Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyebab utama kematian maternal disebabkan oleh 3 hal, yaitu
perdarahan dalam kehamilan, preeklamspsia-eklampsia, dan infeksi. Perdarahan
selama kehamilan dapat dianggap sebagai keadaan akut yang dapat
membahayakan ibu dan anak, dan menimbulkan kematian. Sebanyak 20% wanita
hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan sebagian
mengalami abortus.1
Abortus merupakan berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di
dunia luar tanpa mempersoalkan penyebabnya. Anak baru hidup di dunia luar
kalau beratnya telah mencapai 500 gram atau umur kehamilan lebih dari 20
minggu. Abortus dibagi menjadi dua yakni abortus spontan, yaitu abortus yang
terjadi dengan sendirinya, kurang lebih 20% dari semua abortus, dan abortus
buatan (provocatus), yaitu abortus yang terjadi disengaja, sebanyak 80% dari
semua abortus.1,2
Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun sebanyak 2 juta kasus. Ini
artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup.1
1.2. Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang definisi, etiologi, diagnosis, dan
tatalaksana abortus.
1.3. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai definisi,
etiologi, diagnosis, dan tatalaksana abortus.
1.4. Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan
merujuk pada berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Abortus adalah kehamilan yang berhenti prosesnya pada umur kehamilan
di bawah 20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang. Sedangkan
Llewollyn & Jones (2002) mendefenisikan abortus adalah keluarnya janin
sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai 22 minggu
dan beratnya kurang dari 500 gram.3 WHO merekomendasikan viabilitas apabila
masa gestasi telah mencapai 22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau
lebih.1
2.2. Klasifikasi
Klasifikasi menurut terjadinya abortus:1,2
1. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis
maupun mekanis.
2. Abortus buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu:
a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis atau
abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya :
penyakit jantung, hipertensi esential, dan karsinoma serviks. Keputusan ini
ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit
dalam dan psikiatri, atau psikolog.
b. Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang
tidak berwenang dan dilarang oleh hukum.

Klasifikasi Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada:


1.
Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan (threatened abortion)
dimana terjadi perdarahan pervaginam, Abortus iminens didiagnosa bila
seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu mengeluarkan darah
sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat
berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung
bawah seperti saat menstruasi. ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan.5

Gambar 1. Abortus Imminen


2.
Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang mengancam
dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi
hasil konsepsi masih dalam kavum uteri. Abortus insipiens didiagnosis apabila
pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar
gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan
adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat
teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan
jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus
segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan
pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.5
Gambar 2. Abortus Insipien

3. Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil


konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.
Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu.

3
Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim
yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu,
uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi
sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus
insipiens. 5

Gambar 3. Abortus Inkomplit

4.
Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi
telah keluar (desidua atau fetus), sehingga rongga rahim kosong.
Perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan
selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali
karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah
selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari
setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau
endometritis pasca abortus harus dipikirkan5
Gambar 4. Abortus Komplit

4
5. Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan
tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan
selama 6 minggu atau lebih.5

Gambar 5. Missed Abortion

6. Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya


abortus tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah
kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi
pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid,
kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya
plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga
merupakan etiologi dari abortus habitualis.5

7.
Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai

infeksi genital.5

8.
Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi
berat dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran
darah atau peritonium.5
5
II.3. Etiologi1,2,3,4

Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya


disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 12minggu),

abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor


maternal. a. Faktor ovofetal :

Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan


bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang
atau terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa
latar belakang kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada 20%
kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi
dengan adekuat.

b. Faktor maternal :

Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit


sistemik maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal
tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus
( kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik).
Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan
kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian
lanjutan.
Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor
yaitu: 1. Faktor janin
Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada
50%-60% kasus keguguran.
2. Faktor ibu:

a.Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.


b. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti

phospholipid syndrome.
c.Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,
toksoplasma , herpes,
klamidia. d. Kelemahan otot
leher rahim e.Kelainan bentuk
rahim.

