Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi

mendadak, dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti oleh kegagalan

ginjal untuk mengeksresi sisa metabolisme nitrogen dengan atau tanpa disertai

terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.(1,2)

Acute Kidney Injury adalah suatu kondisi klinis yang spesifik.Manifestasinya

dapat bervariasi, mulai dari yang ringan tanpa gejala, hingga yang sangat berat

dengan disertai gagal organ mutiple.Gangguan ginjal akut dapat terjadi pada pasien

yang dirawat dirumah sakit (hospital-aquired) baik diruang intensif maupun bangsal

biasa, bahkan bisa ditemukan di luar rumah sakit (commuity-aquire).(1,2)

Di negara berkembang, insiden gangguan ginjal akut pada populasi umum

jarang dilaporkan karena tidak semua pasien dirujuk ke rumah sakit.Gangguan ginjal

akut yang ringan dapat sembuh sendiri di luar rumah sakit sedangkan gangguan ginjal

akut yang berat seringkali tidak mencapai rumah sakit karena masalah geografis atau

ekonomi. Wang,et al (2012) di Cina melaporkan angka kejadian gangguan ginjal akut

sebesar 0,54/1000 pasien yang dirawat, sedangkan Kohl et al (2013) di India

melaporkan 6,6/1000 pasien yang dirawat. Di negara maju, angka kejadian gangguan

ginjal akut di rumah sakit jauh lebih tinggi dibandingkan negara berkembang, dan

1
umumnya terjadi pada usia lanjut atau pasca operasi jantung. Sedangkan di negara

berkembang, gangguan ginjal akut lebih banyak terjadi pada usia muda dan anak-

anak, dengan etiologi dehidrasi, infeksi, toksik atau kasus-kasus obstetri.(3)

Acute kidney injury (AKI) merupakan komplikasi yang sering dan berat pada

pasien sepsis di ICU.Terlebih lagi, terdapat bukti kuat antara sepsis dan syok sepsis

sebagai penyebab AKI pada pasien sakit kritis. Terhitung sekitar 50% atau lebih

pasien di ICU akan terjadi AKI dengan angka mortalitas yang tinggi. Penelitian

TheBeginning and Ending Supportive Therapy (BEST), yang mengevaluasi 54 rumah

sakit yang tersebar di 23 negara, menemukan bukti bahwa sepsis adalah penyebab

AKI paling sering pada pasien kritis (47,5%) dan melaporkan bahwa 13,8 % dari

pasien-pasien AKI yang menjalani hemodialisis (HD) sewaktu dirawat, setelah keluar

dari rumah sakit ternyata harus melanjutkan hemodialisis.(3)

Sepsis dan syok sepsis adalah faktor resiko penting terjadinya AKI terutama

pada pasien dengan penyakit kritis, sering berakhir dengan kematian meskipun telah

dilakukan resusitasi atau terapi pengganti ginjal.Kejadian gangguan ginjal akut pada

penderita sepsis diperkirakan 42% dan bila terjadi syok sepsis meningkat menjadi

51%.Kombinasi sepsis dan gangguan ginjal ini menyebabkan 70% kematian,

sedangkan pada pasien yang hanya gangguan ginjal akut saja kematian 45%.Di

Amerika di perkirakan 700.000 kasus sepsis setiap tahunnya menyebabkan kematian

> 200.000 kasus pertahun.Kombinasi sepsis dan gangguan ginjal akut menjadi

masalah yang serius, sehingga menjadi substansi yang perlu dipahami dimana sepsis

2
berhubungan erat dengan terjadinya gangguan ginjal akut, yang berefek lamanya

rawatan di rumah sakit, besarnya rawatan dan risiko kematian.(4)(3)

Parikh et al (2008) melaporkan bahwa gangguan ginjal akut yang didiagnosis

dengan klasifikasi Risk Injury Failure Loss and End stage renal failure (RIFLE) atau

menggunakan kreatinin serum, diagnosisnya sudah terlambat (> 48 jam), padahal

injury (kerusakan) sudah dapat diketahui lebih dini (dalam 6 jam) bila menggunakan

biomarker yang lebih sensitif.(5)

Menurut ADQI, produksi urin merupakan penanda yang cukup sensitive

dalam menilai penurunan fungsi ginjal dan pada penderita dengan kondisi kritis

penurunan produksi urin seringkali mendahului peningkatan serum kreatinin. volume

produksi urin pasien-pasien AKI tampak jelas sudah berkurang (oliguria) sampai

periode 6 jam paska pembedahan. Dalam pengamatan selanjutnya, pasien tetap

mengalami keadaan oliguria sampai pengamatan 24 jam paska pembedahan.

Sedangkan pada kelompok non AKI meskipun rerata volume produksi urin sampai

jam ke-6 paska pembedahan juga relative oliguria namun dengan penanganan yang

diberikan tampak produksi urinnya makin baik dan mencapai pola normal. Jadi dapat

dikatakan parameter volume produksi urin adalah baik sebagai alat diagnosis AKI.

Selain kurang invasive, monitoring volume produksi urin juga tidak memerlukan

biaya seperti pemeriksaan kadar serum kreatinin. oleh karena itu pencatatan produksi

volume urin sangat disarankan sebagai cara yang efisien dan efektif dalam

mendeteksi ada tidaknya gangguan fungsi ginjal.(6)

3
Beberapa tahun terakhir, ditemukan beberapa biomarker baru seperti:

Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL), Cystatin C dan Kidney Injury

Molecule-l (KIM-l) dan IL 18 urin. Biomarker-biomarker tersebut diteliti untuk dapat

mendiagnosis AKI secara dini pada beberapa keadaan khusus seperti; pasca operasi

jantung, pasca transplantasi, pemberian kontras dan sepsis.Besar harapan bahwa

biomarker-biomarker tersebut dapat berguna untuk meramalkan baik renal recovery

maupun non renal recovery.(5)

Neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) merupakan protein dari

golongan lipocalin, yaitu suatu rantai polipeptida yang terdiri dari 178 asam amino

dengan berat molekul 25-kDa yang terikat pada gelatinase dari neutrofil. Molekul

NGAL mengandung 8 β strand yang membentuk struktur barrel shape dengan kaliks

hidrofobik yang dapat berikatan dengan molekul kecil yang lipofilik. NGAL

diekspresikan oleh neutrophil dan berbagai sel epitel. Pada ginjal normal dihasilkan

dalam kadar yang sangat rendah, tetapi diinduksi melalui kerusakan epitel. Mishra et

al 2003 melakukan percobaan dengan binatang mendapatkan bahwa epitel ginjal

mengekspresikan sejumlah besar NGAL dalam waktu 30 menit setelah kerusakan

akibat iskemik/reperfusi, nefrotoksin, sepsis maupun perubahan kronik progresif.(7)

Untuk itu, penting sekali pemeriksaan NGAL urin dan jumlah urin output

pada penderita sepsis, sehingga memungkinkan kita untuk terapi lebih dini dalam

memproteksi fungsi ginjal, mengurangi masa dan biaya rawatan serta memperbaiki

prognosis.

4
1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada korelasi antara kadar NGAL urin dengan urin ouput pada pasien

Sepsis yang mengalami AKI?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum :

Mengetahui korelasi antara kadar NGAL urin dengan urin output pada pasien

sepsis yang mengalami AKI.

Tujuan Khusus :

1. Mengetahui perbedaan sensitivitas dan spesifisitas kadar NGAL urin

dengan urin output sebagai deteksi dini AKI.

2. Mengetahui hubungan antara kadar NGAL urin dengan kriteria RIFLE.

3. Mengetahui hubungan antara jumlah urin output dengan kriteria RIFLE.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan

ilmu pengetahuan tentang peranan NGAL urin pada deteksi dini AKI.

