Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

GAGAL GINJAL DAN SINDROM NEFROTIK

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2: TK 1/REG 1

AMBAR WULANDARI (1814401011)

IDEALTI AJENG SOLEHA (1814401013)

KIKI WULANDARI (1814401016)

NI NYOMAN SUKMAWATI (1814401017)

HIDAYAT ROHMAN (1814401032)

EKA NUR SAFITRI (1814401041)

DWI YUNIKA (1814401049)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN DIII KEPERAWATAN

TAHUN AJAR 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat Taufik Hidayah
serta Inayah-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikanmakalah dari mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah 1 yang berjudul “Gagal Ginjal dan Nefrotik Syndrome” dengan lancar dan tepat pada
waktunya.

Kami menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu hasil makalah
Kami ini tidak luput dari kekurangan baik dari segi isi maupun penulisan kata. Maka dari itu dengan
mengharapkan ridha Tuhan Yang Maha Kuasa, kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang
membangun dari anda semua demi untuk memperbaiki makalah Kami di masa yang akan datang.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk semua pembaca dan dapat digunakan di dalam
hal yang baik. Terima kasih.

Bandar Lampung, 14 September 2019

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

JUDUL Gagal Ginjal & Sindrom Nefrotik ............................................................................................. i

Kata Pengantar ...................................................................................................................................... ii

Daftar Isi .............................................................................................................................................. iii

BAB I ................................................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................................................................. 2

BAB II................................................................................................................................................... 3

2.1 Gagal Ginjal .................................................................................................................................... 3

2.8 Sindrom Nefrotik .......................................................................................................................... 22

BAB III ............................................................................................................................................... 31

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................... 31

3.2 Saran ............................................................................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan
hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit
tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau
produksi urin. Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau
terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering
dialami mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal failure = ARF) dan
gagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal
secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan
fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat.
Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Sehingga
biasanya diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah. Gagal ginjal kronik tidak dapat
disembuhkan. Pada penderita gagal ginjal kronik, kemungkinan terjadinya kematian sebesar 85 %.
Sindrom nefrotik adalah kelainan yang terjadi ketika ginjal mengeluarkan terlalu banyak protein
dalam urin yang keluar dari dalam tubuh. Setiap ginjal di dalam tubuh manusia mengandung 1 juta
saringan untuk membersihkan darah yang mengandung limbah metabolik. Ginjal yang sehat akan
menyimpan zat penting bernama protein di dalam darah. Tubuh memerlukan protein untuk tumbuh dan
memperbaiki diri sendiri. Dengan sindrom ini, ginjal membuang protein bersamaan dengan limbah
metabolik saat buang air kecil. Sindrom nefrotik menyebabkan pembengkakan (edema), terutama pada
kaki dan pergelangan kaki serta meningkatkan risiko masalah kesehatan lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari penyakit Gagal Ginjal ?
2. Apa penyebab terjadinya Gagal Ginjal ?
3. Bagaimana manifestasi klinis Gagal Ginjal ?
4. Bagaimana penatalaksanaan Gagal Ginjal ?
5. Bagaimana komplikasi dari Gagal Ginjal ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Gagal Ginjal ?
7. Apa pengertian Sindrom Nefrotik ?
8. Apa saja tanda dan gejala Sindrom Nefrotik ?
9. Apa penyebab Sindrom Nefrotik ?
10. Bagaimana komplikasi dari Sindrom Nefrotik ?

1
2.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami tentang penyakit Gagal Ginjal
2. Mahasiwa dapat memahami tentang Sindrom Nefrotik
3. Mahasiwa dapat memahami penyebab penyakit Gagal Ginjal
4. Mahasiwa dapat memahami penyebab Sindrom Nefrotik

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gagal Ginjal
Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring dan membuang zat-
zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit (misalnya
kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah. Ginjal juga memproduksi bentuk aktif dari vitamin D yang
mengatur penyerapan kalsium dan fosfor dari makanan sehingga membuat tulang menjadi kuat. Selain
itu ginjal memproduksi hormon eritropoietin yang merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel
darah merah, serta renin yang berfungsi mengatur volume darah dan tekanan darah.
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal.
Pada kondisi normal, pertama-tama darah akan masuk ke glomerulus dan mengalami penyaringan
melalui pembuluh darah halus yang disebut kapiler. Di glomerulus, zat-zat sisa metabolisme yang sudah
tidak terpakai dan beberapa yang masih terpakai serta cairan akan melewati membran kapiler sedangkan
sel darah merah, protein dan zat-zat yang berukuran besar akan tetap tertahan di dalam darah. Filtrat
(hasil penyaringan) akan terkumpul di bagian ginjal yang disebut kapsula Bowman. Selanjutnya, filtrat
akan diproses di dalam tubulus ginjal. Di sini air dan zat-zat yang masih berguna yang terkandung dalam
filtrat akan diserap lagi dan akan terjadi penambahan zat-zat sampah metabolisme lain ke dalam filtrat.
Hasil akhir dari proses ini adalah urin (air seni).
Gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal
itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri . Penyakit gagal ginjal lebih sering dialami mereka yang
berusia dewasa , terlebih pada kaum lanjut usia.Secara umum, gagal ginjal adalah penyakit akhir dari
serangkaian penyakit yang menyerang traktus urinarius.
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal failure = ARF) dan
gagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal
secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan
fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat.
Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses
penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai
ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end stage renal disease). Gagal ginjal kronis dibagi menjadi
lima stadium berdasarkan laju penyaringan (filtrasi) glomerulus (Glomerular Filtration Rate = GFR)
yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. GFR normal adalah 90 - 120 mL/min/1.73 m2.

