Anda di halaman 1dari 9

STATUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON

Hari/Tanggal : Jumat/12 Juni 2017


Nama : Yola Astri Arsanti
NIM : 1102013311
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Link. Acing 001/005
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Status : Menikah

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Kulit menghitam serta terasa gatal dan perih pada kaki sudah 1,5 bulan.

Keluhan Tambahan :
Tidak ada keluhan tambahan.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 2 tahun yang lalu, pasien mengalami varises vena pada tungkai bawah
sebelah kiri. Keadaan ini diperparah dengan pekerjaan pasien yaitu sebagai security di
sebuah hotel, dimana pekerjaannya tersebut menuntut pasien untuk terus berdiri
selama lebih dari 6 jam sehari.
Setahun kemudian, pasien mengeluhkan kulitnya terasa gatal di sekitar daerah
varises tersebut. Pasien lalu menggaruk sampai akhirnya muncul lecet pada daerah
tersebut. Pasien berobat dan diberikan terapi cetirizine dan salep betametasone.
Keluhan membaik dan sekarang tersisa bekas lukanya saja.
1,5 bulan SMRS pasien kembali merasakan keluhan yang sama seperti setahun
yang lalu. Pasien merasakan kulit kakinya gatal dan digaruk terus menerus sehingga
lecet. Terdapat patch hiperpigmentasi dengan penebalan dan ada ulkus. Pasien
merasakan lukanya perih, terutama bila terkena air. Akhirnya pasien memutuskan
untuk datang ke poli penyakit kulit dan kelamin RSUD Cilegon pada tanggal 12 Juni
2017.

Pengobatan yang pernah didapat :


- Cetirizine 10 mg tab 1 x sehari 1 tab
- Betamethasone cr 0,1% 2 x sehari oles

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Pasien pernah mengalami keluhan serupa 1 tahun yang lalu
- Riwayat atopi (+)

1
- Riwayat alergi makanan (-)
- Riwayat alergi obat (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan gejala yang sama
- Riwayat atopi (-)
- Riwayat alergi makanan (-)
- Riwayat alergi obat (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
- Tekanan Darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Nadi : 80 x/menit
- Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Respirasi : 20 x/menit
- Berat Badan : 75 kg
- Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
- Kesadaran : Compos mentis
- Kepala : Dalam batas normal
- Leher : Dalam batas normal
- Mulut : Dalam batas normal
- Thoraks : Dalam batas normal
- Abdomen : Dalam batas normal
- Ekstremitas : Dalam batas normal

B. Status Dermatologik
- Lokasi I : Regio cruris medialis
- Efloresensi : Patch hiperpigmentasi, plakat, dengan likenifikasi, ulkus
pedis, dan varises (+)

IV. DIAGNOSIS BANDING


1. Dermatitis stasis
2. Neurodermatitis
3. Dermatitis numularis

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi Doppler

2
VI. DIAGNOSA KERJA
Dermatitis stasis

VII. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
- Topikal
Co amoxiclav 625 mg tube 2 x sehari oles
Pibaksin oint 10 gr tube 2 x sehari oles
Betamethasone cr 0,1% 2 x sehari oles

- Sistemik/Oral
Cetirizine 10 mg tab 1 x sehari 1 tab

B. Anjuran/Saran
1. Tungkai dinaikkan waktu tidur dan waktu duduk.
2. Bila tidur, kaki diangkat di atas permukaan jantung selama 30 menit,
dilakukan 3 hingga 4 kali sehari untuk mengurangi edema dan memperbaiki
mikrosirkulasi.
3. Saat beraktivitas, dianjurkan menggunakan kaos kaki penyangga varises atau
pembalut elastis.

VIII. PROGNOSIS
- Ad Vitam : Ad bonam
- Ad Sanationam : Dubia ad bonam
- Ad Functionam : Ad bonam

3
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Dermatitis stasis adalah penyakit peradangan pada kulit tungkai bawah yang
disebabkan insufisiensi dan hipertensi vena yang bersifat kronis. (1)

1.2 Epidemiologi
Umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun, dan jarang mengenai individu berusia
kurang dari 40 tahun, kecuali pada kondisi insufisiensi vena yang disebabkan trauma,
tindakan pembedahan, atau trombosis. Lebih sering dialami oleh perempuan
dibandingkan laki-laki. Hal ini sepertinya berhubungan dengan peningkatan tekanan
vena pada tungkai bawah yang dialami perempuan selama kehamilan.(1)