2. Diharapkan NGAL urin dapat digunakan untuk deteksi dini AKI.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Acute Kidney Injury (AKI) adalah suatu kondisi klinis yang spesifik dengan

manifestasi sangat bervariasi, mulai dari ringan tanpa gejala, hingga yang sangat berat

dengan disertai gagal organ multipel.Gangguan ginjal akut dapat terjadi pada pasien

yang dirawat di rumah sakit (hospital-acquired) baik rawat inap intensif maupun

rawat inap non-intensif, bahkan bisa ditemukan di luar rumah sakit (community-

acquired).(1)(2)

2.1 Definisi Acute Kidney Injury (AKI) secara tradisional.

Definisi GgGA sudah digunakan lebih dari 50 tahun, dimulai saat Homer

W.Smith menulis tentang fungsi dan struktur ginjal dalam buku The Kidney. Pada

awalnya Smith menggunakan definisi ini pada binatang percobaan maupun pada

manusia.Sejak itu definisi GgGA digunakan secara luas dalam berbagai kepustakaan,

namun karena tidak ada batasan yang jelas tentang definisinya maka timbul banyak

sekali variasinya.Menurut Van Biesen et al (2006) serta Murray & Palevsky (2007),

secara tradisonal definisi GgGA dapat dibedakan secara konseptual atau secara

klinik.(1)(3)

6
2.1.1 Definisi Konseptual.

Secara tradisional yang didefinisikan sebagai GgGA adalah : penurunan

fungsi ginjal mendadak, dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti oleh

kegagalan ginjal untuk mengekresikan sisa metabolisme nitrogen dengan atau tanpa

disetai terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.(3)

2.1.2 Definisi Klinik.

Definisi konseptual GgGA yang dikemukakan oleh Hommer W.Smith tidak

menyertakan batasan tentang para meter yang digunakan sebagai kriteria penurunan

fungsi ginjal mendadak. Oleh karena itu, berbagai definisi klinik GgGA yang

diajukan dalam literatur disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien.Seperti

diketahui GgGA dapat terjadi pada spektrum kondisi klinik yang sangat luas dan

bervariasi. (3)

Ada beberapa definisi yang menyertakan berat atau ringannya GgGA, antara

lain definisi menurut Brivet et al (1996), yaitu jika terjadi kenaikan kreatinin serum

sebesar 50% hingga mencapai paling sedikit 2 mg/dl disebut GgGA, sedangkan

kenaikan kreatinin serum sebesar 100% hingga mencapai paling sedikit 3,5 mg/dl

disebut GgGA berat. Sedangkan Bates et al (2001) membuat diagnosis GgGA jika

ada kenaikan kreatinin serum 100% hingga mencapai paling sedikit 3,0 mg/dl,

Agrawal (2000) membuat definisi GgGA berat yaitu jika kreatinin serum meningkat

lebih dari 0,5 mg/dl per hari disertai dengan produksi urin kurang dari 400 cc/hari

(oligouri). (3)

7
2.1.3 Definisi Gangguan Ginjal Akut menurut Acute Dialysis Quality Initiative

(ADQI)

Untuk mengatasi beragamnya konsep gagal ginjal akut maka suatu kelompok

pakar nefrologi bergabung ke dalam ADQI (Acute Dialysis Quality

Initiative).Kelompok ini bertujuan untuk membuat definisi baru dan kosensus

pengelolaan yang komprehensif, berdasarkan bukti-bukti klinik yang terpercaya

(evidence base medicine).Kelompok ADQI mengajukan suatu kriteria untuk

melengkapi diagnosis GgGA. Kriteria ini dibuat dengan memperhitungkan berbagai

faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit GgGA, disebut kriteria RIFLE ( Risk

Injury Failure Loss End stage renal failure). (3)

Kriteria RIFLE pertama kali dipresentasikan pada International Conference

on Continous Renal Replacement Therapies, di Sandiago pada tahun 2003. Kriteria

ini kemudian mengalami perbaikan dan terakhir diajukan oleh Kellum, Bellomo, dan

Ronco tahun 2007. (3)

8
Gambar2.1.Kriteria RIFLE Menurut ADQI

Pada tahun 2005 AKIN membuat sedikit modifikasi pada kriteria RIFLE

dengan berbagai pertimbangan salah satunya menghilangkan kriteria L dan E karena

tidakmenggambarkan tahapan penyakit tetapi prognosis, dengan demikian tahapan

GgGA menurut AKIN adalah sebagai berikut (3)

9
Tabel2.1 . Tahapan Acute Kidney Injury menurut AKIN

Tahap Kriteria serum kreatinin Kriteri urin output (UO)

1 Kenaikan serum kreatinin ≥ UO < 0,5 cc/kgbb selama lebih dari 6 jam

0,3 mg/dl atau kenaikan 1,5

sampai 2 kali kadar

sebelumnya

2 Kenaikan serum kreatinin 2 UO < 0,5 cc/kgbb selama lebih dari 12 jam

sampai 3 kali kadar

sebelumnya

3 Kenaikan serum kreatinin 3 UO < 0,3 cc/kgbb selama lebih dari 24 jam atau

kali kadar sebelumnya, atau anuria selama 12 jam.

serum kreatinin ≥ 4 mg/dl

dengan peningkatan akut

paling sedikit sebesar 0,5

mg/dl

Kriteria yang dibuat oleh AKIN di atas sebenarnya tidak berbeda dengan

kriteria RIFLE. Kriteria RIFLE R sama dengan tahap 1, RIFLE I sama dengan tahap

2, RIFLE F sama dengan sama dengan tahap 3. Kriteria RIFLE L dan E dihilangkan

karena dianggap sebagai prognosis bukan tahapan penyakit.(3)

Bagshawet al (2008) mengumpulkan data pasien penyakit gawat yang dirawat

di ICU dari Australian New Zealand Intensive Care Society (ANZIC). Mereka

10
melaporkan bahwa walaupun kriteria AKIN menggunakan kadar kreatinin yang lebih

rendah (≥0,3 mg/dl) untuk menegakkan diagnosis dini, tetapi secara keseluruhan

kriteria AKIN tidak lebih sensitif atau prediktif jika dibandingkan dengan kriteria

RIFLE dari ADQI. (3)

2.2 Penurunan Produksi Urin

Penurunan produksi urin, terutama pada penderita dengan penyakit kritis,

dapat merupakan pertanda awal dari AKI.Cara pemeriksaan ini mudah dan tidak

memerlukan biaya besar.Tetapi pada praktik klinik jarang sekali produksi urin diukur

dan dicatat oleh perawat, sekalipun pasien dirawat diruang intensif (ICU).(3)

Bell et al (2005) melaporkan penurunan produksi urin merupakan penanda

(prediktor) angka kejadian dan kematian AKI yang lebih akurat jika dibandingkan

dengan kenaikan kadar kreatinin serum. Namun perlu diperhatikan bahwa volume

urin dapat menurun menjadi < 400 cc/hari tanpa adanya AKI.Hal ini dapat terjadi

pada penderita dengan gagal jantung kongestif, sindroma nefrotik, sirosis hati,

terutama jika pasien menjalani diet rendah garam. (3)

Pengamatan produksi urin yang cermat dapat membawa kita kepada diagnosis

AKI lebih dini. Untuk mempermudah pengamatan produksi urin oleh perawat maka

Roesli (2007) membuat table perhitungan urin output/jam berdasarkan berat badan

pasien yang disesuaikan dengan kriteria RIFLE sebagai tercantuma dalam tabel

berikut. (3)

11
Tabel 2.2.Kriteria RIFLE Berdasarkan Urin Output (UO) dan Berat Badan Penderita. (3)

Kriteria Berat Badan Berat Badan Berat Badan Berat Badan


RIFLE 40 kg 50 kg 60 kg 70 kg

RIFLE-R UO= <120 cc UO= <150 cc UO= <180 cc UO = <210 cc

(dalam 6 jam) (dalam 6 jam) (dalam 6 jam) (dalam 6 jam)

RIFLE-I UO= <240 cc UO= <300 cc UO= <360 cc UO = <420 cc

(dalam 12 jam) (dalam 12 jam) (dalam 12 jam) (dalam 12 jam)

RIFLE-F UO= <288 cc UO=<360 cc UO=<432 cc UO = <504 cc

(dalam 24 jam) (dalam 24 jam) (dalam 24 jam) (dalam 24 jam)

ANURI ANURI ANURI ANURI

(dalam 12 jam) (dalam 12 jam) (dalam 12 jam) (dalam 12 jam)

Menurut ADQI, produksi urin merupakan penanda yang cukup sensitive

dalam menilai penurunan fungsi ginjal dan pada penderita dengan kondisi kritis

penurunan produksi urin seringkali mendahului peningkatan serum kreatinin. volume

produksi urin pasien-pasien AKI tampak jelas sudah berkurang (oliguria) sampai

periode 6 jam paska pembedahan. Dalam pengamatan selanjutnya, pasien tetap

mengalami keadaan oliguria sampai pengamatan 24 jam paska pembedahan.

