BAB I .................................................................................................................................. 2
BAB II................................................................................................................................. 3
BAB III ............................................................................................................................... 9
BAB IV ............................................................................................................................... 12
Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu
mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan perolehan
data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat prevalensi global penderita DM pada
tahun 2012 sebesar 8,4 % dari populasi penduduk dunia, dan mengalami peningkatan menjadi
382 juta kasus pada tahun 2013. IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM
akan mengalami peningkatan menjadi 55% (592 juta) di antara usia penderita DM 40-59
tahun.
Indonesia merupakan negara urutan ke-4 jumlah penyandang DM terbanyak setelah
Cina, India, dan Amerika Serikat. Berdasarkan perolehan data Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) memprediksi jumlah penderita DM meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2030.
Sedangkan perolehan data Riskesdas tahun 2013, terjadi peningkatan prevalensi DM di 17
provinsi seluruh Indonesia dari 1,1% (2007) meningkat menjadi 2,1% di tahun 2013 dari total
penduduk sebanyak 250 juta.
Kenaikan jumlah penderita DM memiliki pengaruh besar pada peningkatan komplikasi
pada pasien diabetes yaitu neuropati, retinopati, ulkus kaki diabetik, nefropati, penyakit
makrovaskuler, dan mikrovaskuler. Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik
diabetes. Munculnya luka pada kaki diabetik ditandai dengan adanya luka terbuka (ulkus)
pada permukaan kulit sehingga mengakibatkan infeksi sebagai akibat dari masuknya kuman
atau bakteri pada permukaan luka.
Sebanyak 40-80% kaki diabetik mengalami infeksi, 14-20% memerlukan amputasi, 66%
mengalami kekambuhan, dan 12% memiliki risiko amputasi dalam 5 tahun setelah sembuh.
Kebanyakan pasien datang pada fase lanjut (Wagner III-V), dengan kecenderungan semakin
tinggi derajat ulkus semakin besar risiko amputasi. Keadaan ini berkaitan dengan
keterlambatan diagnosis dan konsultasi, penanganan yang tidak adekuat, serta luasnya
kerusakan jaringan. Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya luka kaki diabetik yang
meliputi, riwayat DM 10 tahun, perokok aktif, kadar glukosa darah yang tidak terkontrol,
polineuropati, trauma kaki, pengetahuan tentang penyakit DM yang kurang, tidak
maksimalnya kepatuhan dalam pencegahan luka, hiperlipidemia, dan penggunaan alas kaki
yang tidak tepat.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas pasien
Nama
: Tn. Anwar
Jenis kelamin
: Laki-laki
Usia
: 59 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Buruh
: 18 Agustus 2015
2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis, pada tanggal 24 Agustus 2015 pukul 07.30
Keluhan utama
Kaki nyeri 3 hari SMRS
Keluhan tambahan
Demam, lemas, luka mengaung bernanah kaki kiri, kedua kaki terasa tebal dan sering
kesemutan
Riwayat penyakit sekarang
OS datang ke IGD RSUD Karawang pada tanggal 18 Agustus 2015 pukul 16:46 WIB. OS
datang dengan keluhan kaki kiri nyeri 3 hari SMRS yang dirasa semakin memberat. Nyeri
kaki kiri dirasa saat istirahat. OS mengaku demam naik turun disertai rasa lemas sejak 2
hari SMRS. Terdapat luka mengaung bernanah dan jari manis kaki kiri menghitam 4 hari
SMRS. Awalnya kaki kiri bengkak 10 hari SMRS. Bengkak pada kaki tidak disertai
dengan warna kemerahan pada kulit dan perabaan yang hangat, kemudian muncul luka
mengaung bernanah, jari manis memucat, dan lama-kelamaan menghitam. Namun
sekarang bengkak kaki kiri sudah mengempes sejak 2 hari yang lalu. OS mengaku tidak
ada trauma tajam atau tumpul pada kaki sebelumnya. OS juga mengeluh kedua kakinya
terasa sedikit baal/ tebal dan sering kesemutan 1 tahun SMRS. OS mengaku berat
badannya turun 10kg dalam 3 tahun terakhir. Gejala klasik DM berupa polifagi,
polidipsi, dan poliuri disangkal.
Kesan gizi
Tanda vital
Tekanan darah
: 120/60 mmHg
Nadi
Pernapasan
Suhu
: 36,8o
Tanggal
24/8
25/8
26/8
27/8
28/8
31/8
1/9
2/9
4/9
Status generalis
RR
72x/m
20x/m
72x/m
20x/m
96x/m
20x/m
68x/m
24x/m
108x/m
28x/m
80x/m
24x/m
80x/m
20x/m
104x/m
24x/m
OS meninggal dunia
Suhu
36,8 o
37,8 o
37,9 o
37,5 o
38,9 o
37,5 o
37,4 o
38,3 o
Kepala
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thoraks
Inspeksi
: Bentuk normal, simetris, warna kulit sawo matang, ikterik (-), pucat (-),
sianosis (-), tidak tampak retraksi sela iga, gerakan pernapasan simetris kiri
dan kanan, tidak ada bagian hemithoraks yang tertinggal
Palpasi
: Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris, tidak ada bagian yang
tertinggal, vocal fremitus simetris kiri dan kanan baik di bagian dada
Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3
hingga ICS 5 linea sternalis kanan dengan suara redup, batas paru dan
jantung kiri setinggi ICS 5 1 cm medial linea midclavikularis kiri dengan
suara redup, batas atas jantung setinggi ICS 3 linea parasternalis kiri
Auskultasi : Paru
: Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
: BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
: Bentuk normal, mendatar, simetris, tidak buncit, warna kulit sawo matang,
ikterik (-), pucat (-), gerak dinding perut simetris, tidak ada yang tertinggal
: Bising usus 4x/menit
Perkusi
Palpasi
: Dinding abdomen supel, tidak ada retraksi maupun defense muskular, nyeri
tekan (-), nyeri lepas (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-), murphy
sign (-), ballotement (-), undulasi (-)
Ekstremitas
Atas
Bawah
Tangg
al
Hb
(mg/dl)
Leu
(/uL)
Tro
(/uL)
19/8
10,4
14.40
0
311.00
0
20/8
21/8
22/8
23/8
24/8
25/8
26/8
27/8
28/8
29/8
30/8
10
15700
31/8
1/9
9,1
9560
25100
0
177.00
0
Parameter
Ht (%)
Kr
(mg/dl)
30,5
Ur
(mg/dl
)
24,9
0,6
GDS
(mg/dl
)
216
29,5%
421
180
139
125
320
175
64
248
241
27,2%
255
33;
191;
12;
243
BT
CT
2
menit
10
menit
-
Foto
Deskripsi
Kesan
: AP Pedis
: Tampak gambaran lucent pada digit 4 pedis sinistra (gas gangren)
: Gangren pedis sinistra digit 4
Tatalaksana
7
25/8/15
27/8/15
29/8/15
31/8/15
1/9/15
2/9/15
2.8 Prognosis
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanasionam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
: Ad malam
BAB III
ANALISA KASUS
Berdasarkan anamnesis diperoleh data bahwa OS memiliki riwayat DM sejak 3 tahun
yang lalu. OS mengaku bahwa ia rutin kontrol ke poliklinik setiap obat habis dan rutin
konsumsi metformin setiap harinya. Terdapat penurunan BB dalam 3 tahun terakhir pada OS
tanpa sebab yang jelas merupakan salah kriteria gejala khas dari DM.
Pada tahun 2012 OS memiliki riwayat operasi katarak pada mata kanan. Katarak
adalah keadaan dimana lensa mata menjadi keruh yang dapat terjadi akibat hidrasi lensa atau
akibat denaturasi protein lensa. Pada DM terjadi akumulasi sorbitol pada lensa yang akan
meningkatkan tekanan osmotik dan menyebabkan cairan bertambah dalam lensa. Sedangkan
denaturasi protein terjadi karena stres oksidatif oleh ROS yang mengoksidasi protein lensa.
OS mengeluh kedua kakinya terasa tebal dan sering kesemutan dalam 1 tahun
terakhir. Namun rasa tebal tidak membuat OS kehilangan sensasi akan kakinya sepenuhnya.
Hal ini merupakan gejala dari neuropati. Neuropati diabetikum merupakan salah satu
komplikasi kronis paling sering ditemukan pada penderita DM. Hingga saat ini patogenesis
ND belum seluruhnya diketahui dengan jelas. Namun demikian dianggap bahwa
hiperglikemia persisten merupakan faktor primer. Hiperglikemia persisten menyebabkan
aktivasi jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase, yang merubah
glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi
fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf melalui
mekanisme yang belum pasti. Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol
dalam sel saraf menyebabkan keadaan hipertonik intraselular sehingga mengakibatkan edem
saraf.
Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel
saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stres
osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC).
Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na K-ATP-ase, sehingga kadar NA intraseluler
menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf
sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal pada saraf.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf yang
merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH merupakan faktor
penting untuk glutathion dan nitric oxidase synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut
membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric
9
10
Terdapat luka mengaung bernanah dan jari manis kaki kiri yang menghitam sejak 4
hari SMRS. Awalnya luka mengaung bernanah hanya di permukaan, jari manis memucat, dan
lama kelamaan menjadi menghitam. OS mengaku tidak ada trauma tajam atau tumpul pada
kaki sebelumnya. Hal ini terjadi akibat komplikasi makrovasklar dari DM berupa
terganggunya aliran darah ke perifer. Penyumbatan pada pembuluh darah mengakibatkan
hantaran oksigen pada jaringan berkurang yang menyebabkan bakteri-bakteri anaerob
tumbuh dengan subur dan infeksi semakin menyebar. Bakteri anaerob akan bekerja secara
sinergis dalam pembentukan gas yang kemudia akan menjadi gas gangren. Gangren diabetik
berupa luka kehitaman karena sebagian besar jaringannya telah mati. Terbentuknya gas
gangren didukung dengan gambaran radiologis OS berupa gambaran lucent pada digit 4 pedis
sinistra.
Keluhan kaki kiri nyeri 3 hari SMRS yang dirasa semakin memberat. Nyeri kaki kiri
dirasa saat istirahat. Gejala berupa nyeri saat istirahat biasanya dirasa pasien apabila telah
terjadi iskemia pada pembuluh darah yang dapat didiagnosis berdasarkan Ankle Brachial
Index (ABI).
OS mengaku demam naik turun disertai rasa lemas sejak 2 hari SMRS yang didukung
dengan pemeriksaan suhu setiap harinya yang mencapai febris dikarenakan kemungkinan
terjadinya sepsis pada OS. Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik dengan etiologi
mikroba yang terbukti atau dicurigai. Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda
disfungsi organ hipotensi, hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan
perubahan status mental. Selain terpenuhinya kriteria SIRS pada OS dan dicurigai aetiologi
sepsis berasal dari ulkus diabtekum, pada OS juga ditemukan adanya hipotensi dan
penurunan kesadaran berupa somnolen pada follow up menjelang hari akhir pasien
meninggal. Sepsis pada DM dapat terjadi karena fungsi dari leukosit yang terganggu dan
tingginya kadar glukosa darah yang menjadi media untuk pertumbuhan bakteri.
11
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1
Diabetes Mellitu
4.1.1
4.1.2
II
III
IV
4.1.3
pemeriksaan
glukosa
dengan
cara
enzimatik
dengan
bahan darah plasma vena. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa
glukosa darah kapiler. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan
penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/
tanda DM, sedankan emeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka
yang tidak bergejala, yang memiliki risiko DM.
PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan
ada tidaknya gejala khas DM. Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan
glukosa abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun
apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan
13
2
3
4.1.4
200
140199
<140
DM
TGT
Norma
l
14
4.1.5
a.
b.
c.
d.
e.
Gejala khas DM
Poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas
Gejala tidak khas DM
Lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
(pria), dan pruritus vulva (wanita)
f.
g.
h.
i.
j.
4.1.6
4.1.7
Baik
Sedang
Buruk
80 100
80 144
< 6,5
< 200
< 100
> 45
< 150
18,5 23
130/ 80
100 125
145 179
6,5 8
200 239
100 129
126
180
8
240
130
150 199
23 25
130 - 140/
80 - 90
200
> 25
140/ 90
nonketotik
Komplikasi kronis
Makroangiopati
Penyakit serebrovaskular
Ulkus diabetikum
Mikroangiopati
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
Disfungsi ereksi
Neuropati
Neuropati perifer
Neuropati otonom
Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan
akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki.
4.2
Ulkus Diabetikum
19
Klasifikasi Wagner
Grade 1 : Ulkus superfisial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit
Grade 2 : Ulkus dalam tanpa terlibat tulang / pembentukan abses.
Grade 3 : Ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomielitis
Grade 4 : Tukak dengan Gangren lokal
Grade 5 : Tukak dengan Gangren luas / melibatkan keseluruhan kaki
Klasifikasi Liverpool
Klasifikasi primer :
- Vaskular
- Neuropati
- Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder :
- Tukak sederhana, tanpa komplikasi
- Tukak dengan komplikasi
P- Perfusion (perfusi)
Derajat 1 : Tidak ada gejala maupun tanda penyakit arteri perifer pada kaki yang
terkena, dikombinasi dengan :
- Arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior yang teraba, atau
- ABI 0,9 1,10, atau
- TBI > 0,6, atau
- Tekanan Oksigen Transkutan (TcPO2) > 60mmHg
Derajat 2 : Gejala atau tanda penyakit ateri perifer, namun belum mencapai critical
limb ischemia (CLI)
- Adanya klaudikasio intermiten
- ABI < 0,9, namun tekanan ankle > 50 mmHg, atau
- TBI < 0,6, namun tekanan darah sistolik ibu jari > 30 mmHg, atau
- TcPO2 30-60 mmHg, atau
- Ada kelainan pada uji noninvasif yang sesuai dengan penyakit arteri perifer tapi
bukan merupakan suatu CLI
Derajat 3 : CLI
- Tekanan sistolik ankle < 50 mmHg, atau
- Tekanan sistolik ibu jari < 30 mmHg, atau
- TcPO2 < 30 mmHg
E-Extent (ukuran)
Ukuran luka dalam sentimeter persegi
D - Depth (kedalaman)
- Derajat 1 : Ulkus superfisial yang tidak menembus jaringan di bawah dermis
- Derajat 2 : Ulkus dalam, menembus lapisan di bawah dermishingga ke subcutan,
fascia, otot, atau tendon
- Derajat 3 : Meliputi seluruh lapisan jaringan pada kaki, termasuk tulang dan/
atau sendi (tulang terpapar, probing mencapai tulang)
I - Infection (infeksi)
- Derajat 1 : Tidak ada tanda atau gejala infeksi
- Derajat 2 : Infeksi hanya melibatkan kulit dan jarigan subkutan (tanpa
keterlibatan jaringan yang terletak lebih dalam dan tanpa disertai
tanda sistemik). Setidaknya terdapat dua temuan dibawah ini :
- Pembengkakan atau indurasi lokal
- Eritema 0,5 2 cm disekitar ulkus
- Nyeri lokal
- Hangat pada perabaan lokal
- Duh purulen, penyebab inflamasi lain harus disingkirkan
21
- Derajat 3 : Eritema > 2 cm ditambah salah satu temuan diatas, atau adanya
infeksi yang melibatjan struktur dibawah kulit dan jaringan subkutan,
misalnya abses, osteomyelitis, artritis septik, maupun fasciitis. Tidak
ditemukan tanda respon inflamasi sistemik.
- Derajat 4 : Infeksi kaki dengan tanda sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS)
S-Sensation (sensasi) :
- Derajat 1 : Tidak ada kehilangan sensasi protektif pada kaki yang terkena
- Derajat 2 : Terdapat kehilangan sensasi protektif pada kaki yang terkena. Dalam
hal ini berarti terdapat kehilangan persepsi pada salah satu
pemeriksaan dibawah ini :
a. Tidak adanya sensasi tekanan pada pemeriksaan monofilamen 10g
pada 2 dari 3 titik plantar pedis
b. Tidak adanya sensasi getar pada pemeriksaan garpu tala 128Hz/
ambang vibrasi > 25V. Pemeriksaan dilakukan di regio hallux.
4.2.3 Tanda dan Gejala
Neuropati
- Gangguan sensorik
- Perubahan trofik kulit
- Ulkus plantar
- Pulsasi teraba
- Atrofi degeneratif (sendi Charcot)
- Sepsis
Iskemia
- Nyeri saat istirahat
- Riwayat klaudikasio intermitten
- Pulsasi melemah
- Sepsis
22
Neuropati
Motorik
Deviasi
koordinasi dan
postural
Angiopati
Sensorik
Berkurangnya
sensasi nyeri &
proprioseptif
Deformitas kaki,
stres and shear
pressure
Otonom
Berkurangnya
keringat
Mikroangiopati
Perubahan
regulasi
aliran darah
Trauma
- Alas kaki yang tidak adekuat
- Tidak patuh terhadap terapi
- Tidak menyadari pentingnya
pencegahan
- Kurangnya edukasi
Penyakit
vaskuler
perifer
Iskemia
Gangren
Trauma
Ulkus Pedis
Infeksi
Amputasi
trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah ( 45 mg/dl). Kadar trigliserida
150 mg/dl, kolesterol total 200 mg/dl dan HDL 45 mg/dl akan mengakibatkan
buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera
jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi
adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan
menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah
menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis
pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari
ujung kaki atau tungkai.
e. Kebiasaan Merokok
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok 12 batang per hari mempunyai
risiko 3x untuk menjadi ulkus diabetikum dibandingkan dengan penderita diabetes
mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung
di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi
penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga
lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah
timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga
aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.
f. Ketidakpatuhan Diet Diabetes Mellitus
Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat penting dalam
pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal
sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetikum. Kepatuhan
diet penderita diabetes mellitus mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu
mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan
diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan
sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah.T
g. Kurangnya Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah,
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga
akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka
akan mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali
25
Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan
luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus
dan jarongan fibrotik. Jaringan mati dibuang sekitar 2-3mm dari tepi luka ke jaringan
sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu
proses penyembuhan luka.