3. Faktor Ayah: kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat


menyebabkan abortus.
Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah:

6
1. Faktor genetik

Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya


kromosom trisomi dengan trisomi 16. Penyebab yang paling sering menimbulkan
abortus spontan adalah abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus
spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe
abnormalitas genetik.
Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi adalah aneuploidi
(abnormalitas komposisi kromosom) contohnya trisomi autosom yang menyebabkan
lebih dari 50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan sekitar 22% dari abortus
spontan yang terjadi akibat kelainan kromosom. Sekitar 3-5% pasangan yang
memiliki riwayat abortus spontan yang berulang salah satu dari pasangan tersebut
membawa sifat kromosom yang abnormal. Identifikasi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kariotipe dimana bahan pemeriksaan diambil dari darah tepi pasangan
tersebut. Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesiadan
biayanya cukup tinggi.

2. Faktor anatomi

Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 %
wanita dengan abortus spontan yang rekuren.
1) Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta).
Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
2) Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah
endometrium.
3) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan

endometriosis.

Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian


abortus spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan
defek uterus yang didapatkan (acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi
duktus Mulleri yang inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus,
bikornus atau uterus ganda. Defek pada uterus yang acquired yang sering
dihubungkan dengan kejadian abortus spontan berulang termasuk perlengketan
uterus atau sinekia dan leiomioma. Adanya kelainan anatomis ini dapat diketahui
dari pemeriksaan ultrasonografi (USG), histerosalfingografi (HSG), histeroskopi
dan laparoskopi (prosedur diagnostik). Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada
pasien ini adalah pemeriksaan USG dan HSG. Dari pemeriksaan USG sekaligus
juga dapat mengetahui adanya suatu mioma

7
terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor
mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya
mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan
harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB
pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak
dilakukan operasi.

3. Faktor endokrin:

a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus.

b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak
cukupnya produksi progesteron).
c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium
merupakan faktor kontribusi pada keguguran. Kenaikan insiden abortus bisa
disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisisensi
progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan
insiden abortus (Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa yang tidak
adekuat dapat menaikkan insiden abortus (Sutherland dan Pritchard, 1986).
Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut darikorpus
luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus.
Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormone
tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan
dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.

4. Faktor infeksi

Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma,


Rubella,Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan
dengan abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga
sebagai penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma,
Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi
aktif yang menyebabkan abortus spontan berulang masih belum dapat
dibuktikan. Namun untuk lebih memastikan penyebab, dapat dilakukan
pemeriksaan kultur yang bahannya diambil dari cairan pada servikal dan
endometrial.
5. Faktor imunologi

8
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah
dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya
aliran darah dari ari-ari tersebut. Faktor imunologis yang telah terbukti
signifikan dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain:
antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipin. Adanya
penanda ini meskipun gejala klinis tidak tampak dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan
reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena
pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas
kapiler.

6. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan

Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan


keadaan ibu, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang
menyebabkan abortus; sebaliknya pasien penyakit tersebut sering meninggal
dunia tanpa melahirkan. Adanya penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi
kronis, penyakit liver/ ginjal kronis) dapat diketahui lebih mendalam melalui
anamnesa yang baik. Penting juga diketahui bagaimana perjalanan
penyakitnya jika memang pernah menderita infeksi berat, seperti apakah telah
diterapi dengan tepat dan adekuat. Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan
beberapa pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi
hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai apakah ada gangguan fungsi hepar dan
ginjal atau diabetes melitus yang kemudian dapat menimbulkan gangguan
pada kehamilan seperti persalinan prematur.

7. Faktor Nutrisi

Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling


besar menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan
bukti yang menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam
makanan merupakan suatu penyebab abortus yang penting.

8. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.


9
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap
teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang
berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan.

9. Faktor psikologis.

Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan


keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka
terhadap terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional
dan sangat penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter
untuk mendapat kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu
kepadanya, sangat membantu. Pada penderita ini, penyebab yang menetap
pada terjadinya abortus spontan yang berulang masih belum dapat dipastikan.
Akan lebih baik bagi penderita untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam
usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan abortus yang berulang
tersebut, sebelum penderita hamil guna mempersiapkan kehamilan yang
berikutnya.

10. Faktor trauma

Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus


yang yang diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi
maternoplasental, dan infeksi.1 Namun secara statistik, hanya sedikit insiden

abortus yang disebabkan karena trauma .1

II.4 Patofisiologi

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian


atauseluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada
desidua.Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua
tersebutmenyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya
prosesabortus.7,8

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu :Embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua danvilli chorialis cenderung dikeluarkan secara in
toto, meskipun sebagian darihasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di
canalis servikalis.Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil

konsepsi.6,7,8

Pada kehamilan 8-14 minggu :Mekanisme di atas juga terjadi dan diawali
dengan pecahnya selaput ketubantelebih dahulu dan diikuti dengan pengeluaran janin
yang cacat

1
namunplasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering
menimbulkanperdarahan pervaginam banyak.8

Pada kehmilan minggu ke 14-22 :Janin biasanya sudah dikeluarkan


dan diikuti dengan keluarnya plasentabeberapa saat kemudian. Kadang-kadang
plasenta masih tertinggal dalamuterus sehingga menimbulkan gangguan
kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan
pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol. 7,8

II.5 Gambaran Klinis

1. Amenore
2. Perdarahan pervaginam
3. Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus
4. Pemeriksaan ginekologi
a. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada atau tidak ada jaringan
konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva
b. Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan
atau jaringan berbau busuk dari ostium

c. Vagina toucher (VT): portio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau

tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari
usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
perabaan adneksa, kavum douglas, tidak menonjol dan tidak nyeri5-6

Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Abortus Spontan10


Jenis Demam Nyeri/kram Perdarahan Jaringan Jaringan Ostium Besar
Abortus abdomen ekspulsi pada uteri Uterus
vagina

Imminens Tidak Sedang Sedikit Tidak Tidak Tertutup Sesuai


ada ada ada Usia
ekspulsi kehamilan
jaringan
konsepsi

Insipien Tidak Sedang-hebat Sedang- Tidak Tidak Terbuka, Sesuai


ada banyak ada ada ketuban Usia
ekspulsi menonjol kehamilan
jaringan
konsepsi

Inkomplit Tidak Sedang-hebat Sedang- Ekspulsi Mungkin Terbuka Sesuai


ada banyak sebagian masih Usia
jaringan ada kehamilan
konsepsi

Komplit Tidak Tanpa/sedikit Sedikit Ekspulsi Mungkin Terbuka/ Lebih


ada seluruh ada Tertutup kecil dari
jaringan usia
konsepsi kehamilan

Missed Tidak Tidak ada Tidak ada Jaringan Tidak Tertutup Lebih
ada telah ada kecil dari
mati tapi usia
tidak ada kehamilan
ekspulsi
jaringan
konsepsi

Sepsis Ada Ada Ringan-DIC Masih Jaringan Tertutup, Kecil


lekorea Terbuka dibanding
bau bau usia
kehamilan

Habitualis Tidak Tidak ada Tidak ada Tidak Tidak Tidak -


ada ada ada

II.6 Diagnosis

a. Anamnesis
Tiga gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut
bagian bawah terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke
punggung,bokong

dan perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi. 11 Gejala
ini terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal
di dalam rahim. Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada masa reproduksi
kurang
20 minggu dari HPHT.10 Perdarahan pervaginam dapat tanpa atau disertai
jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya apakah berupa
jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur. Rasa sakit atau
keram
bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.10

Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah
tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat
infeksi traktus genitalis harus diperhatikan.10 Riwayat kepergian ke tempat
endemik malaria dan pengambilan narkoba malalui jarum suntik dan seks
bebas dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.11

b. Pemeriksaan Fisik

1
Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit.4 Palpasi abdomen
dapat memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan
pemeriksaan bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia
gestasi, dan konsistensinya. 4 Pada pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan
spekulum keadaan serviks dapat dinilai samaada terbuka atau tertutup ,
ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat menonjol
keluar, atau didapatkan di liang vagina.4

Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:4

Perdarahan Serviks Uterus Gejala dan Diagnosis


tanda
Bercak sedikit Tertutup Sesuai dengan Kram perut Abortus
hingga sedang usia gestasi bawah, uterus immines
lunak
Tertutup/terbuka Lebih kecil Sedikit/tanpa Abortus
dari usia nyeri perut komplit
gestasi bawah, riwayat
ekspulsi hasil
konsepsi
Sedang hingga Terbuka Sesuai dengan Kram atau nyeri Abortus
masif usia kehamilan perut bawah, insipien
belum terjadi
ekspulsi hasil
konsepsi
Kram atau nyeri Abortus
perut bawah, incomplit
ekspulsi
sebahagian
hasil konsepsi
Terbuka Lunak dan Mual/muntah, Abortus mola
lebih besar kram perut
dari usia bawah,
gestasi sindroma mirip