Sedangkan pada kelompok non AKI meskipun rerata volume produksi urin sampai

jam ke-6 paska pembedahan juga relative oliguria namun dengan penanganan yang

diberikan tampak produksi urinnya makin baik dan mencapai pola normal. Jadi dapat

dikatakan parameter volume produksi urin adalah baik sebagai alat diagnosis AKI.

Selain kurang invasive, monitoring volume produksi urin juga tidak memerlukan

12
biaya seperti pemeriksaan kadar serum kreatinin. oleh karena itu pencatatan produksi

volume urin sangat disarankan sebagai cara yang efisien dan efektif dalam

mendeteksi ada tidaknya gangguan fungsi ginjal.(6)

2.3 Sepsis dan Acute Kidney Injury (AKI)

Sepsis didefinisikan sebagai dugaan atau sudah adanya bukti infeksi disertai

manifestasi infeksi sistemik. Definisi sepsis menurut The Third International

Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3 2016) adalah disfungsi

organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi respon host terhadap

infeksi. Sepsis merupakan proses yang berkelanjutan, apabila tidak ditatalaksana

dengan baik pada akhirnya akan berlanjut menjadi syok sepsis.(8)(9)

Surviving Sepsis Campaign 2012 mendefenisikan sepsis berat merupakan

sepsis yang disertai disfungsi organ atau hipoperfusi jaringan.Syok sepsis adalah

sepsis yang disertai hipotensi dan hipoperfusi jaringan yang menetap meskipun telah

mendapat resusitasi cairan yang adekuat.(8)(9)

13
Tabel 2.3. Definisi Sepsis menurut surviving sepsis Campaign 2012.(9)

Patogenesis sepsis sangat komplek akibat dari interaksi antara produk bakteri

yang berupa toksin (baik endotoksin maupun eksotoksin sebagai super antigen),

virus, parasit, kerusakan jaringan (faktor eksternal) dengan faktor penjamu yang

disebut respon imun meliputi faktor pertahanan humoral dan seluler.(10)(3)

Penyebab sepsis paling banyak adalah berasal dari stimulasi toksin baik dari

endotoksin gram negatif, ataupun eksotoksin gram positif. Endotoksin adalah

Lipopolisakarida (LPS) yang berasal dari dinding sel bakteri gram negatif merupakan

stimulator kaskade inflamasi yang sangat kuat dan merupakan pencetus terjadinya

sepsis. Bakteri gram negatif memproduksi endotoksin secara kimiawi disebut

lipopolisakarida, bersama dengan antibodi penderita membentuk LPSab

14
(Lipopolisakaride Antibody). LPSab yang berada dalam darah dengan perantaraan

reseptor CD14 akan mengaktifkan makrofag melalui NFβ. Kemudian makrofag akan

megekpresikan sitokin proinflamasi : IL-1, TNF-α, dan IL-6 yang menyebabkan

terjadinya reaksi inflamasi. Reaksi diatas banyak terjadi pada bakteri gram negatif

yang mempunyai LPS pada dindingnya.(10)

Sepsis merangsang Nitric Oxide Syntase (NOS) menjadi Nitric Oxide (NO)

yang menimbulkan dilatasi arteri.Vasodilatasi arteri menyebabkan menurunnya

tahanan vaskuler, meningkatnya tonus simpatis dan pelepasan vasopresin dari sistim

syaraf pusat melalui aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA).Sehingga

menyebabkan vasokontriksi ginjal yang menginduksi retensi air dan predisposisi

timbulnya gangguan ginjal akut.Sepsis juga menginduksi terbentuknya oksigen

radikal yang menyebabkan nitric oxyde di endotel ginjal menjadi peroxynitrite

sehingga terjadi nekrosis dan injury tubulus akut.Pada fase proinflamasi seperti

sitokin dan kemokin menyebabkan kerusakan akut endotel ginjal lebih jauh

sehinggameningkatkan angkakematian.(10)(11)(12)

15
Gambar 2.2 Terjadinya gangguan multiorgan pada keadaan sepsis(3)

Disfungsi organ sangat berhubungan dengan tingginya angka kesakitan dan

mortalitas pada pasien sepsis. Terdapat sistem skor yang dapat memprediksi outcome

pasien seperti the Acute Physiology and Chronic Health Score (APACHE) II dan III,

Simplified Acute Physiology Score (SAPS), Sepsis-related Organ Failure Asssesment

score (SOFA), Multiple Organ Dysfunction Score, Logistic Organ Dysfunction Score

dan Mortality Probability Score, serta sejumlah skor yang lainnya untuk digunakan

mengetahui mortalitas pasien dan juga untuk menilai prognosis pasien.(8)(9)

Salah satu sistem nilai yang lebih sederhana dikembangkan oleh kelompok

kerja dari European Society of Intensive Care Medicine yaitu Sepsis-related Organ

Failure Assessment score (skor SOFA) yang menilai enam sistem organ dengan skor

0-4 sesuai derajat kegagalan organ. Selain itu, keakuratan dan ketepatan dari

16
penilaian skor SOFA sudah diakui baik oleh sejumlah klinisi.Skor SOFA meliputi

organ respirasi, ginjal, hepar, sistem kardiovaskular, hematologi dan tingkat

kesadaran.(8)

Tabel 2.4 . Skor SOFA(8)

17
2.4 Patofisiologi Acute Kidney Injury (AKI)akibat sepsis.

Gangguan ginjal akut karena sepsis mempunyai patogenesis yang

multifaktorial.Sebelumnya gangguan ginjal akut pada sepsis dipikirkan karena

gangguan hemodinamik yang menyebabkan iskemia ginjal, yang berakhir dengan

nekrosis tubular akut. Namun sekarang dari penelitian binatang model ditemukan

banyak faktor yang menyebakan terjadinya ganggan ginjal akut karena sepsis, adanya

mekanisme lain seperti penurunan tahanan vaskuler sitemik, apoptosis sel tubulus

akut, disfungsi barier epitel tubulus, dan disfungsi endotel.(10)(13)

Gambar 2.3 Patogenesis gangguan ginjal akut pada sepsis. (10)

Schier et al (2004) menjelaskan gangguan ginjal akut yang terjadi pada

penderita sepsis. Endotoksin akan menstimulasi sintesis nitric oxide yang akan

menyebabkan terjadinya vasodilatasi. Kondisi ini akan merangsang baroreseptor yang

18
akan bereaksi dengan meningkatnya tonus simpatis dan sekresi vasopresin arginin

dari sitem syaraf pusat, yang akan mengaktifkan renin-angiotensin-aldosteron system

(RAAS). Peningkatan tonus simpatis dan aktifitas angiotensin ini akan menyebabkan

vasokontriksi dengan hasil akhirnya adalah retensi natrium dan air sehingga terjadi

gangguan ginjal akut.(10)(14)

Gangguan ginjal akut sering timbul menyertai sepsis berkaitan dengan akut

tubular nekrosis.Mekanismenya melalui hipotensi sitemik, vasokontriksi ginjal secara

langsung, pelepasan sitokin (misal TNF) dan aktivasi neutrofil oleh endotoksin dan

peptida yang lain, yang turut berperan dalam injury ginjal. (15)

Infeksi gram negatif akan mengeluarkan endotoksin, selanjutnya

meningkatkan produksi nitrit oxide. Efek nitrit oxideakan menyebabkan vasodilatasi

sistemik, penurunan nitrit oxide sintase endotel renal yang akhirnya akan

menyebabkan gangguan ginjal akut.(10)(9)

Gambar2.4 .Respon Ginjal terhadap Sepsis.(16)

19
Zarjou A et al(2011) membuat review mengenai sepsis dan gangguan ginjal

akut dan diterbitkan pada majalah J Am Soc Nephrology yang ringkasannya sebagai

berikut: Gangguan Ginjal Akut merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada

pasien-pasien sepsis yang dirawat di ICU. Komplikasi tersebut terutama terjadi pada

pasien usia lanjut yang menderita sepsis. Telah dibuktikan bahwa penyebab gangguan

ginjal akut pada sepsis terutama berhubungan dengan terjadinya syok septik pada

pasien-pasien yang menderita sakit berat. Di ICU 50% pasien pasien sepsis tersebut

akan menderita gangguan ginjal akut dengan angka kematian tinggi.(17)

