PENDAHULUAN
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu fase akut dari angina pektoris tidak
stabil (APTS) yang disertai IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau
tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya
trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (vulnerable). Laju mortalitas awal
(30 hari) mencapai 30 % dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien tiba di
rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam dua dekade terakhir, sekitar 1
diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama
setelah IMA.(1)
Risiko serangan semakin tinggi dengan bertambahnya usia, pria mempunyai risiko lebih
tinggi dari pada wanita, tapi perbedaan ini makin lama semakin mengecil dengan meningkatnyan
umur. Frekuensi SKA juga akan meningkat bila terdapat faktor-faktor predisposisi aterosklerosis.
Faktor-faktor risiko untuk terjadinya keadaan ini antara lain hipertensi, diabetes melitus,
dislipidemi, merokok, diet kurang olah raga, stress, serta riwayat sakit jantung koroner pada
keluarga. Faktor pencetus lainnya aktivitas fisik berat, stres, emosi, segera setelah makan, atau
penyakit medis dan bedah. (1)
Dengan pengobatan farmakologis, berbagai penelitian menunjukkan bahwa dalam 1
tahun pertama, variasi persentase penderita APTS yang mengalami IMA berkisar antara 6-60%
dengan tingkat kematian 1-40%. Penelitian Heng dkk melaporkan bahwa selama perawatan di
rumah sakit terdapat 26% penderita APTS dengan angina berulang mengalami IMA. Sedangkan
tanpa angina berulang hanya 10%. Demikian juga Julian melaporkan dalam 1 tahun, 8%
penderita APTS mengalami IMA dengan tingkat kematian 12%. Juga dilaporkan kejadian IMA
pada fase perawatan dari rumah sakit adalah 6,25% dengan tingkat kematian 2,08% sedangkan
pada fase pemeriksaan tindak lanjut 20,45% dengan tingkat kematian 0%.(1-3)
Sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari : 1. Angina pektoris tidak stabil (Unstable
Angina Pectoris / UAP), 2. IMA tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infarction /
NSTEMI), 3. IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction / STEMI). (1)
1
Salah satu komplikasi SKA adalah aritmia berupa fibrilasi atrial (AF). AF dilaporkan
telah memperberat kejadian AMI pada 6-21% pasien rawat inap. Secara klinis, timbulnya AF
penting karena laju ventrikel yang cepat dan ireguler selama aritmia dapat menyebabkan
gangguan lebih lanjut sirkulasi koroner dan fungsi ventrikel disamping konsekuensi aktivasi
neurohormonal. Beratnya komplikasi AF berupa thrombosis dan emboli serebral menyebabkan
perlunya penanganan segera untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. (1-3)
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama pasien
: Tn. U
Usia
: 49 tahun
Jenis kelamin
: Pria
Status perkawinan
: Menikah
Alamat
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: Tamat universitas
Masuk sejak
: 4 November 2015
2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 4 November 2015 di ruang
Rengasdengklok kamar 139 RSUD Karawang.
Keluhan Utama
Nyeri dada sejak 1 jam sebelum masuk IGD
Riwayat Penyakit Sekarang
OS Datang ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan nyeri dada mendadak sejak
1 jam SMRS. Nyeri dada sudah kambuh 3 kali sejak 3 hari SMRS dan dirasakan semakin
memberat. Nyeri dada dibagian kiri yang dirasakan seperti tertindih, berat dan menjalar
ke punggung dan lengan sebelah kiri, hilang timbul tidak menentu dan lebih sering timbul
saat OS kelelahan setelah beraktifitas. Nyeri tidak hilang dengan istirahat dan
3
berlangsung terus menerus selama lebih dari 20 menit hingga OS datang ke IGD. Setiap
nyeri timbul disertai dengan keringat dingin, mual dan muntah. OS menyangkal adanya
nyeri perut, BAB dan BAK lancar. Tidak terdapat rasa berdebar-debar, dan sesak. Tidak
mengkonsumsi obat-obatan apapun sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
OS merasa pernah mengalami hal ini sebelumnya, namun lebih ringan dan hilang
dengan istirahat. Hal ini sudah terjadi dua kali pada tahun lalu, yaitu nyeri mendadak di
dada kiri yang terasa seperti tertindih dan berat, namun hanya berlangsung selama kurang
lebih 10 menit dan hilang perlahan bila istirahat selama 15-30 menit. Hal ini terjadi disaat
OS sedang bekerja dan saat jalanjalan. Os memiliki riwayat Transient Ischemic Attack
yang terjadi 1 bulan SMRS. Tidak pernah mempunyai riwayat penyakit, paru atapun
jantung sebelumnya. OS mengaku memiliki riwayat hipertensi dan diabetes yang tidak
dikontrol dengan minum obat teratur dari dokter.
Riwayat Penyakit Keluarga
OS mengaku dalam keluarga tidak ada riwayat penyakit jantung, maupun yang
meninggal karena penyakit jantung.
Riwayat Kebiasaan dan Sosial
OS rutin meminum kopi 4-5 cangkir kopi/hari, sering mengkonsumsi makanan
yang asin dan digoreng. Riwayat merokok 2-3 bungkus/hari namun sudah berhenti sejak
setahun yang lalu, dan tidak berolahraga.
2.3 Pemeriksaan Fisik
4 November 2015
1. Tanda vital :
TD berbaring
: 170/100 mmHg
Nadi/ menit
: 92kali/menit, reguler
Laju pernapasan
: 22 kali/menit, reguler
Suhu
: 36.7oC
2. Pemeriksaan Fisik
4
Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
fisik
Kepala
Mata
mudah dicabut
Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung
Telinga
Mulut
Normotia, deformitas -/-, liang telinga lapang +/+, sekret -/Oral hygiene baik, oral trush -, gigi palsu -, faring hiperemis -, tonsil T1/T1
Leher
trakea di tengah, tiroid tidak teraba, JVP 5+2 cmH20 pembesaran KGB(-),
nyeri tekan (-)
Paru
Jantung
Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Abdomen
supel, nyeri tekan epigastritum (-), hepar dan lien tidak teraba, balotement
(-), NT suprapubik (-)
Timpani, shifting dullness (-)
P
Kulit
Tidak kering, turgor baik, bercak kemerahan (-), decubitus (-), memar dan
Genitalia
eksterna
Ekstremitas
Flag
Hasil
Unit
17.7
5.79
9.95
316
50.7
88
31
35
Nilai rujukan
g/dL
juta/uL
ribu/uL
ribu/uL
%
fL
g/dL
%
13.0~18.0
4.50~6.50
3.80~10.60
150~440
40.0~52.0
80~100
26~34
35~36
6
KIMIA
FUNGSI GINJAL
Ureum
Kreatinin
Gula darah sewaktu
CK-MB
*
*
13
0.73
242
58
mg/dL
mg/dL
mg/dL
U/L
15.0~50.0
0.60~1.10
<140
<24
2. EKG
2.8 Resume
Pasien Tn. U, 49 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri dada mendadak
sejak 1 jam SMRS. Nyeri dada sudah kambuh 3 kali sejak 3 hari SMRS dan dirasakan semakin
9
memberat. Nyeri dada dibagian kiri yang dirasakan seperti tertindih, berat dan menjalar ke
punggung dan lengan sebelah kiri, hilang timbul tidak menentu dan lebih serin timbul saat OS
kelelahan setelah beraktifitas. Nyeri tidak hilang dengan istirahat dan berlangsung terus menerus
selama lebih dari 20 menit hingga OS datang ke IGD. Setiap nyeri timbul disertai dengan
keringat dingin, mual dan muntah. OS merasa pernah mengalamai hal ini sebelumnya, namun
lebih ringan dan hilang dengan istirahat. Os memiliki riwayat Transient Ischemic Attack yang
terjadi 1 bulan SMRS serta riwayat hipertensi dan diabetes yang tidak dikontrol dengan minum
obat teratur dari dokter.
Pemeriksaan tanda vital, TD 170/100 mmHg, frekuensi nadi 92 x/menit, frekuensi napas
22 x/menit. Pada pemeriksaan jantung,paru dan abdomen didapatkan hasil yang normal.
Ektremitas didapati sedikit dingin dan tidak terdapat udema. Pada gambaran EKG terakhir
didapatkan irama sinus normal, heart rate 100 x/menit, reguler, aksis normal, ST elevasi (+) pada
lead II, III, aVF, V2, V3, dan V4, ST depresi (-), Q patologis (+), T inversi (-), LVH (-), RVH (-).
Foto toraks normal.
2.9 Prognosis
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang,
hipertensi, takikardi, dan takipneu. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan
peningkatan enzim CKMB yang menandakan adanya nekrosis miokard serta peningkatan kadar
gula darah sewaktu yang menandakan diabetes melitus. Pada pemeriksaan EKG didapatkan
elevasi pada segmen ST pada lead lead II, III, aVF, V2, V3, dan V4 yang menandakan infark
miokard inferior dan anterior. Didapatkan pula T inverted pada lead V4, V5, V6 yang
menandakan infark lama.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Jantung
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik dengan basis (superiorposterior ICS-II) berada di atas dan apeks ( anterior-inferior ICS V) berada di bawah. Pada
11
basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah. Jantung sebagai
pusat sistem kardiovaskuler terletak di rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang terlindung
oleh costae tepatnya pada mediastinum. Beratnya pada orang dewasa sekitar 250-350 gram.
Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat. Penyokong jantung utama
adalah paru yang menekan jantung dari samping, diafragma menyokong dari bawah, pembuluh
darah yang keluar masuk dari jantung, sehingga jantung tidak mudah berpindah. Faktor yang
mempengaruhi kedudukan jantung yaitu, umur, bentuk rongga dada, letak diafragma dan
perubahan posisi tubuh
Otot jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu:
a) Luar/pericardium
Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan kantong pembungkus
jantung yang terletak di mediastinum, di belakang korpus sterni dan rawan iga II- IV
yang terdiri dari 2 lapisan fibrosa dan serosa yaitu lapisan parietal dan viseral. Diantara
dua lapisan jantung ini terdapat lendir, untuk menjaga gesekan pericardium tetap licin
b) Tengah/ miokardium
Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri koronaria. Susunan
miokardium yaitu:
i.
Otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua lapisan. Lapisan
dalam mencakup serabut-serabut berbentuk lingkaran dan lapisan luar mencakup
kedua atria.
ii.
iii.
Otot atrioventrikuler: Dinding pemisah antara serambi dan bilik (atrium dan
ventrikel).
a) Dalam / Endokardium
12
Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membrane yang mengilat, terdiri dari
jaringan endotel atau selaput lendir endokardium kecuali aurikula dan bagian depan sinus
vena kava.
Ruang-ruang jantung
Jantung terdiri dari empat ruang yaitu:
1. Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian dalamnya membentuk
krista terminalis.
a. Muara atrium kanan terdiri dari:
a) Vena cava superior
b) Vena cava inferior
c) Sinus koronarius
d) Osteum atrioventrikuler dekstra
13
semilunaris arteri pulmonalis. Vena pulmonalis membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium
sinitra. Aorta (pembuluh darah terbesar) membawa darah dari ventrikel
15
2. Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai ambang rangsang otot
jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi maksimal.
3. Tidak dapat berkontraksi tetanik.
4. Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot.
masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positif dalam sel menjadi berkurang.
16
1. SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di dalam dinding atrium
kanan di ujung Krista terminalis.
2. AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septum atrium dekat muara
sinus koronaria.
3. Bundle atrioventrikuler: dari bundle AV berjalan ke arah depan pada tepi posterior dan
tepi bawah pars membranasea septum interventrikulare.
4. Serabut penghubung terminal (purkinje): Anyaman yang berada pada endokardium
menyebar pada kedua ventrikel.
2. Periode diastole
3. Periode istirahat
Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
1. Bunyi pertama: lup
2. Bunyi kedua : Dup
3. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
4. Bunyi keempat: kadang-kadang dapat didengar segera sebelum bunyi pertama
3.3 Definisi
STEMI merupakan sindrom klinis yang didefinisikan sebagai karakteristik gejala
iskemia miokard disertai dengan hasil EKG persisten disertai biomarker jantung yang positif.
Elevasi segmen ST secara diagnostik tanpa disertai adanya left ventricular hyperthrophy (LVH)
ataupun
left
bundle
branch
block
(LBBB)
menurut
European
Society
of
terjadi 105 kematian akibat penyakit jantung iskemik per 100.000 penduduk pada tahun 2002.(5)
Mortalitas dan morbiditas STEMI di Indonesia masih tinggi akibat tingginya prevalensi diabetes,
hipertensi, merokok, serta lamanya durasi keterlambatan antara onset gejala dengan penanganan
pertama karena alasan logistic maupun finansial.(6)
2. Hipertensi (Hipertensi dengan hasil >140/90 mmHg atau pada obat antihipertensi)
Peningkatan tekanan darah menjadi resiko independen dalam penyakit jantung coroner.
Framingham menyatakan bahwa terdapat peningkatan resiko dua kali lipat pada orang
dengan tekanan darah lebih dari 160/95 mmHg dibandingkan dengan orang yang
normotensi.
3. Merokok
Resiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap perhari, bukan pada lama
merokok. Merokok lebih dari satu pak rokok sehari meningkatan resiko dua kali lipat
terhadap penyakit aterosklerosis koroner daripada mereka yang tidak merokok.
4. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus
menginduksi
hiperkolesterolesmia
memungkinan
timbulnya
aterosklerosis dan berkaitan dengan proliferasi sel otot polos pembuluh darah arteri
koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, fosfolipid, peningkatan kadaar LDL-C dan kadar
HDL-C yang rendah.
5. Obesitas
Makanan dengan kalori yang tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula dan garan
berperan dalam terjadinya hyperlipidemia dan obesitas yang secara langsung
meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Hal ini diperberat dengan gaya hidup
pasif (sedentary lifestyle) yang berperan dalam resistensi insulin, peningkatan resiko
gagal jantung setara dengan hiperlipidemia. Seseorang yang dengan sedentary lifestyle
memiliki resiko 30-50% lebih besar untuk mengalami hipertensi.
6. Hiperhomosisteinemia
Kadar homosistein atau asam amino alamiah tubuh yang tinggi (>15 mmol/L) berkaitan
dengan disfungsi endotel dan gangguan fungsi trombosit serta vasodilator dinding
pembuluh darah. Defisiensi asam folat dan vitamin B 6,B12
berperan dalam
hiperhomosisteinemia.
3.6 Klasifikasi Sindroma Koroner Akut
Sindroma koroner akut merupakan bagian dari penyakit jantung kronis yang simptomatik,
sindroma koroner akut dapat dibagi menjadi tiga (9) :
22
produksi radikal bebas oksigen, peningkatan tersebut menonaktifkan oksida nitrat yang
berperan sebagai endothelial relaxing factor dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
endotel. Apabila terjadi hyperlipidemia kronis, akan terjadi penimbunan lipoprotein
ditempat meningkatnya permeabilitas endotel.(10)
2. Pembentukan bercak lemak
Peningkatan kadar radikal bebas oksigen akibat hiperkolesterolemia menyebabkan
oksidasi LDL-C / Oxidized Lipoprotein-Cholesterol (oxLDL) akibat pajanan langsung
dengan endotel pembuluh darah arteri. Hal ini juga diperkuat oleh adanya faktor resiko
seperti, rendahnya kadar HDL, diabetes mellitus, defisiensi esterogen, hipertensi dan
derivate merokok. Oksidasi LDL menstimulasi sel endotel untuk picu adhesi molekul
(vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), P-Selectin), kemokin (Monocyte
Chemoattractant Protein-1 (MCP-1) dan Interleukin 8 (IL-8). (11) Hal ini memicu
migrasi monosit ke lapisan tunika intima yang di permudah dengan peningkatan
permeabilitas endotel. Migrasi monosit memicu proses inflamasi yang menyebabkan
perubahan monosit menjadi makrofag dan recruitment dari leukosit yang akan
mensekresi TNF-a dan IL-6. LDL yang teroksidasi bersama makrofag akan
membentuk sel busa (foam cell).
3. Ateroma Matur
Pembentukan bercak lemak (fatty streak) akan melepaskan factor pertumbuhan dan
menyebabkan migrasi sel otot polos di lapisan tunika media ke tunika intima. Pada tahap
ini mulai terbentuk pro-trombotic environment atau deposisi fibrin dan aktivasi trombosit
24
(faktor von willebrand (vWF) dan tissue factor (TF) akibat respons terhadap disfungsi
endotel. Hal ini ditambah dengan adanya proliferasi matriks dan terbentuk ateroma matur.
4. Lesi aterosklerosis komplikata lanjut
Proses terbentuknya ateroma matur disertai dengan pembentukan lapisan fibrosa yang
membatasi lesi dengan lumen pembuluh darah. Adanya campuran sel busa, leukosit,
debris dan lipid bebas akan membentuk inti nekrotik yang dapat mengeras apabila
ditambah dengan adanya penimbunan kalsium di plak fibrosa
5. Komplikasi plak ateromatosa
Trombosis dapat terjadi akibat perlekatan trombosit di tepian ateroma yang kasar.
Apabila plak ruptur maka akan terjadi perdarahan vasa vasorum dan trombosis lebih
lanjut yang bermanifestasi sebagai oklusi arteri.
25
Aliran Darah
Tidak ada obstruksi
Aliran darah terbatas pada
Manifestasi Klinis
Asimptomatik
Stable angina
(70%)
Ruptur plak yang tidak stabil
Unstable angina
NSTEMI
3.8 Patofisiologi
26
Plak aterosklerosis yang ruptur diikuti dengan agregasi platelet dapat menimbulkan
trombus intrakoroner ;
1. Vasokonstriksi ; disfungsi endotel akibat proses aterosklerosis menyebabkan
vasokonstriksi dan terjadinya ketidakseimbangan antara mekanisme anti-trombotik
normal dengan mekanisme anti-trombotik endogen
2. Hemostasis primer ; endotel yang terekspose akibat rupture menyebabkan platelet yang
berada disirkulasi beragregasi dan membentuk sumbatan (plug)
3. Hemostasis sekunder ; endotel yang terekspose tersebut akan mengaktifkan tissue
faktor dan akan terjadi kaskade koagulasi utnuk memperkuat plug dan membentuk fibrin
clot
Intrinsik (instabiilitas lesi ateroslerotik) : lapisan fibrosa yang tipis akibat proses kimiawi
internal
Physical stressor : peningkatan tekanan darah, heart rate, dan peningkatan kontraksi
ventrikel, dan aktivasi system saraf simpatis akibat emosional stress
27
Setelah terjadinya oklusi yang diikuti oleh infark atau nekrosis dari miosit yang kekurangan
supply oksigen terjadi konversi metabolisme dari aerob menjadi anaerob ditandai dengan
terganggunya produksi ATP dan disfungsi sistolik akibat kontraksi miosit yang tidak bersamaan,
menyebabkan curah jantung berkurang. Disfungsi diastolic terjadi akibat compliance (gangguan
relaksasi) ventikel yang bekurang peningkatan tekanan pengisian ventrikel saat diastole. Akibat
metabolism anaerob yang meningkat, terjadi penumpukan asam laktat dan penurunan ph darah.
Gangguan pembentukan ATP menyebabkan gangguan fluks natrium, kalium dan kalsium antar
intrasel dan ekstrasel. Peningkatan natrium diintrasel menyebabkan edema selular, peningkatan
kalium di ekstrasel menimbulkan gangguan potensial aksi dan menghasilkan instabilitas elektris
yang dapat menyebabkan aritmia jantung. Sedangkan peningkatan kalsium intrasel menyebabkan
aktivasi lipase dan protease dan memicu nekrosis jaringan.
Perubahan jangkan panjang akibat infark dapat terjadi beberapa hari sampai minggu. Miosit
yang nekrosis akan di resorpsi oleh makrofag dan menyebabkan struktur dari dinding miokard
melemah sehingga menimbulkan potensi terjadinya ruptur (myocardial wall rupture). Nekrosis
miosit menghasilkan jaringan parut atau scar tissue dan dalam jangka panjang dapat terjadi
remodeling ventrikel. Kompensasi dari bagian miokard yang tidak nekrosis / peningkatan stress
pada bagian miokard yang lain memicu pembesaran ventrikel.
STEMI
28
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (EKG) dan
marka jantung.
1. Anamnesis
Angina tipikal
Gambaran angina tipikal adalah rasa tertekan/berat daerah retrosternal yang
menjalar ke lengan kiri, leher, area interskapularis, bahu atau epigastrium, berlangsung
intermitten atau persisten (>20 menit). Sering disertai dengan diaphoresis, mual/muntah,
nyeri abdominal, sesak napas dan sinkop.
Angina Atipikal
Gambaran angina atipikal adalah nyeri dipenjalaran angina tipikal, gangguan
pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat dijelaskan,lemah mendadak.
Keluhan ini sering ditemui pada golongan muda (25-40 tahun) dan tua (>75 tahun),
wanita, penderita diabetes, gagal ginjal kronik, atau demensia. Keluhan ini patut dicurigai
menjadi angina equivalen apabila ditemukan setelah dipicu oleh aktivitas.(9)
Keluhan di perkuat apabila ditemukan karakteristik seperti ;
Pria
Diketahui memiliki penyakit aterosklerosis non coroner (penyakir arterial perifer)
Memiliki riwayat pernah mengalami infark miokard, coronary bypass ataupun PCI
29
30
Gambar 12.
Lokasi
Iskemia
atau
infark
31
Tanda
Non- Kardiak
Troponin
I/T
insufisiensi ginjal
Kardiak
Angina tipikal
EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostic untuk STEMI, depresi ST atau inversi
32
Gejala klinis pada SKA biasanya diliputi oleh 5 gejala, antara lain
C7-T4
Takikardia, akibat Abnornalitas ion transport pada miosit menyebabkan aritmia,
akumulasi metabolit lokal dan miokard iskemia yg memicu respon saraf simpatis
Dyspnea, karena gangguan relaksasi ventrikel kiri, peningkatan tekanan diastolik
ventrikel kiri sebabkan aliran balik arteri pulmonalis yang menyebabkan kongesti paru
Diaphoresis, disebebkan oleh peningkatan respon tonus simpatis, akibat serangan akut
iskemia
Mual / muntah , peningkatan tonus parasimpatis saat iskemia akut
Sementara manifestasi klinis antara angina pektoris tidak stabil, NSTEMI dan STEMI dapat
dibedakan berdasarkan tabel (12) :
Angina Pektoris
NSTEMI
Tidak Stabil
Keluhan Klinis:
STEMI
Presentasi
klinis
menyerupai
SKA
pada
-Angina saat istirahat, durasi lebih umumnya. Namun kadang pasien datang
dari sama dengan 20 menit, atau
-Angina pertama kali hingga aktivitas atau bahu, sesak nafas akut, sinkop atau aritmia
fisik menjadi sangat terbatas, atau
-Angina progresif: pasien dengan Pasien dengan STEMI biasanya telah memiliki
angina stabil, terjadi perburukan, riwayat angina atau PJK, usia lanjut, dan
frekuensi lebih sering, durasi lebih kebanyakan laki - laki
lama, muncul dengan aktivitas ringan
-Angina pada SKA sering disertai
dnegan
keringat
dingin
(respon
serta
populasi
perempuan,
rasa
lemas.
Pada
lansia
(>75
tahun),
dan
diabetes
kadang
Pemeriksaan fisik :
dan
hemodinamik
STEMI
-Sekitar pasien infark anterior mempunyai
manifestasi
hiperaktivitas
(takikardidan/atau
hipotensi)
saraf
dan
simpatis
hampir
-Gambaran ST depresi, horizontal dua atau lebih sdapan sesuai regio dinding
maupun down sloping, yang lebih ventrikelnya. Namun khusus pada sadapan V2dari sama dengan 0,05mV pada dua V3, batasan elevasi menjadi lebih dari sama
atau lebih sadapan sesuai regio dnegan 0,2 mV pada laki laki usia lebih dari
dinding ventrikelnya, dan/atau inversi sama dengan 40 tahun, lebih dari sama dengan
gelombang T lebih dari sama dengan 0,25 mV pada laki laki berusia < 40 tahun,
0,1
mV
dengan
gelombang
perempuan
iskemia
posterior
(V7-V9)
jam
untuk
mendeteksi
CKMB
jam
setelah
onset)
Tabel 3. Perbedaan Karakteristik Klinis Sindrom Koroner Akut
3.11 Tatalaksana
3.11.1 Perawatan di IGD
Dengan adanya anamnesis mengenai keluhan pasien, terapi sementara dapat diberikan sebelum
menegakkan diagnosis sindrom koroner akut dengan adanya keluhan angina tipikal sambil
menunggu hasil EKG atau marka jantung . Penilaian ABC (Airway, Breathing Circulation) dan
berikan terapi sementara yang dapat disingkat MONA (Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin). Terapi
ini tidak harus diberikan bersamaan semua atau bersamaan.(9)
1. Oksigen diberiksan segera pada pasien dengan saturasi oksigen (SO2) < 95%. Oksigen
dapat diberikan 6 jam pertama tanpa mempertimbangkan hasil SO2
2. Aspirin diberikan dengan dosis 160-320 mg pada semua pasien (tanpa mengetahui
intoleransinya). Uncoated aspirin lebih baik mengingat absorbsi sublingual yang lebih
cepat
3. Anti reseptor ADP : ticagrelor peroral (loading 180 mg, maintenance 90 mg dua kali
sehari, kecuali pasien STEMI yang berencana dilakukan terapi fibrinolitik) atau
clopidogrel peroral (loading 300 mg, maintenance 75 mg perhari). Clopidogrel lebih
disarankan pada pasien degan terapi fibrinolitik.
35
4. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual diberikan pada pasien dengan nyeri dada
yang tidak hilang sesampai di unit gawat darurat. Pemberian dapat diulang sampai
maksimal 3 kali apabila nyeri dada tidak berkurang. Pemberian secara intravena
dilakukan apabila pasien tidak responsif terhadap tiga kali pemberian sublingual. ISDN
(Isosorbit Dinitrat) dapat dipakai sebagai pengganti NTG.
5. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diberikan jika pasien tidak responsif terhadap tiga
kali pemberian NTG.
36
Sementara apabila terdapat rumah sakit yang mempu melakukan PCI, delay yang diharapakan
adalah 60 menit (door to balloon) antara datangnya pasien sampai PCI dimulai.
37
2. Terapi Fibrinolitik
38
Terapi fibrinolitik diindikasikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien
tanpa kontraindikasi apabila PCI tidak dapat dilakukan oleh tim yang berpengalaman
dalam 120 menit sejak kontak medis pertama. Perlu dipertimbangkan apabila pasien
datang lebih awal <2 jam sejak awitan gejala dengan infark luas dan resiko perdarahan
rendah apabila kontak medis pertama hingga balloon inflation >90 menit. Obat yang
diberikan bersifat spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) yang lebih
disarankan dibanding kurang spefisik terhadap fibrin (streptokinase). Pemberian antiplatelet (aspirin) dan anti DAP (clopidogrel) diberikan secara bersamaan. Pemberian
antikoagulan disarankan untuk pasien STEMI yang di beri fibrinolitik hingga
revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama pasien di rawat di rumah sakit hingga hari ke
8. Pilihan utama adalah enoksaparin subkutan atau UFH (Unfraction Heparin) secara
bolus iv sesuai berat badan. Untuk pasien yang diberikan streptokinase disarankan untuk
memberikan fondaparinux dalam bolus iv diikutin dengan dosis subkutan dalam 24 jam
selanjutnya. Semua pasien perlu dirujuk ke rumah sakit yang menyediakan PCI setelah
terapi fibrinolitik. Apabila terapi fibrinolitik gagal ( <50% perbaikan segmen ST setelah
60 menit), maka dilakukan PCI rescue. PCI emergency dilakukan apabila terjadi iskemia
rekuren atau bukti bahwa terjadI reokulsi setelah fibrinolisis berhasil.
Obat-obatan yang digunakan pada terapi STEMI sebagai berikut :
Golongan
Anti
platelet
Nama
Aspirin
Nama Dagang
Aspilet
Ascardia
(loading dose
162-325 mg
p.o
Maintenance :
75-162 mg/hari
)
Fungsi
Penghambat
COX -1
(Menggangu
siklus
cyclooxygenase,
menghambat
thromboxane A2
dan hambat
agregasi
trombosit)
Kontraindikasi
Varices esophagus
Trombositopenia
72 jam post operasi
besar dengan resiko
perdarahan
Perdarahan akut
Penyakit liver
terdekompenasasi
Kehamilan / 48
39
Anti
koagulan
Clopidogrel
CPG
(Loading dose
300-600 mg
p.o
75 mg/hari p.o
selama 12
bulan)
Unfractioned
Heparin
(UFH)
Lowmolecularweight
heparin
(LMWH)
Fondaparinux
Bivalrudin
Anti
tromboliti
k
Streptokinase
(Sk)
Alteplase
(tPA)
Penghambat
reseptor P2Y12
(Hambat
Adenosine 5Diphosphate
dengan reseptor
P2Y12 untuk
inisiasi agregasi
trombosit)
Mengkatalisis
anti-thrombin
(AT/AT III) dan
menyebabkan
inaktivasi
thrombin
Prolong aPTT
Arixtra (2,5
mg/sc/hari)
Hambat faktor
Xa indirek
Bivalrudin
Bolus IV 0,1
mg/kgBB
Dilanjutkan
infus 0,25
mg/kgBB/jam
1,5 juta U
dalam 100 mL
Dextrose 5%
atau NaCl
0,9% dalam
waktu 30-60
menit
Bolus 15 mg
Intravena 0,75 /
kgBB selama
30 menit,
dilanjutkan 0,5
mg / kgBB
selama 60
Hambat faktor
Xa direk
post partum
Diathesa
hemorragik
Hipertensi berat
Perdarahan
cerebrovascular
Ulkus aktif pada
gastrointestinal,
saluran napas, dan
saluran kemih
Operasi pada
system saraf pusat
Fasilitas
laboratorium yang
kurang
Pasien yang tidak
kooperatif
Kehamilan
Mengaktifkan
plasminogen
menjadi plasmin
dan
mendegradasi
fibrin
40
Anti
ischemic
Beta blockers
(Bisoprolol)
menit
Dosis total
tidak melebihi
100 mg
Concor
1.25 mg dan di
titrasi
Menurunkan
demand oksigen,
menurunkan laju
jantung,
kontraktilitas dan
tekanan darah
*Kontraindikasi
(tekanan darah
sistolik <90
mmHg,
bradikardia,
blockade
jantung, asma,
gagal jantung)
Kontraindikasi Relatif
TIA (Transcient Ischemic Attack) dalam 6
bulan terakhir
Pemakaian antikoagulan oral
Kehamilan / 1 minggu post-partum
neoplasma
Trauma operasi/ kepala berat dalam 3 minggu
terakhir
Perdarahan saluran cerna dalam 1 bulan
Resusitasi traumatic
terakhir
Penyakit perdarahan
Diseksi aorta
41
1. Berhenti merokok
Menyarankan pasien untuk berhenti merokok, dan menghindari ekspose asap rokok pada
lingkungan sehari-hari
2. Kontrol Tekanan darah.
Mengkontrol tekanan darah agar stabil < 140/90 mmHg atau < 130/80 mmHg pada
pasien dengan diabetes atau gagal ginjal kronis. Inisasi perubahan gaya hidup sehat pada
semua pasien (pengaturan berat badan dengan aktivitas fisik, hindari konsumsi rokok,
reduksi garam pada diet dan meningkatkan konsumsi buah-buahan). Mulai pemberian
beta blocker dana tau ACE inhibitor bila tekanan darah 140/90 mmHg atau 130/80
pada pasien dengan diabetes atau gagal ginjal kronik, lalu tambahkan thiazide atau yang
lain sesuai kebutuhan.
3. Managemen Lipid
Mengkontrol kadar lipid LDL-C <100 mg/dl dan non HDL-C (kolesterol total HDL-C)
<130 mg/dl pada pasien dengan trigliserid 200 mg/dl
Mulai diet dengan mengurangi makanan berlemak. Kolesterol 200 mg/dl per
Penyesuaian berat badan dengan BMI normal antara, 18,5 24,9 kg per m2 dengan
lingkar pinggang untuk wanita < 80 cm dan pria < 90 cm
6. Terapi antiplatelet dan antikoagulan
Mulai aspirin dengan dosis 75-162 mg/ hari pada semua pasien kecuali terdapat
kontraindikasi
Pemberian clopidogrel jangka panjang dengan dosis 75 mg/hari disarankan pada
pasien STEMI, tanpa mempertimbangkan apakah pasien mendapat terapi
7. ACE inhibitor
Pemberian ACE inhibitor di mulai pada pasien dengan LVEF < 40% dan pada pasien
dengan hipertensi, diabetes, atau gagal ginjal kecuali terdapat kontraindikasi
8. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Mulai pemberian ARB pada pasien yang intoleran terhadap ACEI dan pasien dengan
LVEF < 40%.