1
PEB, tidak
ada janin,
keluar
jaringan
seperti
anggur

C. Pemeriksaan penunjang ini diperlukan dalam keadaan abortus imminens,

abortus habitualis dan missed abortion:5-6

1. Tes kehamilan : positif jika janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah
abortus
2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

4. Pemeriksaan lain sesuai dengan keadaan dan diagnosis pasien.

II.7 Diagnosis Banding

1. Kehamilan Ektopik Terganggu : nyeri lebih hebat dibandingkan abortus.


2. Mola Hidatidosa : uterus biasanya lebih besar daripada lamanya anmenore dan
muntah lebih sering.
3. Kehamilan dengan kelainan serviks seperti karsinoma servisi uteri, polipus
uteri, dan sebagainya.
Tabel 2.2. Diagnosis Banding Abortus
Diagnosis Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan
Banding penunjang
Abortus - perdarahan dari uterus - TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin
iminens pada kehamilan sebelum umur kehamilan masih positif
20 minggu berupa flek- - Dilatasi serviks (-) - USG : gestasional
flek sac (+), fetal plate
- nyeri perut ringan (+), fetal movement
- keluar jaringan (-) (+), fetal heart
movement (+)

Abortus - perdarahan banyak dari - TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin
insipien uterus pada kehamilan umur kehamilan masih positif
sebelum 20 minggu - Dilatasi serviks (+) - USG : gestasional
- nyeri perut berat sac (+), fetal plate
- keluar jaringan (-) (+), fetal movement
(+/-), fetal heart
movement (+/-)

Abortus - perdarahan banyak / - TFU kurang dari - tes kehamilan urin


inkomplit sedang dari uterus pada umur kehamilan masih positif
kehamilan sebelum 20 - Dilatasi serviks (+) - USG : terdapat sisa
minggu - teraba jaringan dari hasil konsepsi (+)
- nyeri perut ringan cavum uteri atau
- keluar jaringan sebagian masih menonjol
(+) pada osteum uteri
eksternum

1
4
Abortus - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
komplit - nyeri perut (-) umur kehamilan masih positif
- keluar jaringan (+) - Dilatasi serviks (-) bila terjadi 7-10 hari
setelah abortus.
USG : sisa hasil
konsepsi (-)

Missed - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan urin


abortion - nyeri perut (-) umur kehamilan negatif setelah 1
- biasanya tidak - Dilatasi serviks (-) minggu dari
merasakan keluhan terhentinya
apapun kecuali pertumbuhan
merasakan pertumbuhan kehamilan.
kehamilannya tidak - USG : gestasional
seperti yang diharapkan. sac (+), fetal plate
(+), fetal movement
(-), DJJ (-)
Diagnosis Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan
Banding penunjang
Missed - Bila kehamilannya > 14
abortion minggu - 20 minggu
penderita merasakan
rahimnya semakin
mengecil dengan tanda-
tanda kehamilan
sekunder pada payudara
mulai menghilang.
Mola - Tanda kehamilan (+) - TFU lebih dari umur - tes kehamilan urin
hidatidosa - Terdapat banyak atau kehamilan masih positif
sedikit gelembung mola - Terdapat banyak (Kadar HCG lebih
- Perdarahan banyak / atau sedikit dari 100,000
sedikit gelembung mola mIU/mL)
- Nyeri perut (+) ringan - DJJ (-) - USG : adanya
- Mual dan muntah (+) pola badai salju
(Snowstorm).

Blighted - Perdarahan berupa flek- - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
ovum flek usia kehamilan positif
- Nyeri perut ringan - OUE menutup - USG : gestasional
- Tanda kehamilan (+) sac (+), namun
kosong (tidak terisi
janin).

Kehamilan - Nyeri abdomen (+) - Nyeri abdomen (+) - Lab darah : HB


Ektopik - Tanda kehamilan (+) - Tanda-tanda syok rendah, eritrosit
Terganggu - Perdarahan pervaginam (+/-) : hipotensi, dapat meningkat,
(+/-) pucat, ekstremitas leukosit dapat
dingin. meningkat.
- Tanda-tanda akut - Tes kehamilan
abdomen (+) : perut positif
tegang bagian - USG : gestasional
bawah, nyeri tekan sac diluar cavum
dan nyeri lepas uteri.
dinding abdomen.
- Rasa nyeri pada
pergerakan servik.

