Anda di halaman 1dari 15

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1. Identitas Pasien


Nama

: Tn. M

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 63 tahun

Pekerjaan

: Pensiunan

Status Pernikahan

: Menikah

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Kalinegoro, Magelang

Tanggal Periksa

: 19 Agustus 2015

I.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 19 agustus 2015.
I.2.1. Keluhan Utama
Bercak berwarna putih pada lengan kanan, punggung kanan bawah, dan tungkai
bawah kanan
I.2.2. Keluhan Tambahan
Tidak ada
I.2.3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RST dr.Soedjono Magelang tanggal 19
Agustus 2015 dengan keluhan terdapat bercak berwarna putih pada lengan kanan, punggung
kanan bawah dan tungaki bawah kanan. Keluhan sudah dialami pasien sejak 1 tahun yang
lalu. Keluhan awalnya terdapat bercak berwarna putih di punggung kanan bawah sebesar
uang logam, namun semakin lama semakin bertambah besar dan melebar. Keluhan bercak
berwarna putih tersebut menyebar ke bagian lengan serta tungkai bawah. Keluhan bercak
1

putih tersebut tidak gatal dan tidak gatal pada saat berkeringat. Pasien berobat dengan alasan
ketidaknyaman saja karena bercak putih tersebut dirasakan bertambah banyak dan melebar.
Pasien belum pernah mengobati keluhannya tersebut. Pasien terkadang menggunakan pakaian
berlapis dan tidak menyerap keringat.
I.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ada. Pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama 1 tahun yang lalu. Riwayat
DM, Hipertensi, penyakit sistemik lainnya disangkal.
I.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan yang sama dengan pasien disangkal, riwayat DM, Hipertensi, dan penyakit
sistemik lainnya disangkal.
I.2.6. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mengobati keluhan tersebut sebelumnya.
I.2.7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang pensiunan. Tampak keadaan ekonomi sedang. Pasien menggunakan
jaminan kesehatan BPJS.
I.2.8. Riwayat Kebiasaan
Pasien terkadang memakai pakaian berlapis dan tidak menyerap keringat.
I.3. Pemeriksaan
Kesadaran

: Compos Mentis

Keadaan Umum

: Baik

Status Generalisata
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital

: Tekanan darah

: tidak dilakukan

Nadi

: 92x/ menit

RR

: 20x/ menit

Suhu

: afebris

Mata

: Konjungtiva anemia -/-, sklera ikterik -/-

THT

: Telinga
Hidung

: aurikula tidak terdapat kelainan,


: deviasi septum (), terdapat sekret jernih.
2

Tenggorokan
Thorax

: Paru
Jantung

: faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang


: vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-;
: S1-S2 reguler, mur-mur (-), gallop (-)

Abdomen

: datar, dinding perut supel

Ekstremitas

: akral hangat, edema tungkai (-), capillary refill < 2 detik

Status Dermatologikus
Lokasi

: Lengan kanan, punggung kanan bawah, tungkai bawah kanan

Efloresensi

LOKASI
Lengan kanan

EFLORESENSI
Macula

GAMBAR

Hipopigmentasi
Skuama halus

Punggung

Macula

kanan bawah

Hipopigmentasi

Tungkai

Skuama halus
Macula

bawah kanan

Hipopigmentasi
Skuama halus

I.4. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan
I.5. Resume
Anamnesis
1. Bercak berwarna putih sejak 1 tahun yang lalu
2. Bercak awal terdapat pada pungung kanan bawah lalu menyebar ke lengan kanan dan
kaki kanan
3

3. Beracak berwarna putih awalnya berukuran sebesar uang logam, namun semakin lama
semakin bertambah besar dan menyebar.
4. Keluhan tidak disertai gatal
5. Pasien berobat dikarenakan ketidakyamanan
6. RPD : riwayat keluhan yang sama (+) 1 tahun yang lalu, riwayat penyakit sitemik lain
disangkal
7. RPK: riwayat dengan keluhan serupa dan riwayat penyakit sistemik lainnya disangkal
8. RPO : belum pernah mengobatai keluhannya tersebut
9. RSosEk : pesiunan, keadaan ekonomi sedang, menggunakan jaminan kesehatan BPJS
10. RK : terkadang menggunakan pakaian berlapis dan tidak menyerap keringat

Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal
2. Pemeriksaan satus dermatologikus :
Lokasi
: lengan kanan, pungung kanan bawah, tungkai bawah kanan
Efloresensi
: macula hipopigmentasi, skuama halus
I.6. Diagnosis Banding
1. Pitiriasis Versikolor : penyakit jamur superfisial yang kronik, berupa bercak berskuama
halus yang bewarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadangkadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher muka dan kulit kepala
yang berambut. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak hipopigmentasi sampai
hiperpigmentasi, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas dan difus. Di atas lesi
terdapat sisik halus. Sering didapatkan lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk
numular yang meluas membentuk plakat, kadang-kadang dijumpai bentuk campuran,
yaitu folikular dengan numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau numular
dengan plakat. Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan.
2. Morbus Hansen : terdapat hipopigmentasi/eritema dengan distribusi yang tidak simetris
dan hilangnya sensasi yang jelas pada daerah lesi (kehilangan sensoris/anastesia karena
menyerang susunan saraf tepi).
3. Pitiriasis alba : sering di jumpai pada anak-anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Lesi
berbentuk bulat, oval atau plakat yang tidak beraturan. Warna merah muda atau sesuai
warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema hilang, lesi yang dijumpai hanya
depigmentasi dengan skuama halus. Bercak biasanya multipel 4 sampai 20 dengan
diameter antara -2 cm. Umunya lesi bersifat asimtomatik, meskipun kadang-kadang
penderita mengeluhkan panas atau gatal.

4. Vitiligo : kelainan ini berupa makula berwarna putih (hipopigmentasi) yang


hipomelanotik di daerah terbuka misalnya muka, punggung, tangan. Makula mempunyai
gambaran konveks dan bertambah secara teratur. Gejala subyektif tidak ada, tetapi dapat
timbul rasa panas pada lesi.

I.7. Diagnosis Kerja


Pitiriasis Versikolor
I.8. Planning
Planning Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan KOH 10%
2. Pemeriksaan sinar Wood
3. Pemeriksaan biakan
Planning Terapi
1. Non medikamentosa
A. Hindari suasana lembab dan keringat berlebihan
B. Segera mengganti pakaian apabila berkeringat
C. Usahakan badan tetap kering
D. Pakaian longgar dan menyerap keringat
E. Pengobatan teratur
2. Medikamentosa
A. Antimikotik sistemik
Itrakonazol caps 100mg 1x1/pc
B. Antimikotik topikal
Ketokonazol cr 10gr 2x/hari
C. Antimikotik topikal
2-4 salep 2x/hari
D.
Sapoviridis soap / mandi
I.9. Prognosis
Quo ad vitam

