LAPORAN KASUS
: Tn. M
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 63 tahun
Pekerjaan
: Pensiunan
Status Pernikahan
: Menikah
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Kalinegoro, Magelang
Tanggal Periksa
: 19 Agustus 2015
I.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 19 agustus 2015.
I.2.1. Keluhan Utama
Bercak berwarna putih pada lengan kanan, punggung kanan bawah, dan tungkai
bawah kanan
I.2.2. Keluhan Tambahan
Tidak ada
I.2.3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RST dr.Soedjono Magelang tanggal 19
Agustus 2015 dengan keluhan terdapat bercak berwarna putih pada lengan kanan, punggung
kanan bawah dan tungaki bawah kanan. Keluhan sudah dialami pasien sejak 1 tahun yang
lalu. Keluhan awalnya terdapat bercak berwarna putih di punggung kanan bawah sebesar
uang logam, namun semakin lama semakin bertambah besar dan melebar. Keluhan bercak
berwarna putih tersebut menyebar ke bagian lengan serta tungkai bawah. Keluhan bercak
1
putih tersebut tidak gatal dan tidak gatal pada saat berkeringat. Pasien berobat dengan alasan
ketidaknyaman saja karena bercak putih tersebut dirasakan bertambah banyak dan melebar.
Pasien belum pernah mengobati keluhannya tersebut. Pasien terkadang menggunakan pakaian
berlapis dan tidak menyerap keringat.
I.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ada. Pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama 1 tahun yang lalu. Riwayat
DM, Hipertensi, penyakit sistemik lainnya disangkal.
I.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan yang sama dengan pasien disangkal, riwayat DM, Hipertensi, dan penyakit
sistemik lainnya disangkal.
I.2.6. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mengobati keluhan tersebut sebelumnya.
I.2.7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang pensiunan. Tampak keadaan ekonomi sedang. Pasien menggunakan
jaminan kesehatan BPJS.
I.2.8. Riwayat Kebiasaan
Pasien terkadang memakai pakaian berlapis dan tidak menyerap keringat.
I.3. Pemeriksaan
Kesadaran
: Compos Mentis
Keadaan Umum
: Baik
Status Generalisata
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
: Tekanan darah
: tidak dilakukan
Nadi
: 92x/ menit
RR
: 20x/ menit
Suhu
: afebris
Mata
THT
: Telinga
Hidung
Tenggorokan
Thorax
: Paru
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
Status Dermatologikus
Lokasi
Efloresensi
LOKASI
Lengan kanan
EFLORESENSI
Macula
GAMBAR
Hipopigmentasi
Skuama halus
Punggung
Macula
kanan bawah
Hipopigmentasi
Tungkai
Skuama halus
Macula
bawah kanan
Hipopigmentasi
Skuama halus
3. Beracak berwarna putih awalnya berukuran sebesar uang logam, namun semakin lama
semakin bertambah besar dan menyebar.
4. Keluhan tidak disertai gatal
5. Pasien berobat dikarenakan ketidakyamanan
6. RPD : riwayat keluhan yang sama (+) 1 tahun yang lalu, riwayat penyakit sitemik lain
disangkal
7. RPK: riwayat dengan keluhan serupa dan riwayat penyakit sistemik lainnya disangkal
8. RPO : belum pernah mengobatai keluhannya tersebut
9. RSosEk : pesiunan, keadaan ekonomi sedang, menggunakan jaminan kesehatan BPJS
10. RK : terkadang menggunakan pakaian berlapis dan tidak menyerap keringat
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal
2. Pemeriksaan satus dermatologikus :
Lokasi
: lengan kanan, pungung kanan bawah, tungkai bawah kanan
Efloresensi
: macula hipopigmentasi, skuama halus
I.6. Diagnosis Banding
1. Pitiriasis Versikolor : penyakit jamur superfisial yang kronik, berupa bercak berskuama
halus yang bewarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadangkadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher muka dan kulit kepala
yang berambut. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak hipopigmentasi sampai
hiperpigmentasi, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas dan difus. Di atas lesi
terdapat sisik halus. Sering didapatkan lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk
numular yang meluas membentuk plakat, kadang-kadang dijumpai bentuk campuran,
yaitu folikular dengan numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau numular
dengan plakat. Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan.
2. Morbus Hansen : terdapat hipopigmentasi/eritema dengan distribusi yang tidak simetris
dan hilangnya sensasi yang jelas pada daerah lesi (kehilangan sensoris/anastesia karena
menyerang susunan saraf tepi).
3. Pitiriasis alba : sering di jumpai pada anak-anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Lesi
berbentuk bulat, oval atau plakat yang tidak beraturan. Warna merah muda atau sesuai
warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema hilang, lesi yang dijumpai hanya
depigmentasi dengan skuama halus. Bercak biasanya multipel 4 sampai 20 dengan
diameter antara -2 cm. Umunya lesi bersifat asimtomatik, meskipun kadang-kadang
penderita mengeluhkan panas atau gatal.