1.3 Etiopatogenesis
Terdapat beberapa teori yang dikemukakan para ahli dalam menjelaskan
patogenesis dermatitis stasis, diantaranya adalah teori hipoksia dan teori selubung
fibrin.(1)
a. Teori hipoksia/teori stasis
Insufisiensi vena akan menyebabkan aliran balik (backflow) darah dari vena
profunda ke vena superfisial pada tungkai bawah, sehingga terjadi pengumpulan
(pooling) darah dalam vena superfisial. Terkumpulnya darah dalam vena superfisial
akan menyebabkan aliran darah di dalamnya melambat dan tekanan oksigen di
dalamnya menurun sehingga pasokan oksigen untuk kulit di atas sistem vena
tersebut menurun dan terjadi hipoksia.(1)
Namun hipotesis tersebut telah terbantahkan dengan ditemukannya bukti yang
bertolak belakang, yaitu pengumpulan darah pada vena superfisial justru
menyebabkan peningkatan aliran darah dan kadar oksigen di dalamnya. Dengan
penemuan tersebut, pada awalnya para ahli memikirkan adanya pintas arteri-vena
(arterio-venous shunt) sebagai penyebab peningkatan aliran darah, namun hingga
saat ini tidak pernah ditemukan bukti adanya pintas arteri-vena pada kasus
insufisiensi vena, sehingga teori hipoksia kemudian ditinggalkan.(1)

b. Teori selubung fibrin (fibrin cuff)


Endapan fibrin perikapiler sebagai penyebab kerusakan jaringan pada
dermatitis stasis. Menurut teori ini, peningkatan tekanan vena yang terjadi pada
insufisiensi vena akan menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatis dalam
mikrosirkulasi dermis. Peningkatan tekanan hidrostatis akan menyebabkan
permeabilitas pembuluh darah kapiler dalam dermis meningkat, sehingga
memungkinkan ekstravasasi makromolekul, termasuk fibrinogen. Polimerasi
fibrinogen yang keluar dan terkumpul di sekitar pembuluh darah menghasilkan
selubung fibrin perikapiler, yang menghalangi pasokan oksigen dan nutrisi ke dalam
dermis, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan jaringan kulit. Faktor lain yang
mempermudah terbentuknya fibrin perikapiler adalah penurunan aktivitas
fibrinolisis.(1)
Lekosit akan terperangkap pada pembuluh darah yang diselubungi endapan
fibrin, kemudian teraktivasi dan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi dan
growth factor, yang memicu proses peradangan dan fibrosis pada dermis.(1)

4
1.4 Manifestasi Klinis
Secara klinis biasanya terlihat:
- Edema pada pergelangan kaki. Hal ini disebabkan kebocoran plasma ke jaringan
ekstrasisial karena meningkatnya permeabilitas kapiler sebagai komplikasi dari
varises kronis.
- Pigmentasi stasis atau hiperpigmentasi. Purpura hiperpigmentasi kecoklatan atau
berwarna merah kehitaman pada tungkai bagian bawah yang disebabkan ekstravasasi
hemosiderin sel darah merah ke dalam dermis, hal ini bersifat permanen dan
asimtomatis.

Gambar 1. Hiperpigmentasi dengan varises vena dan ekstravasasi


hemosiderin memberikan warna merah kecoklatan.

- Prurity patch yang bermula dari medial tungkai bawah dan ankle yang progresif. Hal
ini dapat berupa inflamasi akut maupun eksaserbasi akut. Hal ini disebabkan karena
pada bagian medial tungkai bawah merupakan watersher area dari pembuluh vena
yang mempunyai perdarahan yang buruk dibanding pada bagian bawah. Bagian ini
selalu terkena dampak dari hipertensi vena.
- Stocking erytoderma. Hal ini disebabkan nekrosis dari lemak di bawah kulit akibat
dermatitis statis yang tak tertangani pada stadium awal sehingga area lesi meluas
yang akhirnya melingkar pada tungkai bawah. Seringkali lesi meluas ke bagian
superior sampai ke arah tumit.
- Ulserasi dan likenifikasi, kondisi seperti dermatitis lainnya dapat terjadi akibat dari
ekskoriasi yang berulang. Erosi pada kulit dapat terjadi apabila terjadi trauma yang
dalam. Likenifikasi umumnya terjadi karena garukan dengan tungkai maupun dengan
tumit sebelahnya terutama saat pasien duduk.

Gambar 2. Dermatitis stasis dengan likenifikasi.

- Purpura dan ekimosis, Umumnya terjadi akibat trauma saat lesi digaruk dan dari
edema tungkai.
- Lipodermatosclerosis, kelainan ini terdiri dari inflamasi pada dermis dan subkutis
akibat fibrosis. Dapat ditemukan pada dermatitis stasis yang lama (kronis) maupun

5
sebagai tanda manifestasi awal. Awal dari lipodermatosklerosis tungkai seperti
kemerahan dan tegang dan sangat nyeri. Pada stage kronis didapatkan gambaran
inverted champagne bottle, dengan garis parut seperti terikat, dan hiperpigmentasi,
serta edema tanpa sklerotik pada bagian atas dari tungkai yang terkena.(2)

Gambar 3. Inverted champagne bottle pada lipodermatosklerosis.

1.5 Diagnosis
a. Anamnesis:
Keluhan awalnya kemerahan pada kulit dan sedikit bersisik, setelah beberapa
minggu atau bulan warna kulit menjadi cokelat gelap, selain itu timbul penumpukkan
darah dan terjadi bengkak. Pasien juga merasakan kaki seperti diikat kencang dan
terasa nyeri.(2)
Faktor resiko dermatitis stasis pada pasien meliputi faktor risiko varises yang
meliputi: Usia > 50 tahun, wanita multi para, obesitas, lebih banyak berdiri, penyakit
metabolik dan gangguan jantung-pembuluh darah.(3)
b. Predileksi
Pada tungkai bawah, dimana bagian tungkai bawah adalah tempat tersering
terjadinya kelainan vena.(2)
c. Pemeriksaan Fisik
Adanya varises dengan patch hiperpigmentasi dengan hemosiderosis disertai
likenifikasi tertutup skuama tebal dan krusta kadang disertai ulcus berbentuk
melingkar pada pergelangan kaki memberikan gambaran stocking erytrodherma
sering disertai edema dan ekomisis pada bagian distal yang memberikan gambaran
inverted champagne bottle serta didapatkannya ulserasi.(2)
d. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi/Doppler untuk melihat adanya perubahan (dilatasi) vena yang
dalam, trombosis atau gangguan katup. Pada pemeriksaan histologis akan ditemukan
adanya tanda-tanda inflamasi, agregasi hemosiderin di dermis atau penebalan
arteriol/venula.(2)

1.6 Diagnosis Banding


a. Dermatitis stasis
b. Neurodermatitis
c. Dermatitis numularis

6
Neurodermatitis Dermatitis stasis Dermatitis
numularis
Pada usia dewasa Pada usia lebih dari Pada usia dewasa
Insidensi (30-50 tahun) 50 tahun (55-65 tahun)
Lebih banyak pada Pada wanita lebih Lebih sering terjadi
wanita banyak pada pria
Tidak biasa
ditemukan pada anak
Dimana saja: - Maleolus lateral - Tungkai bawah
- Tengkuk, - maleolus medial - badan
- samping leher, - menjalar ke - lengan, termasuk
- lengan bagian dorsum pedis dan punggung tangan
ekstensor, bawah lutut
Letak lesi - pubis, vulva,
skrotum,
- lutut,
- tungkai bawah
- pergelangan
kaki,
- punggung kaki
Bercak merah Bercak merah Bercak merah yang
kehitaman yang kehitaman yang disertai gatal
Keluhan gatal terutama pada gatal terutama pada
utama malam hari malam hari
Disertai edema Disertai edema dan
varises
- Plak eritem - Lesi merah - Lesi mata uang
dengan sedikit kehitaman, eritem logam koin atau
edem yang - Skauma sedang agak lonjong,
UKK menghilang - Varises berbatas tegas,
secara perlahan - Likenifikasi dan eritem
- Berskauma tebal hiperpigmentasi - Papulovesikel,
- Likenifikasi dan biasanya mudah
hiperpigmentasi pecah sehingga
basah

