Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

Seorang Pria Dengan Nyeri Dada Saat Bermain Bola

KELOMPOK VIII

030.09.133 LADY DIANA


030.09.135 LAKSMI PUTRI AYUKINANTI
030.09.137 LUSIANA JEANNETTE C
030.09.139 M. AGUNG SANTARA
030.09.141 MALVIN GIOVANNI
030.09.143 MARGO SEBASTIAN CHANDRA
030.09.147 MAYA LIANA
030.09.149 MELIA INDASARI
030.09.151 MELLY UTAMI
030.09.152 MEUTIA MAFIRA RINDRA
030.09.153 MICHAEL WONG
030.09.155 MOCHAMMAD RIFKI MAULANA
030.09.157 MONICA RAHARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


JAKARTA
23 Mei 2011
0

BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri dada merupakan suatu nyeri yang dirasakan di sepanjang tubuh manapun
antara leher dan abdomen. Nyeri dada merupakan gejala penyakit yang dapat memberikan
banyak intepretasi diagnosis penyakit. Penyakit yang dapat menyebabkan nyeri dada, antra
lain dapat disebabakan karena penyebab cardiovascular, seperti angina pectoris, aorta
stenosis, dan lain-lain. Penyebab dari paru-paru, seperti pneumothorax, penyebab
gastrointestinal seperti spasme esofagus, penyebab neuromuskular seperti Tiettzes syndrome,
faktor psikogenik juga dapat menyebabkan adanya nyeri dada.
Pada kasus ini, nyeri dada diikuti dengan penjalaran ke bagian tubuh lain, yaitu
lengan kiri, leher, dan bagian rahang. Pada umumnya keadaan ini dapat mengarahkan pada
diagnosis adanya angina pectoris. Untuk menentukan penyebab tepatnya masih diperlukan
berbagai pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis yang tepat untuk
penatalaksanaan pasien.
Angina pectoris sendiri merupakan suatu gejala penyakit dada yang disebabkan
adanya ketidakseimbangan antara pasokan oksigen dengan kebutuhan oksigen yang dialami
jantung. Apabila keadaan ini diteruskan, maka, jantung dapat mengalami iskemi dan akan
memberikan rangsang nyeri ke plexus coriacus dari ganglion cervicalis dan truncus
simpaticus. Angina pectoris ini juga harus diberikan penatalaksanaan yang tepat, sebab,
beberapa obat yang bekerja meringankan angina, memiliki efek samping memperberat angina
itu sendiri.

BAB II
LAPORAN KASUS

Tn. Usman 45 tahun datang ke UGD pada sore hari karena nyeri dada saat bermain bola.
Satu jam yang lalu saat bermain bole, Tn. Usman mendadak merasa dadanya sakit sehingga
harus berhenti bermain bola. Nyeri terasa di tengah dada, ditunjukan oleh TN. Usman
menggunakan telapak tangannya. Rasa sakit terasa juga ke leher, bahu kiri, lengan kiri dan
punggung. Tidak pernah ada keluhan sakit dada sebelumnya. Riwayat merokok sejak lama,
kurang lebih 1 bungkus per hari. Ibu Tn. Usman meninggal saat umur 50 tahun dikatakn
karena sakit jantung.
Status Generalis
Tn. Usman tampak sangat kesakitan, pucat, berkeringat, telapak tangan menekan pada
dada.TD 110/70 mmHg, Heart rate 100x/menit. Tidak dyspnoe. Jugular vein normal. S1-S2
regular, gallop (-), murmur (-). Suara napas vesicular, ronki (-). Hepatomegali (-). Lien tidak
teraba. Edema tungkai (-).
Laboratorium
Lekosit : 15.000 /mL

Cholesterol : 230

LDH : 550 u/L

LDL : 176

CPK : 300 u/L

HDL : 35

CKMB : 50 u/L

Trigliserida : 180

Troponin T positif
Foto thoraks yang dibuat menunjukan : CTR 45 %, segmen aorta dan pulmonal normal. Tidak ada
tanda-tanda bendungan.
Dengan hasil EKG, sebagai berikut:

Anda memberikan tatalaksana awal sebagai berikut:


Tirah baring, rawat di ICCU. Akses
intravena
O2 2 L/menit, nasal kanul

Bisoprolol 1x5mg
Simvastatin 1x20mg

Diet cair 1700 Kal

Fibrinolitik dengan streptokinase 1.5 juta


unit IV dalam 1 jam

Aspirin kunyah 320mg dilanjutkan tablet


1x160mg p.c

Isosorbid dinitrat 5mg sublingual bila


nyeri dada

Dua jam setelah dilakukan pengobatan awal, pasien hilang kesedaran dan monitor EKGnya
menunjukan gambaran seperti berikut:

Jelaskan makna dan penatalaksanaan yang akan anda lakukan

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Identitas pasien
Identitas penting untuk diketahui untuk mengetahui latar belakang kehiduoan pasien
yang dapat merupakan salah satu etiologi penyakit yang di derita pasien. Pada pasien ini,
identitas pasien adalah:
Nama
: Tn. Usman
Jenis kelamin : Laki- laki
Usia
: 45 tahun
Pekerjaan
: Alamat
:B. Masalah pasien
Pada kasus ini, masalah yang dialami pasien ini adalah
a. Nyeri mendadak 1 jam yang lalu saat bermain bola
b. Nyeri menjalar ke leher, bahu kiri, lengan kiri dan punggung
Nyeri pada bagian dada, pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Cardiogenik : dengan pemberian nitrogliserin nyeri dada berkurang.
b. Non-cardiogenik : nyeri dada tidak berkurang dengan pemberian nitrogliserin.
Contohnya ialah system GI-Tract (reflux esophagus, ulkus peptikum, kecuali
spasme esophagus karena nyeri berkurang dengan pemberian nitrogliserin),
psikogenik, pulmonal, neuromusculoskeletal
1. Keluhan utama
-

Nyeri dada saat bermain bola cardiac output meningkat untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme sehingga kerja jantung meningkat

2. Keluhan tambahan
-

Nyeri terasa di tengah dada keluhan mengacu pada letak anatomi jantung,
Rasa sakit terasa juga ke leher, bahu kiri, lengan kiri dan punggung dapat
disebabkan oleh persarafan simpatis (Th11 L2-3) dari pleksus brachialis ke sisi
ulnar dari jari kelingking kiri.

C. Hipotesis
Berdasarkan masalah yang dialami pasien, maka, dapat kemungkinan-kemungkinan
penyakit :
1. Angina pectoris
Angina pectoris merupakan gejala penyakit dada yang disebabkan adanya
ketidakseimbangan antara pasokan oksigen dengan kebutuhan oksigen yang dialami
jantung. Nyeri yang dirasakan biasanya merupakan nyeri tumpul, sehingga pasien
tidak dapat menunjukkan letak pasti dari nyeri, umumnya, pasien hanya dapat
menunjukkan dengan telapak tangannya. Pada pasien ini, kemungkinan angina
pectoris dapat diambil dari:
a. Adanya nyeri pada dada
b. Nyeri dirasakan saat melakukan aktivitas
2. Pneumothorax
Meupakan nyeri di rongga thorax yang di sebabkan adanya udara di rongga pleura.
Pada umumnya, nyeri yang dirasakan adalah nyeri yang tajam seperti tersayat,
sehingga pasien dapat menunjuk dengan jari telunjuk letak nyerinya. Pada pasien
ini, kemungkinan pneumothorax dapat disebabkan karena kemungkinan terjadinya
trauma pada pasien, sebab, bocornya pleura ini juga dapat disebabkan karena
trauma yang dialami seseorang pada bagian dada.1
3. Spasme esopfagus
Meupakan suatu keadaan dimana kerja esofagus menjadi tidak terkoordinasi, tidak
teratur, dan kadang-kadang menjadi sangat kuat. Hal ini dapat menimbulkan
makanan tidak dapat mencapai lambung dan menjadi tersangkut di esofagus.
Tersangkutnya makanan ini dapat menyebabkan adanya nyeri dada yang menyeupai
nyeri dada karena cardiovascular, yaitu, nyeri yang tumpul. Selain itu, pada spasme
esofagus juga dapat terjadi penyebaran ke daerah leher, bahu, lengan, dan rahang.

4. Perikarditis
Merupakan suatu peradangan pericardium dengan manifestasi adanya penumpukan
cairan di rongga pericardium. Nyeri biasanya akan dirasakan sebagai nyeri tajam
yang berada di sebelah kiri dada. Umumnya, nyeri akan bertambah apabila pasien
bernafas, batuk, dan menelan.2
5. Diseksi aorta
Diseksi aorta merupakan nyeri dada yang mendadak antara < 1 menit atau lama
sampai 1 hari. Pada umumnya, nyeri yang dirasakan merupakan nyeri dada yang
tajam dan disertai palpitasi dan nafas yang pendek.

