Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. N
Umur
: 40 tahun
Alamat
: Kp. Pasir haur, Kec. Padaluya
Pekerjaan
: Bidan
Pendidikan
: D-III Kebidanan
Agama
: Islam
Status Pernikahan: Menikah
No. RM
: 27XXXXX
Masuk RS
: 19 Agustus 2014
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Mual muntah sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengaku mual muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah sering dan tak dihitung
oleh pasien.
Pasien juga mengaku merasakan nyeri perut di bagian ulu hati dan bagian perut kanan
atas. Selain itu pasien juga mengeluhkan perut terasa panas di seluruh bagian.
Air kencing normal tidak ada perubahan warna seperti berwarna cokelat/ teh. Buang
air besar tidak teratur, kira kira 4 hari sekali. Pasien tidak merasakan panas
badan.Buang air kecil lancar. Buang air besar tidak teratur, biasanya 4 hari sekali.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang sama disangkal
Riwayat gastritis
Riwayat Penyakit Keluarga
o Riwayat penyakit yang sama disangkal
Riwayat Operasi
Operasi appendectomy 3 bulan yang lalu
Riwayat Alergi
Alergi makanan disangkal
Alergi obat ibu disangkal
Riwayat Psikososial
o Pasien mengaku kebiasaan setiap hari makan telur. Pasien tidak merokok dan tidak
minum minuman beralkohol

C. PEMERIKSAAN FISIK UMUM


KU
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi
: 76 x/menit
Pernapasan
: 17 x/menit
Suhu
: 37 0C
Status generalis
Rambut
Mata
Mulut
Gigi
Leher
Dada
Jantung
Paru paru
Abdomen
Ekstremitas

: bersih
: Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-)
: Mukosa bibir lembab (+)
: caries (-)
: kelenjar tiroid membesar (-)
: simetris
: Bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 normal, murmur (-) gallop (-)
: Gerakan hemitorak simetris (+/+), Suara paru vesikuler (+/+), ronkhi
(-/-) wheezing (-/-)
: Status lokalis
: oedema (-), simetris (+)

Status lokalis
Inspeksi

: Perut tampak datar, distensi (-), massa (-)

Auskultasi
Palpasi

: Bising usus (-)/ menurun


: Terdapat nyeri tekan pada epigastrium dan pada abdomen kuadran
kanan atas

Perkusi

: Timpani pada seluruh lapang abdomen

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
- Laboratorium
o Hb
: 12,4
o Ht
: 36,3
o Eritrosit
: 4,71
o Leukosit
: 5,8
o Trombosit
: 394
o MCV
: 77,1
o MCH
: 26,3
o MCHC
: 34,2
o RDW SD
: 46,2
o PDW
: 11,9
o MPV
: 9,4

KIMIA KLINIK:
Elektrolit :
o Natrium (Na)
o Kalium (K)
o Calcium ion

: 134,3
: 3,59
: 1,14

USG upper abdomen


o Hepar
: ukuran dan echostruktur normal, permukaan licin,
sistema bilier dan vaskuler intrahepatal tak prominen, tak tampak massa/ nodul
o Vesica fellea
: ukuran normal, tampak batu ukuran1,76 X 2,02x1,54
cmintraluminal. Tampak penebala di dinding vesica felea.
o Pankreas
: Ukuran dan echostruktur normal
o Lien
: Ukuran dan echostruktur normal, tak tampak massa
atau nodul
.

E. ASSESSMENT
: Wnita 40 tahun dengan Kolelitiasis
F. RENCANA
Kolesistektomi

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu atau pada kedua duanya. Sinonimnya dari batu empedu adalah
kolelitiasis, gallstones, dan billiary calculus.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika
Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan
pada anak-anak jarang. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk
menderita batu empedu. Insiden pada wanita dan laki laki 2 : 1.

Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan


batu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal ini
disokong oleh peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang dengan diet
berat biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang dietnya tetap biasanya
menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga berperan dimana bila keluarga
menderita batu empedu kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat
dari orang normal.

2.3.

ANATOMI
Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang

terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar,
dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan
costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,
belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam
omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk
duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.5
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V.
cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat
kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.5
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf
yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.5

2.4. FISIOLOGI SALURAN EMPEDU


Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50
ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu
proses ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu sama lain
saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel
thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.5
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.
Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri.
Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum
mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.6

A. PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU


Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung
empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam
duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa
duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu
berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus
coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang
kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting
untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi
lemak.5
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
- Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang
mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling
besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
- Neurogen :
- Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung
atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung
empedu.
- Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai
Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan
empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal
memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. 1
1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu :
Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
- Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan,
sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil
untuk dapat dicerna lebih lanjut.
- Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut
dalam lemak.4

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu
dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan
dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut
terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan
terganggu.4
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme
bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera
berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin.
Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide.
Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka
bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4

