Anda di halaman 1dari 31

BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas pasien :
Nama : Ny. Y
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Alamat : Jl. Lubuk Alung, Rumbai
Tanggal masuk RS : 20 Juli 2019

ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan Utama :
Muntah lebih dari 10 kali/hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS)

Riwayat Penyakit Sekarang :


- Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan mual dan muntah sejak 1 hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Muntah berisi makanan dengan frekuensi >10
kali/hari. Muntah dengan volume ± 1 gelas aqua setiap muntah. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pada ulu hati, kembung, perut terasa penuh dan sensasi
cepat kenyang sejak 1 hari SMRS. Nyeri ulu hati dirasakan seperti ditusuk-
tusuk, hilang timbul dan tidak menjalar. Pasien juga mengeluhkan lemas dan
nafsu makan menurun. BAB dan BAK dalam batas normal. Keluhan nyeri
dada, sesak nafas dan nafas bau asam tidak ada.
- Pasien memiliki riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu dan sudah mengonsumsi
metformin sebelumnya. Pasien tidak teratur berobat ke Puskesmas. Pasien
tidak ada riwayat konsumsi obat anti nyeri, jamu dan alkohol dalam jangka
waktu lama.

Riwayat Penyakit Dahulu


- DM (+)

1
- Riwayat maag (-)
- Riwayat penyakit darah tinggi dan jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Ayah pasien menderita DM (+)

Riwayat Pekerjaan, sosioekonomi, dan kebiasaan


- Pasien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga
- Kebiasaan merokok : disangkal
- Kebiasaan minum alkohol : disangkal
- Kebiasaan olahraga : tidak pernah
- Kebiasaan pola makan : Konsumsi makanan bersantan.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Komposmentis
- Tekanan darah : 140/80 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Nafas : 20 x/menit
- Suhu : 37,1 oc
- Keadaan gizi : BB = 50 kg TB = 150 cm , IMT : 22,22

Kepala dan leher


- Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), mata cekung (-/-)
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP tidak meningkat

Thorax
Paru:
Inspeksi : Bentuk dan gerakan dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus simmetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

2
Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapangan paru
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri : SIK V Linea midklavikula sinistra
Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Perut datar, venektasi (-), scar (-)
Auskultasi : Bising usus normal, frekuensi 8 kali/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Perut supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien
tidak teraba, turgor baik

Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema tungkai (-)

Diagnosis Kerja
Gastropati diabetikum + DM tipe II + Vomitus

Diagnosis Banding
1. Ketoasidosis diabetikum
2. GERD

Usulan Pemeriksaan
1. Darah rutin
2. GDS
3. EKG

3
Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium (20 Juli 2019)
darah rutin :
Hb : 13 gr %
Ht : 39 %
Leukosit : 8500/ µL
PLT : 227 x 103/ µL

Kimia darah :
- GDS : 364 gr/dl

EKG (20 Juli 2019):

Interpretasi : Irama reguler, Sinus ritme, axis normal, HR 100x/menit, gel P lebar
dan tinggi < 2,5 mm, interval PR 0,12 s, kompleks QRS 0,08 s, ST isolektrik.
Kesan : Tidak ada kelainan.

Resume
- Ny. Y datang ke Rumah Sakit dengan keluhan mual dan muntah sejak 1
hari SMRS. Muntah berisi makanan, frekuensi >10 kali/hari dan volume ± 1
gelas aqua tiap muntah. Nyeri pada ulu hati (+), kembung (+), perut terasa
penuh (+) dan sensasi cepat kenyang (+). Riwayat DM sejak 10 tahun yang
lalu, Pasien tidak teratur mengonsumsi obat.
- Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan GDS = 364 gr/dl.

4
Diagnosis Akhir
Gastropati diabetikum + DM tipe II + Vomitus

Rencana Penatalaksanaan:
- IVFD Ringer Lactat guyur 500 cc IVFD NaCl 20 tpm
- Diet Makanan Lunak
- Inj. Omeprazole 1 amp/12 jam
- Inj. Ondansentron 4mg/8jam
- Paracetamol 500 mg 4x1
- Antasida syrup 3x1
- Novorapid 3x8 intraunit

