DRUG ERUPTION
Pembimbing:
dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK, MM, MH
Disusun oleh:
1. Anindya
030.11.033
030.11.049
3. Hastuti Erdianti Hs
030.11.125
4. Vivy Desyanti
030.11.303
LAPORAN KASUS
DRUG ERUPTION
dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK, MM, MH
Oleh : Anindya, Atrya Iga Amanda, Hastuti Erdianti Hs, Vivy Desyanti
I.
PENDAHULUAN
Reaksi simpang terhadap obat atau produk diagnostik merupakan kasus yang sering
ditemukan dokter dalam tatalaksana pasien sehari-hari. Selain obat yang diresepkan oleh dokter,
obat yang dijual bebas, termasuk herbal dan suplemen, serta obat topikal dapat pula
menyebabkan reaksi simpang ringan hingga mengancam jiwa.
Terdapat dua jenis reaksi simpang obat, yaitu reaksi tipe A yang dapat diprediksi karena
sifat farmakologik obatnya, dan tipe B yaitu reaksi yang tidak dapat diprediksi dan terjadi pada
populasi tertentu, misalnya idiosinkrasi dan reaksi hipersensitifitas. Salah satu reaksi simpang
obat adalah erupsi obat alergik (EOA) dengan manifestasi klinis yang bervariasi.
Dewasa ini, angka kejadian erupsi obat alergik meningkat, disebabkan konsumsi obat
meningkat pada masyarakat, praktik polifarmasi, serta kondisi imunokompromais. Insiden EOA
sekitar 6-10% dari keseluruhan reaksi simpang obat yang dilaporkan.1
II.
KASUS
Seorang laki-laki 49 tahun, seorang pedagang, beragama Islam datang berobat ke Instalasi
Gawat Darurat RSU Kardinah tanggal 11 Februari 2016 pukul 11.30 WIB dengan keluhan
bercak-bercak merah yang terasa gatal dan senit-senit di seluruh tubuh setelah minum obat
untuk nyeri tenggorok 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
ANAMNESIS KHUSUS
(Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 13 Februari 2016 pukul 08.10 WIB di Bangsal Lavender
Atas Pria RSU Kardinah Tegal).
Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa timbul bercak-bercak merah terasa
gatal dan senit-senit yang awalnya muncul di kedua pelipis dan punggung.
Budianti WK. Erupsi Obat Alergik. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin, 7th ed. Badan Penerbit FKUI: Jakarta;2015:190-3.
1
Awalnya pasien merasa tenggorokkannya nyeri sehingga pasien berobat ke dokter umum,
yang kemudian diberikan obat deksametason, cetirizin, dan loratadin. Setelah meminum obatobat tersebut, pasien merasa badannya demam dan diberitahu oleh keluarganya bahwa wajah
pasien tampak bengkak. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi dan diukur hanya dengan
menggunakan perabaan tangan. Beberapa jam kemudian, pasien mengaku muncul bercak-bercak
merah terasa gatal dan senit-senit yang awalnya muncul di kedua pelipis dan punggung.
Bercak-bercak merah tersebut menyebar ke seluruh tubuh. Karena khawatir, pasien
memeriksakan diri ke dokter umum lain dan diberikan deksametason, cyproheptadine HCl, dan
supravit serta disarankan untuk memeriksakan diri ke rumah sakit jika tidak ada perbaikan.
Beberapa hari kemudian, pasien mengeluh mual disertai muntah 3x berisi cairan dan sedikit sisa
makanan sehingga pasien di rawat inap.
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti ini. Pasien
mengaku memiliki riwayat asma yang biasanya kambuh jika di tempat berdebu, pasien juga
mengaku sering gatal-gatal namun menyangkal sering bersin-bersin di pagi hari. Pasien mengaku
sering mengonsumsi obat-obat penghilang nyeri tenggorok dan nyeri kepala. Pasien menyangkal
memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan kencing manis. Pasien menyangkal di keluarganya
ada yang pernah mengalami keluhan serupa.
PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
Suhu
: 37,1C (Afebris)
Pernafasan
Berat Badan
: 72 kg
Tinggi
: 162 cm
Status Gizi
Kepala
: Normosefali, benjolan (-), rambut hitam pendek, distribusi merata, alopesia (-).
Mata
: Alis simetris, tidak mudah dicabut, oedem (-) dan benjolan (-), bulu mata tidak
rontok, trikiasis (-), konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+, sekret -/-.
Hidung
: Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), septum deviasi (-), tidak tampak adanya
kelainan kulit pada hidung, konka eutrofi, mukosa hiperemis (-), sekret (-),
benjolan (-), nyeri tekan (-).
Telinga
Mulut
: Bibir pucat (-), sianosis (-), pecah (+), sariawan (-), mukosa gusi hiperemis (-),
gigi karies (-). Letak lidah ditengah (+), tepi lidah hiperemis (-), lidah kotor (-),
lidah geografik (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (+).
Leher
Toraks
: Retraksi interkostal (-) dan sela iga melebar (-), kelainan kulit sesuai status
dermatologis.
Paru
Kanan
Inspeksi
Kiri
saat
statis
dinamis
dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ronki
(-)
(-)
Wheezing
(-)
(-)
dan
Jantung
Inspeksi
Palpasi
: teraba iktus kordis dengan diameter 1 cm kuat angkat (+), thrill (-).
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi
Inguinal
Ekstremitas
Superior:
o Oedem (-)
o Deformitas (-)
o Kelainan sendi (-)
o Kelainan kulit (+) sesuai status dermatologikus
o Kelainan kuku (-)
Inferior:
o Oedem(-)
o Deformitas (-)
o Kelainan kulit (+) sesuai status dermatologikus
o Kelainan kuku (-)
2. STATUS DERMATOLOGIKUS
Distribusi
: Universal
Ad Regio
: Wajah, leher , dada, perut, punggung, kedua tangan ,bokong,
Lesi
Efloresensi
Gambar 1. Wajah
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
17,4
49
252
21,5
5,4
15,1
89,1
22,1
26,0
12,7 17,7
42 - 52
150 521
4,4 11,3
4,5 5,9
11,6 14,5
80-96
20-33
33-36
g/dl
%
ribu/uL
ribu/uL
juta/uL
94
20,6
44,1
64
1,04
70-146
15 40
10 40
12,8 42,0
0,9 1,3
mg/dL
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
LED 1 jam
0 15
mm/jam
LED 2 jam
0 25
mm/jam
Hematologi
CBC
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
Eritrosit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Kimia Klinik
GDS
SGOT / ASAT
SGPT / ALAT
Ureum Darah
Creatinine Darah
Laju Endap Darah (LED)
U/L
U/L
U/L
DIAGNOSIS BANDING
Drug eruption
Urtikaria akut
Eritema multiforme
Eritroderma
RESUME
Seorang laki-laki 49 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSU Kardinah dengan
keluhan bercak-bercak merah yang terasa gatal dan senit-senit di seluruh tubuh setelah minum
obat untuk nyeri tenggorok 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien merasa
tenggorokkannya nyeri sehingga pasien berobat ke dokter umum, yang kemudian diberikan obat
deksametason, cetirizin, dan loratadin. Setelah meminum obat-obat tersebut, pasien merasa
badannya demam dan diberitahu oleh keluarganya bahwa wajah pasien tampak bengkak.
Beberapa jam kemudian, pasien mengaku muncul bercak-bercak merah terasa gatal dan senitsenit yang awalnya muncul di kedua pelipis dan punggung. Bercak-bercak merah tersebut
menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa hari kemudian, pasien mengeluh mual disertai muntah 3x
berisi cairan dan sedikit sisa makanan sehingga pasien di rawat inap.
Pasien mengaku memiliki riwayat asma yang biasanya kambuh jika di tempat berdebu,
pasien juga mengaku sering gatal-gatal. Pasien mengaku sering mengonsumsi obat-obat
penghilang nyeri tenggorok dan nyeri kepala.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84 x/menit, suhu
37,1C, pernapasan 20 x/menit, dan BMI overweight. Status dermatologikus dengan distribusi
universal, tampak lesi multipel, diskret sebagian konfluens, bentuk bulat, batas tegas, ukuran
lentikular sampai plakat, menimbul, dan kering, dengan efloresensi makula eritema, urtikaria,
eksantema morbiliformis, dan skuama.