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik,
enzimatik, kimia, mekanis, dan biologis. Metode surgical, autolitik, dan kimia hanya
membuang jaringan nekrosis (debridement selektif), sedanMgkan mentode mekanis
membuang jaringan nekrosis dan jaringan hiduo (debridement non selektif).
Debridement enzimatis mengunakan agen topikal yang akan merusak jaringan
nekrotik dengan enzim proteolitik seperti papain, kolagenase, fibrinolisin-Dnase,
papain-urea, streptokinase, streptodomase, dan tripsin. Agen topikal diberikan pada
luka segari sekali, kemudian dibungkus dengan balutan tertutup. Penggunaan agen
topikal tersebut tidak memberikan keuntungan tambahan dibanding perawatan terapi
standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas secara umum diindikasikan untuk
memperlambat ulserasi dekubirus pada kaki dan pada luka dengan perfusi arteri
terbatas.
Debridement mekanis mengurangi dan membuang jaringan nekrotik pada
dasar luka. Teknik debridement mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa
basah-kering. Setelah kain kasa basah dilekatkan pada dasar luka dan dibiarkan
sampai mengering, debris nekrotik menempel pada kasa dan secara mekanis
terkelupas dari dasar luka ketika kasa dilepaskan.
Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu
komponen penanganan ulkus diabetes. Ulseras biasanya terjadi pada area telapak kaki
yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan salah satu cara yang ideal untuk
mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan.
Penanganan infeksi
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan infeksi
pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus diabetes, maka
diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap. Diagnosis infeksi
terutama berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, perabaan lunak,
27
hangat, dan keluarnya nanah dari luka. Penentuan derajat infeksi menjadi sangat
penting. Menurut The Infectious Diseases Society of Americamembagi infeksi
menjadi 3 kategori, yaitu :
- Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2cm
- Infeksi sedang : apabila didapatkan eritema > 2cm
- Infeksi berat : apabila didapatkan geala infeksi sistemik
Penelitian mengenai pengunaan antibiotika sebagai terapi ulkus diabetes masih
sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman klinis. Terapi antibiotik
harus didasarkan oada hasil kultus bakteri dan kemampuan toksisitas antibiotika
tersebut.
Pada infeksi ringan dan sedang dapat dirawat di poliklinik dengan pemberian
antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin, atau
clindamycin. Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba,
seperti staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas, enterokokus,
dan bakteri anaerob. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan
pemberian antibiotika yang mencakup gram positif dan gram negatif, serta aerob dan
anaerob. Pilihan antibiotika untuk infeksi berat meliputi imipenem-cilastatin, Blactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilin-tazobactam), dan cephalosporin
spektrum luas.
Perawatan luka
Penggunaan balutan yang efektif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk
memastikan penanganan ulkus idabetes yang optimal. Pendapat mengenai lingkungan
sekitar luka yang bersih dan lembab telah diterima lus. Keuntungan pendekatan ini
yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan
memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel target, Pendapat yang
menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat meningkatkan kejadian infeksi tidak
pernah ditemukan.
Balutan basah-kering dengan normal salin menjadi standar baku perawatan
luka. Selain itu dapat digunakan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), dimana
akan meningkatkan penyembuhan luka PDGF yang akan menstimulasi kemotaksis
dan mitogenesis neutrofil, fibroblast, dan monosit pada proses penyembuhan luka.
28
29
DAFTAR PUSTAKA
1.
2. Inzucchi SE, Bergenstal RM, Buse JB, Diamant M. Ferrannini E, dan Nauck M.
Management of hyperglycemia in type 2 diabetes: a patient-centered approach,
position statement of the American Diabetes Association (ADA) and the European
Assosiation for the Study of Diabetes (EASD). Diabetes Care. 2012; 35(6): 1364-79
3. Eckel RH. The metabolic syndrome. Dalam : Longo DL. Kasper DL, Jameson JL,
Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo JL (penyunting). Harrisons principles of internal
medicine Edisi ke-18. New york: McGraw Hill: 2012
4. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.
Diabetes care. 2013 : (Supp1): 35-6
5. American Diabetes Association. Executive Summary: Standards of medical care in
diabetes. 2012. Diabetes care 2012: 35(Suppl1)
6. Grotzke M, Jones RE. Diabetes mellitus. Dalam: Mcdermont MT. Endocrine secrets.
Edisi k e-5.Philladelpia: Mosby El sevier. 2009
7. IDF. Guidline on self monitoring of blood glucose in non- insulin treated type 2
Diabetes. International Diabetes Federation; 2009
8.
30