: Bonam

Quo ad Functionam

: Bonam

Quo ad Sanationam

: Dubia ad bonam

Quo ad Cosmeticam : Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. DEFINISI
Pitiriasis versikolor yang disebabkan Malassezia furfur Robin (BAILLON 1889) adalah
penyakit jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, berupa
bercak berskuama halus yang bewarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan
dan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher muka dan kulit
kepala yang berambut.1 Pitiriasis verisikolor merupakan nama yang tepat jika dibandingkan
dengan nama Tinea versikolor karena penyakit ini tidak disebabkan oleh jamur dermatofita.2,3
II.2. SINONIM
Tinea versikolor, kromofitosis, dermatomikosis, liver spots, tinea flava, pitiriasais
versikolor flava dan panau.
II.3. EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai kelembaban
tinggi.1,2 Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit gelap, namun angka
kejadian pitiriasis versikolor sama di semua ras.4,5 Beberapa penelitian mengemukakan angka
kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Di Amerika Serikat, penyakit ini
banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar minyak) lebih
aktif bekerja. Angka kejadian sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan.
Di negara tropis, penyakit ini lebih sering terjadi pada usia remaja karena tingkat kelenjar
sebasea yang masih tinggi.4
Pitiriasis versikolor, atau tinea versikolor, atau panu termasuk mikosis superfisialis
yang sering dijumpai. Sekitar 50% penyakit kulit di masyarakat daerah tropis adalah panu,
sedang di daerah subtropis sekitar 15% dan di daerah dingin kurang dari 1%.4 Panu umumnya
tidak menimbulkan keluhan, paling-paling sedikit gatal, tetapi lebih sering menyebabkan
gangguan kosmetik, terutama pada penderita wanita.2
Malassezia furfur (sebelumnya dikenal dengan nama Pityrosporum ovale, P. orbiculare)
adalah jamur lipofilik yang normal terdapat pada keratin kulit dan folikel rambut. Jamur ini

merupakan organisme oportunistik yang dapat menyebabkan pityriasis versicolor Jamur ini
membutuhkan asam lemak untuk tumbuh.

Gambar 1. Malassezia furfur

Gambar 2. Koloni Malassezia Furfur

II.4. ETIOLOGI
Pitiriasis versikolor merupakan suatu infeksi yang agak sering terjadi (terutama pada
dewasa muda), yang disebabkan oleh jamur Malasezzia furfur robin.1 Jamur ini, merupakan
bentuk miselium atau bentuk pathogen dari hifa/jamur Pityrosporum ovale dan P. orbiculare
yang merupakan bagian dari flora normal pada kulit manusia dan hanya menimbulkan
gangguan pada keadaan-keadaan tertentu.1,2,3,4,5 Bagian tubuh yang sering terkena adalah
punggung, lengan atas, lengan bawah, dada dan leher. Lebih sering ditemukan di daerah
beriklim panas dan berhubungan dengan meningkatnya pengeluaran keringat.4,5

II.5. MORFOLOGI
Pitiriasis versicolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi yang nampak sebagai
akibat Malassezia furfur yang tumbuh berlebihan, yaitu jamur seperti ragi yang merupakan
anggota flora normal. Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok selsel bulat, bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok,
biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai kasar. Bentuk
lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat milier, lentikuler, numuler
sampai plakat.1
Ada dua bentuk yang sering dijumpai:
1. Bentuk makuler
Berupa bercak-bercak yang agak lebar, dengan skuama halus diatasnya dan tepi tidak
meninggi.
2. Bentuk folikuler
Seperti tetesan air, sering timbul di sekitar rambut.
II.6. PATOGENESIS
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal. Bagaimana
perubahan dari saprofit menjadi pathogen belum diketahui. Organisme ini merupakan "lipid
dependent yeast". Timbulnya penyakit ini juga dipengaruhi oleh faktor hormonal, ras,
matahari, peradangan kulit dan efek primer pytorosporum terhadap melanosit.
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya pitiriasis
versikolor ialah pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau pityrosporum ovale yang
berbentuk oval. Keduanya merupakan organisme yang sama, dapat berubah sesuai dengan
lingkungannya, misalnya suhu, media, dan kelembaban.1,2,4,5
Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium.1,5 Faktor predisposisi menjadi
patogen dapat endogen atau eksogen. Endogen dapat disebabkan di antaranya oleh defisiensi
imun. Eksogen dapat karena faktor suhu, kelembaban udara, dan keringat.1,4,5
Organisme ini dapat ditemukan pada kulit yang sehat dan pada daerah kulit yang
menunjukkan penyakit kulit. Pada pasien dengan penyakit klinis, organisme ditemukan di
kedua tahap yaitu jamur (spora) dan bentuk berserabut (hyphal). Faktor-faktor yang
mengarah pada konversi jamur saprophytic ke bentuk, morfologi parasit miselium termasuk
kecenderungan genetik; hangat, lingkungan lembab; imunosupresi, malnutrisi, dan penyakit
Cushing. Human peptide cathelicidin LL-37 berperan dalam pertahanan kulit terhadap
organisme ini. Meskipun Malassezia adalah komponen flora normal, juga bisa menjadi
patogen oportunistik.
8