1.7 Penatalaksanaan
Dalam pengobatan dermatitis stasis diberikan pengobatan kausatif dan simtomatis.
Pengobatan kausatif berupa penanganan pada sumbatan vena dapat melalui terapi
sederhana maupun dengan operasi, sedangkan simtomatis dapat menggunakan terapi
obat sistemik dan topikal.(2)
Sistemik
a) Pada kasus ringan dapat diberikan anti histamine, atau dapat dikombinasikan
dengan anti serotonin, anti bradikinin, dan sebagainya. Hidroksizin hidroklorida
10-50 mg setiap 6 jam bilamana perlu.(4)
b) Obat dermatitis yang utama adalah kortikosteroid. Kortikosteroid merupakan
hormon steroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal yang pembuatan bahan
sintetik analognya telah berkembang dengan pesat. Terutama diberikan pada
penyakit kasus akut dan berat.(4)

7
c) Antibiotik diperlukan apabila terdapat infeksi sekunder.(5)

Topikal
Terdapat beberapa prinsip umum terapi topikal:
a) Dermatitis akut/ basah harus diobati secara basah (kompres terbuka), bila
subakut diberikan losio (bedak kocok), krim (terutama pada daerah berambut),
dan apabila kronik/kering diberikan zalf.
i) Kompres, pertama-tama menggunakan kompres dingin dengan air keran
dingin atau larutan burrow untuk lesi-lesi eksudatif dan basah. Kenakan
selama 20 menit tiga kali sehari. Hindari panas di sekitar lesi.(5)
ii) Losio topikal yang mengandung mentol, fenol, atau premoksin
sangat berguna untuk meringankan rasa gatal sementara, dan tidak
mensensitisasi, tidak seperti benzokain dan difenhidramin. Obat-obatan
bebas yang dapat digunakan antara lain lasio atau obat semprot sarna dan
lasio Prax Cetapil dengan mentol 0,25% dan fenol 0,25%. (4)
iii) Kortikosteroid topikal, berguna bila daerah yang terkena tidak terlampau
luas atau bila kortikosteroid oral merupakan kontraindikasi. Pada
serangan akut dapat mengunakan steroid sedang sampai kuat (potensi
sedang: mometasone 1% 2 kali sehari).(6)
b) Makin berat atau akut penyakitnya, dapat dikombinasi dengan obat topikal
jenis lain sesuai simtomnya.(4)

1.8 Komplikasi
Dermatitis stasis dapat mengalami komplikasi berupa ulkus di atas maleolus
disebut ulkus venosum atau ulkus varikosum, dapat pula mengalami infeksi sekunder,
misalnya selulitis. Dermatitis stasis dapat diperberat karena mudah teriritasi oleh bahan
kontakan.(4)

1.9 Prognosis
Dermatitis stasis sering merupakan penyakit dengan kondisi jangka panjang
(kronis). Kita bisa meminimalkan gejala dengan mengendalikan kondisi dan
pembengkakan.(7)

1.10 Kesimpulan
Telah dilaporkan Tn. D umur 50 tahun, datang ke poli penyakit kulit dan
kelamin RSUD Cilegon dengan keluhan kulit menghitam serta terasa gatal dan perih
pada kaki sudah 1,5 bulan. Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan serupa
setahun yang lalu. Pasien berobat dan diberikan terapi cetirizine dan salep
betametasone. Keluhan membaik dan sekarang tersisa bekas lukanya saja. Keluhan ini
diawali dengan terjadinya varises vena pada tungkai bawah sebelah kiri sejak 2 tahun
yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan patch hiperpigmentasi dengan penebalan dan
ada ulkus. Pasien merasakan lukanya perih, terutama bila terkena air. Diagnosis
pasien adalah dermatitis stasis, dan akan diberi terapi berupa cetirizine 10 mg tab
diminum 1 x sehari 1 tab, salep mometasone 1% dioles 2 x sehari, dan Nacl 0,9% 500
ml untuk mengompres luka.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Shannaz Nadia Yusharyahya dan Sri Adi Sularsito. Dermatitis Stasis. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: 2015. Hal 188-189.

2. Rudikoff D, Steven RC, Scheinfeld N. 2014. Atopic Dermatitis and Eczematous


Disorders. United States of America : CRC Press.

3. PERDOSKI. 2011. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI.

4. Craft N, Lindy P, Fox, Lowell A, Goldsmith, et al. 2013. VisualDx: Essential Adult
Dermatology (VisualDx: The Modern Library of Visual Medicine). Visual Dx.

5. Lyons F, Ousley Lisa. 2015. Dermatology for the Advanced Practice Nurse. New
York: LLC.

6. Jean L. Joseph L, Ronald P. 2003. Dermatology. United States of America: Elseviers


Health Service Philadelphia.

7. Davey P., 2003. At a Glance Medicine. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai