KELOMPOK VIII
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri dada merupakan suatu nyeri yang dirasakan di sepanjang tubuh manapun
antara leher dan abdomen. Nyeri dada merupakan gejala penyakit yang dapat memberikan
banyak intepretasi diagnosis penyakit. Penyakit yang dapat menyebabkan nyeri dada, antra
lain dapat disebabakan karena penyebab cardiovascular, seperti angina pectoris, aorta
stenosis, dan lain-lain. Penyebab dari paru-paru, seperti pneumothorax, penyebab
gastrointestinal seperti spasme esofagus, penyebab neuromuskular seperti Tiettzes syndrome,
faktor psikogenik juga dapat menyebabkan adanya nyeri dada.
Pada kasus ini, nyeri dada diikuti dengan penjalaran ke bagian tubuh lain, yaitu
lengan kiri, leher, dan bagian rahang. Pada umumnya keadaan ini dapat mengarahkan pada
diagnosis adanya angina pectoris. Untuk menentukan penyebab tepatnya masih diperlukan
berbagai pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis yang tepat untuk
penatalaksanaan pasien.
Angina pectoris sendiri merupakan suatu gejala penyakit dada yang disebabkan
adanya ketidakseimbangan antara pasokan oksigen dengan kebutuhan oksigen yang dialami
jantung. Apabila keadaan ini diteruskan, maka, jantung dapat mengalami iskemi dan akan
memberikan rangsang nyeri ke plexus coriacus dari ganglion cervicalis dan truncus
simpaticus. Angina pectoris ini juga harus diberikan penatalaksanaan yang tepat, sebab,
beberapa obat yang bekerja meringankan angina, memiliki efek samping memperberat angina
itu sendiri.
BAB II
LAPORAN KASUS
Tn. Usman 45 tahun datang ke UGD pada sore hari karena nyeri dada saat bermain bola.
Satu jam yang lalu saat bermain bole, Tn. Usman mendadak merasa dadanya sakit sehingga
harus berhenti bermain bola. Nyeri terasa di tengah dada, ditunjukan oleh TN. Usman
menggunakan telapak tangannya. Rasa sakit terasa juga ke leher, bahu kiri, lengan kiri dan
punggung. Tidak pernah ada keluhan sakit dada sebelumnya. Riwayat merokok sejak lama,
kurang lebih 1 bungkus per hari. Ibu Tn. Usman meninggal saat umur 50 tahun dikatakn
karena sakit jantung.
Status Generalis
Tn. Usman tampak sangat kesakitan, pucat, berkeringat, telapak tangan menekan pada
dada.TD 110/70 mmHg, Heart rate 100x/menit. Tidak dyspnoe. Jugular vein normal. S1-S2
regular, gallop (-), murmur (-). Suara napas vesicular, ronki (-). Hepatomegali (-). Lien tidak
teraba. Edema tungkai (-).
Laboratorium
Lekosit : 15.000 /mL
Cholesterol : 230
LDL : 176
HDL : 35
CKMB : 50 u/L
Trigliserida : 180
Troponin T positif
Foto thoraks yang dibuat menunjukan : CTR 45 %, segmen aorta dan pulmonal normal. Tidak ada
tanda-tanda bendungan.
Dengan hasil EKG, sebagai berikut:
Bisoprolol 1x5mg
Simvastatin 1x20mg
Dua jam setelah dilakukan pengobatan awal, pasien hilang kesedaran dan monitor EKGnya
menunjukan gambaran seperti berikut:
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Identitas pasien
Identitas penting untuk diketahui untuk mengetahui latar belakang kehiduoan pasien
yang dapat merupakan salah satu etiologi penyakit yang di derita pasien. Pada pasien ini,
identitas pasien adalah:
Nama
: Tn. Usman
Jenis kelamin : Laki- laki
Usia
: 45 tahun
Pekerjaan
: Alamat
:B. Masalah pasien
Pada kasus ini, masalah yang dialami pasien ini adalah
a. Nyeri mendadak 1 jam yang lalu saat bermain bola
b. Nyeri menjalar ke leher, bahu kiri, lengan kiri dan punggung
Nyeri pada bagian dada, pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Cardiogenik : dengan pemberian nitrogliserin nyeri dada berkurang.
b. Non-cardiogenik : nyeri dada tidak berkurang dengan pemberian nitrogliserin.
Contohnya ialah system GI-Tract (reflux esophagus, ulkus peptikum, kecuali
spasme esophagus karena nyeri berkurang dengan pemberian nitrogliserin),
psikogenik, pulmonal, neuromusculoskeletal
1. Keluhan utama
-
Nyeri dada saat bermain bola cardiac output meningkat untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme sehingga kerja jantung meningkat
2. Keluhan tambahan
-
Nyeri terasa di tengah dada keluhan mengacu pada letak anatomi jantung,
Rasa sakit terasa juga ke leher, bahu kiri, lengan kiri dan punggung dapat
disebabkan oleh persarafan simpatis (Th11 L2-3) dari pleksus brachialis ke sisi
ulnar dari jari kelingking kiri.
C. Hipotesis
Berdasarkan masalah yang dialami pasien, maka, dapat kemungkinan-kemungkinan
penyakit :
1. Angina pectoris
Angina pectoris merupakan gejala penyakit dada yang disebabkan adanya
ketidakseimbangan antara pasokan oksigen dengan kebutuhan oksigen yang dialami
jantung. Nyeri yang dirasakan biasanya merupakan nyeri tumpul, sehingga pasien
tidak dapat menunjukkan letak pasti dari nyeri, umumnya, pasien hanya dapat
menunjukkan dengan telapak tangannya. Pada pasien ini, kemungkinan angina
pectoris dapat diambil dari:
a. Adanya nyeri pada dada
b. Nyeri dirasakan saat melakukan aktivitas
2. Pneumothorax
Meupakan nyeri di rongga thorax yang di sebabkan adanya udara di rongga pleura.
Pada umumnya, nyeri yang dirasakan adalah nyeri yang tajam seperti tersayat,
sehingga pasien dapat menunjuk dengan jari telunjuk letak nyerinya. Pada pasien
ini, kemungkinan pneumothorax dapat disebabkan karena kemungkinan terjadinya
trauma pada pasien, sebab, bocornya pleura ini juga dapat disebabkan karena
trauma yang dialami seseorang pada bagian dada.1
3. Spasme esopfagus
Meupakan suatu keadaan dimana kerja esofagus menjadi tidak terkoordinasi, tidak
teratur, dan kadang-kadang menjadi sangat kuat. Hal ini dapat menimbulkan
makanan tidak dapat mencapai lambung dan menjadi tersangkut di esofagus.
Tersangkutnya makanan ini dapat menyebabkan adanya nyeri dada yang menyeupai
nyeri dada karena cardiovascular, yaitu, nyeri yang tumpul. Selain itu, pada spasme
esofagus juga dapat terjadi penyebaran ke daerah leher, bahu, lengan, dan rahang.
4. Perikarditis
Merupakan suatu peradangan pericardium dengan manifestasi adanya penumpukan
cairan di rongga pericardium. Nyeri biasanya akan dirasakan sebagai nyeri tajam
yang berada di sebelah kiri dada. Umumnya, nyeri akan bertambah apabila pasien
bernafas, batuk, dan menelan.2
5. Diseksi aorta
Diseksi aorta merupakan nyeri dada yang mendadak antara < 1 menit atau lama
sampai 1 hari. Pada umumnya, nyeri yang dirasakan merupakan nyeri dada yang
tajam dan disertai palpitasi dan nafas yang pendek.
Apakah pasien dapat menunujukkan letak nyeri secara spesifik (dengan jari telunjuk
atau telapak tangan) ?
Apabila pasien dapat menunjukkan dengan jari telunjuk, berarti nyeri yang
dialami pasien merupakan nyeri tajam yang dapat memberi kemungkinan adanya
pneumothorax atau pericarditis, apabila menunjukkan dengan telapak tangan,
berarti nyeri yang dialami pasien merupakan nyeri tumpul yang mengartikan
pneumothorax
Apakah nyeri yang dialami hilang timbul atau terus menerus ?
Apabila nyeri yang dialami hilang-timbul, maka, kemungkinan penyakitnya
adalah angina pectoris, namun jika terus menuerus, kemungkianannya adalah
Intensitas nyeri yang bertambah biasanya terjadi pada angina tak stabil
Apakah ada keluhan lain yang dirasakan, seperti sesak napas, mual, muntah, keringat
dingin ?
Riwayat keluarga PJK prematur, yaitu <45 tahun pada pria dan <55 tahun pada
wanita juga merupakan salah satu faktor resiko dari timbulnya PJK (penyakit
jantung koroner).
E. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada gejala sakit dada, umumnya meliputi:
1. Tanda vital :
Suhu
Denyut nadi
Tekanan darah
Pernafasan
2. Keadaan umum :
Kesan sakit
Keadaan gizi
Tingkat kesadaran
Warna kulit
Habitus/ postur tubuh
Cara berjalan/ berbaring/ duduk
Ada/ tidaknya : dyspnea, oedema, dehydrasi, kejang dll
3. Kulit
4. Kepala dan wajah
5. Leher, vena jugularis externa
6. Thoraks : paru- paru, jantung
7. Abdomen dan visceral : hepar, vesica fellea, lien, ren, vesica urinaria, usus
8. Extremitas atas dan bawah
Pada umumnya, pemeriksaan perkusi dilakukan untuk menentukan batas- batas jantung
Auskultasi
Dengarkan jantung untuk mengetahui bunyi jantung dengan stetoskop pada area:4
1.
2.
3.
4.
Temuan
Peningkatan bunyi S1
Kemungkinan penyebab
Takikardia, keadaan curah jantung yang
tinggi; sternosis mitral
Penurunan bunyi S1
Klik sistolik
2 kanan
Bunyi S2 menurun atau tidak terdengar
aorta kalsifik
Peningkatan P2
terdengar
Opening snap
Sternosis mitral
Bunyi S3
Bunyi s4
Hal ini menunjukkan pasien dalam keadaan normal, dan tidak dalam keadaan adanya
cairan di dalam lumen bronkus yang biasanya terjadi pada emfisema, efusi pleura,
atau pneumothorax.
5. Hepatomegali (-)
Hal ini menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan normal. Tidak adanya
hepatomegali dapat berarti bahwa pasien tidak memiliki kelainan hepar atau jantung
kanan yang biasanya menyebabkan regurgitasi aliran darah ke perifer.
6. Lien (-)
Tidak terabanya lien mengartikan bahwa pasien dalam kondisi normal. Terabanya
lien biasanya terjadi pada keadaan infeksi
7. Edema tungkai (-)
Tidak ditemukannya edema tungkai mengindikasikan bahwa pasien dalam keadaan
normal. Hal ini mengindikasikan pasien tidak mengalami kelainan pada jantung
kanan, gagal ginjal, atau trauma di sekitar tungkai.
F. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Nilai Normal
Hasil Pemeriksaan
Keterangan
5.000-11.000/ml
15.000/ml
Meningkat
LDH
115-221 u/l
550 u/l
Meningkat
CPK
5-100 u/l
300 u/l
Meningkat
CKMB
< 24 u/l
50 u/l
Meningkat
Troponin T
Positif
Cholesterol
<200
230
Meningkat
LDL
<100
176
Meningkat
HDL
40-60
35
Menurun
Trigliserida
30-200
180
Normal
Leukosit
Leukositosis
Terjadinya peningkatan leukosit beberapa jam setelah serangan akut. Derajat
leukositosis ini bergantung dari luas atau tidaknya infark.
Peningkatan leukositosis biasanya berarti adanya infeksi atau pada iskemik akut yang
serangan.
Peningkatan Troponin T :
- Infark Miokard Akut
- Perisurgical MCI
- Unstable Angina
- Myocarditis
- Kelainan bukan jantung :
o Chronic Renal Failure
o Trauma akut yang mengenai otot
o Rhabdomyolisis, polymyositis, dermatomyositis
Cholesterol
Peningkatan kadar kolesterol berarti terdapat penumpukan kolesterol bebas pada
pasien. Dalam hal ini, pasien menjadi terancam akan menderita aterosklerosis apabila
kolestero tidak dapat dikelola dengan baik.
LDL
LDL atau yang biasa disebut kolesterol jahat adalah kolesterol yang dapat memicu
pembentukan aterosclerosis.
HDL
HDL atau yang biasa disebut kolesterol baik adalah kolesterol yang dapat mencegah
ke paru-paru.
Tidak ada tanda-tanda bendungan
Hal ini juga mengindikasikan bendungan cairan bukanlah penyebab dari nyeri dada,
yang dapat mengartikan pula tidak adanya kelainan pada keempat katub jantung.
Dari hasil radiologi tersebut, disimpulkan bahwa pasien belum mengalami gagal
jantung. Sebagaimana yang kita tahu, gagal jantung adalah terminal dari seluruh
penyakit jantung.
2.
Pemeriksaan EKG6
Hasil pemeriksaan EKG pada pasien ini adalah sebagai berikut:
1. Sandapan I
R: +3
S: -2 +1
R: +13
S: +5 +18
Sesuai dengan cara hitung goldmann, axis jantung ialah +89 (panah merah),
yaitu masi normal dimana nilai normal axis jantung ialah diantara -30 sampai
+110. Axis yang normal menandakan bahwa tidak ada hipertrofi dari ruang
jantung.
2. Sandapan II
Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak kecil sehingga frekuensinya ialah 1500
dibagi 14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo gelombang P yang terlihat ialah 2mV, disertai
dengan durasi 0,12 detik yaitu masi dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,12 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini terlihat gelombang Q kecil dengan amplitudo 1mV yang
tidak patologis.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,08 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat elevasi segmen ST. Elevasi segmen ST
menandakan adanya cedera miokardium (injury). Cedera menggambarkan
kerusakan miokardium yang lebih besar dari iskemia, namun dapat bersifat
reversibel. Elevasi segmen ST merupakan tanda yang dapat diandalkan bahwa
telah terjadi infark sejati dan akan tampak gambaran infark yang komplit bila
3. Sandapan III
Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.
Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T. Juga terdapat gelombang U.
Gelombang P (mengalami defleksi negatif): Amplitudo 1mV dengan durasi
0,12 detik, jadi masi termasuk dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,12 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini tidak terlihat gelombang Q.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,04 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat depresi segmen ST. Depresi segmen ST dapat
terjadi pada angina tipikal atau pada infark gelombang non-Q.
Gelombang T: Disini terlihat gelombang T mengalami inversi. Inversi
gelombang T menggambarkan iskemia miokardium.
Gelombang U: Disini terlihat gelombang U terbalik yang menandakan
iskemia. Gelombang U asalnya tidak jelas dimana gelomban U yang terbalik
biasa terdapat pada keadaan iskemia atau hipertrofi.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,24 detik masi dalam batas normal.
6. Sandapan aVF
Frekuensi: Interval R-R ialah 13 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
13 yaitu 115x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo 2mV dengan durasi 0,12 detik, jadi masi termasuk
dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,2 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini terlihat gelombang Q kecil dengan amplitude 2mV yang
melebihi batas normal dan durasi 0,04 detik yang normal. Gelombang Q disini
bukan gelombang Q yang patologis karena amplitudonya kurang dari sepertiga
amplitudo gelombang R.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,08 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat elevasi segmen ST. Elevasi segmen ST
menandakan adanya cedera miokardium (injury).
Gelombang T: Disini gelombang T searah dengan arah gelombang R (normal)
dengan amplitudo yang normal.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,4 detik masi dalam batas normal.
Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P (defleksi negatif): Amplitudo 1mV dengan durasi 0,12 detik,
jadi masi termasuk dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,12 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini tidak terlihat gelombang Q.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,04 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat depresi segmen ST. Depresi segmen ST dapat
terjadi pada angina tipikal atau pada infark gelombang non-Q.
Gelombang T: Disini terlihat gelombang T mengalami inversi. Inversi
gelombang T menggambarkan iskemia miokardium.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,4 detik masi dalam batas normal.
8. Sandapan V2
Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P (bersifat bifasik): Amplitudo 1mV dengan durasi 0,12 detik, jadi
masi termasuk dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,2 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini tidak terlihat gelombang Q.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,08 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat depresi segmen ST. Depresi segmen ST dapat
terjadi pada angina tipikal atau pada infark gelombang non-Q.
Gelombang T: Disini gelombang T searah dengan arah gelombang R (normal)
dengan amplitudo yang normal.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,36 detik masi dalam batas normal.
9. Sandapan V3
Frekuensi: Interval R-R ialah 13 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
13 yaitu 115x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo 1mV dengan durasi 0,12 detik, jadi masi termasuk
dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,16 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini terlihat gelombang Q dengan amplitudo 0,5mV dan
durasi 0,04 detik, masi dalam batas normal.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,04 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat elevasi segmen ST. Elevasi segmen ST
menandakan adanya cedera miokardium (injury).
Gelombang T: Disini gelombang T searah dengan arah gelombang R (normal)
dengan amplitudo yang normal.
Interval QT: Interval QT disini ialah 0,36 detik masi dalam batas normal.
10. Sandapan V4
Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo 1mV dengan durasi 0,12 detik, jadi masi termasuk
dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,16 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini terlihat gelombang Q dengan amplitudo 0,5mV dan
durasi 0,04 detik, masi dalam batas normal.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,04 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat elevasi segmen ST. Elevasi segmen ST
Frekuensi: Interval R-R ialah 14 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
14 yaitu 107x/menit yang menunjukan takikardi.
Frekuensi: Interval R-R ialah 13 kotak jadi frekuensinya adalah 1500 dibagi
13 yaitu 115x/menit yang menunjukan takikardi.
Irama sinus: Irama sinus normal dimana terdapat gelombang P diikuti
kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang P: Amplitudo 1mV dengan durasi 0,12 detik, jadi masi termasuk
dalam batas normal.
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,16 detik masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini terlihat gelombang Q dengan amplitudo 1mV dan durasi
0,04 detik, masi dalam batas normal.
Interval QRS: Interval QRS disini 0,08 detik masi dalam batas normal.
Segmen ST: Disini terlihat elevasi segmen ST. Elevasi segmen ST
Interval PR: Disini terlihat interval PR ialah 0,2 detik yang masi dalam batas
normal.
Gelombang Q: Disini tidak terlihat gelombang Q.
ventrikular.
Interval QRS: Interval QRS bervariasi namun lebih dari 0,12 detik atau lebar.
Kompleks QRS yang lebar menunjukan bahwa depolarisasi ventrikel berasal
dari dalam ventrikel itu sendiri. Depolarisasi dimulai di dalam miokardium
ventrikel bukan dari sistem konduksi sehingga menyebar jauh lebih lama dan
kontraksi
ventrikular
muncul berurutan. Selain itu, frekuensi pada EKG pasien ialah 187 denyut per menit
yang terletak diantara 120-200 denyut per menit dan sedikit irregular.
Pada pasien ini takikardi ventrikular yang terlihat bukanlah takikardi ventrikular yang
standar melainkan suatu Torsade de Pointes. Torsades de Pointes merupakan bentuk
takikardi ventrikular yang unik yang ditemukan pada pasien dengan interval QT yang
memanjang. Pada EKG pasien ini sebelum adanya PVC terlihat interval QT yang
memanjang akibat gelombang T (repolarisasi ventrikel) yang memanjang. Interval QT
yang memanjang dapat terjadi selama infark miokard akut dan disebabkan oleh obat-obat
(antiaritmia, antidepresan trisiklik, fenotiazin, obat jamur, dan antihistamin). PVC yang
jatuh pada gelombang T yang memanjang dapat mencetuskan Torsade de Pointes, seperti
yang terlihat pada gambaran EKG pasien. Selain itu gambaran Torsade de Pointes mirip
takikardi ventrikular standar dimana terdapat kompleks QRS yang mengitari garis dasar
dengan aksis dan amplitude yang terus berubah-ubah, gambaran ini terlihat pada EKG
pasien.7
H. Diagnosis Penyakit
Pada pasien ini, dilihat dari hasil pemeriksaan lanjut, dapat diambil suatu diagnosis bahwa pasien
menderita Acute Coronary Syndrome STEMI. Hal ini dapat ditentukan dari:
Anamnesis
Dari hasil anamnesis, ditemukan hahwa usia pasien sudah lebih dari 40 tahun, dimana
hal ini merupakan suatu faktor resiko adanya STEMI.
Pasien mengakui kalau dia adalah seorang perokak. Merokok: merupakan faktor resiko
yang dapat menyebabkan peningkatan kebutuhan terhadap oksigen. Hal ini disebabkan
dari zat nikotin yang terkandung dalam rokok merupakan vasoaktif yang bisa
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah koroner
Pasien datang setelah melakukan olahraga dimana keluhan timbul saat pasien
berolahraga tersebut. Hal ini sesuai dengan adanya angina de effort, yaitu angina yang
timbul setelah melakukan suatu aktivitas. Angina de effort merupakan yang merupakan
suatu gejala dari gengguan koroner.
Pasien mengakui adanya penjalaran rasa sakit ke daerah leher, punggung, lengan kiri
dan bahu kiri. Hal ini merupakan ciri khas pada angina pectoris
Pasien memiliki riwayat ibu yang meninggal pada usia 50 tahun. Hal ini merupakan
suatu faktor resiko genetik yang tinggi. Sebab, apabila ditemukan terdapat orang tua
yang menderita penyakit jantung koroner pada usia < 50 tahun, maka, anaknya akan
beresiko besar menderita penyakit jantung pula. Ibu tuan. Usman meninggal pada usia
50 tahun karena penyakit jantung, hal ini dapat berarti ibu tn. Usman telah menderita
penyakit jantung sebelum berusia 50 tahun, dalam hal ini, mengindikasikan bahwa tn.
Usman memiliki faktor genetik menderita penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien tampak sakit berat dengan memegang dada pasien dengan
telapak tangan yang mengindiksaikan bahwa nyri yang dialami pasien merupakan nyeri
tumpul. Nyeri yang tumpul ini merupakan nyeri yang khas pada angina. Dengan
demikian, maka, dapat menyingkirkan kemungkinan adanya pneumothorax dan
endocarditis yang memiliki ciri nyeri dada yang tajam.
Adanya keringat pada pasien sesuai dengan keadaan pada angina pectoris.
Pemeriksaan hepar, lien, vena jugularis, ronki paru, edema tungkai negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa kelainan pada pasien adalah pada jantung, namun bukan pada
katub-katub jantung, melainkan pada pembuluh darah coroner.
Pemeriksaan Laboratorium
Adanya hiperlipidemia pada pasien merupakan suatu faktor resiko timbulnya penyakit
koroner pada jantung pasien.
Hasil EKG
- Pada hasil EKG ditemukan adanya ST elevasi. Hal ini lebih dari 2 sandapan, yaitu pada
sandapan II, III, aVF, V1, V3, V4, V5, V6 telah memenuhi syarat adanya Acute
Coronary Syndrome STEMI, yaitu paling sedikit terdapat 2 sandapan ST elevasi.
I. Diagnosis Banding
1. Spasme esophagus
Spasme esofagus adalah konstriksi yang abnormal dari otot esophagus sehingan makanan
tidak dapat sampai ke lambung. Penyebabnya belum diketahui pasti tapi bisa dipicu oleh
makanan yang terlalu panas atau terlalu dinggin. Biasanya pasien yang menderita spasme
esophagus akan merasakan nyeri dada yang sulit dibedakan dengna angina pectoris, serta
merasakan regurgitasi makan dari lambung ke esophagus, dan pasien akan merasakan
masih ada makanan yang tertinggal di dalam esophagus atau merasakan adanya makan
yang tertinggal di esophagus.pasien spasme esophagus biasanya mengalami kesulitan
untuk menelan makanan (dysphagia). Gejala yang dialami pasien ini juga mirip dengan
angina pectoris bukan saja karena nyeri dada tetapi karena adanya penjalaran ke daerah
leher, rahang, tangan, dan punggung sehingga sulit dibedakan. Penyakit ini dapat
disingkirkan karena pada hasil EKG terdapat ST elevasi di beberapa sandapan yang
sesuai dengan Acute Coronary Syndrome STEMI.8
2. Acute Coronary Syndrome NSTEMI
Acute Coronary Syndrome mirip dengan ACS NSTEMI, namun, pada NSTEMI tidak
disertai dengan ST elevasi dan bisanya penyebabnya adalah ruptur/sobeknya plak
arterosklerotik yang menyebabkan pengurangan pasokan oksigen ke A.korinaria. Pada
pasien ini terdapat peningkatan ST elevasi, dan disertai dengan gejala klinis, maka, ACS
NSTEMI dapat disingkirkan dari diagnosis penyakit yang mungkin di derita pasien.9
J. Patofisiologi Kasus
Pada kasus ini terjadi peningkatan kadar kolesterol total, trigliserid, LDL, dan
menurunan kadar HDL. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hiperlipidemia
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya aterosklerosis. Selain itu faktor resiko
yang lain yang dimiliki pasien ini adalah riwayat merokok dan riwayat keluarga dimana
ibu dari bapak Usman meninggal saat usia 50 tahun karena penyakit jantung.
