E.C
Oleh
PENDAMPING
dr.Tri Endang Wati
dr. Frans Otto Hasibuan
DR REKSODIWIRYO
PADANG
2019
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Risk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
>6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
>12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam,
atau >4 mg/dL >24 jam atau
dengan kenaikan anuria >12 jam
akut > 0,5 mg/dL
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4
minggu
End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3
bulan
2.2 Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis
AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa
menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit
yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI
renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih
6
AKI Prarenal
I . Hipovolemia
- Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular Kerusakan jaringan
(pankreatitis), hipoalbuminemia, obstruksi usus
- Kehilangan darah
- Kehilangan cairan ke luar tubuh
Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui saluran kemih
(diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit (luka bakar)
amphotericinB
- Hipoperfusi ginjal lokal
Stenosis a.renalis, hipertensi maligna
V. Sindrom hiperviskositas
- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia
AKI Renal/intrinsik
I . Obstruksi renovaskular
- Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli, diseksi
aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis, kompresi)
8
AKI Pascarenal
I . Obstruksi ureter
Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi eksternal
II. Obstruksi leher kandung kemih
Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu, kegana-san, darah
III. Obstruksi uretra
Striktur, katup kongenital, fimosis
Pada sebuah studi di ICU sebuah rumah sakit di Bandung selama pengamatan tahun 2005-2006,
9
didapatkan penyebab AKI (dengan dialisis) terbanyak adalah sepsis (42%), disusul dengan gagal
jantung (28%), AKI pada penyakit ginjal kronik (PGK) (8%), luka bakar dan gastroen-teritis akut
(masing-masing 3%).11
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang
telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut
memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK.
Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lain
riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI, pemeriksaan klinis
(anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit (pemulihan pada AKI) dan
ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal
umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan
membesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik.4,9 Upaya
pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI,
dan penentuan komplikasi.
Cr plasma)/(Na plasma x Cr urin)] mencapai kurang dari 1%, FEUrea kurang dari
35%. Sebagai pengecualian, adalah jika vasokonstriksi terjadi pada seseorang
yang menggunakan diuretik, manitol, atau glukosuria yang menurunkan
reabsorbsi Na oleh tubulus dan menyebabkan peningkatan FENa. Hal yang sama
juga berlaku untuk pasien dengan PGK tahap lanjut yang telah mengalami
adaptasi kronik dengan pengurangan LFG. Meskipun demikian, pada beberapa
keadaan spesifik seperti ARF renal akibat radiokontras dan mioglobinuria, terjadi
vasokonstriksi berat pembuluh darah ginjal secara dini dengan fungsi tubulus
ginjal yang masih baik sehingga FENa dapat pula menunjukkan hasil kurang dari
1%.13
Katabolisme
Variabel Ringan Sedang Berat
Kelebihan cairan - Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (<1 L/hari)
intravaskular
- Penggunaan diuretik
2.10 Pencegahan
Mengingat terapi AKI yang belum sepenuhnya me-muaskan, maka
pencegahan sangat penting untuk dilakukan. Walaupun demikian sampai saat ini,
tidak ada pencegahan umum yang dapat diberikan pada seorang dengan penyakit
dasar yang dapat menyebabkan AKI,seperti usia lanjut dan seseorang dengan
PGK. Pencegahan AKI terbaik adalah dengan memperhatikan status hemodinamik
seorang pasien, mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah penggunaan
zat nefrotoksik maupun obat yang dapat mengganggu kompensasi ginjal pada
seseorang dengan gangguan fungsi ginjal. Dopamin dosis ginjal maupun diuretik
16
Daftar Pustaka
1. Lameire N, Biesen WV, Vanholder R. The rise of prevalence and the fall of
mortality of patients with acute renal failure: what the analysis of two
17
databases does and does not tell us. J Am Soc Nephrol. 2006;17:923-5.
3. Waikar SS. Declining mortality in patients with acute renal fail-ure, 1988 to
2002. J Am Soc Nephrol. 2006;17:1143-50.
4. Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, edi-tor. Harrison’s principle
of internal medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53.
5. Mehta RL, Chertow GM. Acute renal failure definitions and clas-sification:
time for change?. J Am Soc Nephrol. 2003;14:2178-87 .
6. Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnock DG, et al.
Acute kidney injury network: report of an initiative to improve outcomes in
acute kidney injury. Critical Care. 2007,11:R31.
9. Roesli RMA. Diagnosis dan etiologi gangguan ginjal akut. Dalam Roesli
RMA, Gondodiputro RS, Bandiara R, editor. Diagnosis dan pengelolaan
gangguan ginjal akut. Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin; 2008.p.41-66.
10. Abuelo JG. Normotensive ischemic acute renal failure. N Engl J Med.
2007;357:797-805.
11. Roesli RMA, Martakusumah AH, Suryanto. Terapi dialisis pada penderita
sakit kritis dengan gagal ginjal akut. Ginjal Hipertensi. 2007;7(1):12-17.
12. Markum HMS. Gagal ginjal akut. Dalam Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Ed 4.
Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006. p.585-9.
13. Schrier RW, Wang W, Poole B, Mitra A. Acute renal failure: definitions,
diagnosis, pathogenesis, and therapy. J. Clin. Invest. 2004;114:5-14.
14. Waikar SS, Liu KD, Chertow GM. Diagnosis, epidemiology and outcomes of
acute kidney injury. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3:844-861.
15. Biesen WV, Vanholder R, Lameire N. Defining acute renal fail-ure: RIFLE
and Beyond. Clin J Am Soc Nephrol. 2006;1:1314–9.
16. Coca SG, Parikh CR. Urinary biomarkers for acute kidney injury:
perspectives on translation. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3:481-490 .
18 . Sutarjo B. Poliuria pada gagal ginjal akut. Dalam Dharmeizar, Marbun MBH,
editor. Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrol-ogy & hypertension course and
symposium on hypertension. Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.53-9.
19 . Gill N, Nally Jr JV, Fatica RA. Renal failure secondary to acute tubular
necrosis. Chest. 2005;128;2847-2863.
24 . Loekman JS. Vasoactive drugs and the kidney. Dalam: Dharmeizar, Marbun
MBH, editor. Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrol-ogy & hypertension
course and symposium on hypertension. Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.13-17.
25 . Kumar VS. Renal dose dopamine in acute renal failure. Indian J Urol.
20
2000;16:175.
27 . O’Leary MJ, Bihari DJ. Preventing renal failure in the critically ill:There are
no magic bullets-just high quality intensive care. Br Med J. 2001;322:1437-9.
PORTOFOLIO KASUS
Cara Membahas
□ Diskusi□ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Data Pasien Nama : Ny R No. Reg : 24.51.56
Nama RS : RS Tk III Reksodwiryo Padang Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
• Muntah (+), muntah 3x dalam sehari ini isi apa yang yang dimakan dan diminum. Os
muntah sejak 2 hari yang lalu
• Mual (+), demam (-)
• Mencret (-), BAB normal
• BAK sedikit sejak 4 hari yang lalu
• Riwayat termakan nasi yang air untuk memasak nasi bercampur dengan pupuk urea yang
telah larut sejak 4 hari yang lalu.
• Kerongkongan terasa pahit (+)
• Badan terasa lemas sejak 4 hari yang lalu
• Penurunan nafsu makan (+)
• Riwayat stroke (-), diabetes mellitus (-), Riwayat hipertensi (-)
2. Objektif :
a. Vital sign
KU : sedang
Kesadaran : CMC/GCS: E4M5V6
Tekanan darah : 120/70
Frekuensi nadi : 88 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x /menit
Suhu : 37 0C
b. Pemeriksaan sistemik
Kulit : Teraba hangat, pucat (+), ikterik (-), sianosis (-)
Kepala: Normocephal, rambut hitam, mudah rontok (-).
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor 3/3 mm, refleks
cahaya +/+ normal.
Telinga :Tidak ditemukan kelainan.
Hidung: Tidak ditemukan kelainan.
Mulut : Tidak ditemukan kelainan.
Tenggorok: Tenggorokan terasa pahit
Faring : Tidak ditemukan kelainan.