Kulit

penderita

tinea

versicolor

dapat

mengalami

hipopigmentasi

atau

hiperpigmentasi. Pada kasus hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase hasil dari aksi/kerja


inhibitor tyrosinase dari asam dicarboxylic yang terbentuk melalui oksidasi beberapa asam
lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids) pada lemak di permukaan kulit secara kompetitif
menghambat enzim yang diperlukan dari pembentukan pigmen melanocyte. Pada kasus panu
dengan makula hiperpigmentasi, organisme memicu pembesaran melanosom yang dibuat
oleh melanosit di lapisan basal epidermis.
Dalam kondisi yang belum sepenuhnya dijelaskan, jamur mengalami konversi ke
bentuk miselium, yang kemudian dapat menyerang stratum korneum, penetrasi baik antara
dan melalui corneocytes. Kerja terkini, bagaimanapun, telah ditemukan bahwa tidak semua
isolat Malassezia dapat mengalami transformasi yeastmycelium ini.
II.7. GEJALA KLINIS
Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan.
Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak hipopigmentasi sampai hiperpigmentasi, bentuk
tidak teratur sampai teratur, batas jelas dan difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila
dilihat dengan lampu Wood. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang.
Kelainan biasanya asimtomatik sehingga ada kalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia
berpenyakit tersebut.1,2,3,4,5
Lesi kulit berupa bercak putih sampai coklat, merah, dan hitam. Di atas lesi terdapat
sisik halus. Bentuk lesi tidak teratur, dapat berbatas tegas atau difus. Sering didapatkan lesi
bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular yang meluas membentuk plakat,
kadang-kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu folikular dengan numular, folikular dengan
plakat ataupun folikular, atau numular dengan plakat.
Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan
berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh
toksik jamur terhadap pembentukan pigmen, sering di keluhkan penderita. Biasanya penderita
datang berobat karena alasan kosmetik yang disebabkan bercak hipopigmentasi.
Variasi warna lesi pada penyakit ini tergantung pada pigmen normal kulit penderita,
paparan sinar matahari, dan lamanya penyakit. Kadang-kadang warna lesi sulit dilihat, tetapi
skuamanya dapat dilihat dengan pemeriksaan goresan pada permukaan lesi dengan kuret atau
kuku jari tangan (coup dangle dari Beisner).

Penyakit ini sering di lihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua
tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
infeksi, yaitu faktor heriditer, penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan
steroid dan malnutrisi.

Gambar 3. Pityriasis versicolor menunjukkan lesi hiperpigmentasi dalam lesi Kaukasia (kiri
atas) dan hipopigmentasi dalam Aborijin Australia (kanan atas dan bawah ).

II.8. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan atas gambaran klinis, pemeriksaan fluoresensi,
lesi kulit dengan lampu Wood dan sedian langsung.1
Gambaran klinis yang khas berupa bercak bewarna putih sampai coklat, merah dan
hitam, dengan distribusi tersebar, berbatas tidak tegas sampai tegas dengan skuama halus
diatasnya. Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan
larutan KOH 10-20%, tampak hifa pendek bersepta, kadang-kadang bercabang atau hifa
terpotong-potong,

dengan spora berkelompok. Pemeriksaan dengan

lampu Wood

memberikan floresensi berwarna kuning kehijauan.


1. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang mengalami
lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya
ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula atau ditempel pada selotip. Sebagian dari
bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang diberi tinta Parker biru hitam
atau biru laktofenol, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di
bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan garis yang memiliki
indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat yang
dikenal dengan hifa. Pada pitiriasis versikolor hifa tampak pendek-pendek, lurus atau

10

bengkok dengan banyak spora bergerombol sehingga sering disebut dengan gambaran
spaghetti and meatballs atau bacon and eggs.