1. Sintesis Kilomikron dan VLDL
Mukosa usus membuat VLDL dan Kilomikron. VLDL yang dibuat di mukosa usus
umumnya sedikit dan sistesanya konstan, lipidnya berasal dari empedu dan sekresi
Sintesis Kilomikron
o Sintesa Apo B dalam ribosom dalam RER
o Sintesis lipid dalam SER
o Penggabungan lipid dan protein dalam SER
o Sintesis Apo A- I dan Apo A II juga dalam sel usus untuk membentuk
kilomikron
o Dalam benda golgi terjadi penambahan karbohidrat pada lipoprotein
o Kilomikron bergerak dalam vakuol dan mengadakan fusi dengan dingin
sel lalu masuk ke limfe
Sintesis VLDL
Sintesis VLDL terdapat pada 2 tempat, yaitu hati ( Terbanyak ) dan usus.
o
o
o
o
o
Metabolisme LDL
LDL Di hidrolisa di hepar / jaringan extra hepatic ( apo B 0 receptor )
menjadi kolestrol dan asam lemak. Asal LDL berasal dari sintesa oleh hati,
hadil pemecahan VLDL ( terbanyak ) dan hasil pemecahan Kilomikron.
Kolesterol di perlukan sel untuk pembentukan membrane dan hormone
steroid. Jumlah tempat pengikatan LDL sebanding dengan keperluan sel akan
kolesterol.
o Dalam sel normal LDL masuk, apoprotein dipecah dalam liosom,
kolesterol diesterkan kembali, keaktifan HMG KoA Reduktase di tekan
yang mengakibatkan sinstesis kolesterol dalam sel menurun.
Metabolisme HDL
Pada Hati di sentesa Apo A dan Apo C sedangkan pada usus hanya Apo
A. HDL yang baru dibentuk disebut nascent HDL. Lalu Apo-C yang dibuat
dihati, dipindahkan ke HDL yang berasal dari usus, dan pada waktu HDL
masuk ke dalam plasma. HDL nascent yang terdiri dari 2 lapis fosolipid yang
berbentuk discoid ( mengandung apoprotein P-L dan kolesterol bebas. LCAT
dan APO A I ( Aktivator LCAT ) berikat dengan disk dari HDL
Kolesterol ester dapat ditransfer dari HDL ke VLDL dan LDL dengan
menggunakan C-E transfer protein ( apo D ) dan LCAT termasuk dalam
system pemindahan kelibhan kolesterol bebas dari lipoprotein dan dari
jaringan.
Hati merupakan tempat akhir degradasi apoprotein HDL.
Lipid plasma yaitu kolesterol , trigliserid , fosfolipid , dan asam lemak bebas yang
berasal dari makanan ( eksogen) dan dari sintesis lemak ( endogen ). Kolesterol dan
trigliserid adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting
sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma , sehingga lipid terikat
pada protein sebagai meknisme transport dalam serum . Ikatan ini menghasilkan empat
kelas utama lipoprotein.
1.
2.
3.
4.
Kilomikron
Lipoprotein densitas sangat rendah ( VLDL )
Lipoprotein densitas rendah ( LDL )
Lipoprotein densitas tinggi ( HDL )
Kadar relatif lipid dan protein berbeda-beda pada setiap kelas tersebut . Dari keempat
kelas lipoprotein yang ada , LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan
kilomikron dan VLDL paling tinggi kadar trigliseridnya . Kadar protein tertingi
terdapat pada HDL.
Patogenesis terjadinya aterosklerosis itu sendiri merupakan akibat dari respons terhadap
cedera, dengan beberapa bentuk cedera pada dinding arteri dan menyebabkan timbulnya
ateroma. Dinding pembuluh darah terpajan terhadap iritan yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari. Diantaranya yang berhubungan dengan kasus ini adalah
hiperlipidemia, usia yng merupakan faktor resiko, adanya riwayat merokok dan riwayat
keluarga dengan penyakit jantung. Dari kesemua agen ini, efek sinergis gangguan
hemodinamika yang menyertai fungsi sirkulasi normal yang digabungkan dengan efek
merugikan hiperkolesterolemia dianggap merupakan faktor terpenting dalam patogenesis
aterosklerosis, dimana memfokuskan peranan LDL-C dalam patogensis aterosklerosis.10
Dinding arteri terdiri atas lapisan konsentris tempat sel-sel endotel , sel-sel otot polos,
dan matriks ektrasel dengan serabut elastis dan kolagen yang dapat terlihat dengan jelas.
Ketiga lapisan ini adalah intima, media, dan adventisia. Lapisan intima terdiri atas sel-sel
endotel yang membatasi arteri dan merupakan satu-satunya bagian dinding pembuluh
darah yang berinteraksi dengan komponen darah. Hal penting mengenai endotel adalah
(1) Mengandung reseptor untuk LDL-C dan bekerja sebagai sawar dengan permeabilitas
yang sangat selektif (2) Memberikan permukaan nontrombogenik oleh lapisan heparin
dan oleh sekresi PGI2 ( vasodilator kuat dan inhibitor agregasi trombosit ) dan oleh
sekresi plasmonigen (3) Mensekresi oksida nitrat
Berinteraksi dengan trombosit, monosit, makrofage, limfosit T , sel-sel otot polos melalui
berbagai sitokin dan faktor perumbuhan . Lapisan media merupakan bagian otot dinding
arteri yang terdiri dari sel-sel otot polos , kolagen, dan elastin. Lapisan intima
melindungi lapisan media dari komponen-komponen darah . Lapisan media bertanggung
jawab atas kontaktilitas dan kerja pembuluh darah. Lapisan adventisia merupakan lapisan
terluar dinding pembuluh darah dan terdiri atas sebagian sel-sel otot polos dan fibroblast,
lapisan ini juga mengandung vasa vasorum , yaitu pembuluh darah kecil yang
menghantarkan suplai darah ke dinding pembuluh darah . Pada aterosklerosis terjadi
gangguan integritas lapisan media dan intima, sehingga terbentuk ateroma.
Fakto resiko yang telah dijabarkan diatas merupakan langkah awal terjadinya
aterosklerosis dimana berperan dalam menyebabkan cedera pada sel endotel pada lapisan
intima. Cedara yang terjadi menyebabkan terjadinya respons inflamsi yang menyebabkan
disfungsi endotel. Disfungsi endotel yang terjadi menyebabkan meningkatnya
permeabilitas sel endotel terhadap monosit dan lipid darah. Hal tersebut menyebabkan
tertimbunnya lipid darah dan monosit dalam lapisan intima. Hal ini diperburuk dengan
peran dari hiperkolesterolemia yang diderita pasien dimana pada keadaan ini
mengganggu fungsi endotel dengan meningkatkan produksi radikal bebas oksigen.
Radikal ini menonaktifkan oksida nitrit , yaitu faktor endhothelial-relaxing utama.
Dengan terjadinya pemajanan terhadap radikal bebas dalam sel endotel dinding arteri
menyebabkan terjadinya oksidsi LDL-C, yang berperan dan mempercepat plak
ateromatosa.
Oksidasi
LDL-C
diperkuat
oleh
kadar
HDL-C
yang
rendah.
Hiperkolesterolemia memicu adhesi monosit ,migrasi sel otot polos subendotel, dan
penimbunan lipid dalam makrofag dan sel-sel otot polos. Apabila terpajan dengan LDL
C yang teroksidasi, makrofag menjadi sel busa , yang beragregasi dalam lapisan intima ,
yang terlihat secara makroskopik sebagai bercak lemak, akhirnya, deposisi lipid dan
jaringan ikat mengubah bercak lemak ini menjadi ateroma lemak fibrosa matur ( fibrous
cap ). Ateroma inilah yang menyebabkan menyempitnya diameter pembulug darah . Pada
kasus ini telah terjadi sindroma koroner akut tipe STEMI , dimana diperkirakan adanya
oklusi total pada arteri koronor, sehingga menyebabkan terjadinya ganggua aliran darah
pada arteri korener yang merupakan penyebab manifestasi berupa angina pektoralis pada
pasien ini. Angina pektoralis dapat disebabkan akibat kurangnya suplai oksigen untuk
micardium dan akibat kerja jantung yang berat sebagai usaha untuk memenuhi
kebutuhan suplai oksigen yang meningkat saat aktifita ( khusunya pada kasus ini bapak
Usman sedang bermain sepak bola ). Angina pektoralis itu sendiri adalah Nyeri dada
seperti perasaan tertindih yang menyebabkan iskemik miocard akibat berkurangnya
suplai oksigen pada miocard. Nyeri dada ( chest pain ) adalah suatu kondisi berasal dari
toraks dan abdomen dengan prognosis yang bervariasi dari ringan sampai kondisi yang
mengancam jiwa. Gagal mengenali nyeri dada seperti pada sindrom koroner akut, aorta
dissecans, tension pneumotoraks, emboli pulmonal dapat berkembang dengan komplikasi
serius atau meninggal mendadak.
Mekanisme terjadinya nyeri dada dari saraf simpatis yang berjalan paraler dengan arteri
koronaria yang merupakan sensory pathway untuk angina, dan saraf ini masuk ke
medulla spinalis segmen C8 T4. Impuls dihantarkan ke spinal ganglia kemudian ke
kortek serebri. Reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh
suatu zat kimia, atau oleh stress mekanik lokal akibat dari kelainan kontraksi
miokardium. Biasanya nyeri itu digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang
kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri.
. Akibat oklusi total pada arteri koroner menyebabkan injury pada bagian inferior terlihat
pada gambaran EKG . Salah Satu komplikasi adalah takikardi ventrikel. Takikardi
ventrikel ini menyebabkan diastolic filling time menjadi pendek mengakibatkan terjadi
penurunan cardiac outpun. Cardiac output yang menurun menyebabkan terjadinya
fasekompensatorik berupa redistribusi ke organ-organ vital seperti otak dan jantung,
menyebabkan organ-organ sekunder seperti ginjal, kulit dan otot skelet, hal ini
menyebabkan tahanan perifer meningkat sehingga terjadi vasokontriksi. Khususnya
organ kulit akan tampak pucat , dan kulit tidak dapet mengeluarkan pans secara radiasi
sehingga terjdi pengeluaran panas secra radiasi sehingga pasien akan berkeringat dingin
dan pucat, Selain itu fasekompensatorik yang terjadi adalah perangsangan adrenergik
simpatis dan sistem renin angiotesin aldosteron , akibat terjadinya menurunan aliran
darah ginjal.
Apabila keadaan ini terus berlangsung, sampai akhirnya fase kompensatorik tidak dapat
bekerja dengan baik, maka menurunan cardia output tidak dapat diatasi laki, mekanisme
redistribusi ke organ vital gagal, sehingga selain memperberat kerja jantung karena
suplai yang kurang , dampak lain adalah terjadi suatu keadaan yang disebut syncope
yaitu keadaan kehilangan darah sesaat akibat aliran darah yang tidak adekuat seperti
yaang terjadi pada pasien ini.
K. Komplikasi STEMI
1. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini di sebut
remodlling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
Tanda klinis yangsering ditemukan adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3
dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.
3. Takhikardia ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventricular dapat terjadi tanpa
tanda bahaya aritmia sebelumnya. Takhikardia dibagi 3 macam: takhikardia ventrikel
polimorfik yang menetap, takhikardia ventrikel monomorfik menetap yang diikuti
dengan angina edema paru atau hipotensi, takhikardia ventrikel monomorfik yang
tidak disertai angina edema paru atau hipotensi.
4. Komplikasi mekanik
- Rupture muskulus papilaris
- Rupture septum ventrikel
- Rupture dinding ventrikel
L. Penatalaksanaan awal yang diberikan
Pengobatan dimulai dengan usaha untuk mencegah penyakit arteri koroner,
memperlambat progresivitasnya atau melawannya dengan mengatasi faktor-faktor
resikonya.
Faktor resiko utama (misalnya peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol), diobati
sebagaimana mestinya. Faktor resiko terpenting yang bisa dicegah adalah merokok
sigaret.
Pengobatan angina terutama tergantung kepada berat dan kestabilan gejala-gejalanya.
Jika gejalanya stabil dan ringan sampai sedang, yang paling efektif adalah mengurangi
faktor
resiko
dan
mengkonsumsi
obat-obatan.
Jika gejalanya memburuk dengan cepat, biasanya penderita segera dirawat dan diberikan
obat-obatan di rumah sakit. Jika gejalanya tidak menghilang dengan obat-obatan,
perubahan pola makan dan gaya hidup, maka bisa digunakan angiografi untuk
menentukan
perlu
tidaknya
dilakukan
koroner
atau
angioplasti.
Sedangkan pada kasus, Penatalaksanaan yang di lakukan adalah :
dianjurkan pada pasien-pasien dengan sindroma koroner akut. Aspirin bekerja dalam
waktu 15 menit untuk mencegah formasi pengentalan darah pada orang-orang yang
mengalami penyakit arteri koroner obat ini bekerja sebagai anti platelet dan mencegah
agregasi trombosit.
5. Bisoprolol 1x5mg
Bisoprolol adalah obat yang termasuk golongan beta blocker yang gunanya adalah
untuk menghambat reseptor beta 1 di jantung yang akan mengurangi frekuensi dan
kontraktilitas di jantung sehingga kebutuhan oksigen di jantung akan berkurang.
Beta blocker di laporkan dapat menurunkan mortalitas pada penyakit gagal jantung,
namun pada beberapa literature, di sebutkan bahwa beta blocker di kontraindikasikan
pada keadaan gagal jantung akut. Karena itu, penggunaan beta blocker pada pasien
gagal jantung akut sebaiknya di berikan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan.11
6. Simvastatin
Simvastatin merupakan obat yang menurunkan kadar kolesterol (hipolidemik) dan
merupakan hasil sintesa dari hasil fermentasi Aspergillus terreus. Secara invivo
simvastatin akan dihidrolisa menjadi metabolit aktif. Mekanisme kerja dari metabolit
aktif tersebut adalah dengan cara menghambat kerja 3-Hidroksi-3-metilglutaril
koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase), dimana enzim ini mengkatalisa
perubahan HMG Co-A menjadi asam mevalonat yang merupakan langkah awal dari
sintesa kolesterol.11
Pada penderita dengan penyakit jantung koroner dan hiperkolesterolemia, simvastatin
diindikasikan untuk :
fibrinolitik ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin,
yang selanjutnya melisiskan thrombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu, golongan
spesifik fibrin seperti tissue plasminogen activator (tPA) dan non spesifik fibrin
seperti streptokinase.
Fibrinolisis telah digunakan sejak awal 1980 untuk menambah mekanisme
(fibrinolitik mengubah plasminogen menjadi plasmin, yang menghancurkan fibrin di
dalam bekuan darah). Thrombus akan berdisintegrasi jika obat fibrinolisis ini
diberikan dalam 6 jam setelah terjadi infark miokardium, nekrosis karena sumbatan
arteri.
8. Isosorbid dinitrat 5 mg sublingual bila nyeri dada
Isosorbid dinitrat yang termasuk dalam golongan nitrat organik adalah obat yang di
gunakan sebagai vasodilator. Obat inin akan melepaskan NO (nitrit oxide) yang akan
meningkatkan kadar siklik GMP dalam otot polos yang akan merelaksasi otot polos
pembuluh darah (vasodilatasi).11
M. Penatalaksanaan Setelah Adanya Irama Jantung yang Ireguler
Setelah di berikan pengobatan, dua jam kemudian monitor EKG memberikan bunyi tidak
teratur dan Tn. Usman kehilangan kesadaran.
Pada EKG, di temukan adanya torsades de pointes
Setelah di ketahui demikian, maka tindakan selanjutnya adalah tindakan life-threatening
karena Torsades adalah aritmia yang mengancam nyawa dan dapat hadir sebagai kematian
jantung mendadak pada pasien dengan struktur jantung yang normal.
Penatalaksanaan torsades de pointes :
1. resusitasi
2. defibrilasi
3. koreksi penyebab torsades, seperti hipokalemia, hipomagnesemia dan bradikardia
4. intravena magnesium sulfat, yang merupakan obat pilihan untuk torsades
N. Prognosis
Ad vitam
: ad malam
Dari gambaran EKG terakhir yang didapat terdapat gelombang aritmia yang
membahanyakan kehidupan. Gelombang aritmia tersebut dapat menyebabkan kematian
pada pasien apabila tidak sangat cepat ditangani, sebab, gelombang aritmia tersebut
dapat menyebabkan kematian mendadak.
Ad fungsionam
: ad malam
tn. Usman pada kasus ini sudah dalam keadaan kritis. Dalam keadaan kritis, irama
jantung tidak bisa dikembalikan, selain itu, diastolic filling time menjadi pendek,
sehingga otot tidak mendapat nutrisi yang cukup, hal ini ditambah dengan menurunnya
cardiac output, sehingga, fungsi jantung tidak bisa dikembalikan seperti semula.
Ad sanationam
: ad malam
Pada pasien ini kemungkinan akan kambuh lagi masih ada, sebab, pasien memiliki
kemungkinan faktor genetik adanya penyakit ini, pada pasien juga terjadi
hiperlipidemia, sehingga, jika pasien tidak menjaga pola hidupnya dengan baik, pasien
akan memiliki kemungkinan besar mengalami kejadian yang sama lagi.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Angina Pectoris
1. Definisi
Angina pectoris merupakan rasa nyeri yang timbul karena iskemia miocardium.
Iskemia ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan oksigen yang masuk ke jantung
dengan oksigen yang dibutuhkan jantung. Angina pectoris dapat terjadi saat istirahat,
maupun saat beraktivitas.
2. Gejala Klinis
-
Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri tumpul seperti tertindih atau berat di
dada, bukan terasa seperti tertusuk-tusuk.
Kuantitas nyeri hanya kurang dari 20 menit pada angina stabil, dan lebih dari 20
menit pada angina tidak stabil.
3. Pembagian
Angina pectoris dapat dibedakan menjadi 2, yaitu angina pectoris stabil dan angina
pectoris tidak stabil:
a. Angina pectoris Tidak Stabil
Merupakan tipe angina dengan karakteritas:
1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulas dimana angina cukup
berat dan frekuensi cukup sering > 3x sehari.
2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil,
lalu ada serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya.
3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat
Angina tidak stabil dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi
Braunwald
(1989), yaitu:
Berdasarkan berat angina
Kelas I. Angian yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya
nyeri dada.