1
- Uterus dapat
teraba agak
membesar dan
teraba benjolan
disamping
uterus yang
batasnya sukar
ditentukan.
- Cavum
douglas
menonjol
berisi darah
dan nyeri bila
diraba

II.8 Penatalaksanaan

1. Tatalaksana Umum
- Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
- Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan darah
sistolik <90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok.
Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut
saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya
dapat memburuk dengan cepat.
- Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan
komplikasi,berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk
48
jam:
Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6
jam Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

- Segera rujuk ibu ke rumah sakit.


- Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional
dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.
- Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.6,7,9,10
2. Metode Bedah dan medis

Terdapat berbagai metode bedah dan medis untuk mengobati abortus


spontan serta terminasi yang dilakukan pada keadaan lain, dan hal ini
diringkas sebagai

berikut:2,6,7,9,10

- Dilatasi serviks diikuti oleh evakuasi


uterus Kuretase

Aspirasi vakum (kuretase


isap) Dilatasi dan evakuasi
(D&E) Dilatasi dan
Curretase (D&C)

- Aspirasi haid

1
- Laparatomi
Histeroto
mi
Histerekt
omi

Teknik Medis

- Oksitosin intravena
- Cairan hiperosmotik
intraamnion Salin 20%

Urea 30%

- Prostaglandin E2, F2, dan


analognya Injeksi
intraamnion

Injeksi
ekstraovular
Insersi vagina
Injeksi
parenteral
Ingesti oral
- AntiprogesteronRU 486 (mifepriston) dan epostan
- Berbagai kombinasi dari di atas.
3. Tatalaksana sesuai jenis
abortus a. Abortus
imminens
- Pertahankan kehamilan
- Tidak perlu pengobatan khusus
- Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau berhubungan seksual
- Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada
pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG
panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan penilaian ulang bila
perdarahan terjadi lagi.
- Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai
kemungkinan adanya penyebab lain.
- Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik
(salbutamol atau indometasin) karena obat ini tidak dapat mencegah
abortus.
- Bila reaksi kehamilan 2 kali berturut-turut negatif, maka sebaiknya
uterus

dikosongkan (kuret)6,7,9,10

b. Abortus Insipiens

- Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan rasa


tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan informasi
mengenai kontrasepsi pascakeguguran.
- Jika usia kehamilan < 16 minggu: lakukan evaluasi isi uterus. Jika
evakuasi Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko
dan rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan
informasi mengenai kontrasepsi pascakeguguran.

1
- Jika usia kehamilan < 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus dengan
aspirasi vakum manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat dilakukan
segera:
Berikan Ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian
bila perlu) atau Misoprostol 400 mg per oral dan bila masih
diperlukan

dapat diulang setelah 4 jam jika perlu.


Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari
uterus.

- Jika usia kehamilan > 16 minggu:


Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan spontan

kemudian dilakukan evakuasi uterus dengan AVM.


Bila perlu, berikan Induksi oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau
RL mulai 8 tetes sampai 40 tetes/ menit, sesuai kondisi kontraksi
uterus

sampai terjadi pengeluaran hasil konsepsi.


Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari
uterus.

- Lakukan pemantauan pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam.


Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
- Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan
untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
- Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar
hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb
>8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.6,7,9,10

c. Abortus inkomplit

- Lakukan konseling.
- Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan
kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks.
- Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu,
lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah
metode yang dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan bila
AVM tidak tersedi. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan
ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).

1
- Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU
oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil
konsepsi.
- Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2
jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
- Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan
untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
- Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar
hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb
>8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.6,7,9,10

d. Abortus komplit

- Tidak diperlukan evakuasi lagi.


- Lakukan konseling untuk memberikan dukungan emosional dan
menawarkan kontrasepsi pasca keguguran.
- Observasi keadaan ibu.
- Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/
hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah.
- Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.6,7,9,10
e. Abortus Habitualis

- Pada serviks inkompeten terapinya operatif Shirodkar atau Mc Donald


(cervical cerclage).
- Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih
besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada
sesudahnya.6,7,9,10

f. Abortus Infeksious

- Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup
- Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan
pembiakan da
uji kepekaan obat)
Berikan suntikan penisilin 1.000.000 satuan tiap 6
jam Berikan suntikan streptomisin 500mg setiap
12 jam
Atau antibiotika spektrum luas lainnya.