Gambar 4. Sediaan

langsung dengan KOH

memperlihatkan

hifa pendek-pendek

dengan spora yang

bergerombol

2. Pemeriksaan dengan sinar wood


Dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi
lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna
kuning keemasan sampai orange. Pemeriksaan ini memungkinkan untuk melihat dengan lebih
jelas perubahan pigmentasi yang menyertai kelainan ini.

Gambar 5. Sinar Wood (+) fluoresensi kuning keemasan

3. Pemeriksaan Biakan.
Pemeriksaan dengan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara diagnostik karena
memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan ini menggunakan media biakan agar malt
atau saborauds agar. Koloni yang tumbuh berbentuk soliter, sedikit meninggi, bulat
mengkilap dan lama kelamaan akan kering dan dibawah mikroskop terlihat yeast cell
bentuk oval dengan hifa pendek

11

II.9. DIAGNOSIS BANDING


Penyakit ini harus di bedakan dengan:
1. Dermatitis seboroika: Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang berminyak dan
agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Predileksinya pada daerah yang berambut,
karena banyak kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, retroaurikula, alis mata, bulu mata,
sulkus nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah lipatan, aksila, inguinal, glutea, di bawah
buah dada.1,2,6
2. Eritrasma: Lesi berupa eritema dan skuama halus terutama pada daerah ketiak dan lipatan
paha. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood lesi terlihat berfluoresensi merah membara
(coral red fluorescence). Organisme yang terlihat pada sediaan langsung sebagai batang
pendek halus, bercabang, berdiameter 1 um atau kurang, yang mudah putus sebagai
bentuk basil kecil atau difteroid.
3. Morbus Hansen: terdapat hipopigmentasi/eritema dengan distribusi yang tidak simetris
dan hilangnya sensasi yang jelas pada daerah lesi (kehilangan sensoris/anastesia karena
menyerang susunan saraf tepi).
4. Pitiriasis alba: Sering di jumpai pada anak-anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Lesi
berbentuk bulat, oval atau plakat yang tidak beraturan. Warna merah muda atau sesuai
warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema hilang, lesi yang dijumpai hanya
depigmentasi dengan skuama halus. Bercak biasanya multipel 4 sampai 20 dengan
diameter antara -2 cm. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50-60%), paling
sering disekitar mulut, dagu, pipi, serta dahi. Umunya lesi bersifat asimtomatik, meskipun
kadang-kadang penderita mengeluhkan panas atau gatal.
5. Vitiligo: Kelainan ini berupa makula berwarna putih (hipopigmentasi) yang
hipomelanotik di daerah terbuka misalnya muka, punggung, tangan. Makula mempunyai
gambaran konveks dan bertambah secara teratur. Gejala subyektif tidak ada, tetapi dapat
timbul rasa panas pada lesi.

II.10. PENGOBATAN
Non-medikamentosa
Perlu diberikan edukasi pada pasien untuk menjaga kebersihan kulit dan lingkungan,
memakai pakaian dari katun, tidak ketat dan dianjurkan tidak bertukar pakaian dengan orang
lain. Kebersihan pribadi dengan mandi teratur menggunakan sabun ringan dan menjaga agar
kulit yang sakit tetap kering. Menghindari faktor predisposisi seperti berkeringat meningkat,
12