Patosiologi gangguan ginjal akut pada sepsis sangat kompleks dan disebabkan

oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: terjadinya perubahan

hemodinamik intrarenal, disfungsi endotel, infiltrasi sel-sel inflamasi kedalam

parenkim ginjal, trombosis intra glomerulus dan penyumbatan lumen tubulus oleh

sel-sel nekrotik dan debris. Telah dibuktikan dan diduga bahwa respon imun yang

terjadi pada sepsis melibatkan aktivitas baik mekanisme pro-inflamasi maupun

mekanisme anti inflamasi secara berurutan.(18)

20
Gambar 2.5 Jalur patogenik utama yang terlibat pada kondisi sepsis yang
berpengaruh terhadap patofisiologi gannguan ginjal akut pada sepsis (18)

Saat ini pandangan kita sudah berubah bahwa gangguan ginjal akut

disebabkan oleh sepsis terjadi karena kombinasi hipoperfusi dan keadaan

inflamasi.Peningkatan dan ketidak seimbangan mediator-mediator pro dan anti

inflamasi, disfungsi endotel berat dan gangguan kaskade koagulasi yang secara

sinergis menginduksi kerusakan ginjal melalui kimia dan biologi.(18)

21
Gambar2.6 .mekanisme patogenik Kerusakan ginjal akut karena sepsis.(16)

2.5 BiomarkerAcute Kidney Injury (AKI)

Kenaikan mendadak kadar kreatinin serum sudah sejak lebih dari 60 tahun

digunakan sebagai penanda biologis (biomarker) untuk menegakkan diagnosis acute

kidney injury. Hingga saat ini Acute Kidney Injury Network (AKIN) masih

menggunakan penanda biologis ini untuk menegakkan diagnosis AKI. Hal ini

disebabkan karena belum ada penanda biologis lain yang cukup sensitif dan spesifik

untuk menegakan diagnosis acute kidney injury. Berbeda dengan penyakit ginjal

kronis (PGK) dimana kenaikan kreatinin serum dapat terpercaya sebagai penanda

turunnya laju filtrasi glomeruli (LFG), pada acute kidney injury karena keadaan

22
homeostasis yang tidak stabil kenaikan kreatinin serum banyak dipengaruhi oleh

faktor-faktor non-renal, seperti tingkat katabolisme tubuh, metabolisme protein di

otot, asupan protein, status hidrasi, penggunaan obat-obatan, dll.(3)

Menurut Biomarkers Definitons Working Group (2001), yang dimaksud

dengan penanda biologis (biomarker=biological marker) adalah suatu parameter

biologis (dapat berupa enzim, hormon, fenotipe genetic, dll) yang terukur dan

terpercaya sebagai indikator terjadinya suatu proses biologis, proses patologis, respon

farmakologis, yaitu indikator diagnostik yang terukur yang dapat membuktikan

adanya atau risiko terjadinya suatu penyakit.(19)

Gambar 2.7. Perjalanan klinis Acute Kidney Injury(20)

23
Molitoris,et al (2008), biomarker yang ideal untuk acute kidney injury

diharapkan selain dapat menegakkan diagnosis secara dini, harus dapat membuat

diagnosis banding. Artinya, dapat membedakan gangguan tubuli dari gangguan ginjal

lainnya, serta dapat menentukan letak kelainannya pada tubuli (proksimal atau distal)

dan menemukan penyebabnya (iskemia atau toksin) dan saat terjadinya gangguan

(akut atau kronis).(21)

Deravajanet al (2007) berpendapat bahwa suatu biomarker yang ideal untuk

acute kidney injury harus dapat memenuhi kriteria- kriteria dibawah ini:(20)

1. Dapat membedakan sub-tipe AKI (pre renal, renal, dan post renal),

2. Dapat membedakan etiologi AKI (iskemia, toksin, sepsis, atau kombinasi),

3. Dapat membedakan AKI dari kelainan ginjal lainnya (ISK, glomerulonefritis,

nefritis intertitialis),

4. Dapat meramalkan tingkat/beratnya AKI

5. Dapat memantau perjalanan penyakit AKI, dan

6. Dapat memantau pengobatan dan cara intervensi lainnya.

Suatu penanda biologis acute kidney injury yang ideal harus dapat membantu

para klinisi untuk dapat menegakan diagnosis secara cepat (dini) dengan sensitifitas

dan spesifisitas yang tinggi.Dengan menegakkan diagnosis lebih dini diharapkan

terapi dapat diakukan lebih cepat dengan harapan angka kematian gangguan ginjal

akut yang saat ini masih tinggi dapat diturunkan.(20)

Hingga saat ini AKIN masih menggunakan kriteria peningkatan kadar

kreatinin serum untuk menegakkan acute kidney injury. Hal ini disebabkan karena

belum adanya biomarker lain yang cukup sensitif dan spesifik untuk menegakkan

24
acute kidney injury. Berbeda dengan penyakit ginjal kronis dimana kenaikan

kreatinin serum dapat dipercaya sebagai penandaturunnya laju filtrasi glomerulus,

pada acute kidney injury kadar kreatinin serum sedikit sekali merefleksikan fungsi

dari ginjal, hal ini disebakan oleh karena:(20)

1. Kehilangan massa ginjal yang besar bisa terjadi tanpa disertai dengan

perubahan dari kreatinin serum karena adanya cadangan fungsi ginjal yang

besar (renal reserve). Sebagai contoh seorang yang telah mendonorkan salah

satu ginjalnya, biasanya tidak ada perubahan pada kadar kreatinin serum

setelah operasi meskipun orang tersebut telah kehilangan 50% fungsi

ginjalnya.

2. Perubahan kadar kreatinin serum pada pasien dengan acute kidney injury

dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: konversi non enzimatik kreatinin

dan fospokreatinin di otot rangka, pelepasan kreatinin serum ke aliran darah

dan sirkulasi, filtrasi dan ekskresi kreatinin ke dalam urin. Bahkan setelah

mengalami ganguan yang berat, kenaikan kadar kretinin serum baru terjadi 2-

3 hari lebih lambat dibandingkan saat terjadinya gangguan ginjal.

3. Kadar kreatinin serum banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor non renal

seperti; berat badan, ras, umur, total volume tubuh, obat-obatan, metabolisme

otot dan asupan protein.

Oleh Karena itu diperlukanya biomarker yang dapat menegakkan diagnosis

dini acute kidney injury dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor non renal sehingga

komplikasi lebih lanjut dapat dihindarkan. Spesimen untuk melakukan pemeriksaan

25
biomarker untuk acute kidney injury dapat berasal dari urin atau darah. Menurut

Parikh dan Garg(2008), sejak tujuh tahun terakhir telah dilaporkan lebih dari 20

penanda biologis untuk acute kidney injury, masing-masing mempunyai kekhususan

dalam sensitivitas dan spesivitas untuk menegakkan diagnosis dini, menetapkan acute

kidney injury yang sudah menetap, serta menentukan prognosis dan perjalanan

penyakitnya.(20)

Tabel 2.5.Penanda Biologis/Biomarker AKI pada beberapa situasi klinis.(2)

2.6 Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL)

Glikoprotein memiliki posisi yang unik dalam patogenesis penyakit

manusia.Sebagian besar biomarker protein yang sering digunakan berbentuk

glikoprotein.Sebagai contoh CA 19-9 (carbohydrate antigen 19-9) yang digunakan

untuk memonitor pasien kanker pankreas, CEA (carcinoembryonic antigen) untuk

tumor padat multipel dan CA125 (carbohydrate antigen 125) yang digunakan dalam

mendiagnosis, memonitor, dan terapi pasien kanker ovarium.Sebagian besar

26
glikoprotein tersebut memiliki molekul yang besar.Namun, terdapat kelompok yang

memiliki molekul lebih kecil, yang mensekresikan glikoprotein (dinamakan

lipocalin) yang penting dalam menjaga kesehatan dan melawan penyakit secara

efektif. Salah satu prototype kelompok ini dinamakan Neutrophil gelatinase

associated lipocalin atau NGAL.(22)

2.6.1 Struktur dan Biologi NGAL

Neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) merupakan protein dari

golongan lipocalin, yaitu suatu rantai polipeptida yang terdiri dari 178 asam amino

dengan berat molekul 25-kDa yang terikat pada gelatinase dari neutrofil. Molekul

NGAL mengandung 8 β strand yang membentuk struktur barrel shape dengan kaliks

hidrofobik yang dapat berikatan dengan molekul kecil yang lipofilik. NGAL

diekspresikan oleh neutrophil dan berbagai sel epitel. Pada ginjal normal dihasilkan

dalam kadar yang sangat rendah, tetapi diinduksi melalui kerusakan epitel. Mishra et

al 2003 melakukan percobaan dengan binatang mendapatkan bahwa epitel ginjal

mengekspresikan sejumlah besar NGAL dalam waktu 30 menit setelah kerusakan

akibat iskemik/reperfusi, nefrotoksin, sepsis maupun perubahan kronik progresif. (23)

Goetz et al menyatakan bahwa ligan utama NGAL adalah siderophore, suatu

molekul besi-nonpeptida, sedangkan reseptor spesifik NGAL adalah megalin atau

24p3R yang terdapat pada permukaan brush-border sel tubulus ginjal. Terdapat dua

bentuk NGAL, yaitu apo-NGAL dan holo-NGAL yang mempunyai efek

berlawanan.Apo-NGAL tidak mengikat besi siderophore, sedangkan holo-NGAL

27
mengikat besi siderophore, membawa besi ke dalam sel, menyebabkan akumulasi

besi di sitoplasma, sehingga terjadi proliferasi sel dan peningkatan epitelisasi.Holo-

NGAL setelah melepaskan besi siderophoremengalami degradasi atau menjadi

bentuk apo-NGAL.Sebaliknya Apo-NGAL sendiri memiliki kemampuan membawa

besi ke runag ekstraseluler dan pada keadaan tertentu memicu terjadinya

apoptosis.Selain mengikat besi atau siderophore, holo-NGAL dapat membentuk

ikatan dengan matriks metalloprotein-9 (MMP-9) dan menyebabkan peningkatan

simpanan MMP-9 dengan mencegah degradasi MMP-9.(24,25,26)

Gambar 2.8. Regulasi Apo-NGAL dan Holo-NGAL(26)

28
NGAL atau lipocalin-2 atau siderocalin juga merupakan polipetida resisten-

protease, dilepaskan dari tubulus distal, disekresikan ke urin atau kembali ke plasma

(backleak), difiltrasi bebas di glomerulus, direabsorbsi di tubulus proksimal melalui

reseptor megalin secara endositosis atau disekresikan ke urin, sehingga NGAL dapat

dideteksi baik dalam darah maupun urin.(27)

NGAL berperan pada pertumbuhan dan diferensiasi sel epitel tubulus renal

dan mempunyai efek bakteriostatik pada traktus urogenital dengan cara

mengintervensi siderophore bakteri untuk mengambil besi. Kompleks NGAL-

siderophore-besi menghambat kerusakan tubulus proksimal dan mengurangi

apoptosis.(27)

Berdasarkan berat molekulnya NGAL memiliki 3 bentuk, monomer (25kD),

dimer/homodimer (45kD) dan heterodimer (135kD).Monomer NGAL disekresikan

terutama oleh sel epitel tubulus, ditemukan pada urin pasien dengan AKI sedangkan

bentuk bentuk dimer disekresi oleh neutrophil dan ditemukan pada urin pasien

dengan UTI (Urinary tract infection).(28)

29
Gambar2.9 . Regulasi NGAL pada AKI dan Tanpa AKI(28)

Hingga saat ini, NGAL merupakan perhatian utama oleh ahli biologis

struktural.Penemuan terakhir menunjukkan bahwa NGAL berikatan dengan

siderophores (molekul iron-chelating yang disekresikan oleh mikroorganisme) dan

diekspresikan dengan tinggi pada beberapa keadaan patologis seperti gangguan ginjal

akut (AKI) yang telah mendorong penelitian dalam jumlah besar.(29)

Pada dekade terakhir ini telah ditemukan banyak kemajuan dalam pengobatan

AKI.Namun, angka kesakitan dan kematian tidak mengalami perbaikan secara

signifikan.Serum kreatinin tidak sensitif dan merupakan penanda akhir untuk

mendiagnosis AKI.Sangat penting untuk mendiagnosis AKI secepat mungkin untuk

30
memudahkan intervensi yang efektif.Hal ini mendorong peneliti untuk mencari

biomarker baru untuk mendiagnosis AKI.NGAL tampaknya molekul yang paling

menjanjikan di antara banyak molekul-molekul baru.Mishra, et al. (2003) memulai

penelitian dan kemudian pada keadaan klinis menemukan bahwa NGAL sebagai

penanda biologis awal yang menjanjikan untuk AKI.Sejak saat itu, banyak peneliti

yang mempelajari kegunaan NGAL dalam mendiagnosis AKI.NGAL berasal dari

epitel tubulus proksimal.Namun, penelitian berikutnya menunjukan bahwa lengkung

Henle dan duktus pengumpul merupakan tempat utama sintesis NGAL di ginjal.

Protein NGAL yang ditemukan di tubulus proksimal setelah cidera iskemik berasal

dari filtrasi glomerulus dari NGAL yang bersirkulasi yang disintesis oleh organ lain

seperti hati.(29)

2.6.2 Kadar NGAL

Pertama kali ditemukan NGAL dianggap sebagai komponen dari granula

neutrophil, namun hasil penelitian menunjukan NGAL juga secara normal dihasilkan

di beberapa jaringan tubuh seperti ginjal, sumsum tulang, uterus, prostat, kelenjar

ludah, lambung, usus halus, trachea, paru, hepar, jaringan adipose dan makrofag.

Beberapa jaringan rentan terpapar mikroorganisme dan menghasilkan protein NGAL

dalam kadar rendah. Daerah promoter gen NGAL memiliki tempat untuk berikatan

dengan sejumlah faktor transkripsi seperti nuclear factor (NF)-κB yang berperan

penting dalam mengontrol proliferasi dan survival sel.(30)

31
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar NGAL :

1. Inflamasi

NGAL meningkat pada beberapa keadaan inflamasi seperti

pankreatitis,meningitis, miokarditis, psoriasis dan periodontitis. NGAL dilaporkan

meningkatpada pankreatitis akut berat, hampir 15 kali dalam waktu 48 jam setelah

onsetgejala. Percobaan binatang dengan meningitis, yang dihasilkan dengan

caramenyuntikan lipopolisakarida (LPS), plexus choroid memproduksi NGAL

dalamwaktu 12 jam setelah dilakukan injeksi, sedangkan di sirkulasi (dalam

cairanserebrospinal), NGAL meningkat dalam 6 jam setelah injeksi, demikian pula

dengan miokarditis dilaporkan NGAL meningkat pada jaringan jantung pasien

dengan miokarditis dan meningkat 10 kali dalam lesi psoriatik. Kadar NGAL di

sirkulasi dipengaruhi juga oleh infeksi virus, seperti pada infeksi HIV kadar NGAL di

sirkulasi didapatkan lebih rendah dibanding non-HIV, diduga hal ini dikarenakan

NGAL dari neutrofil dihambat oleh infeksi HIV. Tampaknya interaksi antara sel

inflamasi dengan sel epitel meningkatkan regulasi NGAL baik di neutrofil maupun

epitel.(24)

2. Gangguan Metabolik

Kadar NGAL dipengaruhi oleh kelainan metabolik seperti pada obesitas dan

kelainan ginjal.Obesitas dianggap sebagai keadaan yang terkait dengan inflamasi

kronis lemah dan resistensi insulin.Penelitian menunjukkan NGAL meningkat pada

jaringan adipose pada subyek dengan obesitas. Bolignano dan rekan-rekan,

32
menyebutkan kadar NGAL pada DM tipe 2 lebih tinggi dibandingkan subyek normal,

diduga NGAL berperan dalam patofisiologi adaptasi ginjal pada diabetes sebagai

mekanisme pertahanan untuk mengurangi kerusakan tubulus.(31)

Penelitian pada tikus dengan penyakit ginjal kronis (PGK) menunjukkan

kadar NGAL lebih tinggi pada tikus dengan PGK berat. Ginjal yang rusak

memproduksi sejumlah besar NGAL terutama pada tubulus proksimal dan pars

asendens ansa henle. Kadar NGAL berkorelasi positif dengan keparahan lesi

ginjal.(31)

3. Penyakit Keganasan.

NGAL diinduksi oleh sejumlah kanker. Gen NGAL diketahui diinduksioleh

sejumlah tumor promoting agent seperti hepatocyte growth factor, retinoicacid, dan

NF-kB. Ekspresi berlebih protein NGAL yang berikatan dengan MMP 9,

menghambat degradasi MMP-9 sehingga meningkatkan aktivitas enzim MMP-9 yang

mendorong progresi kanker dengan mendegradasi membran basal dan

matrixektraseluler, melepaskan VEGF dan menyebabkan angiogenesis, invasi

danmetastasis.(30)

2.6.3 NGAL pada AKI

Ginjal merupakan sumber utama pelepas NGAL pada AKI. Peningkatan kadar

NGAL pada AKI disebabkan oleh berbagai hal mulai dari iskemik hingga toksin.

Peningkatan ini terjadi lebih awal dan ditentukan oleh penyebab serta luasnya

kerusakan.(30)

33
Studi pre klinik pada tikus dengan iskemik renal menunjukan kadar NGAL

meningkat 3x lipat setelah 3 jam reperfusi, dengan puncaknya yaitu 12x lipat pada 24

jam dan menurun sampai kadar normal setelah 72 jam.(32)

Studi klinis prospektif pada pasien dewasa yang menjalani

cardiopulmonarybypass menunjukan NGAL urin maupun plasma meningkat

signifikan dalam waktu 1-3 jam pasca operasi pada pasien yang mengalami AKI

dengan AUC 0,74 (3 jam) dan AUC 0,80 (18 jam), sedangkan studi prospektif pada

anak-anak dengan nefropati zat kontras NGAL dapat memprediksi AKI dalam waktu

2 jam setelah pemakaian kontras dengan AUC 0,91. Pemeriksaan NGAL urin dan

plasma pada pasien ICU yang menderita AKI, didapatkan NGAL meningkat dalam

48 jam sebelum teridentifikasi dengan kriteria RIFLE. NGAL urin maupun plasma

merupakan prediktor yang baik untuk AKI pada pasien anak yang dirawat di ruang

ICU dalam waktu 2 hari sebelum peningkatan kreatinin serum dengan sensitivitas dan

AUC-ROC 0,68 - 0,78. Hasil meta-analisis menyebutkan AUC untuk prediksi AKI

pada pengukuran NGAL dalam waktu 6 jam pada subyek dengan kondisi kritis

sebesar 0,73.(30,33)

Hasil penelitian terdahulu menyebutkan nilai diagnostik NGAL untuk AKI

dengan menggunakan receiver operator curve (ROC) bervariasi, tergantung

pengaturan klinik, populasi penelitian (anak-anak / dewasa) dan jenis pemeriksaan,

demikian pula cut off point yang digunakan. Thomas L Nickolas et al (2007)

mendapatkan pada pasien kritis di unit gawat darurat menyatakan bahwa urin NGAL

dengan nilai cut off 130 μg/g kreatinin sensitivitas dan spesifisitasnya dalam

34
mendeteksi AKI berturut-turut 0,900 (CI 95% 0,73- 0,98) dan 0,995 (CI 0,990-1,00),

dengan likelihood ratio positif 181,5 (CI 58,33- 564,71) dan negatif 0,10 (CI 0,03-

0,29). (34,35)

Constantin et al (2009) pasien dewasa kondisi kritis di ruang ICU

menyatakan, plasma NGAL dengan nilai cut off 155 nmol/L merupakan kadar terbaik

memprediksi terjadinya AKI (sensitivitas 82% dan spesifisitas 97%) dengan area

under curve (AUC) 0,92 (CI 0,852-0,972). Baik urin maupun plasma NGAL

dikatakan sama baiknya dalam memprediksi terjadinya AKI dan dapat digunakan

untuk memprediksi dilakukannya inisiasi renal replacement terapy (RRT).(35)

NGAL urin memiliki keterbatasan diantaranya tidak dapat diambil pada

keadaan anuria, dipengaruhi obat-obatan seperti aprotinin dan eminocaproic acid, dan

memerlukan koreksi terhadap kreatinin urin.(36)

NGAL merupakan salah satu gen upregulated pada kerusakan ginjal dan

memenuhi kriteria sebagai penanda yang menjanjikan untuk kerusakan tubular karena

NGAL mensekresikan protein tubular yang terdapat baik dalam urin maupun serum

secara cepat setelah onset AKI. Secara nyata, peningkatan NGAL pada darah dan urin

dapat dideteksi setelah cidera iskemia-reperfusi pada tikus. Peningkatan NGAL

terjadi lebih dahulu sebelum peningkatan serum kreatinin pada 24-48 jam.

Peningkatan kadar NGAL juga ditemukan pada kondisi klinis lain seperti AKI akibat

kontras, sepsis yang berhubungan dengan AKI, dan AKI akibat transplantasi ginjal.

lebih lanjut, beberapa penelitian menunjukan bahwa peningkatan kadar NGAL

memprediksikan hasil klinis yang buruk pada AKI, meliputi kebutuhan dialisis dan

kematian, dan mengoreksi prediktor konvensional seperti kadar kreatinin.(37)

35
Berdasarkan penemuan pada tikus dan pasien, dikembangkan contoh

pengangkutan NGAL sepanjang nefron yang mendukung konsep kadar urin dan

serum NGAL sebagai biosensor kerusakan ginjal. NGAL messenger RNA dan

ekspresi protein secara nyata mempengaruhi tubulus pada kerusakan ginjal,

menyebabkan peningkatan kadar urin dan plasma NGAL. NGAL yang bersirkulasi

difiltrasi di dalam glomerulus namun secara cepat dan efektif direabsorpsi oleh

uptake machinery tubulus proksimal yang mengalami kerusakan.Konsekuensinya,

sebagian peningkatan urin NGAL saat AKI dapat ditimbulkan oleh kerusakan tubulus

proksimal.(20)

Tabel 2.6 : karakteristik Biomarker NGAL(20)

36
Pada penelitian terbaru, pengukuran tunggal uNGAL di bagian gawat darurat

menemukan tingkat sensitifitas 90% dan spesifitas 99% dalam mendiagnosis AKI

pada 635 pasien dewasa. Kadar uNGAL juga membantu dalam membedakan pasien

AKI dengan kondisi morbid lain yang menunjukan peningkatan kreatinin seperti;

azotemia pre-renal dan CKD. Penelitian Ridder, et al (2010) menemukan bahwa

konsentrasi NGAL di plasma dan urin pada pasien AKI di ruangan ICU lebih tinggi

secara signifikan pada pasien yang tidak selamat dibandingkan pasien yang selamat.

Sehingga, pengukuran NGAL pada pasien yang dirawat dapat menjadi indikator awal

terhadap mortalitas.(38)

Bangert, et al. (2010) menemukan bahwa NGAL meningkat secara signifikan

pada urin dan plasma pasien sakit kritis yang menderita AKI dan derajat

keparahannya lebih direfleksikan berdasarkan kadar yang diobservasi dibanding

dengan kondisi ditemukan. Oleh sebab itu, NGAL dapat digunakan untuk diagnosis

cidera ginjal dan memantau tatalaksana pasien yang dirawat di ruang intensif.(39)

Martensson, et al. (2010) menemukan bahwa pNGAL meningkat pada pasien

SIRS, sepsis berat dan digunakan dengan cermat sebagai penanda AKI pada pasien

ICU dengan syok septik.uNGAL lebih berguna dalam memprediksi AKI karena

kadarnya tidak meningkat pada pasien sepsis yang tidak mengalami AKI. Penelitian

Cruz et al. (2012) menemukan plasma NGAL merupakan penanda awal yang berguna

untuk mendiagnosis AKI pada populasi berbagai macam pasien dewasa di ICU,

dimana waktu terjadinya kerusakan ginjal tidak diketahui.(40)

Berbagai macam metode pengukuran NGAL telah dipublikasikan.Penelitian

awal, perhitungan NGAL urin dan serum menggunakan teknik WesternBlot.Analisis

37
NGAL dengan Western Blot pada urin dan serum menunjukan bahwa berbagai

macam bentuk NGAL dapat dideteksi berdasarkan berat molekulnya.Penelitian

terbaru menunjukkan bahwa bentuk monomer NGAL merupakan bentuk utama yang

disekresikan oleh sel epitel ginjal dan ditemukan pada urin pasien dengan AKI,

sementara bentuk dimerik secara predominan berasal dari netrofil dan terdapat dalam

urin pasien infeksi traktus urinarius.(37)

Perhatian berikutnya mengenai fakta bahwa tidak adanya gold standard

kriteria diagnostik untuk kerusakan intrinsik ginjal karena diagnosis biasanya

berdasarkan tampilan klinis.Sebagian besar penelitian menggunakan kreatinin atau

kriteria keluaran urin berdasarkan kriteria Risk, Injury, Failure, Loss, End Stage

Renal Disease atau klasifikasi menurut Acute Kidney Injury Network.Namun

parameter tersebut berbeda pada AKI prerenal dan intrinsik.(27)

Sebuah standardized point-of-care Triage NGAL device telah dibuat untuk

pengukuran plasma neutrophil gelatinase-associated lipocalin (pNGAL). Pengukuran

tersebut menemukan korelasi yang baik dengan ELISA pada penelitian awal terhadap

40 sampel plasma dan 12 kalibrasi.Aplikasi klinis tersebut kemudian divalidasikan

pada penelitian yang melibatkan 120 pasien yang menjalani cardiopulmonary bypass

(CPB).Pada 45 pasien yang mengidap AKI, diagnosis menggunakan konsentrasi

kreatinin serum tertunda hingga 2-3 hari, sementara konsentrasi pNGAL meningkat

tiga kali lipat dalam waktu dua jam. Pada nilai cutoff 150 ng/ml untuk konsentrasi

pNGAL dalam 2 jam, the area under curve (AUC) untuk memprediksi AKI

ditemukan sebesar 0,96 dengan sensitivitas 0,84 dan spesifitas 0,94. Pengujian

tersebut hanya membutuhkan jumlah plasma dalam mikroliter dan hasil kuantitatif

38
didapatkan dalam waktu 15 menit.Pada penelitian awal terhadap 136 sampel urin dan

enam kalibrasi standar, konsentrasi urin neutrophil gelatinase-associated lipocalin

(uNGAL) dengan ARCHITECT analyzer berkorelasi baik dengan ELISA.Aplikasi

klinis kemudian divalidasikan pada penelitian terhadap 196 pasien yang menjalani

CPB. Diagnosis AKI menggunakan konsentrasi serum kreatinin tertunda hingga 2-3

hari, sedangkan konsentrasi uNGAL meningkat lima belas kali lipat dalam waktu 2

jam dan dua puluh lima kali lipat pada empat dan enam jam setelah CPB. Pada nilai

cutoff 100 g/l untuk konsentrasi urin NGAL 2 jam, AUC untuk memprediksi AKI

sebesar 0,95 dengan sensitifitas 0,82 dan spesifitas 0,9. Pengujian ini hanya

membutuhkan urin sebanyak 150 IL dan hasil kuantitatif didapatkan dalam waktu 35

menit.Baik serum maupun uNGAL telah ditemukan sebagai prediktor yang dapat

dipercaya untuk AKI.Pengukuran uNGAL kemungkinan besar lebih merefleksikan

gangguan ginjal lokal dan lebih bersifat non-invasif karena mengurangi kebutuhan

sampel darah dan jalur darah pada pasien sakit kritis.Sampel urin juga relatif lebih

bebas dari protein. Di lain pihak, pengukuran serum NGAL digunakan pada pasien

anurik dan tidak membutuhkan koreksi untuk konsentrasi kreatinin seperti pada

sampel urin.(29)

39
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 kerangka konseptual

Sepsis (Inflamasi Sistemik)

Aktivasi Mediator Inflamasi dan


Hipoperfusi jaringan

Reactive Oxygen Spesies ↑ Hipoksia↑

Injury sel-sel Ginjal ↑

Fungsi Ginjal ↓ NGAL urine ↑

Kreatinin Serum ↑

Urin Output ↓

Gambar3.1 . Kerangka Konsep

40
Keterangan Kerangka Penelitian

Sepsis adalah suatu inflamasi sistemik yang secara langsung atau tidak

langsung mengaktifkan mediator-mediator inflamasi. Mediator inflamasi ini akan

menginduksi nitric oxide syntetase (NOS) menjadi nitric oxide (NO) yang

menimbulkan vasodilatasi sistemik dan regional ginjal. Perubahan hemodinamik

menyebabkan berkurangnya aliran darah sistemik dan regional ginjal, iskemik-

reperfusi dan terbentuknya mikrotombus. Kombinasi proses perubahan

hemodinamik dan inflamasi menimbulkan kejadian hipoksia, meningkatnya reactive

oxygen species dan disfungsi endotel pada sel-sel endotel ginjal. Yang akhirnya

menyebabkan injuri sel endotel tubulus ginjal yang akhirnya menginduksi NGAL

yang kemudian akan diekresikan kedalam urin. Disisi lain injuri ginjal masih terus

berlangsung akan berlanjut menjadi apoptosis dan nekrosis dari sel-sel endotel

tubulus ginjal yang akan menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan berakhir dengan

peningkatan kreatinin serum dan penurunan urin output.

3.2 Hipotesis Penelitian

1. Semakin meningkat kadar NGAL urin, maka semakin menurun jumlah urin

ouput.

2. Semakin meningkat kadar NGAL urin, maka semakin berat kerusakan ginjal

yang terjadi.

3. Semakin menurun jumlah urin ouput, maka semakin berat kerusakan ginjal

yang terjadi.

41
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode

potong lintang/cross sectional.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rawat Inap di bagian Ilmu Penyakit Dalam RS dr. M.

Djamil Padang selama 6 bulan. Jadwal penelitian berdasarkan tahapan-tahapan yang

akan dilalui dalam Tabel 3.1.

Tabel 4.1 JadwalPenelitian

Kegiatan Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI

Persiapan X

Pengumpulan data X X X X

Analisis data X

Penulisan hasil X

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah penderita Sepsisyang mengalami AKI

yang dirawat di instalasi Penyakit Dalam RS dr. M. Djamil Padang. Sampel

penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi yang diambil

42
secara konsekutif. Terhadap subyek yang potensial dilakukanskrining awal,

dijelaskan protokol penelitian dan dimintai persetujuan penelitian (informed consent).

4.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eklusi

Kriteria Inklusi

1. Semua pasien sepsis yang mengalami AKI.

2. Bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani lembar persetujuan.

Kriteria Eklusi

1. Pasien AKI dengan Anuria

2. Pasien dengan Malignancy

3. Pasien yang mendapatkan zat kontras dalam 6 hari terakhir

4.5 Estimasi Besar Sampel Penelitian

Besar sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus besar sampel untuk

korelasi tunggal.

2
 
 
 Z  Z  
n  3
 0,5 ln  1  r  
 
 1 r  

Besar sampel penelitian :

Zα : Tingkat kemaknaan yang nilainya tergantung α. Untuk penelitian ini α =

0,05, maka nilai Zα = 1,960

43
Zβ :Power penelitian yang nilainya tergantung kepada β. Untuk penelitian ini

β = 0,2; maka nilai Zβ = 0,842.

r : Perkiraan koefisien korelasi. Untuk penelitian ini r = 0,5

ln : Nilai yang didapat dari tabel ln yang besarnya tergantung dari nilai r.

Nilai ln 3 (r= 0,5) adalah 1,0986.

Dari perhitungan rumus besar sampel diatas didapatkan jumlah sampel

29,020 dan digenapkan menjadi 30 sampel.

4.6 Identifikasi Variabel

Variabel independen adalah NGAL urin, dan variabel dependen adalah jumlah

urin output.

4.7 Definisi Operasional

1. Sepsis didefinisikan sebagai dugaan atau sudah adanya bukti

infeksi disertai manifestasi infeksi sistemik. Definisi sepsis

menurut The Third International Consensus Definitions for Sepsis

and Septic Shock (Sepsis-3 2016) adalah disfungsi organ yang

mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi respon host

terhadap infeksi. Sepsis merupakan proses yang berkelanjutan,

apabila tidak ditatalaksana dengan baik pada akhirnya akan

berlanjut menjadi syok sepsis.

44
2. Defenisi Gangguan Ginjal Akut berdasarkan kenaikan kreatinin

serum :Kenaikan kreatinin serum > 0,3 mg/dl dari kadar

sebelumnya dalam48 jam.

3. NGAL Urin :

NGAL merupakan protein dari golongan lipocalin, yaitu suatu rantai

polipeptida yang terdiri dari 178 asam amino dengan berat molekul 25-kDa

yang terikat pada gelatinase dari neutrofil.Cut of point untuk gangguan ginjal

akut >cut off 130 μg/g.

4.8 Protokol Penelitian

1. Pasien sepsis yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dan setuju untuk

ikut penelitian.

2. Dicatat nama, umur, jenis kelamin, berat badan,tekanan darah, nafas, suhu,

nadi, hitung leukosit, kreatinin serum dan penyakit komorbid pasien..

3. Dilakukan pemeriksaan kadar NGAL urin dan jumlah urin output.

4. Data dianalisa.

45
4.9 AnalisisData

Dilakukan analisis statistik deskriptif terhadap data dasar yang meliputi

karakteristik penderita serta pemeriksaan laboratorium. Dilakukan analisis korelasi

antara kadar NGAL urin dan urin output, dinyatakan dalam koefisien korelasi

Pearson bila data terdistribusi normal, atau uji korelasi Spearman bila data tidak

terdistribusi normal. Korelasi mutlak akan memberikan nilai r = 1, sangat kuat (0,8 –

1,0), kuat (0,6 – 0,799), sedang (0,4 – 0,599), lemah (0,0 – 0,399).Data diolah dengan

SPSS 21.0, dihitung nilai kemaknaannya, bermakna jika p < 0,05.

46
4.10 Kerangka penelitian

Acute Kidney Injury (AKI)

Inklusi Eklusi

Sampel

Kadar NGAL urin Jumlah Urine Output

Analisis

Gambar 4.1.Kerangka Penelitian

47
DAFTAR PUSTAKA
1. Surachno RG, Bandiara R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI ed. Jakarta; 2014.

2. Adiyanti Ss, Loho T. Acute Kidney Injury (AKI) Biomarker. Acta Med Indones Journal
Intern Med. 2012 July; 44: p. 246-255.

3. Roesli RMA. Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan Ginjal Akut. kedua ed. Jakarta; 2011.

4. Prasad N, Gupta SS. Sepsis-associated acute kidney injury. Clinical Queries. 2012 january;
1(1).

5. Coca S, Yalavarthy R, Concato , Parikh C. Biomarkers for the diagnosis and risk
stratification of acute kidney injury. International Society of Nephrology. 2008 july ;: p.
1008-1016.

6. Nugraha PA, Sudhana IW. Evaluasi prospektif Kadar Neutrophil Gelatinase-associated


lipocalin urin dan kreatinin serum pasien AKI pasca pembedahan. Journal Penyakit
Dalam. 2012 Januari; 13: p. 46-50.

7. Singer E, Marko L, Paragus N, Barasch J, Dragun D, Muller DN, et al. Neutrophil


Gelatinase-associated lipocalin: pathophysiology and clinical applications. Acta
Physiologiga. 2013 november;: p. 663-672.

8. singer M, Clifford S, Deutschman , warren C, Seymour , Shankar H, et al. The Third


International Consensus Definitions for Sepsis and septic Shock (sepsis-3). JAMA. 2016.

9. Dellinger R, Levy M, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal s. Surviving sepsis campaign:


international guidlines for management of severe sepsis and septic shock. critical care
medicine. 2013; 41: p. 580-637.

10. Regueira. Physiology of acute renal failure during sepsis. Med Intensiva. 2011;: p. 424-
432.

11. Fernandez P. Genetic Predisposition to acute kidney injury induced by severe sepsis.
Journal of critical Care. 2013;: p. 365-370.

12. Brian R, Lane M. Molecular Markers of kidney injury. urologic Oncology:seminar and
original investigations. 2013;: p. 682-685.

13. Andrico E. Epidemiology of acute renal failure in icu; a multi centre prospective study.
Blood Purif. 2009;: p. 239-244.

14. Suhardjono. Patogenesis dan etiologi gangguan ginjal akut. Naskah lengkap pertemuan
Ilmiah penyakit dalam. 2012;: p. 19-26.

48
15. Laura E. Surgical sepsis :The role of the kidney. Journal Of surgical Research. 2011;: p.
306-315.

16. martensson J, Bellomo r. Sepsis Induced Acute Kidney Injury. Article In Press. 2015.

17. Zarjou A, Agarwal A. Sepsis and acute kidney injury. JASN. 2011;: p. 999-1006.

18. Gondodiputro R, Bandiara R, Roesli R. Gangguan Ginjal Akut pada pasien Sepsis: Pusat
Penerbit Ilmiah Bagian Ilmu penyakit Dalam FKUNPAD; 2011.

19. Kellum J, Bellomo R, Ronco C. The Concept of acute kidney injury and the RIFLE Criteria
In acute kidney Injury. 2007;: p. 10-16.

20. Derajavan P, Parikh C. Biomarkers of Acute Kidney Injury: Can we replace Serum
Creatinin? Clinical Nephrology. 2007;: p. 269-278.

21. Moltoris B, Melnikov V, Okusa M. Technology Insight; Biomarker Development in acute


Kidney Injury.What can We Anticipate Nephrology. 2008; 4: p. 154-165.

22. Chakraborty S, Kaur St, Batra S, Guha S. Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin:
structure, Fungtion and role in Human Pathogenesis. 2011.

23. Haase M. NGAL to predict acute kidney injury-potential application and limitation. 2010.

24. Sachin S, Dinna C, Ilona B, Chang Y, Federico N, Paolo L. NGAL: a biomarker of acute
kidney injury and other systemic conditions. Int Urol Nephrol. 2010;: p. 141-50.

25. M.Schimidt O, Kiyoshi M, JauYi L, Avtandil K, David JC, Prasad D. Dual Action of
Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin. J Am Soc Nephrol. 2007;: p. 407-13.

26. Davide B, Valentina D, Giuseppe C, Susana C, ANtoine B, Antonio L. Neutrophil


Gelatinase-associated Lipocalin (NGAL) as a marker of kidney damage. Am J Kidney Dis.
2008.

27. M.Schimidt O. Neutrophil Gelatinase associated lipocalin as a biomarker of acute kidney


injury -where do we stand today?. Nephrol Dial Transplant. 2011.

28. Linjun C, jenny R, Wenyu H, Per V, Shengyuan X. The origin of multiple molecular forms
in urine of HNL/NGAL. Clin J Am Soc Nephrol. 2010.

29. Soni S, Cruz D, Bobek I, Chionh C, Naleso F, Lentini P. NGAL; A biomarker of acute Kidney
Injury and other Systemic Conditions. Int Urol Nephrol. 2010;: p. 141-150.

30. Devarajan P. Neutrophil Gelatinase-associated lipocalin: a promising biomarker for


human acute kidney injury. Biomark Med. 2010;: p. 265-80.

49
31. Nisi K. Predictive ability of NGAL as marker of renal damage: evaluation of multiple
clinical setting. Universita di Bologna. 2012.

32. Mishra J, Ma Q, Prada A, Mitsnefes M, Zahedi K, Yang J. Identification of Neutrophil


gelatinase-associated lipocalin as a novel early urinary biomarker for ischemic renal
injury. J Am Soc Nephrol. 2003.

33. Devarajan P. Review: neutrophil gelatinase-associated lipocalin : A troponin-like


biomarker for human acute kidney injury. Nephrology. 2010.

34. Michael H, Rinaldo B, Prasad D, peter s, Anja H. Accuracy of neutrophil Gelatinase-


Associated Lipocalin (NGAL) in diagnosis and prognosis in acute kidney injury: A
sysytemic review and meta-analysis. Am J kidney dis. 2009.

35. Constantin J , Futier E, Roszyk L, Perbet S, Sapin V, Lautrette A. Plasma Neutrophil


gelatinase-associated lipocalin is an early marker of acute kidney injury. Ann InternMed.
2008.

36. Clerico A, Galli C, Fortuna A, Ronco C. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL)


as biomarker of acute kidney injury: a review of the laboratory characteristics and
clinical evidences. Clin Chem Lab Med. 2012.

37. Schimidt-ott. neutrophil gelatinase-associated lipocalin as a biomarker of acute kidney


injury-where do we stand today. nephrol dial transplant. 2011.

38. Ridder W, De Geus H. Neutrophil Gelatinase-associated lipocalin as an early indicator for


mortality in adult critically ill patients with acute kidney injury. Rotterdam Critical Care.
2010.

39. Bangert K, Uttenthal L. Urinary and plasma NGAL levels refl ect the severity of acute
kidney injury. Denmark Critical Care. 2010.

40. Lamb E, Newman D, Price C. Kidney Function Test, inTietz Of Textbook Clinally Cemistry
and Molecular Diagnosis. 2006; 4.

50

Anda mungkin juga menyukai