: Bonam
Quo ad Functionam
: Bonam
Quo ad Sanationam
: Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Pitiriasis versikolor yang disebabkan Malassezia furfur Robin (BAILLON 1889) adalah
penyakit jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, berupa
bercak berskuama halus yang bewarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan
dan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher muka dan kulit
kepala yang berambut.1 Pitiriasis verisikolor merupakan nama yang tepat jika dibandingkan
dengan nama Tinea versikolor karena penyakit ini tidak disebabkan oleh jamur dermatofita.2,3
II.2. SINONIM
Tinea versikolor, kromofitosis, dermatomikosis, liver spots, tinea flava, pitiriasais
versikolor flava dan panau.
II.3. EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai kelembaban
tinggi.1,2 Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit gelap, namun angka
kejadian pitiriasis versikolor sama di semua ras.4,5 Beberapa penelitian mengemukakan angka
kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Di Amerika Serikat, penyakit ini
banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar minyak) lebih
aktif bekerja. Angka kejadian sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan.
Di negara tropis, penyakit ini lebih sering terjadi pada usia remaja karena tingkat kelenjar
sebasea yang masih tinggi.4
Pitiriasis versikolor, atau tinea versikolor, atau panu termasuk mikosis superfisialis
yang sering dijumpai. Sekitar 50% penyakit kulit di masyarakat daerah tropis adalah panu,
sedang di daerah subtropis sekitar 15% dan di daerah dingin kurang dari 1%.4 Panu umumnya
tidak menimbulkan keluhan, paling-paling sedikit gatal, tetapi lebih sering menyebabkan
gangguan kosmetik, terutama pada penderita wanita.2
Malassezia furfur (sebelumnya dikenal dengan nama Pityrosporum ovale, P. orbiculare)
adalah jamur lipofilik yang normal terdapat pada keratin kulit dan folikel rambut. Jamur ini
merupakan organisme oportunistik yang dapat menyebabkan pityriasis versicolor Jamur ini
membutuhkan asam lemak untuk tumbuh.
II.4. ETIOLOGI
Pitiriasis versikolor merupakan suatu infeksi yang agak sering terjadi (terutama pada
dewasa muda), yang disebabkan oleh jamur Malasezzia furfur robin.1 Jamur ini, merupakan
bentuk miselium atau bentuk pathogen dari hifa/jamur Pityrosporum ovale dan P. orbiculare
yang merupakan bagian dari flora normal pada kulit manusia dan hanya menimbulkan
gangguan pada keadaan-keadaan tertentu.1,2,3,4,5 Bagian tubuh yang sering terkena adalah
punggung, lengan atas, lengan bawah, dada dan leher. Lebih sering ditemukan di daerah
beriklim panas dan berhubungan dengan meningkatnya pengeluaran keringat.4,5
II.5. MORFOLOGI
Pitiriasis versicolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi yang nampak sebagai
akibat Malassezia furfur yang tumbuh berlebihan, yaitu jamur seperti ragi yang merupakan
anggota flora normal. Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok selsel bulat, bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok,
biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai kasar. Bentuk
lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat milier, lentikuler, numuler
sampai plakat.1
Ada dua bentuk yang sering dijumpai:
1. Bentuk makuler
Berupa bercak-bercak yang agak lebar, dengan skuama halus diatasnya dan tepi tidak
meninggi.
2. Bentuk folikuler
Seperti tetesan air, sering timbul di sekitar rambut.
II.6. PATOGENESIS
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal. Bagaimana
perubahan dari saprofit menjadi pathogen belum diketahui. Organisme ini merupakan "lipid
dependent yeast". Timbulnya penyakit ini juga dipengaruhi oleh faktor hormonal, ras,
matahari, peradangan kulit dan efek primer pytorosporum terhadap melanosit.
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya pitiriasis
versikolor ialah pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau pityrosporum ovale yang
berbentuk oval. Keduanya merupakan organisme yang sama, dapat berubah sesuai dengan
lingkungannya, misalnya suhu, media, dan kelembaban.1,2,4,5
Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium.1,5 Faktor predisposisi menjadi
patogen dapat endogen atau eksogen. Endogen dapat disebabkan di antaranya oleh defisiensi
imun. Eksogen dapat karena faktor suhu, kelembaban udara, dan keringat.1,4,5
Organisme ini dapat ditemukan pada kulit yang sehat dan pada daerah kulit yang
menunjukkan penyakit kulit. Pada pasien dengan penyakit klinis, organisme ditemukan di
kedua tahap yaitu jamur (spora) dan bentuk berserabut (hyphal). Faktor-faktor yang
mengarah pada konversi jamur saprophytic ke bentuk, morfologi parasit miselium termasuk
kecenderungan genetik; hangat, lingkungan lembab; imunosupresi, malnutrisi, dan penyakit
Cushing. Human peptide cathelicidin LL-37 berperan dalam pertahanan kulit terhadap
organisme ini. Meskipun Malassezia adalah komponen flora normal, juga bisa menjadi
patogen oportunistik.
8
Kulit
penderita
tinea
versicolor
dapat
mengalami
hipopigmentasi
atau
Penyakit ini sering di lihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua
tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
infeksi, yaitu faktor heriditer, penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan
steroid dan malnutrisi.
Gambar 3. Pityriasis versicolor menunjukkan lesi hiperpigmentasi dalam lesi Kaukasia (kiri
atas) dan hipopigmentasi dalam Aborijin Australia (kanan atas dan bawah ).
II.8. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan atas gambaran klinis, pemeriksaan fluoresensi,
lesi kulit dengan lampu Wood dan sedian langsung.1
Gambaran klinis yang khas berupa bercak bewarna putih sampai coklat, merah dan
hitam, dengan distribusi tersebar, berbatas tidak tegas sampai tegas dengan skuama halus
diatasnya. Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan
larutan KOH 10-20%, tampak hifa pendek bersepta, kadang-kadang bercabang atau hifa
terpotong-potong,
lampu Wood
10
bengkok dengan banyak spora bergerombol sehingga sering disebut dengan gambaran
spaghetti and meatballs atau bacon and eggs.
Gambar 4. Sediaan
memperlihatkan
hifa pendek-pendek
bergerombol
3. Pemeriksaan Biakan.
Pemeriksaan dengan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara diagnostik karena
memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan ini menggunakan media biakan agar malt
atau saborauds agar. Koloni yang tumbuh berbentuk soliter, sedikit meninggi, bulat
mengkilap dan lama kelamaan akan kering dan dibawah mikroskop terlihat yeast cell
bentuk oval dengan hifa pendek
11
II.10. PENGOBATAN
Non-medikamentosa
Perlu diberikan edukasi pada pasien untuk menjaga kebersihan kulit dan lingkungan,
memakai pakaian dari katun, tidak ketat dan dianjurkan tidak bertukar pakaian dengan orang
lain. Kebersihan pribadi dengan mandi teratur menggunakan sabun ringan dan menjaga agar
kulit yang sakit tetap kering. Menghindari faktor predisposisi seperti berkeringat meningkat,
12
berbagi handuk dan pakaian, kekurangan gizi, pakaian sintetis akan membantu untuk
mengontrol penyakit ini.
Pasien harus diberitahu bahwa tinea versicolor disebabkan oleh jamur yang biasanya
terdapat di permukaan kulit dan karena itu tidak dianggap menular. Kondisi ini tidak
meninggalkan bekas luka permanen apapun atau perubahan pigmen, dan perubahan warna
kulit ke semula dalam waktu 1-2 bulan setelah pengobatan telah dimulai. Biasanya terjadi
sehingga perlu terapi profilaksis dapat membantu mengurangi tingkat kekambuhan tinggi.
Medikamentosa
1. Obat Topikal
Dapat dipakai misalnya suspensi selenium sulfida 2,5% dalam bentuk losion atau bentuk
sampo dipakai 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan 15-30 menit
sebelum mandi. Selenium sulfide memiliki kekurangan yaitu bau yang kurang sedap serta
kadang bersifat iritatif, sehingga menyebabkan pasien kurang taar berobat.
Obat-obat lain ialah salisil spiritus 10%; derivat-derivat azol diberikan 1-2 kali sehari
selama 2-3 minggu , misalnya mikonazol nitrat 2%, krotrimazol 1%, ketokonazol 2%,
isokonazol dan ekonazol nitrat 1%; sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%;
toksiklat, tolnaftat, dan haloprogin. Larutan tiosulfas natrikus 25% dapat pula digunakan,
dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi selama 2 minggu, tetapi obat ini berbau tidak enak.
2. Obat Sistemik
Obat ini digunakan jika lesi sulit disembuhkan atau luas. Ketokonazol dapat
dipertimbangkan dengan dosis 1 kali 200 mg sehari selama 10 hari. Itrakonazol dengan
dosis 200 mg per haari secara oral selama 5-7 hari. Itrakonazol bersifat keratinofilik dan
lipofilik, merupakan obat anti jamur derivat trazol dengan spektrum luas dan lebih kuat
dari ketokonazol dan disarankan untuk kasus yang relaps atau tidak responsif terhadap
pengobatan lain. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah flouresensi negatif
dengan pemeriksaan lampu wood dan sediaan langsung negatif. Pitiriasis versikolor tidak
memberi respon yang baik terhadap pengobatan dengan griseofulvin. Untuk pencegahan,
dapat dilakukan dengan selalu menjaga higienitas perseorangan, hindari kelembaban kulit
dan menghindari kontak langsung dengan penderita.
II.11. PENCEGAHAN
Seseorang yang pernah menderita pitiriasis versikolor sebaiknya menghindari cuaca
panas atau keringat yang berlebihan.
II.12. PROGNOSIS
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U. Mikosis. in: Hamzah M, Aisyah S, Djuanda A. eds. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. 5th edition. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007;.100-1
2. Hunter J, Savin J, Dahl M. In: Hunter J, Savin J, Dahl M, editors. Clinical Dermatology.
Massachusetts: Blackwell Publishing, 2003;221-23.
3. Sterry W, Paus R, Burgdog W. In: Sterry W, Paus R, Burgdog W, editors. Dermatology.
14
15