berbagi handuk dan pakaian, kekurangan gizi, pakaian sintetis akan membantu untuk
mengontrol penyakit ini.
Pasien harus diberitahu bahwa tinea versicolor disebabkan oleh jamur yang biasanya
terdapat di permukaan kulit dan karena itu tidak dianggap menular. Kondisi ini tidak
meninggalkan bekas luka permanen apapun atau perubahan pigmen, dan perubahan warna
kulit ke semula dalam waktu 1-2 bulan setelah pengobatan telah dimulai. Biasanya terjadi
sehingga perlu terapi profilaksis dapat membantu mengurangi tingkat kekambuhan tinggi.
Medikamentosa
1. Obat Topikal
Dapat dipakai misalnya suspensi selenium sulfida 2,5% dalam bentuk losion atau bentuk
sampo dipakai 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan 15-30 menit
sebelum mandi. Selenium sulfide memiliki kekurangan yaitu bau yang kurang sedap serta
kadang bersifat iritatif, sehingga menyebabkan pasien kurang taar berobat.
Obat-obat lain ialah salisil spiritus 10%; derivat-derivat azol diberikan 1-2 kali sehari
selama 2-3 minggu , misalnya mikonazol nitrat 2%, krotrimazol 1%, ketokonazol 2%,
isokonazol dan ekonazol nitrat 1%; sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%;
toksiklat, tolnaftat, dan haloprogin. Larutan tiosulfas natrikus 25% dapat pula digunakan,
dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi selama 2 minggu, tetapi obat ini berbau tidak enak.
2. Obat Sistemik
Obat ini digunakan jika lesi sulit disembuhkan atau luas. Ketokonazol dapat
dipertimbangkan dengan dosis 1 kali 200 mg sehari selama 10 hari. Itrakonazol dengan
dosis 200 mg per haari secara oral selama 5-7 hari. Itrakonazol bersifat keratinofilik dan
lipofilik, merupakan obat anti jamur derivat trazol dengan spektrum luas dan lebih kuat
dari ketokonazol dan disarankan untuk kasus yang relaps atau tidak responsif terhadap
pengobatan lain. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah flouresensi negatif
dengan pemeriksaan lampu wood dan sediaan langsung negatif. Pitiriasis versikolor tidak
memberi respon yang baik terhadap pengobatan dengan griseofulvin. Untuk pencegahan,
dapat dilakukan dengan selalu menjaga higienitas perseorangan, hindari kelembaban kulit
dan menghindari kontak langsung dengan penderita.
II.11. PENCEGAHAN
Seseorang yang pernah menderita pitiriasis versikolor sebaiknya menghindari cuaca
panas atau keringat yang berlebihan.
II.12. PROGNOSIS
13

Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten.


Pengobatan harus diteruskan 2 minngu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu
Wood dan sediaan langsung negatif.1 Bercak hipopigmentasi dapat menetap selama beberapa
minggu atau bulan hingga pigmen yang hilang diganti melalui paparan ultraviolet. 1,2 Lesi
dapat secara lambat kembali ke warna kulit semula bahkan walaupun telah diobati dengan
baik, sehingga menyebabkan pasien berpikir bahwa pengobatannya tidak sembuh. Terkadang
lesi hipopigmentasi tidak hilang walaupun infeksi telah hilang selama sebulan. Oleh sebab
itu, pasien harus diberitahukan mengenai hal tersebut.2,4

DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U. Mikosis. in: Hamzah M, Aisyah S, Djuanda A. eds. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. 5th edition. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007;.100-1
2. Hunter J, Savin J, Dahl M. In: Hunter J, Savin J, Dahl M, editors. Clinical Dermatology.
Massachusetts: Blackwell Publishing, 2003;221-23.
3. Sterry W, Paus R, Burgdog W. In: Sterry W, Paus R, Burgdog W, editors. Dermatology.
14

Massachusetts: Thieme Clinical Companion, 2006;115-17.


4. Wolf K, Johnson RA. In: Wolf K, Johnson RA., editors. Color Atlas & Synopsis of
Clinical Dermatology. San Fransisco: McGraw Hill, 2009;732-35.
5. Janik PM, Hefferman PM. In: Wolf K, Johnson RA., editors. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. San Fransisco: McGraw Hill, 2009;1821-22.
6. Hay RJ, Moore MK. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffits C, editors. Rooks
Tesxtbook of Dermatology. Massachusetts: Blackwell Publishing, 2004;31.10-13.

15

Anda mungkin juga menyukai