- Bila tetap terjadi perdarahan banyak setelah 1-2 hari lakukan dilatasi
dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi6,7,9,10

g. Abortus Septik

- Penatalaksanaan sama dengan abortus infeksious, hanya dosis dan


jenis antibiotika ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan
hasil

1
pembiakan dan uji kepekaan kuman. Perlu di observasi apakah ada
tanda

perforasi atau akut abdomen.6,7,9,10


Gambar 2.2 Algoritme Penatalaksanaan
Abortus

Abortus:

Definisi
Pembagian
menurut:
Penyebab
Gambaran
klinis

Abortus Abortus Insipien Abortus Abortus Khusus


Imminens Amenore Inkompletus Infeksios
Amenore a Amenore us
a Rasa a Miised
Rasa nyeri Perdarah abortion
nyeri Perdarah an Habituali
Perdarah an Sisa s
an banyak/ jaringan
Tanpa menggu Terdapat
dilatasi mpal dilatasi
Terdapat
dilatasi

Tatalaksana: Tatalaksana Definitif:


Konservatif Persiapan dilatasi dan
Tirah baring kuretase
Obat penenang Pasang infus jika perlu
Terapi hormonal: transfusi darah
Derivat Dilatasi dan kuretase
progesteron
Dupaston
Gestanon
Pemeriksaan
laboratorium:
Penunjang
Komplikasi tindakan:
diagnostik Perdarahan
Infeksi
Trauma tindakan
Kemungkinan
degenerasi
koriokarsinoma

2
II.9 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin timbul dari abortus adalah: 11

a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan
tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera
pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.
b. Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus
provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien
biasanya datang dengan syok hemoragik.
c. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila
setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus
diingat kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan
histologik harus dilakukan dengan teliti.
d. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam
uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga
gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama
sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah
kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan dalam jumlah 70-
100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan segera.
e. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan
tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini
dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak
dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
f. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik
lokal seperti KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat
mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-
obatan
2
seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan
histologik dan toksikolgik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
g. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan
tetapi memerlukan waktu. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu
staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma,
Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis,
sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram
negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur.
Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada
abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke
perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.

Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap


infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus,
Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus,
dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah
Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani.
Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat
membentuk gas.

II.10 Prognosis

Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan


sebelumnya:6

1. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abotus yang rekuren
mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %.
2. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan
keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %.
3. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung
janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih
aborsi spontan yang tidak jelas.
DAFTAR PUSTAKA

2
1. Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu
Kandungan, edisi 2008

2. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan


Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2006 Hal M9-M17.

3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, GilstrapIII LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Williams Obstetrics. 21 ed. (diterjemahkan oleh Andry Hartanto, Y Joko Suyono,
Brahm U. Pendit). Jakarta: EGC; 2005.

4. Pranata S, Sadewo FS. Kejadian Keguguran, Kehamilan Tidak Direncanakan dan


Pengguguran Di Indonesia [Artikel Serial Online]. Surabaya: Pusat Humaniora,
Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Date Review: February 11,
2012 [cited May 30, 2015]. Available from:
http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/2992/2225.

5. Azhari. Seminar: Kelahiran tidak diinginkan (aborsi) dalam kesehatan reproduksi


remaja. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/ RSMH. June, 25
2002 [cited May 30, 2015]. Available from:
http://digilib.unsri.ac.id/download/MASALAH%20ABORTUS%20DAN
%20KESEHATAN.pdf

6. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid 2. Jakarta: EGC; 2010.

7. Manuaba IBG, Chandranita IA, Fajar IBG. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:
EGC; 2007.

8. Manuaba IBG. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetri dan Ginekologi Edisi 2.


Jakarta: EGC; 2004.

9. Achadiat CM. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC; 2004.

10. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, editor. Ilmu Kesehatan


Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004.
11. Kepmenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar
dan Rujukan. Jakarta: Kepmenkes RI; 2013.

12. Abortus Incomplete. Available at http://www.jevuska.com/2007/04/11/abortus-

inkomplit

13. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at


http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview

Anda mungkin juga menyukai