DIAGNOSIS KERJA
Drug eruption
PENATALAKSANAAN
1. Umum (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) :
Menerangkan kepada pasien mengenai penyakit dan penatalaksanaannya
Menghentikan konsumsi obat yang dicurigai sebagai penyebabnya
Memberikan pengertian kepada penderita bahwa pengobatan untuk penyakitnya
2. Khusus :
IGD
IVFD RL 20 tetes/menit
Injeksi Ranitidin 1 ampul
Hari I
IVFD RL 20 tetes/menit
Injeksi IV Metilprednisolon 125 mg, 1 0 1
Injeksi Ranitidin 1 0 1
Chlorpheniramine Maleat (CTM) diminum sebanyak 1 tablet 3 kali sehari
Ikaderm cream 20 mg / Decubal cream 20 mg dioleskan 2 kali sehari
Hari II
IVFD RL 20 tetes/menit
Injeksi IV Metilprednisolon 125 mg, 1 0 1
Injeksi Ranitidin 1 0 1
Chlorpheniramine Maleat (CTM) diminum sebanyak 1 tablet 3 kali sehari
Ikaderm cream 20 mg / Decubal cream 20 mg dioleskan 2 kali sehari
Konsultasi dokter Sp.THT dengan keluhan nyeri tenggorok
Hari III
Co-amoksiclav dihentikan
Injeksi IV Metilprednisolon 125 mg, 1 0 1
Injeksi Ranitidin 1 0 1
Chlorpheniramine Maleat (CTM) diminum sebanyak 1 tablet 3 kali sehari
Ikaderm cream 20 mg / Decubal cream 20 mg dioleskan 2 kali sehari
PROGNOSIS
III.
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
PEMBAHASAN
Erupsi Obat alergik disebut juga adverse cutaneous drug eruption adalah reaksi
hipersensitivitas terhadap obat dengan manifestasi pada kulit yang dapat disertai maupun tidak
keterlibatan mukosa. Terdapat dua jenis tipe reaksi simpang obat, yaitu tupe reaksi A yang dapat
diprediksi karena sifat fakmakologik obatnya, dan tipe B yaitu reaksi yang tidak dapat diprediksi
dan terjadi pada populasi tertentu, misalnya idiosinkrasi dan reaksi hipersensitivitas.1
Berdasarkan klasifikasi Coombs and Gell, patomekanisme yang mendasari erupsi obat
alergik dibagi menjadi 2 mekanisme. Tipe I dimediasi oleh imunoglobin (Ig)E yang dapat
menyebabkan reaksi anafilaksis, urtikaria dan angiodema, timbul sangat cepat, terkadang dapat
urtikaria/angiodema persisten beberapa minggu setelah obat dihentikan. Tipe II merupakan
mekanisme sitotoksik yang diperentarai reaksi antigen, IgG dan komplemen terhadap eritrosit,
leukosit, trombosit, atau sel prekusor hematoligik lain. Obat yang dapat menyebabkan
hipersensivitas tipe ini antara lain golongan penisilin, sefalosporin, streptomisin, klorpromazin,
sulfonamid, analgesik, dan antipiretik. Sedangkan tipe III adalah reaksi imun kompleks yang
sering terjadi akibat penggunaan obat sistemik tinggi dan terapi jangka panjang, menunjukan
manifestasi berupa vaskulitis pada kulit dan penyakit autoimun yang diinduksi obat. Tipe
terakhir yaitu tipe IV (tipe lambat) yang diperantarai oleh limfosit T dengan manifestasi klinis
erupsi ringan hingga berat.
Selain pada kulit , reaksi hipersensitivitas yang dimediasi oleh sel T terbagi atas subklas
yaitu tipe IVa IVd.1
Insidens erupsi obat alergi mencapai 2,66% dari total 27.726 pasien dermatologi selama
setahun. Erupsi obat alergi terjadi pada 2-3% pasien yang dirawat di rumah sakit, tetapi hanya
2% yang berakibat fatal. Insidens erupsi obat alergi pada negara berkembang berkisar antara 1%
3%.2
Di India, kasus erupsi obat alergi mencapai 2-5%. Erupsi obat alergi terjadi 2-3% dari
seluruh reaksi silang obat. Hampir 45% dari seluruh pasien dengan erupsi di kulit merupakan
kasus erupsi obat alergi. Insidens erupsi obat alergi lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. 3
Lebih dari 50% kasus Sindrom Steven Johnson dan hampir 90% penderita toxic epidermal
necrolysis terkait dengan penggunaan obat.4
Faktor Risiko Timbulnya Erupsi Obat Alergi
Faktor-faktor risiko yang menimbulkan erupsi obat adalah:5
Chatterjee, S., Ghosh, A.P., Barbhuiya, J. & Dey, S.K. Adverse Cutaneous Drug Reactions: A One Year
Survey at a Dermatology Outpatient Clinic of a Tertiary Care Hospital. Indian Journal of Pharmacology.
2006; 38(6):429-31.
3
Nayak, S. & Acharjya, B. Adverse Cutaneus Drug Reactions. Indian Journal of Dermatology,
Venereology and Leprology. 2008; 53(1):2-8.
4
Adithan, C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert Departement of Pharmacology. 2006; 2(1):1-4.
5
Pudukadan, D. & Thappa, D.M. Adverse Cutaneous Drug Reactions: Clinical Pattern and Causative
Agents in a Tertiary Care Center in South India. Indian Journal of Dermatology, Venereology and
2
Gambaran klinis erupsi alergi obat yang timbul akan mempunyai kemiripan dengan gangguan
kulit lain pada umumnya, yaitu:6
1. Erupsi makulapapular atau morbiliformis
Erupsi makulapapular atau morbiliformis disebut juga erupsi eksantematosa dapat
diinduksi oleh hampir semua obat. Seringkali terdapat erupsi generalisata dan simetris
yang terdiri atas eritema dan selalu ada gejala pruritus. Kadang-kadang ada demam,
malaise, dan nyeri sendi. Lesi biasanya timbul dalam 1-2 minggu setelah dimulainya
terapi. Erupsi jenis ini sering disebabkan oleh ampisilin, obat anti inflamasi non steroid,
sulfonamid, dan tetrasiklin.
2. Urtikaria dan angioedema
Urtikaria menunjukkan kelainan kulit berupa urtikaria, kadang disertai angioedema.
Pada angioedema yang berbahaya ialah terjadinya asfiksia bila menyerang glotis.
Keluhannya umumnya gatal dan panas pada tempat lesi. Biasanya timbul mendadak dan
hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Urtikaria dapat disertai demam, dan gejala-gejala
umum, misalnya malaise, nyeri kepala dan vertigo. Angioedema biasanya terjadi di
daerah bibir, kelopak mata, genitalia eksterna, tangan dan kaki. Kasus-kasus angioedema
pada lidah dan laring harus mendapat pertolongan segera. Penyebab tersering ialah
penisilin, asam asetilsalisilat, dan obat anti inflamasi non steroid.
3. Fixed drug eruption
Fixed drug eruption disebabkan khusus obat atau bahan kimia. Fixed drug eruption
merupakan salah satu erupsi kulit yang sering dijumpai. Kelainan ini umumnya berupa
eritema dan vesikel berbentuk bulat atau lonjong dan biasanya numular. Kemudian
meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang lama, baru hilang, bahkan sering menetap.
Dari namanya dapat diambil kesimpulan bahwa kelainan akan timbul berkali-kali pada
tempat yang sama. Tempat predileksinya di sekitar mulut, di daerah bibir dan daerah
penis pada laki-laki sehingga sering disangka penyakit kelamin karena berupa erosi yang
kadang-kadang cukup luas disertai eritema dan rasa panas setempat. Obat penyebab yang
sering ialah sulfonamid, barbiturat, trimetropin dan analgesik.
4. Eritroderma (dermatitits eksfoliativa)
6
Docrat, M.E. Skin Focus. Current Allergy & Clinical Immunology. 2005; 18(1):24.
yang timbul pada kulit yang eritematosa dapat disertai purpura dan lesi menyerupai lesi
target. Kelainan kulit timbul pada waktu demam tinggi, dan pustul pustul tersebut cepat
menghilang sebelum 7 hari yang kemudian diikuti deskuamasi selama beberapa hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budianti WK. Erupsi Obat Alergik. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 7th ed. Badan Penerbit FKUI: Jakarta;2015:190-3.
2. Chatterjee, S., Ghosh, A.P., Barbhuiya, J. & Dey, S.K. Adverse Cutaneous Drug
Reactions: A One Year Survey at a Dermatology Outpatient Clinic of a Tertiary Care
Hospital. Indian Journal of Pharmacology. 2006; 38(6):429-31.
3. Nayak, S. & Acharjya, B. Adverse Cutaneus Drug Reactions. Indian Journal of
Dermatology, Venereology and Leprology. 2008; 53(1):2-8.
4. Adithan, C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert Departement of Pharmacology.
2006; 2(1):1-4.
5. Pudukadan, D. & Thappa, D.M. Adverse Cutaneous Drug Reactions: Clinical Pattern and
Causative Agents in a Tertiary Care Center in South India. Indian Journal of
Dermatology, Venereology and Leprology. 2004; 70(1):20-4.
6. Docrat, M.E. Skin Focus. Current Allergy & Clinical Immunology. 2005; 18(1):24.
7. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 5th ed. Badan Penerbit FKUI: Jakarta; 2007:154-8.