sistokel, prolapsus Ketebalan, ukuran,
uteri ringan dan rigiditas
bervariasi
Donut Suportif Semua prolapsus Mengikuti
kecuali defek kurvatura vagina
posterior berat
Lever Suportif Sistokel,
penurunan uterus
ringa
Dish Suportif Prosidensia berat
stem Suportif Sistokel, Perlu dilepaskan
prosidensia ringan setiap hari
Cube Mengisi ruang Semua prolapsus Perlu dilepaskan
setiap hari
Daftar Produk Pesarium

No Merk Ukuran Harga mulai


1. Laminar Germany 50/55/60/65/70/75/80/85 Rp. 80.000,-
2. Simaclous 60/65//70/75/80/85 Rp. 435.000,-
3. Santropene Food 60/65/70/75/80 Rp. 92.500,-
Grade
4. Rusch 50/55/60/65/70/80 Rp. 370.000,-
5. Rubber tanpa Merk 50/55/60/65/70/75/80/85 Rp. 50.000,-
6. Onemed 60/65/70/75/80/85 Rp. 90.000,-

Pesarium dapat dipakai bertahun-tahun, tetapi harus diawasi secara teratur.


Penempatan pesarium bila tidak tepat atau bila ukurannya terlalu besar dapat
menyebabkan iritasi atau perlukaan pada mukosa vagina sehingga dapat
menyebabkan ulserasi dan perdarahan.

Operatif
Operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur
penderita, masih berkeinginan untuk mendapatkan anak atau mempertahankan
uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan. Prolapsus uteri biasanya disertai
dengan prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri,
prolapsus vagina juga perlu ditangani. Terdapat kemungkinan prolapsus vagina yang
membutuhkan pembedahan, tetapi tidak ada prolapsus uteri atau prolapsus uteri
yang ada belum perlu dioperasi. Macam-macam operasi untuk prolapsus uteri
sebagai berikut:
1) Ventrofikasi
Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan
anak. Cara melakukannya adalah dengan memendekkan ligamentum rotundum atau
mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi
Purandare (membuat uterus ventrofiksasi).

2) Operasi Manchester
Operasi ini disarankan untuk penderita prolapsus yang masih muda, tetapi
biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan ligamentum kardinale
yang telah dipotong, di depan serviks dilakukan pula kolporafi anterior dan
kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang
memanjang (elongasio koli). Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, partus
prematurus, abortus. Bagian yang penting dari operasi Manchester ialah penjahitan
ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum
kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi,
dan turunnya uterus dapat dicegah.

3) Histerektomi Vagina
Operasi ini tepat dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut (derajat III dan
IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan pada wanita yang telah menopause.
Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum
kanan dan kiri atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan
dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala saluran pencernaan seperti, sembelit, inkontinensia flatus,
urgensi tinja, kesulitan dalam mengosongkan rektum atau gejala yang berhubungan
dengan gangguan buang air besar dan untuk mencegah prolaps vagina di kemudian
hari.

4) Kolpokleisis (kolpektomi)
Tindakan ini merupakan pilihan bagi wanita yang tidak menginginkan fungsi
vagina (aktivitas seksual dan memiliki anak) dan memiliki risiko komplikasi tinggi.
Operasi ini dilakukan dengan menjahit dinding vagina depan dengan dinding vagina
belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus terletak di atas vagina.
Keuntungan utama dari prosedur ini adalah waktu pembedahan singkat dan
pemulihan cepat dengan tingkat keberhasilan 90 - 95%.
DAFTAR PUSTAKA

Chen, C.J. and Thompson, H. (no date) Uterine prolapse - statpearls - NCBI bookshelf,
National Library of Medicine. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK564429/
(Accessed: December 18, 2022).

Tsikouras, P. et al. (2013) “Uterine prolapse in pregnancy: Risk factors, complications and
management,” The Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine, 27(3), pp. 297–302.
Available at: https://doi.org/10.3109/14767058.2013.807235.

Price, S. A., & Wilson, L.M., (2012).Patofisiologi: konsep klinis prosesprosespenyakit, 6 ed.
vol. 1. Alih bahasa : Pendit BU, et al. Editor : Hartanto, H., et al. Jakarta: EGC

Kasiati K, Lestari D, Hardianto G. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Prolaps Uteri pada Pasien Kunjungan Baru di Poli Kandungan RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. Wahana Riset Kesehatan; 2011

http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico

Jelovsek JE, Maher C, Barber MD. Pelvic organ prolapse. Lancet. 2007;369:1027–38.

Weidner AC, Jamison MG, Branham V, South MM, Borawski KM, Romero AA. Neuropathic
injury to the levator ani occurs in 1 in 4 primiparous women. Am J Obstet Gynecol. 2006;
195:1851–56.

Moalli PA, Shand SH, Zyczynski HM, Gordy SC, Meyn LA. Remodeling of vaginal
connective tissue in patients with prolapse. Obstet Gynecol. 2005; 106:953–63.

Anwar Mochamad, Baziad Ali, Prabowo R. Prajitno. Ilmu Kandungan: Kelainan Letak Alat-
Alat Genital. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.

A service of the A service of the U.S. National Library of Medicine  U.S. National Library of
Medicine National Institu  National Institutes of Health. of Health.  Uterine Prolapse
[internet].2013 Uterine prolapse: MedlinePlus Medical Encyclopedia

Weber AM and Richter HE. Pelvic Organ Prolapse. Obstet Gynecol. 2005;106:615- 634.
Marijke C, Slieker-ten Hove MC, Pool-Goudzwaard AL, Eijkemans MJ, Steegers-
Theunissen RP, Burger CW, Vierhout ME. Symptomatic pelvic organ prolapsed and possible
risk factors in a general population. Am J Obstet Gynecol. 2009; 200:184e1– 184e7.

Seo JT and Kim JM. Pelvic Organ Support and Prevalence by Pelvic Organ Prolapse-
Quantification (POP-Q) in Korean Women. The Journal of Urology. 2006;175:1769– 1772.

ACOG. Pelvic Organ Prolapse. Obstet Gynecol. 2007;110(3):717-29

Junizaf, Santoso Budi Iman. Panduan Penatalaksanaan Prolaps Organ Panggul. Himpunan
Uroginekologi-POGI; 2013

Anda mungkin juga menyukai