Leher : Kaku kuduk (-), JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran kelenjar getah
24
bening
Thoraks
Paru :
Inspeksi : normochest
Palpasi : fremitus kiri=kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
3. Assesment(penalaran klinis) :
Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien perempuan berumur 35 tahun dengan
diagnosis kerja GERD ec keracunan pupuk urea. Dasar diagnosis pada pasien adalah dari
25
anamnesis didapatkannyeri ulu hati sejak 4 hari yang lalu, memberat 2 hari SMSR. Mual (+)
muntah 3x dalam sehari ini isi apa yang dimakan dan diminum. Os muntah sejak 2 hari yang
lalu. Dada terasa terbakar sejak 4 hari yang lalu. Os riwayat termakan nasi yang air untuk
memasak nasi bercampur dengan pupuk urea yang telah larut sejak 4 hari yang lalu.
Kerongkongan terasa pahit. Badan tampak lemas. Penurunan nafsu makan. BAK hanya
sedikit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium (+). Pada pemeriksaan
jantungiktus cordis tidak terlihat dan tidak teraba, batas jantung dalam batas normal, irama
teratur, bising dan gallop tidak ada. Pada ekstremitasakral teraba hangat, refilling kapiler
<2”.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hemoglobin 11,3gr/dl, leukosit 7.640/mm3,
hematokrit 32,8 %, trombosit 280.000/mm3, dan gula darah sewaktu 101 mg/dl.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dengan obat-obatan
serta pengobatan terhadap komorbid yang dijumpai.
4. Plan :
Diagnosis : GERD ec Keracunan Pupuk Urea
Pengobatan :
IVFD RL 1 kolf/ 8 jam
Inj Omeprazol 2x1 amp
Inj Ondansentron 2x1 amp
Sucralfate syr 3x1 cth
Pendidikan :
Kepada keluarga dijelaskan mengenai GERD ec keracunan pupuk urea, penyebab,
dan dasar pengobatannya. Dijelaskan juga kepada keluarga bahwa kondisi yang dialami
oleh pasien merupakan keadaan sedang. Prognosis penyakit ini dubia dan diperlukan
pengobatan sesegera mungkin untuk mencegah kerusakan dan komplikasi.
26
Follow Up
Tanggal/Jam Follow up
O/ KU: Sedang
KS: CM
TD: 110∕80mmHg
RR : 22 x/ menit
Suhu : 36 º C
Laboratorim:
Hb : 11,3 gr/dl
Leukosit : 7.640/mm3
Ht : 32,8 %
Trombosit : 280.000/mm3
GDS : 101 mg/dl
P/ Th/ lanjut
O/ KU: Sedang
KS: CM
TD: 110∕80mmHg
RR : 22 x/ menit
Suhu : 36 º C
Laboratorim:
28
Hb : 11,3 gr/dl
Leukosit : 7.640/mm3
Ht : 32,8 %
Trombosit : 280.000/mm3
GDS : 101 mg/dl
Ureum : 294,4 mg/dl
Creatinin : 10,49 mg/dl
SGOT : 27,1
SGPT : 83,3
A/Intoksikasi Pupuk Urea
P/ Th/ Lanjutan
O/ KU: sedang
KS: CM
TD: 120/80
Nadi : 82x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7 º C
P/ Th/ lanjut
Cek Ur/Cr
29
O/ KU : sedang
Kes : CM
TD : 120/80
Nadi : 78x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37C
Urin Rutin
MAKROSKOPIS
Warna : Normal
BJ : 1.015
PH : 5,5
KIMIA
Albumin : +/positif
Reduksi : -/negatif
Bilirubin : -/negatif
Urobilinogen : +/positif
30
MIKROSKOPIS /SEDIMEN
Leukosit : 2-3/LPB
Eritrosit : 3-5/LPB
Rencana HD besok
Kes : CM
TD : 130/90
Nadi : 80x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37C
P/ HD via Femoral
15.20 O/ KU : sedang
Kes : CM
TD : 110/70
Nadi : 80x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37C
P/ Th/lanjut
Cek Ur/Cr
16.00 O/ KU : sedang
Kes : CM
TD : 130/80
Nadi : 80x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37C
P/ Th/ Lanjut
16.00 O/ KU : sedang
Kes : CM
TD : 130/80
Nadi : 80x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37C
P/ Boleh pulang
Methylprednisolone 3x2tab