Follow Up

Tanggal 21 Juli 2019


S : Mual (+), Muntah berkurang frekuensi ± 2 kali, volume ± 1 gelas aqua
tiap muntah, Nyeri ulu hati (+), Nafsu makan sudah ada.
O : Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Vital sign : TD 120/70 mmhg, Nadi 88x/menit, RR 24x/menit, T 36,6C
Inspeksi : perut datar, venektasi (-), scar (-)
Palpasi : Nyeri Tekan Epigatrium (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+)
A : Gastropati Diabetikum + DM Tipe II + Vomitus
P :
- IVFD NaCl 20 tpm
- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
- Inj. Ondansentron 4mg/8 jam
- Inj. Omeprazole 1 amp/12 jam
- Antasid syr 3x1
- Paracetamol 4x500mg
- Novorapid 3x8 intraunit

5
Tanggal 22 Juli 2019
S : Muntah berkurang frekuensi ± 1 kali, Nyeri ulu hati berkurang, nafsu
makan sudah mulai membaik.
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Vital sign : TD 120/70 mmhg, Nadi 88x/menit, RR 202menit, T 36,5C
Inspeksi : perut datar, venektasi (-), scar (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+)
A : Gastropati Diabetikum + DM Tipe II + Vomitus
P :
- Antasid syr 3x1
- Paracetamol tab 4 x 500mg
- Novorapid 3x8 intraunit
- Lansoprazole tab 2 x 30 mg
- Domperidone tab 3 x 10 mg
- Pasien boleh pulang

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus
2.1.Definisi

Penyakit gangguan metabolik yang terjadi secara kronis atau menahun


karena tubuh tidak mempunyai hormon insulin yang cukup akibat gangguan pada
sekresi insulin, hormon insulin yang tidak bekerja sebagaimana mestinya atau
keduanya.

2.2 Klasifikasi

Tabel 1. Klasifikasi etiologis DM

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke


defisiensi insulin absolut
 Autoimun
 Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
Insulin
Tipe lain  Defek genetik fungsi sel beta
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Karena obat atau zat kimia
 Infeksi
 Sebab imunologi yang jarang
 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
DM
Diabetes mellitus
gestasional

7
2.3 Patogenesis

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada
yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel
alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan
otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.

Gambar-1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis
hiperglikemia pada DM tipe 2.

Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh


delapan hal (omnious octet) berikut :

1. Kegagalan sel beta pancreas:


Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver :
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver

8
meningkat. Obat yang bekerja adalah metformin, yang menekan proses
gluconeogenesis.

3. Otot:

Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang


multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga
timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini
adalah metformin, dan tiazolidindion.

4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari
insulin,menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak
bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di
liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang
disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja
dijalur ini adalah tiazolidindion.

5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin
ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan
GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga
gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan
defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin
segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja
dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah
kelompok DPP-4 inhibitor.

Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat


melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida
menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat
meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk
menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.

9
6. Sel Alpha Pancreas:
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia
dan sudah diketahui sejak 1970. Sel- berfungsi dalam sintesis glukagon
yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat.
Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara
signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi
glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP- 4
inhibitor dan amylin.

7. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM
tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh
persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2
(Sodium Glucose co- Transporter) pada bagian convulated tubulus
proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1
pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa
dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2.
Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat
urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin
adalah salah satu contoh obatnya.

8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan
ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang
juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis,
amylin dan bromokriptin.

2.4 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara

10
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam.(B)

Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi


Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. (B)

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL dengan keluhan klasik

Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode yang


terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP). (B)
Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard
NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil
pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati,
riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisi- kondisi yang
mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak
dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.

Tabel 3. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes


dan prediabetes.

11
HbA1c Glukosa Glukosa plasma 2
(%) darah jam setelah TTGO
puasa (mg/dL)
(mg/dL)

Diabetes > 6,5 > 126 mg/dL > 200 mg/dL

Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199

Normal < 5,7 < 100 < 140

Pemeriksaan Penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes


Melitus Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak
menunjukkan gejala klasik DM (B) yaitu:

1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT]


≥23 kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai
berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam
keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4
kg atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi).
f. HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.

2. Usia >45 tahun tanpa factor risiko di atas. Catatan:


Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal

12
sebaiknya diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok prediabetes
pemeriksaan diulang tiap 1 tahun.

Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas


pemeriksaan TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler, diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM.
Dalam hal ini harus diperhatikan adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa
darah plasma vena dan glukosa darah kapiler seperti pada tabel-5 di bawah ini.