9. Aldosterone blockers
Mulai pemberian aldosterone blocker pada pasien tanpa disfungsi ginjal atau
hyperkalemia yang sudah mendapat dosis terapeutik dari ACEI dan beta blocker.
3.12 Komplikasi
1. Gagal Jantung
Dalam fase akut atau subakut setelah STEMI dapat terjadi disfungsi miokard, apabila terjadi
jejas ataupun obstruksi mikrovaskular terutama di dinding anterior. Hal ini dapat menyebabkan
43
kegagalan pompa dan berujung pada remodeling, yang dapat menjadi gagal jantung ditandai
dengan tanda-tanda seperti dyspnea, terdapat suara jantung ketiga, ronkhi pulmonal, dilatasi
ventrikel kiri dan berkurangnya fraksi ejeksi. Marker jantung berupa BNP (Brain Natriuretic
Peptide) mengindikasikan stress miokardium. Derajat gagal jantung setelah infark dapat dilihat
berdasarkan klasifikasi Killip (1 ; asimptomatik, 2; terdapat ronki basah kasar, distensi vena
jugularis, 3; edema paru, 4; syok kardiogenik)
2. Hipotensi
Jika tekanan darah sistolik menetap <90 mmHg, dapat terjadi karena hipovolemia atau
manifestasi dari iskemia miokard yang menyebabkan gangguan irama. Hipotensi berkelanjutan
dapat menyebabkan urin output berkurang, gangguan akut ginjal.
3. Kongesti Paru
Ditandai dengan adanya dyspnea dengan ronkhi basah paru dibasal. Didapati perbaikan dengan
pemberian diuretic atau vasodilator
4. Syok Kardiogenik
50% syok kardiogenik terjadi dalam 6 jam dan 75% dalam 24 jam. Tanda-tanda syok
kardiogenik seperti, hipotensi, bukti cardiac output rendah (takikardia saat istirahat), perubahan
status metal, olguria, ekstremitas dingin dan kongesti paru.
5. Aritmia
Aritmia dan gangguan konduksi jantung serig ditemukan dalam beberrapa jam pertama setelah
infark miokard. Awitan fibrilasi atrium sebesar 28%, ventrikel takikardia yang tidak belanjut,,
blok AV derajat tinggi 10% (30 detak permenit selama 5 detik), sinus bradikardi 7% dan henti
sinus sebesar 5% (5 detik). Aritmia yang terjadi setelah reperfusi awal dapat merupakan
manifestasi klinis akibat iskemia miokard, kegagalan pompa jantung, hipoksia, gangguan
elektrolit (hypokalemia) dan gangguan asam basa.
6.Perikarditis
44
Gejala pericarditis adalah rasa tajam terkait dengan postur dan pernapasan. Hilang dengan
pemberian aspirin dosis tinggi,parasetamol ataupun kolkhisin. Dapat muncul sebagai re-elevasi
segmen ST biasanya ringan dan progresif
7. Thrombus ventrikel kiri
Insidennya berkurang karena terapi reperfusi, obat-obatan antitrombotik. Penelitian menyatakan
bahwa hamper seperempat infar miokard anterior memiliki trombus ventrikel kiri yang dapat
terdeteksi. Pemberian anti koagulan pada pasien dengan abnormalitas gerakan dinding anterior
besar mengurangi terjadinya trombus mural.
DAFTAR PUSTAKA
45
Alwi, Idrus. 2006. Infark Miokard dengan ST Elevasi. Dalam: Sudoyono, W.A.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 17411742.
2 OGara PT, Kushner FG, Ascheim DD, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the
Management of ST-Elevation Myocardial Infarction: Executive Summary. American
Heart Asscociation [Internet]. 2012 Dec [cited 2015 Aug 19]; 127: 529-555. Availiable
from: http://circ.ahajournals.org/content/127/4/529.full
3 Cambridge Comunication Limited. Anatomi dan Fisiologi : Sistem Pernapasan dan
Kardiovaskular. Jakarta : EGC; 2002. p 29-35.
4 Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI [Internet]. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI ; 2015 [cited 2015 August 20]. Available from :
http://www.depkes.go.id/article/print/15021800003/situasi-kesehatan-jantung.html
5
7
8
9
10
11
12
13
14
46
47