6. Penyakit Jantung Koroner


Merupakan penyakit karena adanya menymbatan di arteri koronaria yang
menyebabkan terhambatnya aliran darah menuju jantung, yang juga menyebatkan
jantung kekurangan asupan oksigen dan dapat menyebabkan adanya iskemia
jantung. Pada kasus ini, kemungkinan adanya penyakit jantung koroner dapat
diambil dari adanya nyeri dada, dan adanya riwayat merokok, dan hiperlipidemia.
D. Anamnesis
Pada kasus ini perlu ditanyakan beberapa anamnesis yang dapat menunjang diagnosis
yang tepat pada pasien ini, seperti:
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

Apakah pasien dapat menunujukkan letak nyeri secara spesifik (dengan jari telunjuk
atau telapak tangan) ?
Apabila pasien dapat menunjukkan dengan jari telunjuk, berarti nyeri yang
dialami pasien merupakan nyeri tajam yang dapat memberi kemungkinan adanya
pneumothorax atau pericarditis, apabila menunjukkan dengan telapak tangan,
berarti nyeri yang dialami pasien merupakan nyeri tumpul yang mengartikan

adanya kemungkinan angina pectoris dan spasme esofagus


Apakah nyeri yang dirasakan pasien menjalar ke tempat lain ?
Apabila menjalar, berarti kemungkinan pasien menderita penyakit angina atau
spasme esofagus, namun bila tidak, berarti pasien menderita pericarditis dan

pneumothorax
Apakah nyeri yang dialami hilang timbul atau terus menerus ?
Apabila nyeri yang dialami hilang-timbul, maka, kemungkinan penyakitnya
adalah angina pectoris, namun jika terus menuerus, kemungkianannya adalah

pericarditis atau pneumothorax..


Apakah perbaikan rasa nyeri berlangsung lama atau sebentar ?

Apabila nyeri berlangsung beberapa menit sampai kurang dari 20 menit,


kemungkinan pasien (Tn. Usman) menderita angina pektoris stabil, angina
pektoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium, apabila nyeri
berlangsung lebih dari 20 menit harus dipertimbangkan sebagai angina tak stabil
(unstable angina pectoris = UAP) sehingga dimasukan kedalam sindroma koroner

akut (acute coronary syndrome = ACS).3


Bagaimana intensitas nyeri ?

Intensitas nyeri yang bertambah biasanya terjadi pada angina tak stabil

Apakah ada keluhan lain yang dirasakan, seperti sesak napas, mual, muntah, keringat
dingin ?

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Apakah pasien menderita hipertensi ?


Apakah pasien menderita diabetes mellitus (DM) ?
Apakah pasien menderita hiperkolesterolemia ?

Hipertensi, DM, dan hiperkolesterolemia merupakan faktor resiko dari penyakit


jantung koroner (PJK)

Riwayat Kebiasaan (RK)

Apakah pasien sering mengkonsumsi alkohol ?


Apakah pasien sering mengkonsumsi makanan berminyak/berlemak ?

Mengkonsumsi makanan berminyak/ berlemak juga merupakan salah satu faktor


resiko dari timbulnya PJK

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

Apakah ada riwayat keluarga yang menderita PJK prematur ?

Riwayat keluarga PJK prematur, yaitu <45 tahun pada pria dan <55 tahun pada
wanita juga merupakan salah satu faktor resiko dari timbulnya PJK (penyakit

jantung koroner).
E. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada gejala sakit dada, umumnya meliputi:
1. Tanda vital :

Suhu
Denyut nadi
Tekanan darah
Pernafasan

2. Keadaan umum :

Kesan sakit
Keadaan gizi
Tingkat kesadaran
Warna kulit
Habitus/ postur tubuh
Cara berjalan/ berbaring/ duduk
Ada/ tidaknya : dyspnea, oedema, dehydrasi, kejang dll

3. Kulit
4. Kepala dan wajah
5. Leher, vena jugularis externa
6. Thoraks : paru- paru, jantung
7. Abdomen dan visceral : hepar, vesica fellea, lien, ren, vesica urinaria, usus
8. Extremitas atas dan bawah

Inspeksi dan palpasi


Mengindentifikasi impuls apikal. Pasien berbaring miring ke arah kiri.
Diameter
Peningkatan diameter, amplitudo, dan durasi pada dilatasi ventrikel kiri karena
gagal jantung kongestif atau kardiomiopati iskemik.
Ampitudo- biasanya seperti ketukan
Terus- menerus pada hipertrofi ventrikel kiri; menyebar pada gagal jantung kongestif
Durasi
- Raba impuls ventrikel kanan pada parasternum kiri dan area epigastrik:
Kuatnya impuls diduga pembesaran ventrikel kanan
- Palpasi interkostal kanan dan kiri dekat dengan sternum. Catat adanya thrill pada
area ini:
Pulsasi pembuluh darah besar; bunyi jantung 2 yang menonjol; thrill pada sternosis
aorta atau pulmonal
Perkusi

Pada umumnya, pemeriksaan perkusi dilakukan untuk menentukan batas- batas jantung
Auskultasi
Dengarkan jantung untuk mengetahui bunyi jantung dengan stetoskop pada area:4
1.
2.
3.
4.

Sela iga 2 kanan linea sternalis


Sela iga 2 kiri linea sternalis
Sela iga 5-6 kanan linea sternalis
Sela iga 5 kiri medial linea midclavicularis

Temuan
Peningkatan bunyi S1

Kemungkinan penyebab
Takikardia, keadaan curah jantung yang
tinggi; sternosis mitral

Penurunan bunyi S1

Blok jantung derajat satu; penurunan


kontraktilitas ventrikel kiri; katup mitral
imobil, sepertio pada regurgitasi mitral

Klik sistolik

Prolaps katup mitral

Peningkatan bunyi S2 pada antar iga ke

Hipertensi sistemik, dilatasi radiks aortik

2 kanan
Bunyi S2 menurun atau tidak terdengar

Katup mitral imobil, seperti pada sternosis

pada antar iga ke 2 kanan

aorta kalsifik

Peningkatan P2

Hipertensi pulmonal, arteri pulmonal dilatasi,


defek septum atrium

Peningkatan P2 menurun atau tidak

Proses penuaan, sternosis pulmonal

terdengar
Opening snap

Sternosis mitral

Bunyi S3

Fisiologis (biasanya pada anak- anak dan


dewasa muda); gagal miokardial patologis,
beban volume ventrikel, seperti pada
regurgitasi mitral

Bunyi s4

Pengondisian fisik yang sangat baik (atlet


yang terlatih); tahanan terhadap pengisian

ventrikel karena menurunnya komplian patu


seperti pada penyakit jantung hipertensif atau
hipertrofi ventrikel kiri

Pada pasien ini, ditemukan:


a. Status Generalisata
1. Keadaan umum yang tampak kesakitan dan pucat
Keadaan ini berarti tn. Usman sangat merasa kesakitan dari nyeri dada yang
dideritanya. Adanya pucat, menunjukkan, bahwa kurangnya suplai darah ke bagian
perifer tubuh, karena darah yang mengangkut oksigen akan lebih terkonsentrasi ke
organ-organ penting tubuh, pada saat jantung tidak dapat memompa darah bersih
dengan normal.
2. Berkeringat
Persarafan kelenjar apokrin yang menghasilkan keringat ke bagian wajah adalah pada
T2 T4. Hal ini berdampingan dengan persarafan truncus simpaticus pada ginjal yang
juga berjalan di T4. Maka, adanya rangsang nyeri pada truncus simpaticus, akan
mempengaruhi persarafan pada kelenjar apokrin untuk menghasilkan keringat.
3. Telapak tangan menekan dada
Hal ini dapat menunjukkan bahwa nyeri yang dialami pasien bukanlah nyeri tajam
yang dapat diketahui pasti oleh pasien dimana pusat sakitnya. Maka, kemungkinan
nyeri yang dialami pasien merupakan nyeri tumpul.
4. Tekanan darah 110/70 mmHg
Tekanan darah dengan nilai 110/70 masih dapat dianggap normal, karena belum
melewati batas atas, yaitu > 130/90 dan belum <100/60. 5 Keadaan ini memungkinkan
bahwa keadaan jantung pasien masih bisa dikatakan stabil, karena masih belum terjadi
shock karena pasokan darah yang kurang, yang biasanya terjadi karena adanya
perdarahan. Hal ini juga memungkinkan bahwa tidak ada kesalahan apapun yang
dapat melepaskan refleks renin-angiotensin-aldosteron yang dapat berakibat
meningkatnya tekanan darah

5. Heart rate 100x/menit


Hal ini menunjukkan bahwa denyut jantung pasien masih dalam keadaan normal,
namun dalam batas atas. Hal ini memungkinkan jantung belum perlu bekerja lebih
keras dari biasanya. Jantung yang berdenyut lebih cepat dari normal, umumnya terjadi
karena adanya kebutuhan oksigen jantung yang kurang dari biasanya, atau karena
adanya sumbatan di salah satu pembuluh atau katub jantung yang membuat jantung
harus berdenyut lebih keras untuk tetap mendapatkan oksigen yang adekuat.
6. Tidak dyspnoe
Tidak adanya dyspnoe menunjukkan bahwa pasien masih dalam kondisi yang normal.
Hal ini mengindikasikan bahwa tidak adanya gangguan jantung yang menyebabkan
terbendungnya darah di paru-paru, seperti stenosis atau insufisiensi katub-katub
jantung, atau adanya gagal jantung. Hal ini juga berarti bahwa tidak adanya efusi
pleura yang juga menyebabkan dyspnoe.
b. Status Lokalisata
1. Vena jugularis normal
Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada gangguan jantung kanan yang pada
umumnya menimbulkan pembesaran pada vena jugularis.
2. S1-S2 regular
Hal ini berarti pasien dalam keadaan normal, dan tidak mengalami gangguan pada
katub-katub jantung.
3. Gallop (-) dan murmur (-)
Hal ini menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi normal. Tidak adanya gallop
menunjukkan bahwa pasien belum mengalami decompensatio cordis, sedangkan
tidak adanya murmur menandakan tidak adanya aliran darah yang menjadi turbulen
yang biasanya terjadi pada stenosis katub, regurgitasi darah, insufisiensi katub, atau
aliran darah cepat pada hipertiroidisme, anemia, dan beri-beri.
4. Ronki (-)

Hal ini menunjukkan pasien dalam keadaan normal, dan tidak dalam keadaan adanya
cairan di dalam lumen bronkus yang biasanya terjadi pada emfisema, efusi pleura,
atau pneumothorax.

5. Hepatomegali (-)
Hal ini menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan normal. Tidak adanya
hepatomegali dapat berarti bahwa pasien tidak memiliki kelainan hepar atau jantung
kanan yang biasanya menyebabkan regurgitasi aliran darah ke perifer.
6. Lien (-)
Tidak terabanya lien mengartikan bahwa pasien dalam kondisi normal. Terabanya
lien biasanya terjadi pada keadaan infeksi
7. Edema tungkai (-)
Tidak ditemukannya edema tungkai mengindikasikan bahwa pasien dalam keadaan
normal. Hal ini mengindikasikan pasien tidak mengalami kelainan pada jantung
kanan, gagal ginjal, atau trauma di sekitar tungkai.
F. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan

Nilai Normal

Hasil Pemeriksaan

Keterangan

5.000-11.000/ml

15.000/ml

Meningkat

LDH

115-221 u/l

550 u/l

Meningkat

CPK

5-100 u/l

300 u/l

Meningkat

CKMB

< 24 u/l

50 u/l

Meningkat

Troponin T

Positif

Cholesterol

<200

230

Meningkat

LDL

<100

176

Meningkat

HDL

40-60

35

Menurun

Trigliserida

30-200

180

Normal

Leukosit

Leukositosis
Terjadinya peningkatan leukosit beberapa jam setelah serangan akut. Derajat
leukositosis ini bergantung dari luas atau tidaknya infark.
Peningkatan leukositosis biasanya berarti adanya infeksi atau pada iskemik akut yang

biasanya menetap sampai 3-7 hari.


LDH (Lactate Dehydrogenase)
LDH merupakan enzim yang terdapat dalam hamper semua jaringan tubuh.
Peningkatan serum terjadi jika terdapat kerusakan/kebocoran sel.
- LDH1, LDH2 Jantung, eritrosit
- LDH3 Paru, limpa, pankreas, plasenta
- LDH4, LDH5 Otot rangka, hati
Pada Myocard Infection :
- LDH menetap lebih lama dalam serum daripada CK
- Nilai tinggi terjadi 36-55 jam setelah MCI
- Peningkatan LDH1 & LDH2
Creatinine Kinase (CK)
Merupakan suatu enzim yang dihasilkan berbagai jaringan dan sel. CK juga dikenal
sebagai CPK (cratinin phospokinase). Konsentrasi tertinggi terdapat pada otot jantung
dan otot rangka. Ada 3 jenis CK :
- MM : Otot rangka, otot jantung
- BB : Otak, gastrointestinal tract, genitourinary tract
- MB : Otot jantung
Peningkatannya berarti adanya myocard infarction, gagal ginjal akut, rhabdomyelosis,

dan distrofi otot.


Troponin T
Merupakan salah satu enzim cardiac troponin yang terdapat dalam myocardium. Pada
umumnya, troponin T masih kurang positif dibanding dengan troponin I, namun
memiliki sensitifitas yang lebih tinggi, sehingga banyak dipakai. Kerusakan miokard
yang tidak terlalu luas akan meningkatkan enzim ini dalam serum 1-3 jam setelah

serangan.
Peningkatan Troponin T :
- Infark Miokard Akut
- Perisurgical MCI
- Unstable Angina
- Myocarditis
- Kelainan bukan jantung :
o Chronic Renal Failure
o Trauma akut yang mengenai otot
o Rhabdomyolisis, polymyositis, dermatomyositis
Cholesterol
Peningkatan kadar kolesterol berarti terdapat penumpukan kolesterol bebas pada
pasien. Dalam hal ini, pasien menjadi terancam akan menderita aterosklerosis apabila
kolestero tidak dapat dikelola dengan baik.

LDL
LDL atau yang biasa disebut kolesterol jahat adalah kolesterol yang dapat memicu
pembentukan aterosclerosis.
HDL
HDL atau yang biasa disebut kolesterol baik adalah kolesterol yang dapat mencegah

terjadinya pembentukan aterosclerosis.


G. Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan foto thorax
- CTR : 45% --> Normal
Dari gambaran CTR ( Cardio Thorax Rate) dapat dilihat apakah jantung dalam
keadaan normal atau tidak. Nilai normalnya adalah kurang atau sama dengan 50%.
-

Jika lebih dari 50%, berarti jantung mengalami pembesaran.


Segmen Aorta dan Pulmonal --> Normal
Hal ini berarti pasien tidak mengalami kelainan pada katub jantung yang mengarah

ke paru-paru.
Tidak ada tanda-tanda bendungan
Hal ini juga mengindikasikan bendungan cairan bukanlah penyebab dari nyeri dada,
yang dapat mengartikan pula tidak adanya kelainan pada keempat katub jantung.
Dari hasil radiologi tersebut, disimpulkan bahwa pasien belum mengalami gagal
jantung. Sebagaimana yang kita tahu, gagal jantung adalah terminal dari seluruh
penyakit jantung.

2.

Pemeriksaan EKG6
Hasil pemeriksaan EKG pada pasien ini adalah sebagai berikut:

Tiga Sandapan Standar

1. Sandapan I

Frekuensi (nilai normal 60-100x/menit): Interval R-R jumlahnya ialah 13


kotak kecil jadi frekuensinya ialah 1500 dibagi 13 yaitu 115x/menit dimana
termasuk takikardi.
Irama sinus: Normal karena gelombang P diikuti oleh kompleks QRS
kemudian diikuti oleh gelombang T.
Gelombang P: Gelombang P menandakan depolarisasi atrium. Amplitudonya
1mV masi normal, dengan durasinya 0,04 detik juga masi normal,
menandakan bahwa atrium masi normal.
Interval PR: Interval PR menggambarkan waktu mulai awal depolarisasi
atrium sampai awal depolarisasi ventrikel. Disini interval PR 0,12 detik ialah
normal.
Gelombang Q: Gelombang Q menandakan depolarisasi septum interventrikel
dari kanan ke kiri yang terlihat pada sandapan I, aVL, V5, dan V6. Disini
amplitudonya 0,1mV sehingga masi normal. Gelombang Q yang patologis
menandakan adanya infark miokard. Gelombang Q yang patologis atau
gelombang Q signifikan lebih luas dan lebih dalam, kriterianya ialah:
a. Durasi gelombang Q harus lebih besar dari 0,04 detik
b. Kedalaman gelombang Q sekurang-kurangnya harus sepertiga tinggi
gelombang R pada kompleks QRS yang sama
Interval QRS: Kompleks QRS menandakan depolarisasi ventrikel, sehingga
interval QRS merupakan pengukuran terhadap waktu depolarisasi ventrikel.
Disini interval QRS 0,04 detik ialah normal. Interval QRS yang melebihi nilai
normal (nilai normal: 0,06-0,1 detik) menandakan adanya hipertrofi ventrikel.
Segmen ST: Segmen ST menggambarkan waktu mulai akhir depolarisasi
ventrikel sampai awal repolarisasi ventrikel. Disini terdapat depresi segmen
ST, yang dapat terjadi pada angina tipikal atau pada infark gelombang non-Q.
Depresi dari segmen ST juga bisa timbul pada sandapan I bila sandapan yang
berlawanan jauh dengan sandapan I (yaitu sandapan aVR mengalami elevasi
segmen ST), ini disebut sebagai perubahan resiprokal.

Gelombang T: Arah gelombang T umumnya mengikuti kompleks QRS dan


menandakan repolarisasi dari ventrikel. Amplitudo gelombang T disini ialah
sepertiga gelombang R sebelumnya sehingga masi normal. Pada awal infark,
gelombang T akan meninggi dan menyempit (memuncak/peaking) dimana
disebut sebagai gelombang T hiperakut. Beberapa jam kemudian, gelombang
T akan mengalami inversi. Perubahan pada gelombang T (T hiperakut atau T
inversi) menggambarkan iskemia miokardium yaitu kurangnya aliran darah ke
miokardium.
Interval QT: Interval QT mengukur waktu dari awal depolarisasi ventrikel
hingga akhir repolarisasi ventrikel. Normalnya interval QT menyusun 40%
dari interval RR. Disini interval QT 0,44 detik (nilai normal laki-laki: 0,42
detik) maka interval QT memanjang.
Axis vektor jantung: Axis jantung ditentukan oleh sandapan I dan sandapan
III:
Sandapan I:
Sandapan III:

R: +3
S: -2 +1
R: +13
S: +5 +18

Sesuai dengan cara hitung goldmann, axis jantung ialah +89 (panah merah),
yaitu masi normal dimana nilai normal axis jantung ialah diantara -30 sampai
+110. Axis yang normal menandakan bahwa tidak ada hipertrofi dari ruang
jantung.
2. Sandapan II

Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak kecil sehingga frekuensinya ialah 1500
dibagi 14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo gelombang P yang terlihat ialah 2mV, disertai
dengan durasi 0,12 detik yaitu masi dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,12 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini terlihat gelombang Q kecil dengan amplitudo 1mV yang
tidak patologis.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,08 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat elevasi segmen ST. Elevasi segmen ST
menandakan adanya cedera miokardium (injury). Cedera menggambarkan
kerusakan miokardium yang lebih besar dari iskemia, namun dapat bersifat
reversibel. Elevasi segmen ST merupakan tanda yang dapat diandalkan bahwa
telah terjadi infark sejati dan akan tampak gambaran infark yang komplit bila

tidak segera dilakukan intervensi terapeutik yang agresif.