Tabel-4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai


patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Bukan Belum pasti DM


DM DM
Kadar glukosa darah Plasma <100 100-199 ≥ 200
sewaktu vena
(mg/dl) Darah <90 90-199 ≥ 200
kapiler
Kadar glukosa Plasma <100 100-125 ≥126
darah puasa (mg/dl) vena
Darah <90 90-99 ≥100
kapiler

2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM.

Perilaku hidup sehat bagi penyandang Diabetes Melitus adalah memenuhi


anjuran:
 Mengikuti pola makan sehat.
 Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur
 Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara

13
aman dan teratur.
 Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan
pengobatan.
 Melakukan perawatan kaki secara berkala.
 Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit
akut dengan tepat.
 Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang DM.
2.5.2 Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah
sebagai berikut:

Perhitungan Berat Badan Ideal menggunakan rumus Broca :

o Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Perhitungan Berat Badan Ideal Menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT) :


Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT*
o BB Kurang < 18,5
o BB Normal 18,5-22,9
o BB Lebih ≥ 23,0
o Dengan risiko 23,0 – 24,9
o Obesitas I 25,0-29,9
o Obesitas II > 30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:

14
Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar 25 kal/kgBB
sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.

Umur
1. Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap dekade
antara 40 dan 59 tahun.
2. Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.
3. Pasien usia diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.

Stres Metabolik
Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik (sepsis,
operasi, trauma).

Berat Badan
1. Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20- 30%
tergantung kepada tingkat kegemukan.
2. Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai
dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
3. Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk
wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk pria.

2.5.3 Terapi Farmakologi

Tabel 5. Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia

Golongan Cara Kerja Utama Efek Samping PenurunanHbA1c


Obat Utama

Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik 1,0-2,0%


Insulin hipoglikemia

Glinid Meningkatkan sekresi BB naik 0,5-1,5%


Insulin hipoglikemia

15
Menekan produksi
Dispepsia,
glukosa hati &
Metformin diare, asidosis 1,0-2,0%
menambah sensitifitas
laktat
terhadap
Insulin
Penghambat Menghambat absorpsi Flatulen, tinja 0,5-0,8%
Alfa- glukosa lembek
Glukosidase
Menambah
Tiazolidindion Edema 0,5-1,4%
sensitifitas terhadap
insulin

Penghambat Meningkatkan sekresi Sebah, muntah


0,5-0,8%
DPP-IV insulin, menghambat
sekresi glucagon
Menghambat penyerapan Dehidrasi,
Penghambat
kembali glukosa di tubuli infeksi saluran 0,8-1,0%
SGLT-2
distal kemih
Ginjal

Tabel 6. Obat antihiperglikemia oral

Dosis Lama Frek/


Golongan Generik Nama mg / tab Harian Kerja hari Waktu
Dagang (mg) (jam)
Condiabet 5
Glidanil 5
Glibencla Harmida 2,5-5 2,5-20 12-24 1-2
mide Renabetic 5
Daonil 5
Gluconic 5

16
Padonil 5
Glipizide Glucotrol- 5-10 5-20 12-16 1
XL
Diamicro 30-60 30-120 24 1
n
MR
Diamicro
Gliclazid n
e Glucored Sebelu
Sulphonylr Linodiab 80 40-320 10-20 1-2 m
ea Pedab makan
Glikamel
Glukolos
Meltika
Glicab
Gliquido Glurenor 30 15-120 6-8 1-3
ne m
Actaryl 1-2-3-4
Amaryl 1-2-3-4
Diaglime 1-2-3-4
Gluvas 1-2-3-4
Metrix 1-2-3-4
Pimaryl 2-3
Glimepir Simryl 2-3 1-8 24 1
ide Versibet 1-2-3
Amadiab 1-2-3-4
Anpiride 1-2-3-4
Glimetic 2
Mapryl 1-2
Paride 1-2
Relide 2-4

17
Velacom 2-3
2
/Velacom
3

Glinide Repaglin Dexanorm 0,5-1-2 1-16 4 2-4


ide
Nateglin Starlix 60-120 180-360 4 3
ide
Actos 15-30 Tidak
Thiazolidined
Pioglitaz Gliabetes 30 15-45 24 1 ber-
i one Prabetic 15-30 gantung
one
Deculin 15-30 jadwal
Pionix 15-30 makan

Penghamb Acrios Bersama


at Alfa- Acarbos Glubose 50-100 100-300 3 suapan
Glukosida e Eclid pertama
se Glucobay
Adecco 500
Efomet 500-850
Bersama
Biguanide Metform Formell 500-850 500-3000 6-8 1-3 /sesudah
in Gludepati 500 makan
c
Gradiab 500-850
Metphar 500
Zendiab 500
Diafac 500
Forbetes 500-850

Glucopha 500-
ge 850-
1000
Glucotika 500-850

18
Glufor 500-850
Glunor 500-850
Heskopaq 500-850
Nevox 500
Glumin 500
Glucopha
500-750
Metform ge 500-2000 24 1-2
in XR XR
Glumin
XR
Glunor 500
XR
Nevox
XR
Vildaglip Galvus 50 50-100 12-24 1-2 Tidak
Penghamb tin ber-
at DPP-IV Sitaglipti Januvia 25-50- 25-100 gantung
n 100 24 1 jadwal

Saxaglip Onglyza makan


5 5
tin
Linaglipt Trajenta
in
Tidak
Penghamb Dapaglif Forxigra 5-10 5-10 24 1 ber-
at SGLT- lozin gantung
2 jadwal
makan
Glibencl 1,25/250
amide Glucovan 2,5/500 12-24 1-2
+ ce 5/500
Metform

19
in

Glimepir 1/250
Amaryl 1-2
ide+ 2/500
M
Metform
Mengatu
in
r dosis
15/500
Obat mak- Bersama
Pionix-M 15/850 18-24 1-2
kombinasi simum /sesudah
Pioglita
tetap masing- makan
zone + Actosmet 15/850 1-2
masing
Metfor
kom-
min
ponen
Sitaglipti 50/500

n + Janumet 50/850 2

Metform 50/1000

in

Vildaglip 50/500

tin + Galvusme 50/850 12-24 2

Metform t 50/1000

in

Saxaglip Kombigl
tin + yze XR 5/500 1

Metform
in

Linaglip Trajent 2,5/500

tin + a Duo 2,5/850 2

Metform 2,5/1000

in

20
2.5.4 Obat Antihiperglikemi Suntik

Tabel 7. Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja (Time


Course of Action)

Jenis Insulin Awitan Puncak Lama Kemasan


(onset) Efek Kerja

Insulin analog Kerja Cepat (Rapid-Acting)


Insulin Lispro
(Humalog®) Pen/cartridge
5-15
Insulin Aspart 1-2 jam 4-6 jam Pen, vial
menit
(Novorapid®) Pen
Insulin Glulisin
(Apidra®)

Insulin manusia kerja pendek = Insulin Reguler (Short-Acting)


Humulin® R 30-60 2-4 jam 6-8 jam Vial, pen / cartridge
Actrapid® menit

Insulin manusia kerja menengah = NPH (Intermediate-Acting)


Humulin N® Vial, pen / cartridge
Insulatard® 1,5–4 4-10 jam 8-12 jam
Insuman Basal® jam

Insulin analog kerja panjang (Long-Acting)


Insulin Glargine
(Lantus®) Insulin 1–3 jam Hampir tanpa 12-24
Pen
Detemir puncak jam
(Levemir®)
Lantus 300
Insulin analog kerja ultra panjang (Ultra Long-Acting)
Degludec 30-60 Hampir tanpa Sampai
(Tresiba®)* menit puncak 48 jam

21
Insulin manusia campuran (Human Premixed)
70/30 Humulin®
(70% NPH, 30% 30-60
reguler) menit 3–12 jam
70/30 Mixtard®
(70% NPH, 30%
reguler)

Insulin analog campuran (Human Premixed)


75/25
Humalogmix®
(75% protamin
lispro, 25% lispro) 12-30
70/30 Novomix® 1-4 jam
menit
(70% protamine
aspart, 30%
aspart)
50/50 Premix

NPH:neutral protamine Hagedorn; NPL:neutral protamine lispro. Nama obat


disesuaikan dengan yang tersedia di Indonesia.