3
Stadium GFR (ml/menit/1.73m2) Deskripsi

1 90 – 120 Kerusakan minimal pada ginjal, filtrasi masih normal


atau sedikit meningkat.

2 60-89 Fungsi ginjal sedikit menurun


3 30-59 Penurunan fungsi ginjal yang sedang
4 15-29 Penurunan fungsi ginjal yang berat
5 Kurang dari 15 Gagal ginjal stadium akhir (End Stage Renal Disease)
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat
digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )

72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

2.2 Etiologi
Penyebab gagal ginjal akut dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :
1. Penyebab prerenal, yakni berkurangnya aliran darah ke ginjal. Hal ini dapat disebabkan oleh :
a. Hipovolemia (volume darah yang kurang), misalnya karena perdarahan yang hebat.
b. Dehidrasi karena kehilangan cairan, misalnya karena muntah-muntah, diare, berkeringat
banyak dan demam.
c. Dehidrasi karena kurangnya asupan cairan.
d. Obat-obatan, misalnya obat diuretic yang menyebabkan pengeluaran cairan berlebihan
berupa urin.
e. Gangguan aliran darah ke ginjal yang disebabkan sumbatan pada pembuluh darah ginjal.
2. Penyebab renal di mana kerusakan terjadi pada ginjal.
a. Sepsis: Sistem imun tubuh berlebihan karena terjadi infeksi sehingga
menyebabkan peradangan dan merusak ginjal.
b. Obat-obatan yang toksik terhadap ginjal.
c. Rhabdomyolysis: terjadinya kerusakan otot sehingga menyebabkan serat otot yang rusak
menyumbat sistem filtrasi ginjal. Hal ini bisa terjadi karena trauma atau luka bakar yang
hebat.
d. Multiple myeloma.
e. Peradangan akut pada glomerulus, penyakit lupus eritematosus sistemik, Wegener's
granulomatosis, dan Goodpasture syndrome.
3. Penyebab postrenal, di mana aliran urin dari ginjal terganggu.

4
a. Sumbatan saluran kemih (ureter atau kandung kencing) menyebabkan aliran urin
berbalik arah ke ginjal. Jika tekanan semakin tinggi maka dapat menyebabkan
kerusakan ginjal dan ginjal menjadi tidak berfungsi lagi.
b. Pembesaran prostat atau kanker prostat dapat menghambat uretra (bagian dari saluran
kemih) dan menghambat pengosongan kandung kencing.
c. Tumor di perut yang menekan serta menyumbat ureter.
d. Batu ginjal.
Penyebab gagal ginjal kronik antara lain:
1. Diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 yang tidak terkontrol dan menyebabkan nefropati
diabetikum.
2. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.
3. Peradangan dan kerusakan pada glomerulus (glomerulonefritis), misalnya karena penyakit lupus
atau pasca infeksi.
4. Penyakit ginjal polikistik, kelainan bawaan di mana kedua ginjal memiliki kista multipel.
5. Penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka lama atau penggunaan obat yang bersifat toksik
terhadap ginjal.
6. Pembuluh darah arteri yang tersumbat dan mengeras (atherosklerosis) menyebabkan aliran
darah ke ginjal berkurang, sehingga sel-sel ginjal menjadi rusak (iskemia).
7. Sumbatan aliran urin karena batu, prostat yang membesar, keganasan prostat.
8. nfeksi HIV, penggunaan heroin, amyloidosis, infeksi ginjal kronis, dan berbagai macam
keganasan pada ginjal.

2.3 Patofisiologi
1. Gagal ginjal akut dibagi dua tingkat :
a. Fase mula
Ditandai dengan penyempitan pembuluh darah ginjal dan menurunnya aliran darah ginjal, terjadi
hipoperfusi dan mengakibatkan iskemi tubulus renalis. Mediator vasokonstriksi ginjal mungkin sama
dengan agen neurohormonal yang meregulasi aliran darah ginjal pada keadaan normal yaitu sistem saraf
simpatis, sistem renin - angiotensin , prostaglandin ginjal dan faktor faktor natriuretik atrial. Sebagai
akibat menurunnya aliran darah ginjal maka akan diikuti menurunnya filtrasi glomerulus.
b. Fase maintenance.
Pada fase ini terjadi obstruksi tubulus akibat pembengkaan sel tubulus dan akumulasi dari debris.
Sekali fasenya berlanjut maka fungsi ginjal tidak akan kembali normal walaupun aliran darah kembali
normal.Vasokonstriksi ginjal aktif merupakan titik tangkap patogenesis gagal ginjal dan keadaan ini
cukup untuk mengganggu fungsi ekskresi ginjal. Macam-macam mediator aliran darah ginjal tampaknya
berpengaruh. Menurunnya cardiac output dan hipovolemi merupakan penyebab umum oliguri
perioperative. Menurunnya urin mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin - angiotensin.

5
Angiotensin merupakan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal dan menyebabkan menurunnya aliran
darah ginjal.
2. Gagal ginjal kronik
Pada gagal ginjal kronik , terjadi banyak nephron-nephron yang rusak sehingga nephron yang ada
tidak mampu memfungsikan ginjal secara normal. Dalam keadaan normal, sepertiga jumlah nephron
dapat mengeliminasi sejumlah produk sisa dalam tubuh untuk mencegah penumpukan di cairan tubuh.
Tiap pengurangan nephron berikutnya, bagaimanapun juga akan menyebabkan retensi produk sisa dan
ion kalium. Bila kerusakan nephron progresif maka gravitasi urin sekitar 1,008. Gagal ginjal kronik
hampir selalu berhubungan dengan anemi berat.
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi dapat
terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan
perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H⁺) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi ammonia dan mengabsorpsi natrium
bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain terjadi (Nursalam dan Fransisca,
2008).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum
tulang untuk menhasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan
anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Pada gagal ginjal kronik filtrasi glomerulus rata-rata menurun dan selanjutnya terjadi retensi air dan
natrium yang sering berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi akan berlanjut bila salah satu bagian dari
ginjal mengalami iskemi. Jaringan ginjal yang iskemi mengeluarkan sejumlah besar renin , yang
selanjutnya membentuk angiotensin II, dan seterusnya terjadi vasokonstriksi dan hipertensi.

2.4 Manifestasi klinis


Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang
mendasari, dan usia pasien.
1. Kardiovaskuler :
a. Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
system rennin-angiotensin-aldosteron)
b. Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
c. Edema periorbital
d. Gagal jantung kongestif
e. Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)

6
f. Pembesaran vena leher
g. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh
toksin uremik), efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul
dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
h. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastatic.
2. Dermatologi/integument :
a. Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik dan pengendapan
kalsium di pori-pori kulit.
b. Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom.
c. Kulit kering, bersisik
d. Kuku tipis dan rapuh
e. Rambut tipis dan kasar
3. Gastrointestinal :
1. Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di
mulut menjadi ammonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat lain adalah timbulnya
stomatitis dan parotitis
2. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
3. Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolism di dalam usus,
terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolism bakteri usus seperti ammonia dan metil
guanidine, serta sembabnya mukosa usus
4. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui
5. Konstipasi dan diare
6. Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis uremik)
7. Neurologi :
a. Ensefalopati metabolic. Kelemahan dan keletihan, tidak bias tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kelemahan pada tungkai
e. Rasa panas pada telapak kaki
f. Perubahan perilaku
g. Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki.
8. Muskuloskleletal :
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Fraktur tulang

7
d. Foot drop
e. Restless leg syndrome. Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan
f. Miopati. Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal.
9. Reproduksi :
a. Atrofi testikuler
b. Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi
testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan
metabolic tertentu (seng, hormone paratiroid). Pada wanita timbul gangguan
menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenore
10. Hematologi :
a. Anemia, dapat disebabkan berbagai factor antara lain :
 Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada
sumsum tulang menurun.
 Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik.
 Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang berkurang.
 Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit
b. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
c. Gangguan perfusi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan perdarahan akibat
agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya factor trombosit III
dan ADP (adenosine difosfat).
d. Gangguan fungsi leukosit. Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit
menurun sehingga imunitas juga menurun.
11. Endokrin :
a. Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada
gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin<15 mL/menit), terjadi penurunan klirens
metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormone aktif memanjang. Keadaan ini
dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah akan berkurang.
b. Gangguan metabolisme lemak
c. Gangguan metabolisme vitamin D
12. Sistem lain :
a. Tulang: osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan
kalsifikasi metastatic
b. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil metabolisme.
c. Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

8
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan
laboratorium maupun radiologi.
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
b. RFT ( renal fungsi test ) : ureum dan kreatinin
c. LFT (liver fungsi test )
d. Elektrolit :Klorida, kalium, kalsium
e. BGA
2. Urine
a. urine rutin
b. urin khusus : benda keton, analisa kristal batu.
3. pemeriksaan kardiovaskuler
a. ECG
b. ECO
4. Radidiagnostik
a. USG abdominaL
b. CT scan abdominal
c. BNO/IVP, FPA
d. Renogram
e. RPG ( retio pielografi )

2.6 Penaktalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya oedema
d. Batasi cairan yang masuk
e. Diit rendah uremi
2. Obat-obatan: diuretik, anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid.
3. Dialysis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)

9
b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin.
Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
4. Operatif
a. Pengambilan batu ginjal
b. Transplantasi ginjal
c.
2.7 Komplikasi
a. Asidosis metabolic
b. Hiperkalemi
c. Perikarditis, efusi perikardialdan tamponade jantung
d. Hipertensi
e. Anemia
f. Penyakit tulang
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)

10
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M.R
DENGAN DIAGNOSA GAGAL GINJAL KRONIK
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : Ny. Y.M
Umur : 55 th
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kalawat jaga III
Agama : Kr. Protestsn
Suku / Kebangsaan : Ternate/Indonesia
Pendidikan : SMP
Stasus : Menikah
Pekerjaan : IRT
Tanggal MRS : 11 Juli 2014
Tanggal pengkajian: 14 Juli 2014
No. Med. Rec : 41.61.88
Diagnosa medis : Gagal Ginjal Kronik
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Mual dan Muntah
b. Riwayat keluhan utama
Mual dan muntah dirasakan pasien  1 hari SMRS, pasien muntah dengan frekwensi
6 kali sehari, muntah berisi makanan dan minuman yang dimakan pasien, volume
muntah  4 gelas aqua sekali muntah, pasien juga merasa nyeri ulu hati,  1 hari
SMRS, nyeri bersifat hilang timbul dan diraskan 1 menit, pasien juga mengatakan
badan terasa lemah.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien tidak ada nafsu makan, badan terasa lemah serta mengalami susah tidur dan
konstipasi (+) mual(+), muntah (-),pucat (+), edema palpebra (+), turgor kulit jelek,
bibir kering dan pecah-pecah, poliuri dan nyeri tekan pada gaster (-).
d. Riwayat Kesehatan dahulu
Pasien menderita DM Tipe II sejak tahun 2011 begitu juga dengan Hipertensi.
Pasien juga menderita Hiperkolesterol, pasien meminum obat DM, HPT dan
Hiperkolesterol dengan teratur.
e. Riwayat Keluarga
Dikeluarga pasien hanya pasien yang menderita penyakit ini.

11
f. Pola Fungsi Kesehatan: (Marilynn E. Doengoes)
1. Aktivitas/istirahat
Kelelahan dan kelemahan, malaise, gangguan tidur/ Insomnia. Pasien beraktivitas di bantu oleh orang
lain baik dalam makan, minum, berjalan, ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc.
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi sejak tahun 2011, TD : 140/90 mmHg, N : 88x/m, CRT <3 detik.
3. Integritas Ego
Pasien menerima penyakit yang ia derita saat ini, dan hubungan dengan keluarga berjalan dengan
baik.
4. Eliminasi
Pasien mengalami poliuri dengan frekwensi 14-16 x/hari, pasien juga mengalami konstipasi dimana
pasien terakhir kali BAB pada tanggal 13 juli 2014.
5. Makanan/cairan
Penurunan nafsu makan, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (Pernapasan ammonia).
Pasien makan 3x/hari dengan menu Diit Protein(0,6 gr /kg/bb/hari) dan Diit kalori (30ml/kg/bb/hari),
makanan tidak dihabiskan (1/2 piring dihabiskan).
6. Neurosensori
Kesadaran pasien compos mentis, konsentrasi baik, tidak ada penurunan fungsi saraf.
7. Nyeri/kenyamanan
Pasien tidak merasakan nyeri ulu hati dan nyeri kepala. Pasien merasa aman selama berada di rumah
sakit.
8. Pernapasan
Pernapasan pasien 20x/m tidak ada ronkhi dan wheezing, batuk tidak ada.
9. Integumen
Turgor kulit pasien jelek dan wajah tampak pucat.
10. Seksualitas
Pasien pada saat ini sudah tak dapat lagi melakukan aktivitas seks karena dalam keadaan sakit.
11. Interaksi sosial
Pasien sudah tak dapat lagi beraktivitas seperti biasa karena dalam keadaan sakit, pasien tidak dapat
lagi melakukan peran sebagai Ibu Rumah Tangga karena sakit.
12. Pembelajaran/penyuluhan
Pasien memiliki riwayat DM, salah satu penyebab GGK adalah DM, pasien juga harus diberikan
pendidikan tentang diit Protein dan Kalori.

12
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum :
- Kesadaran : Compos Mentis
- TTV :
- TD :140/90 mmHg - R : 20x/mnt
- N : 88x/mnt -S : 36,8°C
BB SMRS : 67kg BB saat di kaji : 64kg
b. Sistem Integumen
Pucat (+), kulit kering, turgor lambat
c. Kepala
Warna rambut hitam, penyebaran merata, rambut oval & kering
d. Mata
Penglihatan normal, konjungtiva anenis (+), sklera interik (-) edema palpebra
(+)
e. Telinga
Secret (+), pendengaran baik
f. Hidung
Secret (+), penciuman baik
g. Mulut & Faring
Keadaan mulut kering (+), bau mulut (+), bibir kering dan pecah-pecah (+),
stomatitis (-)
h. Ekstremitas Atas : Pada tangan bagian kiri terpasang IVFD NaCl 0,9 %
i. Ekstremitas Bawah : Normal, edema (-)
j. Abdomen
Benjolan (-), pembesaran hepar (-), bising usus (+) normal
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik 14 Juli 2014
No. Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
1. Leukosit 11.500 /mm^3 4000-10.000
2. Eritrosit 3,60 10^6/mm^3 4,25-5,40
3. Hemoglobin 10,9 g/dL 12,0-16,0
4. Hematokrit 29,7 % 37,0-47,0
5. Trombosit 391 10^3/mm^3 150-450
Kimia klinik
6. GDS 235 mg/dL 70-125

13
7. Natrium Darah 129 meg/dL 135-152
8. Kalium Darah 3,74 meg/dL 3,5-4,5
9. Chlorida Darah 94 meg/dL 98-109
10. Kreatinin Darah 2,9 mg/dl 0,6-1,1
11 Ureum Darah 53 mg/dl 20-40

b. Hasil Pemeriksaan Urinalisis


No. Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
1 Epitel 5-6 /1 pk 0-1
2 Silinder - /1pk -
3 Eritrosit 0-1 /lpb 0-1
4 Leukosit 2-3 /1pb 1-5
3
5 Berat jenis 1,005 M 1,010-1030
6 pH 7 5-8
7 Leukosit ++ +
8 Nitrit - -
9 Protein +++ -
10 Glukosa + Normal
11 Keton + -
12 Urobilinogen Normal 0,1-1
13 Bilirubin - Normal
14 Darah/Eri - -

5. Terapi obat-obatan
a. Ranitidin 2 x 1 amp IV
b. Merocloporanide 3x1 amp IV
c. Amlodipine 10 mg 1-0-0
d. Asquidone 2x30 mg
e. Ciprofloxacin 1x400 mg IV
f. Simvastatin 10 mg 0-0-1
g. Captopril 3x25 mg
h. Kapsul garam 3x1
i. IVFD NaCl 0,9 20 gtt/ menit

14
B. Klasifikasi Data
Data Subyektif Data Obyektif
1. Pasien mengatakan adanya bengkak di 1. Adanya edema palpebra, bibir kering,
kelopak mata, bibir kering dan pecah-pecah. pecah-pecah dan bau amoniak, turgor kulit
2. Pasien mengatakan badan lelah dan lemah, jelek, kadar kreatinin 2,9Mg/dl dan kadar
malaise. Ureum Darah 53 mg/dl.
3. Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan 2. Pasien beraktivitas di bantu oleh orang lain
karena mual dan berat badan menurun 3 kg baik dalam makan, minum, berjalan,
ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc, HB
10,9 g/dl.
3. Selera makan pasien menurun, makan 3x1
diit protein dan kalori (1/2 piring
dihabiskan). BB SMRS : 67 kg BB saat
dikaji : 64 kg.

C. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1. DS : Nefron yang terserang hancur Kelebihan
Pasien mengatakan adanya  Volume
bengkak di kelopak mata, bibir GFR  Cairan
kering dan pecah-pecah. 
DO : (BUN & kreatinin ↗ )
- Adanya edema palpebra 
Retensi natrium
- bibir kering, pecah-pecah dan

bau amoniak
Total CES ↗
- Turgor kulit jelek

- Kadar kreatinin 2,9Mg/dl
Vol Interstisial ↗
- Kadar Ureum Darah 53 mg/dl

Edema

Preload ↗

Hipertrofi Ventrikel Kiri

COP 

15
Aliran Darah Ginjal 

Retensi Na & H2O↗

Kelebihan Volume Cairan

2. DS: Nefron yang terserang hancur Intoleransi


Pasien mengatakan badan lelah  Aktivitas
dan lemah, malaise. GFR 

DO : Ketidakseimbangan dlm
- Pasien beraktivitas di bantu glomerulus & tubulus
oleh orang lain baik dalam 
makan, minum, berjalan,
Eritropoetin
ambulasi dan imobilisasi,

mandi/wc.
Hb
- HB : 10,9 g/dl

suplai O2 

Anemia

Pucat, Fatigue malaise

Intoleransi Aktivitas
3 DS : Nefron yang terserang hancur Gangguan
Pasien mengatakan tidak ada  Nutrisi
nafsu makan karena mual, pasien GFR  Kurang
juga mengatakan mengalami  Dari
(BUN & kreatinin ↗ )
penurunan BB  3kg Kebutuhan
Do :  Tubuh
- Selera makan pasien Sekresi protein terganggu
menurun, makan 3x1 diit 
Sindrom uremia
protein dan kalori (1/2 piring

dihabiskan).
Gangguan keseimbangan asam-
- BB SMRS : 67 kg BB saat di

16
kaji : 64 kg basa

Produksi asam lambung ↗

Nausea, Vomitus

Gangguan Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh

D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1 Gangguan keseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji adanya edema dengan
distensi vena jugularis, dispnea,
cairan dan elektrolit intervensi tachikardi, peningkatan tekanan
berhubungan dengan keperawatan selama darah crakles pada auskultasi.
penurunan glomerulo 2x24 jam diharapkan R:
Merupakan tanda-tanda lethargi
filtration rate. : cairan yang menambah kerja dari
DS : jantung dan menuju edema
Keseimbangan cairan
Pasien mengatakan adanya pulmoner dan gagal jantung.
dan elektrolit 2. Kaji kelemahan otot tidak adanya
bengkak di kelopak mata,
reflek tendon dalam, kram
bibir kering dan pecah-pecah. KH : abdomen dengan diare, tidak
DO : - Rasio intake dan teraturnya nadi, membran mukosa
- Adanya edema palpebra dan turgor kulit.
output pada batas
R:
- bibir kering, pecah-pecah normal Tanda-tanda hipernatremia
dan bau amoniak dihasilkan dari tanda fungsi
- Berat badan
tubular ginjal.
- Turgor kulit jelek normal 3. Kaji kelemahan, kelelahan,
- Kadar kreatinin 2,9Mg/dl - Tekanan penurunan reflek tendon
darah
R:
- Kadar Ureum Darah 53 dalam batas Tanda-tanda hipertermia
mg/dl dihasilkan dari ketidakmampuan
ketentuan
nefron untuk memfiltrasi keluar
(140/90 mmHg) Na.diperlukan aibsorps Ca dari
intestinum.
dan elektrolit K,
4. Monitor tanda-tanda vital,
Ca, Mg, Fosfat, kreatinin .
R:
Na pada batas
Tanda-tanda peningkatan
normal. elektrolit
5. Kolaborasi pemberian obat
- Tidak ada edema
diuretik, HCT
- Membran R:
Bekerja sebagai obat diuresis
mukosa baik,
(untuk mengeluarkan kelebihan
bibir lembab dan cairan dalam tubuh)

17
turgor kulit baik.

2 Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat aktivitas dan


toleransi, pola aktivitas
produksi eritrosit menurun intervensi kemampuan dalam ADL keadaan
ditandai dengan : keperawatan selama bedrest, TTV.
DS : R:
2x24 jam diharapkan
Merupakan data dasar terhadap
Pasien mengatakan badan
Kebutuhan aktivitas kemampuan beraktivitas dan
lelah dan lemah, malaise. untuk tindakan berikutnya.
sehari-hari dapat
2. Kaji kelemahan dyspnoe, pucat
DO :
terpenuhi. dan pusing perdarahan dari gusi,
- Pasien beraktivitas di bantu luapan menstruasi berat saluran
KH :
gastrointestinal.
oleh orang lain baik dalam
- Kontinuitas R:
makan, minum, berjalan, Tanda dan gejala anemia dengan
partisipasi ADL
penurunan produksi eritropoetin
ambulasi dan imobilisasi,
- Mengemukakan yang menstimulasi produksi.
mandi/wc. 3. Monitor jumlah darah merah,
kemampuan
hematokrit, hemoglobin, jumlah
- HB 10,9 g/dl
untuk platelet RBC kurang dari 6 juta
- Eritrosit 3,60 106mm3 Hct kurang dari 20% Hgb kurang
memelihara
dari 10 g/dl
- Hematokrit : 29,7 %
tingkat energy R:
Penurunan merupakan indikasi
- Hilangnya
suspek anemia, kehilangan darah.
komplikasi. 4. Bantu klien ketika diperlukan
dalam pemenuhan ADL
- Hb dalam batas
R:
normal Menyimpan energi dan
mengurangi tuntutan
- Ertrosit dalam
5. Ajari klien bagaimana untuk
batas normal merencanakan pembatasan untu
memodifikasi atau meningkatkan
aktivitas yang disetujui pada
tingkat toleransi dan tujuan
realistis.
R:
Izinkan untuk mengontrol pasien
ketika mencapai perkembangan
dan menghindari kelelahan
6. Anjurkan pasien hindari aktivitas
atau mengunakan alat (sikat gigi,
pisau cukur) yang mungkin
menyebabkan trauma pada
jaringan: catat setiap perdarahan
dari mukosa memar berlebih
R:
Kecenderungan berdarah
menyebabkan hilangnya darah
terutama jaringan
3 Gangguan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Kaji pola nutrisi pasien dan

18
kebutuhan tubuh b/d Hb, intervensi perubahan yang terjadi\
peningkatan asam lambung di keperawatan selam R : mengetahui pola nutrisi klien
tandai dengan: 2x24 jam diharapkan serta intake makanan
DS : : Kebutuhan nutrisi 2. Timbang berat badan
Pasien mengatakan tidak ada pasien dapat R : Mengidentifikasi intake
nafsu makan karena mual. terpenuhi makanan
Dan berat badan menurun 3 KH : Anoreksia
kg. - Hilangnya 3. Berikan makanan porsi kecil tapi
DO : anoreksia sering. -Pasien makan 3x/hari.
Pola Nutrisi - Hilangnya mual Pada jam 8 pagi, jam 12 siang
- Selera makan : Tdk dan muntah dan jam jam 7 malam.
baik/menurun - Intake 2000 4. Anjurkan menghindari minum
- Frekuensi : 3x/hari kalori perhari berkafein, juice makanan
- Menu makan : diberikan - Porsi makan di panas/berbau
oleh ahli gizi Diit Protein habiskan 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
dan Diit Kalori -  Berat Badan dalam pemberian diet dan pola
- Porsi makan : Tdk makan pasien
dihabiskan (1/2 piring) 6. Kolaborasi dengan dokter dalam
- BB SMRS : 67 kg BB pemberian obat
saat dikaji : 64 kg

E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


No. DX Implementasi Evaluasi
1 1 Tgl. 14 Juli 2014 S : Pasien mengatakan adanya
Jam : 11.00 edema pada palpebra, bibir kering,
- Mengkaji adanya edema palpebra, lemah dan lelah.
dispnea (-), TD : 140/90 mmhg nausea
(-) muntah (-). O : adanya edema palpebra,
Jam 11.00 mukosa/bibir kering pecah-pecah
- Mengkaji kelemahan otot (-) tidak dan bau amoniak, turgor kulit
adanya reflek tendon dalam (-) kram jelek, TD :140/90, Kreatinin : 29
abdomen (-) N : 88x/m, membran mg/dl Ureum Darah 53 mg/dl.
mukosa/bibir kering, pecah- pecah dan
bau amoniak dturgor kulit : jelek. A : Masalah BelumTeratasi
Jam 11.00 P : Lanjutkan Intervensi

19
- Mengkaji kelemahan (+) kelelahan (+)
penurunan reflek tendon ?(-)
Jam 11.30
- Memonitor TTV TD : 140/90mmhg, N
: 88x/m, R : 20x/m, SB : 36,8 c,
Kreatinin : 29 mg/dl, Ureum Darah 53
mg/dl, K : 3,74, Na : 129, Cl : 94.
Jam 12.00
- Berkolaborasi pemberian obat
diuretik, HCT
Ranitidin 2 x 1 amp IV
Merocloporanide 3x1 amp IV
Amlodipine 10 mg 1-0-0
Asquidone 2x30 mg
Ciprofloxacin 1x400 mg IV
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Captopril 3x25 mg
Kapsul garam 3x1
IVFD NaCl 0,9 20 gtt/ menit

2 2 Jam 11.00 S : Pasien mengatakan badan lelah


- Mengkaji tingkat aktivitas dan dan lemah, malaise.
toleransi : Pasien mengatakan badan O :
lelah dan lemah, malaise. , pola - Pasien beraktivitas di bantu
aktivitas kemampuan dalam ADL : oleh orang lain baik dalam
makan, minum, berjalan, ke wc di makan, minum, berjalan,
bantu oleh suami. TTV: TD : 140/90, ambulasi dan imobilisasi,
N : 88x/m, SB : 36,8c, R : 20x/m. mandi/wc.
Jam 11. 05 - HB 10,9 g/dl
- Mengkaji kelemahan (+), dyspnoe (-), - Eritrosit 3,60 106mm3
pucat(+) dan pusing (-) perdarahan - Hematokrit : 29,7 %
dari gusi (-), luapan menstruasi berat A : Masalah belum teratasi
saluran gastrointestinal (-). P : lanjutkan Intervensi
Jam 12.00
- Memonitor jumlah darah merah : 3,60
106mm3, hematokrit : 29,7 % ,

20
hemoglobin : 10,9 g/dl.
Jam 01.00
- Membantu klien ketika diperlukan
dalam pemenuhan ADL : membantu
berpindah kamar serta membawa
pasien ke wc.
- Mengajari pasien bagaimana untuk
merencanakan pembatasan untu
memodifikasi atau meningkatkan
aktivitas yang disetujui pada tingkat
toleransi dan tujuan realistis.
Jam 01.30
- Menganjurkan pasien hindari aktivitas
atau mengunakan alat (sikat gigi, pisau
cukur) yang mungkin menyebabkan
trauma pada jaringan

3 3 Tgl. 14 Juli 2014 S : Pasien mengatakan tidak ada


Jam : 11.00 nafsu makan dan mual
Mengkaji pola nutrisi pasien :
- selera makan : Tidak baik O : Pasien tidak menghabiskan
- Frekuensi : 3x/hari porsi makan yang diberikan,
- Menu makan : Diit Protein 0,6 penurunan BB 3 Kg.
gr/kg/bb/hari
- Kalori 30ml/kg/bb/hari A : Masalah belum teratasi
- Porsi : Tdk dihabiskan P : Lanjutkan Intervensi
(1/2piringdihabiskan)
- Menimbang BB : 64 Kg
Jam : 12.00
- Memberikan makanan porsi kecil
tapi sering
- Menganjurkan menghindari minum
berkafein, juice makanan
panas/berbau
- Berkolaborasi dengan dokter dlm
pemberian diet dan pola makan

21
pasien
- Protein 0,6 gr/kg/bb/hari
- Kalori 30ml/kg/bb/hari
- berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat :
Ranitidin 2 x 1 amp IV
Merocloporanide 3x1 amp IV\
Amlodipine 10 mg 1-0-0
Asquidone 2x30 mg
Ciprofloxacin 1x400 mg IV
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Captopril 3x25 mg
Kapsul garam 3x1
IVFD NaCl 0,9 20 gtt/ menit

2.8 Pengertian Sindrom Nefrotik


Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (
Ngastiyah, 1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin
berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat ( Mansjoer Arif, dkk. 1999).
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia,
hyperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001).
Sindroma nefrotik merupakan keadaan klinis yang meliputi proteinuria massif, hipoalbuminemia,
hiperlipemia, dan edema (Wong, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol. 2)
Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Syndrom Nefrotik :
a. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik Sindroma)
Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindroma nefrotik pada anak usia sekolah.
b. Sindroma Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolagen, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura
anafilaktoid, glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
c. Sindroma Nefirotik Kongenital
Faktor herediter sindroma nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena
sindroma nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit

22
ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama
kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis.

2.9 ANATOMI FISIOLOGI


Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal dengan panjang lebih
kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal
kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi
batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang
berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini.
Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam
kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap
ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli, sedangkan pada medula hanya terdapat
tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus,
tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes).
Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang
terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal
yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat
tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan
koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration
rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-
12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2. Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam
ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.
a. Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80
% dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino
dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat),
endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan
basa organik.
b. Loop of henle

23
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi
untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
c. Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O
dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
d. Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus koligen kortikal
dan dikendalikan oleh aldosteron.

2.10 ETIOLOGI
Menurut Arif Mansjoer sebab pasti belum diketahui. Sindrom nefrotik umumnya dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefrits kronik,
trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa),
amiloidosis, dan lain-lain.
3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)

2.11 PATOFISIOLOGI
 Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya
protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma
menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan
tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah
aliran darah ke renal karena hypovolemi.
 Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan
sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan
air akan menyebabkan edema.
 Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma
 Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang
timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin
(lipiduria)

24
 Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng.

2.12 MANIFESTASI KLINIS


1. Retensi cairan dan edema yang menambah berat badan, edema periorbital, edema dependen,
pembengkakan genitelia eksterna, edema fasial, asites dan distensi abdomen.
2. Anorexia
3. Penambahan berat badan
4. Kulit pucat
5. Malese
6. Keletihan

2.13 KOMPLIKASI
1. Hypovolemia
2. Hilangnya protein dalam urin
3. Dehidrasi
4. Infeksi
5. Anorexia
6. Voleme urine menurun, kadang-kadang berwarna pekat dan berbusa
2.14 PENTALAKSANAAN
1. Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat
2. Pembatasan sodium jika anak hipertensi
3. Antibiotik untuk mencegah infeksi
4. Terapi diuretik sesuai program
5. Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang
6. Terapi prednison dengan dosis 2 mg/kg/hari sesuai program
2.15 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Adanya tanda klinis pada anak
2. Riwayat infeksi saluran nafas atas
3. Analisa urin : meningkatnya protein dalam urin
4. Menurunnya serum protein
5. Biopsi ginjal

25
2.16 PATHWAY

2.17 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SINDROMA NEFROTIK


A. Pengkajian
1. Identitas :
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada
usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1.
2. Keluhan Utama :
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak pada wajah atau kaki.
3. Riwayat Penyakit Sekarang ( RPS ) :
Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal berikut: Kaji berapa lama
keluhan adanya perubahan urine output, kaji onset keluhan bengkak pada wajah dan kaki apakah

26
disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah, kaji adanya anoreksia pada klien, kaji adanya
keluhan sakit kepala dan malaise
4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah klien pernah menderita
penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan
5. Riwayat Pada pengkajian psikososiokultural :
Adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang bengkak akan memberikan dampak rasa cemas dan
koping yang maladaptif pada klien
6. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya compos
mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan.
a. Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi
abdomen
b. Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.
c. Sistem persarafan : Dalam batas normal.
d. Sistem perkemihan : Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e. Sistem pencernaan : Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah
perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
f. Sistem musculoskeletal : Dalam batas normal.
g. Sistem integument : Edema periorbital, ascites.
h. Sistem endokrin : Dalam batas normal
i. Sistem reproduksi : Dalam batas normal.
a) B1 (breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas walau secara
frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan
adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respon sekunder dari peningkatan beban volume
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)

27
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari
keletihan fisik secara umum

7. Pemeriksaan diagnostic
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin. Keadaan ini juga
terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus
8. Pengkajian penatalaksanaan medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan resiko
komplikasi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap
peningkatan permiabilitas glomerulus.
2. Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder
terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas, edema,
penurunan pertahanan tubuh

C. Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap
peningkatan permiabilitas glomerulus.
Tujuan : Tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan output.
Kriteria Hasil :
a. Edema hilang atau berkurang.
b. Berat badan kembali normal.
c. Tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
d. Berat jenis urin dan protein normal.
Intervensi :
a. Monitoring intake dan output cairan.
b. Observasi perubahan edema.

28
c. Batasi intake garam.
d. Ukur lingkar perut, perrtambahan berat badan setiap hari.
e. Monitor tanda-tanda vital.
f. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program.
g. Kolaborasi untuk pemeriksaan lahoratorium.

2. Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap
kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan meningkatkan selera makan.
Kriteria Hasil :
a. tidak terjadi mual dan muntah
b. menunjukkan masukan yang adekuat
c. mempertahankan berat badan
Intervensi :
a. Monitor pola makan pasien.
b. Berikan pola makan porsi kecil frekuensi sering.
c. Anjurkan pasien untuk makan-makanan dalam keadaan hangat.
d. Catat jumlah atau porsi yang dihabiskan.
e. Sediakan makanan dalam suasana yang menyenangkan, santai, bersih selama makan.
f. Batasi intake sodium selama edema dan therapy steroid.
g. Timbang berat badan.

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan


Tujuan : Tidak terjadi gangguan citra tubuh.
Kriteria hasil :
a. Anak mau mengungkapkan perasaannya.
b. Anak tertarik dan mampu bermain.
Intervensi :
a. Gali perasaan dan perhatian pasien terhadap penampilannya.
b. Catat aspek positif dari penampilan terhadap berkurangnya edema.
c. Anjurkan aktivitas dalam batas toleransi.
d. Dukung sosialisasi dengan orang yang tidak terinfeksi.
e. Berikan umpan balik yang positif.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun


Tujuan : Pasien terbebas dari infeksi atau tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :

29
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi.
b. Leukosit dalam batas 4.10-38.00 ribu / mmkk.
c. Suhu tubuh normal (36-37 ° C )
Intervensi
a. Jauhkan pasien kontak dengan orang yang terinfeksi.
b. Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah tindakan dengan baik dan benar.
c. Tempatkan pasien dalam ruangan non infeksi.
d. Lakukan tindakan atau prosedur dengan teknik aseptic.
e. Jaga pasien dalam kondisi hangat dan dan kering.
f. Monitor tanda tanda vital, tanda vital untuk mengetahui infeksi secara dalam.
g. Berikan perawatan yang rutin pada alat invasive yang di pasang dalam tubuh misal infus.
h. Kolaborasi pemberian antibiotik.

5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas, edema, penurunan
pertahanan tubuh
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria Hasil : Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan kulit dan iritasi.
Intevensi :
a. Ubah posisi tidur tiap 4 jam.
b. Gunakan bantal atau alas bantal yang lunak untuk mengurangi daerah yang tertekan.
c. Lakukan massage pada daerah yang tertekan dengan baby oil.
d. Inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi.

D. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik diharapkan
sebagai berikut:
a. Kelebihan volume cairan teratasi
b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Gangguan citra tubuh teratasi
d. Tidak ada tanda-tanda infeksi
e. Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan kulit dan iritasi

30
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring dan membuang
zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit (misalnya
kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah.
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal.
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal failure = ARF) dan
gagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal
secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan
fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat.
Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses
penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai
ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end stage renal disease).
Ginjal merupakam salah satu organ penting dalam system urinia. Sedangkan sindroma nefrotik
merupakan salah satu penyakit kelainan pada ginjal. Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala
yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik
proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbunemia, hyperlipedemia dan edema. Penyebab sindroma nefrotik
belum diketahui secara pasti. Namun para ahli telah membagi dalam beberapa etiologi.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :
1. Gagal ginjal merupakan penyakit yang sangat berbahaya, untuk itu perlu pengetahuan
yang mendalam tentang penyakit ini, sehingga tindakan pencegahan dapat kita lakukan
sedini dan seefektif mungkin.
2. Apabila terdapat gejala-gejala klinis pada anak, anak segera diperiksakan ke petugas-
petugas kesehatan terdekat untuk mengetahui apakah anak menderita sindrom nefrotik dan
dapat mendapat pertolongan secara dini.
Dalam penulisan makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan
saran yangsifatnya membangun kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah
selanjutnya

31
DAFTAR PUSTAKA

http://ridhoinhealthy.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-pada-penderita-gagal_31.html
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Brunner and Suddarth.1996.Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Jilid 2. EGC.Jakarta2

Us,Elsevierhealth. 2004.Nursing Diagnosis: for guide to Palnning care,fifth Edition3

Waspadji. A. Soeparman. 1990.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI.Jakarta

32

Anda mungkin juga menyukai