2.5. PATOGENESIS BENTUKAN BATU EMPEDU


Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang
terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo
Maki tahun 1995 sebagai berikut :
1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa
sebagai :
- Batu Kolesterol Murni
- Batu Kombinasi
- Batu Campuran (Mixed Stone)
2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya
paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai :
- Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calsium
- Batu pigmen murni
3. Batu empedu lain yang jarang
Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi :
- Batu Kolesterol
- Batu Campuran (Mixed Stone)

Batu Pigmen.3

Batu Kolesterol
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase :
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut
dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang
mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima
sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap
lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada
keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 :
13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.4
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :
- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh
lebih banyak.
- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi
supersaturasi.
- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)
- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
- Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum
terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).
- Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar
chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu
kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa
tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.4
b. Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen
bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada
peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang
menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.1
c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa
berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu
cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan

dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal
kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.1
Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian
total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada
keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang
berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar
dipompa keluar. 1
Batu bilirubin/Batu pigmen
Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :
a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi)
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :
a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang
berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi
saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi
yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang
dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung
glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.1
b. Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh
bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 %
batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides.
Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing
tambang. 1
2.6. MANIFESTASI KLINIS
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena
adanya komplikasi.3
Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai
kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan
sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-

lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba
pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus.
Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl).
Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra
hepatic.1
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri
viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh
batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu
tidak memperlihatkan inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama
antara 30 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri
dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan
dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala
dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa
kolelitiasis
.
2.7. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi
komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin
darah dan fosfatase alkali.
2. Foto Polos Abdomen
Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat
pada foto polos abdomen.
3. Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang
tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawankawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam
mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin
serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak
diekskresi ke saluran empedu.

4. Ultra Sonografi
Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai 98
% dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah
dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula
bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita
hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari berbagai segi
keuntungannya, Ugandi menganjurkan agar pemeriksaan USG dipakai sebagai
langkah pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu
tersebut, ada tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu,
tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal.

5. Tomografi Komputer
Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek
gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena
mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.
2.8. TERAPI KOLELITIASIS
A. TINDAKAN OPERATIF
1. Kolesistektomi

Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.
Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan
tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.
Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli
menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat
silent stone akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka
mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu
kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau
keadaan umum penderita baik.
Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :
- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.
- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.
- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes
Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.
2. Kolesistostomi
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang
saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan
resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini.
Indikasi dari kolesistostomi adalah
o

Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan

Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai,

kesulitan teknik operasi dan


o

Tersangka adanya pankreatitis.

Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan


dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.
B. TINDAKAN NON OPERATIF
1. Terapi Disolusi
Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang
mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di
klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya
kekambuhan. 1
Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu
pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15

mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA
setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.
Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :
- Wanita hamil
- Penyakit hati yang kronis
- Kolik empedu berat atau berulang-ulang
-

Kandung empedu yang tidak berfungsi. 1


Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan

jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam
Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak
mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada
saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing
dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari
karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya pada malam
hari. 1
Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a
reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu.
Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan
waktu yang lama serta tidak selalu berhasil. 1
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah
disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil.
Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam
empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan
kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah. 1
Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk
membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik
harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.
1. Kriteria Munich :
- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).
- Penderita tidak sedang hamil.
- Batu radiolusen
- Tidak ada obstruksi dari saluran empedu
- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu.

2. Kriteria Dublin :
- Riwayat keluhan batu empedu
- Batu radiolusen
- Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila
multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3.
-

Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik. 1


Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita

karena dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas
penderita. Demikian juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang
umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan. Namun tidak semua penderita
dapat dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu
penderita harus menjalankan diet ketat, waktu pengobatan lama dan memerlukan
biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan.
Faal hati yang baik juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini ,
karena gangguan faal hati akan diperberat dengan pemberian asam empedu dalam
jangka panjang.
ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun
dalam kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya
rasa sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan
subkapsuler hati, penebalan dinding dan atropi kandung empedu. 4
3. DIETETIK
Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah
memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk
memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk
memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan
cairan tubuh. 1
Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung
empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat
menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.3
Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi,
maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan
gas akan sangat membantu.
Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :
-Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

-Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.
-Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
-Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.
2.8 KOMPLIKASI
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis
akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier
sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung
empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat
fatal.1
Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan
keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan
organ tersebut. 7
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah
sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini
menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai
penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 7
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui
duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di
dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis
sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan
timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. 8
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga
timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE
yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat
membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus
obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.8

DAFTAR PUSTAKA
o Schwartz, Seymour I; Gallbladder and Extrahepatic Biliary System; in Principles
of Surgery; seventh ed; McGraw Hill Intl; Singapore; 1999; 1437 - 1465
o Stead et al; First aid for the surgery clerkship;
o eMedicine Journal; Digestive Surgery
o Norton et al; Surgery Basic Science and Clinical Evidence

Anda mungkin juga menyukai