22
Algoritme Pengelolaan DM tipe 2

23
2.6 Kriteria Pengendalian DM :

Tabel 8. Sasaran Pengendalian DM

Parameter Sasaran
IMT (kg/m2) 18,5 - < 23*
Tekanan darah sistolik (mmHg) < 140 (B)
Tekanan darah diastolik (mmHg) <90 (B)
Glukosa darah preprandial 80-130**
kapiler (mg/dl)
Glukosa darah 1-2 jam PP kapiler <180**
(mg/dl)
HbA1c (%) < 7 (atau individual) (B)
Kolesterol LDL (mg/dl) <100 (<70 bila risiko KV
sangat
tinggi) (B)
Kolesterol HDL (mg/dl) Laki-laki: >40; Perempuan:
>50
(C)
Trigliserida (mg/dl) <150 (C)

2.7 Kelainan Komorbid

2.7.1 Dislipidemia pada Diabetes Melitus

1. Dislipidemia pada penyandang DM lebih meningkatkan risiko timbulnya


penyakit kardiovaskular
2. Pemeriksaan profil lipid perlu dilakukan pada saat diagnosis diabetes
ditegakkan. Pada pasien dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya
dilakukan setahun sekali dan bila dianggap perlu dapat dilakukan lebih
sering. Pada pasien yang pemeriksaan profil lipidnya menunjukkan hasil
yang baik (LDL <100mg/dL; HDL >50 mg/dL; trigliserid <150mg/dL),
maka pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan 2 tahun sekali. Gambaran

24
dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes adalah
peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolestrol HDL,
sedangkan kadar kolestrol LDL normal atau sedikit meningkat.
3. Perubahan perilaku yang yang ditujukan untuk pengurangan asupan
kolestrol dan lemak jenuh serta peningkatan aktivitas fisik terbukti dapat
memperbaiki profil lemak dalam darah.
4. Terapi farmakologis perlu dilakukan sedini mungkin bagi penyandang
diabetes yang disertai dislipidemia

Sasaran terapi:
 Pada penyandang DM, target utamanya adalah penurunan LDL.
 Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular, target
LDL < 100 mg/dl.
 Pasien DM dengan usia lebih dari 40 tahun dan memiliki satu atau lebih
faktor risiko penyakit kardiovaskular (riwayat keluarga dengan penyakit
kardiovaskular, hipertensi, merokok, dislipidemia, atau albuminuria)
dianjurkan diberi terapi statin.
 Pasien dengan usia kurang dari 40 tahun dengan resiko penyakit kardiovaskular, gagal
dengan perubahan gaya hidup dapat diberikan terapi farmakologi.

 Pada penyandang DM dengan penyakit Acute Coronary Syndrome (ACS)


atau telah diketahui dengan penyakit pembuluh darah lainnya atau
mempunyai banyak faktor risiko yang lain maka :
• Target LDL <70 mg/dL.
• Jika tidak mencapai target pada terapi statin dengan toleransi maksimum
maka penurunan LDL sebesar 30- 40% merupakan sasaran terapeutik
alternative.
• Target trigliserida <150 mg/dl (1,7 mmol/L)
• Target HDL >50 mg/dl
• Bila kadar trigliserida mencapai ≥500 mg/dl (4,51 mmol/L) perlu segera
diturunkan dengan terapi fibrat untuk mencegah timbulnya pankreatitis
 Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain mungkin
diperlukan untuk mencapai target terapi, dengan memperhatikan
peningkatan risiko timbulnya efek samping.

25
 Pada wanita hamil penggunaan statin merupakan kontra indikasi.

2.7.2 Hipertensi pada Diabetes Melitus


1. Indikasi pengobatan:

Bila TD sistolik > 140 mmHg dan/atau TD diastolik >90 mmHg.


2. Sasaran tekanan darah:

Tekanan darah sistolik <140 mmHg dan (B) dan tekanan darah diastolik
<90 mmHg (B).
3. Pengelolaan:

 Non-farmakologis:
Modifikasi gaya hidup: menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas
fisik, menghentikan merokok dan alkohol serta mengurangi konsumsi garam
(B).
 Farmakologis:
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan :
o Penyekat reseptor angiotensin II
o Penghambat ACE
o Penyekat reseptor beta selektif dosis rendah

o Diuretik dosis rendah


o Penghambat reseptor alfa
o Antagonis kalsium
4. Pada pasien dengan tekanan darah >120/80 mmHg diharuskan melakukan
perubahan gaya hidup.
5. Pasien dengan tekanan darah sistolik >140/80mmHg dapat diberikan terapi
farmakologis secara langsung.
6. Terapi kombinasi diberikan apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.
7. Catatan :

o Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB =


angiotensin II receptor blocker), dan antagonis kalsium golongan non-
dihidropiridin dapat memperbaiki albuminuria
o Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular

26
o Kombinasi penghambat ACE (ACEi) dengan penyekat reseptor
angiotensin II (ARB) tidak dianjurkan
o Pemberian diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti
memperburuk toleransi glukosa
o Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah
tercapai
o Tekanan darah yang terkendali setelah satu tahun pengobatan, dapat
dicoba menurunkan dosis secara bertahap.
2.7.3 Obesitas pada Diabetes Melitus

1. Prevalansi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula sebaliknya kejadian


DM dan gangguan toleransi glukosa pada obesitas sering dijumpai.
2. Obesitas, terutama obesitas sentral berhubungan secara bermakna dengan
sindrom dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi) yang didasari
oleh resistensi insulin.
3. Penurunan berat badan 5-10% sudah memberikan hasil yang baik.
2.8 Kompilkasi

1. Makroangiopati
 Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner

 Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi pada
penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul pertama kali adalah
nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat (claudicatio
intermittent), namun sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik
pada kaki merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada penderita.
 Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik

2. Mikroangiopati
 Retinopati diabetik

 Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
atau memperlambat progresi retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah
timbulnya retinopati
 Nefropati diabetik

o Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko

27
atau memperlambat progres inefropati.
o Untuk penderita penyakit ginjal diabetik, menurunkan asupan
protein sampai di bawah 0.8gram/kgBB/hari tidak
direkomendasikan karena tidak memperbaiki risiko kardiovaskuler
dan menurunkan GFR.
 Neuropati

o Pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal merupakan faktor


penting yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki yang
meningkatkan risiko amputasi.
o Gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari
o Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus
kaki.

28
BAB III
PEMBAHASAN

Seorang wanita usia 58 tahun, datang dengan keluhan mual dan muntah
sejak 1 hari SMRS. Muntah berisi makanan, frekuensi >10 kali/hari dan volume ±
1 gelas aqua tiap muntah. Keluhan nyeri pada ulu hati, kembung perut terasa
penuh dan sensasi cepat kenyang juga dialami pasien. Riwayat DM sejak 10 tahun
yang lalu, Pasien tidak teratur mengonsumsi obat. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan epigastrium. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
GDS = 364 gr/dl.
Pasien didiagnosis menderita gastropati diabetikum karena mengalami
gejala-gejala saluran cerna atas seperti mual, muntah dan cepat kenyang, biasanya
terjadi pada penderita diabetes yang sulit mencapai kendali gula darah yang baik.
Diagnosis banding GERD dapat disingkirkan karena tidak ada sensasi terbakar
pada dada pasien, sulit menelan dan tidak ada konsumsi alkohol dalam jangka
waktu lama.
Penatalaksaan pada kasus ini, keadaan umum pasien stabil dan tidak
didapatkan adanya tanda-tanda dehidrasi. Adapun tujuan penatalaksanaan
gastropati diabetikum adalah memperbaiki kualitas hidup, mencegah komplikasi
dan membantu pengendalian kadar gula darah. Tatalaksana nonfarmakologi
berupa penyesuaian diet, yang dianjurkan adalah porsi kecil namun sering, dengan
kadar lemak dan serat yang rendah dan tetap menjaga asupan kalori yang cukup.
Penggunaan obat-obat prokinetik untuk meningkatkan kecepatan pengosongan
lambung merupakan pendekatan paling efektif dalam pengobatan penderita
gastropati diabetikum.
Adapun indikasi insulin pada pasien ini yaitu penderita DM yang
memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang
meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan
kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau
ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin. Selain itu pasien sudah
mengonsumsi obat hiperglikemi oral selama 10 tahun dan tidak teratur dalam
pengobatan. Adapun kebutuhan Insulin Harian Total (IHT) pada pasien ini yaitu

29
0,5 unit x 50 kg = 25 unit. Idealnya pemberian insulin sesuai dengan keadaan
fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali
dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi
insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita
selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis. Pada pasien ini diberikan
insulin prandial analog kerja cepat yaitu Novorapid 3x8 unit.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Sutadi SM, 2003. Gastroparesis diabetika. Tersedia di http://repository.usu.pdf.


2. Koch KL. Diabetic gastropathy gastric neuromuscular dysfunction in
Diabetes Mellitus a review of symptoms, pathophysiology and treatment.
Digestive disease and sciences. 1999 June;44(1):1001.
3. Gupta B, Tripati BK, Kansra UC. Diabetic gastropathy. 274.
4. Camilleri M, Bharucha AE, Farrugia G. NIH. 2011 Jan;9(1):5-7.
5. Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A. Konsensus pengelolaan dan
pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. PERKENI. 2015. 27-37.

31

Anda mungkin juga menyukai