Gelombang T: Disini gelombang T searah dengan arah gelombang R (normal)
dengan amplitudo yang normal.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,4 detik masi dalam batas normal.

3. Sandapan III

Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.

Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti


kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo 2mV dengan durasi 0,12 detik, jadi masi termasuk
dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,12 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini terlihat gelombang Q kecil dengan amplitude 1,5mV
yang melebihi batas normal dan durasi 0,04 detik yang normal. Gelombang Q
disini bukan gelombang Q yang patologis karena amplitudonya kurang dari
sepertiga amplitudo gelombang R.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,08 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat elevasi segmen ST. Elevasi segmen ST

menandakan adanya cedera miokardium (injury).


Gelombang T: Disini gelombang T searah dengan arah gelombang R (normal)
dengan amplitudo yang normal.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,36 detik masi dalam batas normal.

Tiga Sandapan Tambahan


4. Sandapan aVR

Pada sandapan aVR, gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang T semua


mengalami defleksi negatif karena sudut orientasinya -150 sehingga semua aktivitas
listrik jantung seolah bergerak menjauhi elektroda. Sandapan aVR biasanya
menunjukan gambaran gelombang Q yang sangat dalam sehingga tidak usah
dipertimbangkan dalam penilaian kemungkinan infark.
5. Sandapan aVL

Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T. Juga terdapat gelombang U.
Gelombang P (mengalami defleksi negatif): Amplitudo 1mV dengan durasi
0,12 detik, jadi masi termasuk dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,12 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini tidak terlihat gelombang Q.

Interval QRS: Interval QRS disini 0,04 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat depresi segmen ST. Depresi segmen ST dapat
terjadi pada angina tipikal atau pada infark gelombang non-Q.
Gelombang T: Disini terlihat gelombang T mengalami inversi. Inversi
gelombang T menggambarkan iskemia miokardium.
Gelombang U: Disini terlihat gelombang U terbalik yang menandakan
iskemia. Gelombang U asalnya tidak jelas dimana gelomban U yang terbalik
biasa terdapat pada keadaan iskemia atau hipertrofi.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,24 detik masi dalam batas normal.
6. Sandapan aVF

Frekuensi: Interval R-R ialah 13 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
13 yaitu 115x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo 2mV dengan durasi 0,12 detik, jadi masi termasuk
dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,2 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini terlihat gelombang Q kecil dengan amplitude 2mV yang
melebihi batas normal dan durasi 0,04 detik yang normal. Gelombang Q disini
bukan gelombang Q yang patologis karena amplitudonya kurang dari sepertiga
amplitudo gelombang R.

Interval QRS: Interval QRS disini 0,08 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat elevasi segmen ST. Elevasi segmen ST
menandakan adanya cedera miokardium (injury).
Gelombang T: Disini gelombang T searah dengan arah gelombang R (normal)
dengan amplitudo yang normal.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,4 detik masi dalam batas normal.

Enam Sandapan Prakordial


7. Sandapan V1

Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P (defleksi negatif): Amplitudo 1mV dengan durasi 0,12 detik,
jadi masi termasuk dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,12 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini tidak terlihat gelombang Q.

Interval QRS: Interval QRS disini 0,04 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat depresi segmen ST. Depresi segmen ST dapat
terjadi pada angina tipikal atau pada infark gelombang non-Q.
Gelombang T: Disini terlihat gelombang T mengalami inversi. Inversi
gelombang T menggambarkan iskemia miokardium.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,4 detik masi dalam batas normal.

8. Sandapan V2

Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P (bersifat bifasik): Amplitudo 1mV dengan durasi 0,12 detik, jadi
masi termasuk dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,2 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini tidak terlihat gelombang Q.

Interval QRS: Interval QRS disini 0,08 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat depresi segmen ST. Depresi segmen ST dapat
terjadi pada angina tipikal atau pada infark gelombang non-Q.
Gelombang T: Disini gelombang T searah dengan arah gelombang R (normal)
dengan amplitudo yang normal.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,36 detik masi dalam batas normal.
9. Sandapan V3

Frekuensi: Interval R-R ialah 13 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
13 yaitu 115x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo 1mV dengan durasi 0,12 detik, jadi masi termasuk
dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,16 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini terlihat gelombang Q dengan amplitudo 0,5mV dan
durasi 0,04 detik, masi dalam batas normal.

Interval QRS: Interval QRS disini 0,04 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat elevasi segmen ST. Elevasi segmen ST
menandakan adanya cedera miokardium (injury).
Gelombang T: Disini gelombang T searah dengan arah gelombang R (normal)
dengan amplitudo yang normal.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,36 detik masi dalam batas normal.
10. Sandapan V4

Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo 1mV dengan durasi 0,12 detik, jadi masi termasuk
dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,16 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini terlihat gelombang Q dengan amplitudo 0,5mV dan
durasi 0,04 detik, masi dalam batas normal.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,04 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat elevasi segmen ST. Elevasi segmen ST

menandakan adanya cedera miokardium (injury).


Gelombang T: Disini gelombang T searah dengan arah gelombang R (normal)
dengan amplitudo yang normal.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,4 detik masi dalam batas normal.
11. Sandapan V5

Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.

Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti


kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo 1mV dengan durasi 0,12 detik, jadi masi termasuk
dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,16 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini terlihat gelombang Q dengan amplitudo 1mV dan durasi
0,04 detik, masi dalam batas normal.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,08 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat elevasi segmen ST. Elevasi segmen ST

menandakan adanya cedera miokardium (injury).


Gelombang T: Disini gelombang T searah dengan arah gelombang R (normal)
dengan amplitudo yang normal.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,4 detik masi dalam batas normal.
12. Sandapan V6

Frekuensi: Interval R-R ialah 13 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
13 yaitu 115x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo 1mV dengan durasi 0,12 detik, jadi masi termasuk
dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,16 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini terlihat gelombang Q dengan amplitudo 1mV dan durasi
0,04 detik, masi dalam batas normal.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,08 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat elevasi segmen ST. Elevasi segmen ST

menandakan adanya cedera miokardium (injury).


Gelombang T: Disini gelombang T searah dengan arah gelombang R (normal)
dengan amplitudo yang normal.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,4 detik masi dalam batas normal.

Kesimpulan dari hasil pemeriksaan EKG pasien ini ialah:


a. Pasien mengalami sinus takikardi.
b. Pasien pernah mengalami serangan angina ditandai oleh depresi segmen ST pada
sandapan I, aVL, V1, dan V2.
c. Pasien mengalami infark miokard dengan keterangan seperti berikut:
Terjadi cedera miokardium/injury pada dinding inferior jantung yang
menduduki diafragma, ini ditandai oleh elevasi segmen ST pada sandapan II,
III, dan aVF
Terjadi cedera miokardium/injury pada apeks jantung ditandai oleh elevasi
segmen ST pada sandapan V3 dan V4
Terjadi iskemia miokardium pada dinding anterior kanan jantung ditandai oleh
inversi gelombang T pada sandapan V1
Terjadi cedera miokardium/injury pada dinding anterior kiri jantung ditandai
oleh elevasi segmen ST pada sandapan V5 dan V6
Terjadi iskemia miokardium pada dinding lateral kiri jantung ditandai oleh
inversi gelombang T dan gelombang U yang terbalik pada sandapan aVL
Dua jam setelah dilakukan pengobatan awal, pasien hilang kesedaran dan monitor EKGnya
menunjukan gambaran seperti berikut:

Pada EKG ini terdapat dua gambaran yang berbeda:


I. Gambaran sebelum panah merah:7
Frekuensi: Interval R-R ialah 20 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
20 yaitu 75x/menit yang menunjukan denyut jantung normal.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo 2mV dengan durasi 0,16 detik yang melebihi batas
normal. Ini menandakan adanya perpanjangan durasi depolarisasi atrium bisa
karena hipertrofi atrium.

Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,2 detik yang masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini tidak terlihat gelombang Q.

Interval QRS: Interval QRS disini 0,08 detik ialah normal.


Segmen ST: Disini terlihat segmen ST yang berada pada garis isoelektris.
Gelombang T: Disini gelombang T searah dengan arah gelombang R (normal)
dengan amplitudo yang normal.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,6 detik menandakan interval QT yang
memanjang. Interval QT memanjang bisa karena efek dari Quinidin atau
hipokalsemia.
II. Gambaran setelah panah merah:
Frekuensi: Interval R-R ialah 8 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi 8
yaitu 187x/menit yang menunjukan takikardi. Frekuensi juga berubah-ubah
atau irregular.
Irama sinus: Irama sinus tidak teratur, ini disebut aritmia atau disritmia.
Gelombang P: Gelombang P tidak terlihat. Ini menunjukan bahwa irama
jantung yang ireguler berasal bukan dari dalam atrium melainkan dari bawah
atrium, bisa nodus AV atau ventrikel. Keadaan ini disebut aritmia

ventrikular.
Interval QRS: Interval QRS bervariasi namun lebih dari 0,12 detik atau lebar.
Kompleks QRS yang lebar menunjukan bahwa depolarisasi ventrikel berasal
dari dalam ventrikel itu sendiri. Depolarisasi dimulai di dalam miokardium
ventrikel bukan dari sistem konduksi sehingga menyebar jauh lebih lama dan

kompleks QRS tampak berdurasi lebih lama.


Terlihat
fenomena
R-on-T
dimana

kontraksi

ventrikular

prematur/premature ventricular contraction (PVC) jatuh pada gelombang T


denyut sebelumnya. Gelombang T merupakan satu masa yang rentan pada
siklus jantung sehingga PVC yang jatuh di sana kemungkinan besar
mencetuskan terjadinya takikardi ventrikular. Selain itu, PVC yang terjadi
pada infark miokardium akut meningkatkan risiko terjadinya takikardi
ventrikular, fibrilasi ventrikular, dan kematian mendadak.7
Disumpulkan bahwa gambaran EKG II pada pasien ini merupakan gambaran takikardi
ventrikular. Dimana definisi dari takikardi ventrikular ialah tiga PVC atau lebih yang

muncul berurutan. Selain itu, frekuensi pada EKG pasien ialah 187 denyut per menit
yang terletak diantara 120-200 denyut per menit dan sedikit irregular.
Pada pasien ini takikardi ventrikular yang terlihat bukanlah takikardi ventrikular yang
standar melainkan suatu Torsade de Pointes. Torsades de Pointes merupakan bentuk
takikardi ventrikular yang unik yang ditemukan pada pasien dengan interval QT yang
memanjang. Pada EKG pasien ini sebelum adanya PVC terlihat interval QT yang
memanjang akibat gelombang T (repolarisasi ventrikel) yang memanjang. Interval QT
yang memanjang dapat terjadi selama infark miokard akut dan disebabkan oleh obat-obat
(antiaritmia, antidepresan trisiklik, fenotiazin, obat jamur, dan antihistamin). PVC yang
jatuh pada gelombang T yang memanjang dapat mencetuskan Torsade de Pointes, seperti
yang terlihat pada gambaran EKG pasien. Selain itu gambaran Torsade de Pointes mirip
takikardi ventrikular standar dimana terdapat kompleks QRS yang mengitari garis dasar
dengan aksis dan amplitude yang terus berubah-ubah, gambaran ini terlihat pada EKG
pasien.7
H. Diagnosis Penyakit
Pada pasien ini, dilihat dari hasil pemeriksaan lanjut, dapat diambil suatu diagnosis bahwa pasien
menderita Acute Coronary Syndrome STEMI. Hal ini dapat ditentukan dari:
Anamnesis

Dari hasil anamnesis, ditemukan hahwa usia pasien sudah lebih dari 40 tahun, dimana
hal ini merupakan suatu faktor resiko adanya STEMI.

Pasien mengakui kalau dia adalah seorang perokak. Merokok: merupakan faktor resiko
yang dapat menyebabkan peningkatan kebutuhan terhadap oksigen. Hal ini disebabkan
dari zat nikotin yang terkandung dalam rokok merupakan vasoaktif yang bisa
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah koroner

Pasien datang setelah melakukan olahraga dimana keluhan timbul saat pasien
berolahraga tersebut. Hal ini sesuai dengan adanya angina de effort, yaitu angina yang
timbul setelah melakukan suatu aktivitas. Angina de effort merupakan yang merupakan
suatu gejala dari gengguan koroner.

Pasien mengakui adanya penjalaran rasa sakit ke daerah leher, punggung, lengan kiri
dan bahu kiri. Hal ini merupakan ciri khas pada angina pectoris

Pasien memiliki riwayat ibu yang meninggal pada usia 50 tahun. Hal ini merupakan
suatu faktor resiko genetik yang tinggi. Sebab, apabila ditemukan terdapat orang tua
yang menderita penyakit jantung koroner pada usia < 50 tahun, maka, anaknya akan
beresiko besar menderita penyakit jantung pula. Ibu tuan. Usman meninggal pada usia
50 tahun karena penyakit jantung, hal ini dapat berarti ibu tn. Usman telah menderita
penyakit jantung sebelum berusia 50 tahun, dalam hal ini, mengindikasikan bahwa tn.
Usman memiliki faktor genetik menderita penyakit jantung koroner.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pasien tampak sakit berat dengan memegang dada pasien dengan
telapak tangan yang mengindiksaikan bahwa nyri yang dialami pasien merupakan nyeri
tumpul. Nyeri yang tumpul ini merupakan nyeri yang khas pada angina. Dengan
demikian, maka, dapat menyingkirkan kemungkinan adanya pneumothorax dan
endocarditis yang memiliki ciri nyeri dada yang tajam.

Adanya keringat pada pasien sesuai dengan keadaan pada angina pectoris.

Pemeriksaan hepar, lien, vena jugularis, ronki paru, edema tungkai negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa kelainan pada pasien adalah pada jantung, namun bukan pada
katub-katub jantung, melainkan pada pembuluh darah coroner.

Pemeriksaan Laboratorium

Ditemukan bahwa nilai troponin T meningkat menunjukan adanya kerusakan miocard


yang tidak terlalu luas, walaupun pemeriksaan ini kurang spesifik.

Pemeriksaan CK-CKMB merupakan enzing yang banyak terdapat di myocardial, maka,


peningkatan enzim ini menunjukkan adanya myocardial infarction, yang kemungkinan
terjadi karena kurangnya suplai oksigen ke jantung karena adanya sumbatan di
pembuluh koroner mengingat kemungkinan kerusakan katub jantung sudah
disingkirkan.

Adanya hiperlipidemia pada pasien merupakan suatu faktor resiko timbulnya penyakit
koroner pada jantung pasien.

Hasil EKG

- Pada hasil EKG ditemukan adanya ST elevasi. Hal ini lebih dari 2 sandapan, yaitu pada
sandapan II, III, aVF, V1, V3, V4, V5, V6 telah memenuhi syarat adanya Acute
Coronary Syndrome STEMI, yaitu paling sedikit terdapat 2 sandapan ST elevasi.

I. Diagnosis Banding
1. Spasme esophagus

Spasme esofagus adalah konstriksi yang abnormal dari otot esophagus sehingan makanan
tidak dapat sampai ke lambung. Penyebabnya belum diketahui pasti tapi bisa dipicu oleh
makanan yang terlalu panas atau terlalu dinggin. Biasanya pasien yang menderita spasme
esophagus akan merasakan nyeri dada yang sulit dibedakan dengna angina pectoris, serta
merasakan regurgitasi makan dari lambung ke esophagus, dan pasien akan merasakan
masih ada makanan yang tertinggal di dalam esophagus atau merasakan adanya makan
yang tertinggal di esophagus.pasien spasme esophagus biasanya mengalami kesulitan
untuk menelan makanan (dysphagia). Gejala yang dialami pasien ini juga mirip dengan
angina pectoris bukan saja karena nyeri dada tetapi karena adanya penjalaran ke daerah
leher, rahang, tangan, dan punggung sehingga sulit dibedakan. Penyakit ini dapat
disingkirkan karena pada hasil EKG terdapat ST elevasi di beberapa sandapan yang
sesuai dengan Acute Coronary Syndrome STEMI.8
2. Acute Coronary Syndrome NSTEMI

Acute Coronary Syndrome mirip dengan ACS NSTEMI, namun, pada NSTEMI tidak
disertai dengan ST elevasi dan bisanya penyebabnya adalah ruptur/sobeknya plak
arterosklerotik yang menyebabkan pengurangan pasokan oksigen ke A.korinaria. Pada
pasien ini terdapat peningkatan ST elevasi, dan disertai dengan gejala klinis, maka, ACS
NSTEMI dapat disingkirkan dari diagnosis penyakit yang mungkin di derita pasien.9
J. Patofisiologi Kasus
Pada kasus ini terjadi peningkatan kadar kolesterol total, trigliserid, LDL, dan
menurunan kadar HDL. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hiperlipidemia
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya aterosklerosis. Selain itu faktor resiko
yang lain yang dimiliki pasien ini adalah riwayat merokok dan riwayat keluarga dimana
ibu dari bapak Usman meninggal saat usia 50 tahun karena penyakit jantung.
1. Sintesis Kilomikron dan VLDL
Mukosa usus membuat VLDL dan Kilomikron. VLDL yang dibuat di mukosa usus
umumnya sedikit dan sistesanya konstan, lipidnya berasal dari empedu dan sekresi

usus. Sedangkan Kilomikron, banyak di sintesa dan bergantung terhadap intake


lemak.

Sintesis Kilomikron
o Sintesa Apo B dalam ribosom dalam RER
o Sintesis lipid dalam SER
o Penggabungan lipid dan protein dalam SER
o Sintesis Apo A- I dan Apo A II juga dalam sel usus untuk membentuk
kilomikron
o Dalam benda golgi terjadi penambahan karbohidrat pada lipoprotein
o Kilomikron bergerak dalam vakuol dan mengadakan fusi dengan dingin
sel lalu masuk ke limfe

Sintesis VLDL
Sintesis VLDL terdapat pada 2 tempat, yaitu hati ( Terbanyak ) dan usus.
o
o
o
o
o

Protein disintesis dalam RER


Lipid disintesis dalam SER
Penggabungan lipid dengan protein dalam SER
Berpindah ke badan Golgi
Dilepaskan dalam bentuk vakuol yang bergerak ke dinding sel lalu terjadi
fusi dan VLDL masuk ke ruang Disse dan masuk ke sinusoid darah

Metabolisme LDL
LDL Di hidrolisa di hepar / jaringan extra hepatic ( apo B 0 receptor )
menjadi kolestrol dan asam lemak. Asal LDL berasal dari sintesa oleh hati,
hadil pemecahan VLDL ( terbanyak ) dan hasil pemecahan Kilomikron.
Kolesterol di perlukan sel untuk pembentukan membrane dan hormone
steroid. Jumlah tempat pengikatan LDL sebanding dengan keperluan sel akan
kolesterol.
o Dalam sel normal LDL masuk, apoprotein dipecah dalam liosom,
kolesterol diesterkan kembali, keaktifan HMG KoA Reduktase di tekan
yang mengakibatkan sinstesis kolesterol dalam sel menurun.
Metabolisme HDL
Pada Hati di sentesa Apo A dan Apo C sedangkan pada usus hanya Apo
A. HDL yang baru dibentuk disebut nascent HDL. Lalu Apo-C yang dibuat

dihati, dipindahkan ke HDL yang berasal dari usus, dan pada waktu HDL
masuk ke dalam plasma. HDL nascent yang terdiri dari 2 lapis fosolipid yang
berbentuk discoid ( mengandung apoprotein P-L dan kolesterol bebas. LCAT
dan APO A I ( Aktivator LCAT ) berikat dengan disk dari HDL
Kolesterol ester dapat ditransfer dari HDL ke VLDL dan LDL dengan
menggunakan C-E transfer protein ( apo D ) dan LCAT termasuk dalam
system pemindahan kelibhan kolesterol bebas dari lipoprotein dan dari
jaringan.
Hati merupakan tempat akhir degradasi apoprotein HDL.
Lipid plasma yaitu kolesterol , trigliserid , fosfolipid , dan asam lemak bebas yang
berasal dari makanan ( eksogen) dan dari sintesis lemak ( endogen ). Kolesterol dan
trigliserid adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting
sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma , sehingga lipid terikat
pada protein sebagai meknisme transport dalam serum . Ikatan ini menghasilkan empat
kelas utama lipoprotein.
1.
2.
3.
4.

Kilomikron
Lipoprotein densitas sangat rendah ( VLDL )
Lipoprotein densitas rendah ( LDL )
Lipoprotein densitas tinggi ( HDL )

Kadar relatif lipid dan protein berbeda-beda pada setiap kelas tersebut . Dari keempat
kelas lipoprotein yang ada , LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan
kilomikron dan VLDL paling tinggi kadar trigliseridnya . Kadar protein tertingi
terdapat pada HDL.

2. Aterosklerosis dan Gangguan Koronaria

Patogenesis terjadinya aterosklerosis itu sendiri merupakan akibat dari respons terhadap
cedera, dengan beberapa bentuk cedera pada dinding arteri dan menyebabkan timbulnya
ateroma. Dinding pembuluh darah terpajan terhadap iritan yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari. Diantaranya yang berhubungan dengan kasus ini adalah
hiperlipidemia, usia yng merupakan faktor resiko, adanya riwayat merokok dan riwayat
keluarga dengan penyakit jantung. Dari kesemua agen ini, efek sinergis gangguan
hemodinamika yang menyertai fungsi sirkulasi normal yang digabungkan dengan efek
merugikan hiperkolesterolemia dianggap merupakan faktor terpenting dalam patogenesis
aterosklerosis, dimana memfokuskan peranan LDL-C dalam patogensis aterosklerosis.10

Dinding arteri terdiri atas lapisan konsentris tempat sel-sel endotel , sel-sel otot polos,
dan matriks ektrasel dengan serabut elastis dan kolagen yang dapat terlihat dengan jelas.
Ketiga lapisan ini adalah intima, media, dan adventisia. Lapisan intima terdiri atas sel-sel
endotel yang membatasi arteri dan merupakan satu-satunya bagian dinding pembuluh
darah yang berinteraksi dengan komponen darah. Hal penting mengenai endotel adalah

(1) Mengandung reseptor untuk LDL-C dan bekerja sebagai sawar dengan permeabilitas
yang sangat selektif (2) Memberikan permukaan nontrombogenik oleh lapisan heparin
dan oleh sekresi PGI2 ( vasodilator kuat dan inhibitor agregasi trombosit ) dan oleh
sekresi plasmonigen (3) Mensekresi oksida nitrat

suatu vasodilator kuat ) dan (4)

Berinteraksi dengan trombosit, monosit, makrofage, limfosit T , sel-sel otot polos melalui
berbagai sitokin dan faktor perumbuhan . Lapisan media merupakan bagian otot dinding
arteri yang terdiri dari sel-sel otot polos , kolagen, dan elastin. Lapisan intima
melindungi lapisan media dari komponen-komponen darah . Lapisan media bertanggung
jawab atas kontaktilitas dan kerja pembuluh darah. Lapisan adventisia merupakan lapisan
terluar dinding pembuluh darah dan terdiri atas sebagian sel-sel otot polos dan fibroblast,
lapisan ini juga mengandung vasa vasorum , yaitu pembuluh darah kecil yang
menghantarkan suplai darah ke dinding pembuluh darah . Pada aterosklerosis terjadi
gangguan integritas lapisan media dan intima, sehingga terbentuk ateroma.
Fakto resiko yang telah dijabarkan diatas merupakan langkah awal terjadinya
aterosklerosis dimana berperan dalam menyebabkan cedera pada sel endotel pada lapisan
intima. Cedara yang terjadi menyebabkan terjadinya respons inflamsi yang menyebabkan
disfungsi endotel. Disfungsi endotel yang terjadi menyebabkan meningkatnya
permeabilitas sel endotel terhadap monosit dan lipid darah. Hal tersebut menyebabkan
tertimbunnya lipid darah dan monosit dalam lapisan intima. Hal ini diperburuk dengan
peran dari hiperkolesterolemia yang diderita pasien dimana pada keadaan ini
mengganggu fungsi endotel dengan meningkatkan produksi radikal bebas oksigen.
Radikal ini menonaktifkan oksida nitrit , yaitu faktor endhothelial-relaxing utama.
Dengan terjadinya pemajanan terhadap radikal bebas dalam sel endotel dinding arteri
menyebabkan terjadinya oksidsi LDL-C, yang berperan dan mempercepat plak
ateromatosa.

Oksidasi

LDL-C

diperkuat

oleh

kadar

HDL-C

yang

rendah.

Hiperkolesterolemia memicu adhesi monosit ,migrasi sel otot polos subendotel, dan
penimbunan lipid dalam makrofag dan sel-sel otot polos. Apabila terpajan dengan LDL
C yang teroksidasi, makrofag menjadi sel busa , yang beragregasi dalam lapisan intima ,
yang terlihat secara makroskopik sebagai bercak lemak, akhirnya, deposisi lipid dan
jaringan ikat mengubah bercak lemak ini menjadi ateroma lemak fibrosa matur ( fibrous
cap ). Ateroma inilah yang menyebabkan menyempitnya diameter pembulug darah . Pada
kasus ini telah terjadi sindroma koroner akut tipe STEMI , dimana diperkirakan adanya
oklusi total pada arteri koronor, sehingga menyebabkan terjadinya ganggua aliran darah

pada arteri korener yang merupakan penyebab manifestasi berupa angina pektoralis pada
pasien ini. Angina pektoralis dapat disebabkan akibat kurangnya suplai oksigen untuk
micardium dan akibat kerja jantung yang berat sebagai usaha untuk memenuhi
kebutuhan suplai oksigen yang meningkat saat aktifita ( khusunya pada kasus ini bapak
Usman sedang bermain sepak bola ). Angina pektoralis itu sendiri adalah Nyeri dada
seperti perasaan tertindih yang menyebabkan iskemik miocard akibat berkurangnya
suplai oksigen pada miocard. Nyeri dada ( chest pain ) adalah suatu kondisi berasal dari
toraks dan abdomen dengan prognosis yang bervariasi dari ringan sampai kondisi yang
mengancam jiwa. Gagal mengenali nyeri dada seperti pada sindrom koroner akut, aorta
dissecans, tension pneumotoraks, emboli pulmonal dapat berkembang dengan komplikasi
serius atau meninggal mendadak.
Mekanisme terjadinya nyeri dada dari saraf simpatis yang berjalan paraler dengan arteri
koronaria yang merupakan sensory pathway untuk angina, dan saraf ini masuk ke
medulla spinalis segmen C8 T4. Impuls dihantarkan ke spinal ganglia kemudian ke
kortek serebri. Reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh
suatu zat kimia, atau oleh stress mekanik lokal akibat dari kelainan kontraksi
miokardium. Biasanya nyeri itu digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang
kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri.
. Akibat oklusi total pada arteri koroner menyebabkan injury pada bagian inferior terlihat
pada gambaran EKG . Salah Satu komplikasi adalah takikardi ventrikel. Takikardi
ventrikel ini menyebabkan diastolic filling time menjadi pendek mengakibatkan terjadi
penurunan cardiac outpun. Cardiac output yang menurun menyebabkan terjadinya
fasekompensatorik berupa redistribusi ke organ-organ vital seperti otak dan jantung,
menyebabkan organ-organ sekunder seperti ginjal, kulit dan otot skelet, hal ini
menyebabkan tahanan perifer meningkat sehingga terjadi vasokontriksi. Khususnya
organ kulit akan tampak pucat , dan kulit tidak dapet mengeluarkan pans secara radiasi
sehingga terjdi pengeluaran panas secra radiasi sehingga pasien akan berkeringat dingin
dan pucat, Selain itu fasekompensatorik yang terjadi adalah perangsangan adrenergik
simpatis dan sistem renin angiotesin aldosteron , akibat terjadinya menurunan aliran
darah ginjal.
Apabila keadaan ini terus berlangsung, sampai akhirnya fase kompensatorik tidak dapat
bekerja dengan baik, maka menurunan cardia output tidak dapat diatasi laki, mekanisme

redistribusi ke organ vital gagal, sehingga selain memperberat kerja jantung karena
suplai yang kurang , dampak lain adalah terjadi suatu keadaan yang disebut syncope
yaitu keadaan kehilangan darah sesaat akibat aliran darah yang tidak adekuat seperti
yaang terjadi pada pasien ini.
K. Komplikasi STEMI
1. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini di sebut
remodlling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
Tanda klinis yangsering ditemukan adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3
dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.
3. Takhikardia ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventricular dapat terjadi tanpa
tanda bahaya aritmia sebelumnya. Takhikardia dibagi 3 macam: takhikardia ventrikel
polimorfik yang menetap, takhikardia ventrikel monomorfik menetap yang diikuti
dengan angina edema paru atau hipotensi, takhikardia ventrikel monomorfik yang
tidak disertai angina edema paru atau hipotensi.
4. Komplikasi mekanik
- Rupture muskulus papilaris
- Rupture septum ventrikel
- Rupture dinding ventrikel
L. Penatalaksanaan awal yang diberikan
Pengobatan dimulai dengan usaha untuk mencegah penyakit arteri koroner,
memperlambat progresivitasnya atau melawannya dengan mengatasi faktor-faktor
resikonya.
Faktor resiko utama (misalnya peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol), diobati
sebagaimana mestinya. Faktor resiko terpenting yang bisa dicegah adalah merokok
sigaret.
Pengobatan angina terutama tergantung kepada berat dan kestabilan gejala-gejalanya.

Jika gejalanya stabil dan ringan sampai sedang, yang paling efektif adalah mengurangi
faktor

resiko

dan

mengkonsumsi

obat-obatan.

Jika gejalanya memburuk dengan cepat, biasanya penderita segera dirawat dan diberikan
obat-obatan di rumah sakit. Jika gejalanya tidak menghilang dengan obat-obatan,
perubahan pola makan dan gaya hidup, maka bisa digunakan angiografi untuk
menentukan

perlu

tidaknya

dilakukan

pembedahan bypass arteri

koroner

atau

angioplasti.
Sedangkan pada kasus, Penatalaksanaan yang di lakukan adalah :

1. Tirah baring, rawat ICCU. Akses intravena


Hal ini di lakukan untuk mengurangi gejala tuan usman, dan di rawat di ICCU
(intensive cardiac care unit) terutama untuk mengurangi mortalitas para penderita
yang menderita serangan jantung koroner akut yang sering di sebabkan karena
hambatan sirkulasi koroner, baik karena atherosclerosis atau karena spasme koroner
dan dapat menyebabkan komplikasi yang dapat mengancam pasien. Akses intravena
dilakukan agar pasien dapat di berikan obat-obatan intavena supaya efek yang di
dapatkan lebih cepat.
2. 02 2 L/menit, nasal kanul
Pada penderita sindroma koroner akut, maka kebutuhan jantung akan oksigen akan
meningkat, jika hal ini tidak di iringi dengan suplai asupan oksigen yang baik, maka
akan memperburuk keadaan pasien, dimana otot jantungnya bisa mengalami nekrosis.
3. diet cair 1700 kal
Memberikan makanan dalam bentuk cair, yang memenuhi kebutuhan cairan tubuh
yang mudah diserap dan hanya sedikit meninggalkan sisa, mencegah dehidrasi yang
menghilangkan rasa haus. Serta mengurangi beban jantung.
4. aspirin kunyah 320 Mg di lanjutkan tablet 1x160mg p.c
sediaan aspirin kunyah diabsorpsi lebih cepat dibandingkan dengan sediaan padat
yang ditelan maupun sediaan padat yang dikunyah, pemberian aspirin kunyah lebih

dianjurkan pada pasien-pasien dengan sindroma koroner akut. Aspirin bekerja dalam
waktu 15 menit untuk mencegah formasi pengentalan darah pada orang-orang yang
mengalami penyakit arteri koroner obat ini bekerja sebagai anti platelet dan mencegah
agregasi trombosit.
5. Bisoprolol 1x5mg
Bisoprolol adalah obat yang termasuk golongan beta blocker yang gunanya adalah
untuk menghambat reseptor beta 1 di jantung yang akan mengurangi frekuensi dan
kontraktilitas di jantung sehingga kebutuhan oksigen di jantung akan berkurang.
Beta blocker di laporkan dapat menurunkan mortalitas pada penyakit gagal jantung,
namun pada beberapa literature, di sebutkan bahwa beta blocker di kontraindikasikan
pada keadaan gagal jantung akut. Karena itu, penggunaan beta blocker pada pasien
gagal jantung akut sebaiknya di berikan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan.11
6. Simvastatin
Simvastatin merupakan obat yang menurunkan kadar kolesterol (hipolidemik) dan
merupakan hasil sintesa dari hasil fermentasi Aspergillus terreus. Secara invivo
simvastatin akan dihidrolisa menjadi metabolit aktif. Mekanisme kerja dari metabolit
aktif tersebut adalah dengan cara menghambat kerja 3-Hidroksi-3-metilglutaril
koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase), dimana enzim ini mengkatalisa
perubahan HMG Co-A menjadi asam mevalonat yang merupakan langkah awal dari
sintesa kolesterol.11
Pada penderita dengan penyakit jantung koroner dan hiperkolesterolemia, simvastatin
diindikasikan untuk :

Mengurangi resiko mortalitas total dengan mengurangi kematian akibat penyakit


jantung koroner.

Mengurangi resiko infark miokardial non fatal.

Mengurangi resiko pada pasien yang menjalani prosedur revaskularisasi


miokardial.

7. Fibrinolitik dengan streptokinase 1,5 juta unit IV dalam 1 jam


Jika tidak ada kontra indikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit.
Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Obat

fibrinolitik ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin,
yang selanjutnya melisiskan thrombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu, golongan
spesifik fibrin seperti tissue plasminogen activator (tPA) dan non spesifik fibrin
seperti streptokinase.
Fibrinolisis telah digunakan sejak awal 1980 untuk menambah mekanisme
(fibrinolitik mengubah plasminogen menjadi plasmin, yang menghancurkan fibrin di
dalam bekuan darah). Thrombus akan berdisintegrasi jika obat fibrinolisis ini
diberikan dalam 6 jam setelah terjadi infark miokardium, nekrosis karena sumbatan
arteri.
8. Isosorbid dinitrat 5 mg sublingual bila nyeri dada
Isosorbid dinitrat yang termasuk dalam golongan nitrat organik adalah obat yang di
gunakan sebagai vasodilator. Obat inin akan melepaskan NO (nitrit oxide) yang akan
meningkatkan kadar siklik GMP dalam otot polos yang akan merelaksasi otot polos
pembuluh darah (vasodilatasi).11
M. Penatalaksanaan Setelah Adanya Irama Jantung yang Ireguler
Setelah di berikan pengobatan, dua jam kemudian monitor EKG memberikan bunyi tidak
teratur dan Tn. Usman kehilangan kesadaran.
Pada EKG, di temukan adanya torsades de pointes
Setelah di ketahui demikian, maka tindakan selanjutnya adalah tindakan life-threatening
karena Torsades adalah aritmia yang mengancam nyawa dan dapat hadir sebagai kematian
jantung mendadak pada pasien dengan struktur jantung yang normal.
Penatalaksanaan torsades de pointes :
1. resusitasi
2. defibrilasi
3. koreksi penyebab torsades, seperti hipokalemia, hipomagnesemia dan bradikardia
4. intravena magnesium sulfat, yang merupakan obat pilihan untuk torsades
N. Prognosis
Ad vitam

: ad malam

Dari gambaran EKG terakhir yang didapat terdapat gelombang aritmia yang
membahanyakan kehidupan. Gelombang aritmia tersebut dapat menyebabkan kematian
pada pasien apabila tidak sangat cepat ditangani, sebab, gelombang aritmia tersebut
dapat menyebabkan kematian mendadak.
Ad fungsionam

: ad malam

tn. Usman pada kasus ini sudah dalam keadaan kritis. Dalam keadaan kritis, irama
jantung tidak bisa dikembalikan, selain itu, diastolic filling time menjadi pendek,
sehingga otot tidak mendapat nutrisi yang cukup, hal ini ditambah dengan menurunnya
cardiac output, sehingga, fungsi jantung tidak bisa dikembalikan seperti semula.
Ad sanationam

: ad malam

Pada pasien ini kemungkinan akan kambuh lagi masih ada, sebab, pasien memiliki
kemungkinan faktor genetik adanya penyakit ini, pada pasien juga terjadi
hiperlipidemia, sehingga, jika pasien tidak menjaga pola hidupnya dengan baik, pasien
akan memiliki kemungkinan besar mengalami kejadian yang sama lagi.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Angina Pectoris
1. Definisi
Angina pectoris merupakan rasa nyeri yang timbul karena iskemia miocardium.
Iskemia ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan oksigen yang masuk ke jantung
dengan oksigen yang dibutuhkan jantung. Angina pectoris dapat terjadi saat istirahat,
maupun saat beraktivitas.
2. Gejala Klinis
-

Lokasinya biasanya terdapat di dada, substernal, atau sedikit di kiri dengan


penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri, lengan, dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/pundak kiri.

Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri tumpul seperti tertindih atau berat di
dada, bukan terasa seperti tertusuk-tusuk.

Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat, tidak berhubungan


dengan gerakan pernafasan. Nyeri juga dapat disebabkan karena stres fisik atau
emosional.

Kuantitas nyeri hanya kurang dari 20 menit pada angina stabil, dan lebih dari 20
menit pada angina tidak stabil.

3. Pembagian
Angina pectoris dapat dibedakan menjadi 2, yaitu angina pectoris stabil dan angina
pectoris tidak stabil:
a. Angina pectoris Tidak Stabil
Merupakan tipe angina dengan karakteritas:
1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulas dimana angina cukup
berat dan frekuensi cukup sering > 3x sehari.
2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil,
lalu ada serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya.
3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat
Angina tidak stabil dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi

Braunwald

(1989), yaitu:
Berdasarkan berat angina
Kelas I. Angian yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya
nyeri dada.
Kelas II. Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan,
tapi tidak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
Kelas III. Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut
baik sekali atau lebih, dlam waktu 48 jam terkahir.
Berdasarkan keadaan klinis12
Kelas A. Angian tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau
febris.
Kelas B. Angina tak stebil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak.
Kelas C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.

b. Angina Pectoris Stabil

Angina pectoris stabil biasanya dapat diprediksi datanyanya. Angina ini dapat
diklasifikasikan menurut Canadian Cardiovascular Society: 3
Kelas 1 :
Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai, dll
tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pd latihan yg berat,
berjalan cpt, serta terburu-buru waktu kerja atau bepergian
Kelas 2 : Aktivitas sehari2 agak terbatas AP timbul bila melakukan aktivitas
lebih berat dr biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1
lantai atau berjalan menanjak/ melawan angina
Kelas 3 : Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2
blok, naik tangga 1 lantai dg kecepatan yg biasa.
Kelas 4: AP bs timbul wktu istirahat sekalipun. Hampir smua akivitas dpt
menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu, dl
4. Penatalaksanaan
Pada umumnya, penatalaksanaan angina pectoris stabil dan tidak stabil sama, yaitu:
a. Pemberian golongan Nitrat Organik
Golongan nitrat organik bekerja sebagai vasodilator. Golongan ini dapat
berfungsi untuk mengurangi kebutuhan oksigen di jantung , maupun menambah
suplay oksigen ke jantung. Sebagai vasodilator, nitrat organik akan melepaskan
nitric oxide untuk mengeluarkan gualinat siklase yang akan menatifkan cGMP
yang berfungsi sebagi vasodilator otot polos.
Golongan ini memiliki efek samping berupa sakit kepala berdenyt, flushing,
timbulnya refleks takikardi, dan adanya hipotensi postural.
Contoh obat pada golongan nitrat organik adalah: nitrogliserin, isosorbid
dinitrat, dan isosorbid mononitrat
b. blocker
golongan ini hanya berfungsi dengan mengurangi kerja jantung. Obat golongan
ini menghalangi kerja 1 yang berfungsi untuk merangsang kerja jantung. Obat
ini berfungsi untuk mengurangi kebutuhan oksigen di jantung.

Obat ini memiliki kontraindikasi pada seseorang yang mengidap asma karena
obat ini bersifat vasokonstriksi otot polos termasuk bronkus. Obat ini juga
memiliki efek samping berupa bradikardi, bronkospasme, dan hipoglikemia
pada diabetes melitus.
Contoh obat ini adalah propanolol, atenolol, metaprolol, asebutolol
c. Ca inhibitor
Golongan dapat berfungsi sebagai vasodilator, maupun mengurangi kerja
jantung. Obat ini dapat dibagi menjadi dua, Ca inhibitor dihidropiridin, dan Ca
inhibitor non- Dihidropiridin.
Contoh obat ini adalah Nifedipin yang merupakan vasodilator kuat, Verapamil
dan Diltiazem yang memiliki efek vasodilator yang lebih rendah dari Nifedipin,
namun memiliki efek mengurangi kerja jantung.
B. STEMI ( ST Elevation Myocard Infection)
a. Definisi
Nyeri pada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA.kita harus mampu
mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada
lainnya,karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.
b. Gejala Klinis
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :
Lokasi
Sifat nyeri

: substernal,etrosternal, dan prekordial


: rasa sakit,seperti di tekan , rasa terbakar, di tindih benda berat ,

seperti di tusuk,rasa di peras,dan di pelintir


Penjalaran : biasanya ke lengan kiri , dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi ,
punggung / interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat
Faktor pencetus : latihan fisik,stres emosi, udara dingin , dan sesudah makan.
Gejala yang menyertai : mual , muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan
lemas.
c. Riwayat Sakit:
- Angina on effort
- Riwayat Coronary Artery Disease
- Pernah mengalami angioplasti
- Riwayat memakai nitrogliserin untuk sakit dada

Faktor resiko merokok, hiperlipidemia, hipertensi, diabetes melitus, riwayat

keluarga, pemakai kokain


Resisten terhadap nitrogliserin
Tanpa keluhan dapa diabetes melitus dan usia lanjut

d. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi killip sebagai berikut :

Kiliip klas I : tidak ada tanda gagal jantung


Killip klas II : gagal jantung ringan sedang dengan ronki basah < 50% pada

kedua paru ,S3 +,tampak kongesti pada foto toraks.


Killip klas III : udema paru,rongki basah > 50% pada kedua paru
Killip klas IV : syok kardiogenik,hipotensi dengan tekanan darah < 90
mmHg,vasokontriksi perifer,oliguria, kongesti pembuluh darah paru.
Resiko kematian yang tertinggi klas III dan klas IV.

e. Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus di lakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang di curigai STEMI . pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan
dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi
segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk di lakukan terapi
reperfusi jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI ,EKG serial dengan interval 5 10
menit atau pemantauan 12 sandapan secara kontinyu.harus di lakukan untuk mendeteksi
kemungkinan potensi perkembangan elevasi segmen ST.pada pasien dengan STEMI
inferior EKG sisi kanan harus di ambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada
ventrikel kanan.
Sebagian besar presentasi awal elevasi segmen ST

mengalami evolusi menjadi

gelombang Q pada EKG yang akhirnya di diagnosis infark miokard gelombang Q .


sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q.jika obtruksi trombus
tidak total,obstruksi bersifat sementara atau di temukan kolateral,biasanya tidak di
temukan elevasi segmen ST.
f. Penatalaksanaan
-

EKG

Segera lakuakan 12 sandapan EKG, dan segera lakukan pemberian obatobatan dan pemberian sampel darah
-

Pemberian O 2 2-4 l/menit


Pemberian O2 diberikan untuk mengatasi hipoksemia akibat tidak serasi antara
ventilasi perfusi. Apabila pemberian O 2 belum dapat memperbaiki keadaan
pasien, maka, harus diberikan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis.

Nitrat : Nitrogliserin
Pemberian nitrat sebaiknya hati-hati bagi penderita hipotensi atau takitardi
berat, karena dapat memperparah iskemi miokard

Penyekat beta
Diberikan pada stadium dini untuk membatasi luasnya infark

Aspirin
Digunakan sebagai antiplatelet agregasi

Analgetika
Rasa sakit menyebabkan gangguan otonomik yang dapat menyebabkan
aritmia, hipotensi, atau hipertensi yang akan memperluas infark. Analgetik
(morfin) dapat mengurangi rasa sakit dan menyebabkan venodilatasi sehingga
dapat menurunkan preload.

BAB V
KESIMPULAN

Pada kasus, tn. Usman menderita nyeri dada yang dirasakan saat ia sedang
bermain bola. Saat dibawa ke UGD, tn. Usman memegang dadanya dengan telapak
tangannya, hal ini dapat mengindikasikan bahwa Tn. Usman mengalami nyeri dada tumpul
yang merupakan salah satu gejala khas dari angina pectoris. Tn. Usman juga menyatakan
bahwa nyeri yang ia rasakan menjalar ke leher, bahu kiri, lengan kiri dan punggung, hal ini
juga merupaka tanda dari adanya angina pectoris.
Pada pemeriksaan EKG, ditemukan bahwa Tn. Usman memiliki beberapa ST
elevasi. Hal ini dapat berarti bahwa Tn. Usman mengalami STEMI, karena selain adanya ST
elevasi, terdapat pula gejala klinis Acute Coronary Syndrome. Setelah dilakuakan beberapa
pengobatan, Tn. Usman mengalami kondisi tidak sadar dan irama EKG ditemukan tidak
teratur, hal ini memungkinkan bahea tn. Usman juga mengalami torsade de pointes yang
dapat menyebabkan kematian mendadak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Danusantoso H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates; 2000
2. Panggabean MM. Perikarditis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 th ed. Jakarta: Interna Publishing;
2009. p.1725-7.
3. Rahman AM. Angina Pektoris Stabil. In In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4 th ed. Jakarta:
Internal Publising Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2007. p. 1735-9.
4. Bickley LS. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. 5 th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.
5. Sherwoood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2004.
6. Widjaja S. EKG Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara; 2009.
7. Thaler MS. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. In: Wahab AS, Perdan TIM,
Nugroho AW; editors. 5th ed. Jakarta: EGC; 2009. p.9-60, 96, 102-5, 134-5, 138, 20937.
8. MayoClinic

staff.

Esophageal

spasm.

Available

at:

http://www.mayoclinic.com/health/esophageal-spasms/DS00763. Accessed 21 May,


2011.
9. Dugdale DC, Longstreth GF, Zieve D. Esophageal spasm. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000289.htm. Accessed 21 May,
2011.
10. Brown CT. Penyakit Ateroskelerosik Koroner. In: Price SA, Wilson LC, editors.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6 th ed. Jakarta: EGC; 2005.
p.580-1.
11. Suyatna FD. Obat Aritmia Jantung. In: Gunawan GS, Setiabudy R, Nafrialdi,
Elysabeth, editors. Farmakologi dan Terapi. 5 th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2007. p.362-71.

Anda mungkin juga menyukai