Kelas II. Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan,
tapi tidak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
Kelas III. Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut
baik sekali atau lebih, dlam waktu 48 jam terkahir.
Berdasarkan keadaan klinis12
Kelas A. Angian tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau
febris.
Kelas B. Angina tak stebil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak.
Kelas C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
Angina pectoris stabil biasanya dapat diprediksi datanyanya. Angina ini dapat
diklasifikasikan menurut Canadian Cardiovascular Society: 3
Kelas 1 :
Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai, dll
tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pd latihan yg berat,
berjalan cpt, serta terburu-buru waktu kerja atau bepergian
Kelas 2 : Aktivitas sehari2 agak terbatas AP timbul bila melakukan aktivitas
lebih berat dr biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1
lantai atau berjalan menanjak/ melawan angina
Kelas 3 : Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2
blok, naik tangga 1 lantai dg kecepatan yg biasa.
Kelas 4: AP bs timbul wktu istirahat sekalipun. Hampir smua akivitas dpt
menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu, dl
4. Penatalaksanaan
Pada umumnya, penatalaksanaan angina pectoris stabil dan tidak stabil sama, yaitu:
a. Pemberian golongan Nitrat Organik
Golongan nitrat organik bekerja sebagai vasodilator. Golongan ini dapat
berfungsi untuk mengurangi kebutuhan oksigen di jantung , maupun menambah
suplay oksigen ke jantung. Sebagai vasodilator, nitrat organik akan melepaskan
nitric oxide untuk mengeluarkan gualinat siklase yang akan menatifkan cGMP
yang berfungsi sebagi vasodilator otot polos.
Golongan ini memiliki efek samping berupa sakit kepala berdenyt, flushing,
timbulnya refleks takikardi, dan adanya hipotensi postural.
Contoh obat pada golongan nitrat organik adalah: nitrogliserin, isosorbid
dinitrat, dan isosorbid mononitrat
b. blocker
golongan ini hanya berfungsi dengan mengurangi kerja jantung. Obat golongan
ini menghalangi kerja 1 yang berfungsi untuk merangsang kerja jantung. Obat
ini berfungsi untuk mengurangi kebutuhan oksigen di jantung.
Obat ini memiliki kontraindikasi pada seseorang yang mengidap asma karena
obat ini bersifat vasokonstriksi otot polos termasuk bronkus. Obat ini juga
memiliki efek samping berupa bradikardi, bronkospasme, dan hipoglikemia
pada diabetes melitus.
Contoh obat ini adalah propanolol, atenolol, metaprolol, asebutolol
c. Ca inhibitor
Golongan dapat berfungsi sebagai vasodilator, maupun mengurangi kerja
jantung. Obat ini dapat dibagi menjadi dua, Ca inhibitor dihidropiridin, dan Ca
inhibitor non- Dihidropiridin.
Contoh obat ini adalah Nifedipin yang merupakan vasodilator kuat, Verapamil
dan Diltiazem yang memiliki efek vasodilator yang lebih rendah dari Nifedipin,
namun memiliki efek mengurangi kerja jantung.
B. STEMI ( ST Elevation Myocard Infection)
a. Definisi
Nyeri pada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA.kita harus mampu
mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada
lainnya,karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.
b. Gejala Klinis
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :
Lokasi
Sifat nyeri
d. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi killip sebagai berikut :
e. Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus di lakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang di curigai STEMI . pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan
dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi
segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk di lakukan terapi
reperfusi jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI ,EKG serial dengan interval 5 10
menit atau pemantauan 12 sandapan secara kontinyu.harus di lakukan untuk mendeteksi
kemungkinan potensi perkembangan elevasi segmen ST.pada pasien dengan STEMI
inferior EKG sisi kanan harus di ambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada
ventrikel kanan.
Sebagian besar presentasi awal elevasi segmen ST
EKG
Segera lakuakan 12 sandapan EKG, dan segera lakukan pemberian obatobatan dan pemberian sampel darah
-
Nitrat : Nitrogliserin
Pemberian nitrat sebaiknya hati-hati bagi penderita hipotensi atau takitardi
berat, karena dapat memperparah iskemi miokard
Penyekat beta
Diberikan pada stadium dini untuk membatasi luasnya infark
Aspirin
Digunakan sebagai antiplatelet agregasi
Analgetika
Rasa sakit menyebabkan gangguan otonomik yang dapat menyebabkan
aritmia, hipotensi, atau hipertensi yang akan memperluas infark. Analgetik
(morfin) dapat mengurangi rasa sakit dan menyebabkan venodilatasi sehingga
dapat menurunkan preload.
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus, tn. Usman menderita nyeri dada yang dirasakan saat ia sedang
bermain bola. Saat dibawa ke UGD, tn. Usman memegang dadanya dengan telapak
tangannya, hal ini dapat mengindikasikan bahwa Tn. Usman mengalami nyeri dada tumpul
yang merupakan salah satu gejala khas dari angina pectoris. Tn. Usman juga menyatakan
bahwa nyeri yang ia rasakan menjalar ke leher, bahu kiri, lengan kiri dan punggung, hal ini
juga merupaka tanda dari adanya angina pectoris.
Pada pemeriksaan EKG, ditemukan bahwa Tn. Usman memiliki beberapa ST
elevasi. Hal ini dapat berarti bahwa Tn. Usman mengalami STEMI, karena selain adanya ST
elevasi, terdapat pula gejala klinis Acute Coronary Syndrome. Setelah dilakuakan beberapa
pengobatan, Tn. Usman mengalami kondisi tidak sadar dan irama EKG ditemukan tidak
teratur, hal ini memungkinkan bahea tn. Usman juga mengalami torsade de pointes yang
dapat menyebabkan kematian mendadak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Danusantoso H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates; 2000
2. Panggabean MM. Perikarditis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 th ed. Jakarta: Interna Publishing;
2009. p.1725-7.
3. Rahman AM. Angina Pektoris Stabil. In In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4 th ed. Jakarta:
Internal Publising Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2007. p. 1735-9.
4. Bickley LS. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. 5 th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.
5. Sherwoood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2004.
6. Widjaja S. EKG Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara; 2009.
7. Thaler MS. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. In: Wahab AS, Perdan TIM,
Nugroho AW; editors. 5th ed. Jakarta: EGC; 2009. p.9-60, 96, 102-5, 134-5, 138, 20937.
8. MayoClinic
staff.
Esophageal
spasm.
Available
at: