Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS

I.

IDENTIFIKASI PASIEN
Nama
: Tn. W
Jenis kelamin
: laki-laki
Tempat Tanggal Lahir: Jogjakarta, 06 Desember 1991 (usia 21 tahun)
Alamat
: Jalan Palbatu Raya No. 21, Tebet
Pekerjaan
: Mahasiswa Semester 8
Agama
: Islam
Status Pernikahan
: belum menikah
Suku
: Jawa
Bangsa
: Indonesia
Tanggal Periksa
: 26 Agustus 2013

II.

ANAMNESIS
Diperoleh secara autoanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2013, pukul 09.30 WIB
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh munculnya bercak-bercak berwarna cokelat pada dada,
punggung dan lengan sejak 6 bulan SMRS.
B. Keluhan Tambahan
Tidak ada
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Kepolisian
POLRI R.S. Sukanto dengan keluhan muncul bercak-bercak kecokelatan di
punggung, dada, dan kedua lengan pasien sejak 6 bulan SMRS. Bercak
kecokelatan bersisik halus tersebut mulai muncul di bagian pundak lalu makin
lama makin bertambah banyak, menyebar di kedua lengan, punggung, serta
dada. Pasien mengaku tidak terasa gatal hanya mengeluh tidak enak dilihat.
Pasien menyangkal adanya keluhan lain. Selama 6 bulan ini pasien
tidak pernah berobat baik ke dokter umum maupun rumah sakit. Pasien
mengaku mencoba mengobati sendiri dengan membeli salep daktarin yang
dijual bebas, namun tidak ada perbaikan. Karena keluhan sama sekali tidak
berkurang dan pasien merasa bercak-bercak tersebut tidak enak dilihat, pasien
akhirnya memutuskan untuk datang berobat ke RS Polri.
Pasien mengaku kulit agak berminyak walaupun tidak banyak, cukup
sering berkeringat tetapi mengaku sering mandi secara teratur, 2 kali setiap
hari. Pasien aktif fisik, suka berolahraga seperti sepak bola. Pasien jarang
berbagi alat mandi maupun baju dengan orang lain.
D. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat keluhan serupa saat pasien kelas III SMA (tahun 2010), berobat ke
RS Polri juga dan menurut pasien sembuh total (bercak-bercak menghilang)
- Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, debu, udara dingin.
- Riwayat penyakit asma disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada yang pernah mengalami keluhan serupa dengan pasien
- Tidak ada riwayat penyakit asma, sinusitis, ataupun alergi.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum :Baik
Kesadaran
:Kompos mentis
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 68 kali/menit, kuat teratur penuh
Laju nafas
: 20 kali/menit
Suhu
:Afebris
Berat badan: 60 kg
Tinggi badan
: 160 cm
BMI
: 23.4 kg/m2
Hasil Pemeriksaan Status Generalisata:
III.

Kepala

: normocephali, deformitas -

Wajah

: simetris

Mata

: konjungtiva merah muda, sklera putih, pupil isokor 3mm/3mm

Hidung

: septum nasi di tengah, sekret -/-, mukosa hidung lembab

Mulut

: mukosa oral lembab, gigi-geligi tidak lengkap, oral hygiene baik

Telinga

: MAE +/+, serumen+/+

Leher

:
I

Trakea di tengah

Trakea ditengah, KGB tidak teraba membesar

Bruit carotis -/-

Toraks Paru:
I

Simetris pada keadaan statis dan dinamis

Simetris pada pergerakannya, Stem fremitus kanan = kiri

Sonor pada kedua lapang paru

Vesikular +/+, Tidak ada bunyi nafas tambahan

Abdomen :
I

Datar, tidak terdapat lesi kulit atau kelainan lain


2

Bising usus (+) 6-7 x/menit, Bising tambahan -

Supel, Nyeri tekan -, Nyeri lepas -, Hepar tidak teraba


membesar, Limpa tidak teraba

Timpani pada 4 kuadran

Punggung :
I

Simetris pada keadaan statis dan dinamis

Simetris pada pergerakannya, Stem fremitus kanan=kiri

Sonor pada kedua lapang paru

Bruit renalis -

Ekstremitas :

Akral hangat, CRT < 2 detik


Deformitas Motorik baik pada 4 ekstremitas, tidak ada gerak involunter
Sensorik baik pada 4 ekstremitas.

B. Status Dermatologis
Regio/Letak lesi : generalisata
Gambaran umum lesi
a) Efloresensi:
Primer makula-makula hipopigmentasi dan hiperpigmentasi dengan
ukuran dari lentikular, numularis sampai plakat, jumlahnya banyak,
berbatas tegas dengan skuama halus, ada bagian yang eritema, ada
bagian yang terdapat papul perifolikular berukuran diameter 2-3 mm.
Sekunder tidak ada
b) Bentuk lesi : tidak teratur, ada yang bulat, lonjong, memanjang.
c) Susunan
: menyebar
d) Distribusi
: sirkumskrip, punggung, dada dan kedua lengan,
bilateral
e) Palpasi
Foto Lesi

: terasa hangat, tidak nyeri

Gambar 1. Foto Punggung

Gambar 2. Foto Dada

Gambar 3. Pundak Kiri

Gambar 4. Pundak dan Lengan Kanan


C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

IV.

D. Pemeriksaan Anjuran
- Lampu Wood
- Tes KOH 20%
RESUME
Pasien laki-laki, usia 21 tahun, datang dengan keluhan muncul bercakbercak berwarna kecokelatan bersisik halus di dada, punggung dan kedua
lengan sejak 6 bulan SMRS. Bercak tersebut tidak menimbulkan rasa gatal dan
5

keluhan lain, hanya tidak enak dilihat. Pasien belum ke dokter, namun
mengobati sendiri dengan salep daktarin. Keluhan tidak membaik.
Keluhan serupa sebelumnya pada saat pasien kelas III SMA, keluhan
serupa pada keluarga disangkal. Riwayat alergi dan asma pada pasien serta
keluarga pasien disangkal. Kulit agak berminyak, sering berkeringat, aktifitas
fisik rutin dilakukan.
Pada status generalis, keadaan umum baik. Pada status dermatologis,
didapatkan lesi di dada, punggung dan kedua lengan, efloresensi primer
berupa makula-makula hipopigmentasi dan hiperpigmentasi, berskuama halus,
dengan berbagai ukuran dari lentikuler sampai plakat, jumlahnya banyak,
distibusi bilateral dan menyebar, batas jelas, bentuk tidak teratur, ada bagian
yang eritema, terdapat papul perifolikuler dengan diameter 2-3 mm. Palpasi:
teraba hangat dan tidak nyeri.
V.

DIAGNOSIS
Diagnosis banding
1. Dermatitis Numularis
2. Pitiriasis Alba

VI.

Diagnosis kerja
Pitiriasis Versicolor

PENATALAKSANAAN
Tatalaksana umum :
o Edukasi pasien untuk selalu menjaga kebersihan tubuh, bila berkeringat
langsung ganti baju, sering mand terutama setelah melakukan aktivitas
fisik.
o Menjaga imunitas tubuh pasien.
o Kontrol kembali jika tidak ada perbaikan.
Tatalaksana khusus :
o Ketokonazol 1 x 200 mg selama 10 hari PO
o Suspensi Selenium Sulfide 2-3 kali seminggu, digosokkan pada lesi
dan didiamkan 15-30 menit sebelum mandi
o Ketokonazol Cream dioleskan setelah mandi.

VII.

PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

:
:
:

bonam
bonam
bonam

TINJAUAN PUSTAKA
PITIRIASIS VERSICOLOR
I.

PENDAHULUAN
Penyakit jamur atau mikosis dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu mikosis
profunda dan mikosis superfisialis. Kebanyakan infeksi mikotik terletak superfisial
dan terbatas pada stratum korneum, rambut, dan kuku. Berlawaan dengan hal itu,
kebanyakan mikosis profunda dapat menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus
intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, dan lain-lainnya.
Mikosis superfisialis dibagi menjadi dua golongan lagi yaitu dermatofitosis
dan nondermatofitosis. Dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan yang
mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku
7

yang disebabkan golongan jamur dermatofita. Sementara untuk nondermatofitosis


terdiri dari berbagai penyakit seperti pitiriasis versikolor, piedra hitam, piedra putih,
tinea nigra Palmaris, otomikosis dan keratomikosis. Pitiriasis versikolor yang akan
dibahas termasuk mikosis superfisialis non dermatofitosis.
Pitiriasis versikolor ditemukan sebagai penyakit jamur oleh Eichsedt pada
tahun 1846. Pada tahun 1853, Robin menemukan fungus pada skuama yang
dinamakan Microsporum furfur. Pada tahun 1889, Baillon menggunakan nama
Malassezia furfur.
II.

DEFINISI
Pitiriasis versikolor yang disebabkan Malassezia furfur Robin adalah penyakit
jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif berupa
bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi
badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas,
leher, muka dan kulit kepala yang berambut. Nama lainnya adalah panu, kromofitosis,
tinea versikolor, tinea flava, dermatomikosis, liver spots, dan pitiriasis versikolor
flava.
Pitiriasis (tinea) versikolor (PV) merupakan epidermomikosis berskuama yang
asimptomatik dan kronik berhubungan dengan pertumbuhan berlebihan dari bentuk
hifa Malassezia furfur superfisial, dikarakteristikkan dengan bercak berskuama
berbatas tegas dengan pigmentasi bervariasi, terjadi paling umum di batang tubuh.

III.

EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis versikolor adalah penyakit universal dan terutama ditemukan di
daerah tropis.
Umur onset biasanya dewasa muda. Puncaknya pada awal duapuluhan. Baik
laki-laki dan perempuan sama-sama terkena. Kurang umum terjadi ketika produksi
sebum berkurang atau tidak ada, menurun selama dekade kelima dan keenam.
Kebanyakan terjadi pada musim panas, mengenai populasi sekitar 2%, dapat
menurun pada bulan-bulan yang lebih dingin. Pada individu yang aktif fisik dapat
menetap selama setahun penuh.

IV.

ETIOLOGI
M. furfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum ovale, P. orbiculare)
merupakan jamur lipofilik yang normalnya terdapat di keratin kulit dan folikel rambut
8

pada individu yang menginjak pubertas. Jamur tersebut merupakan organisme


oportunistik yang menyebabkan pitiriasis versikolor dan Malassezia folikulitis dan
juga terlibat dalam patogenesis dermatitis seboroik. Infeksi Malassezia tidak menular,
melainkan, pertumbuhan berlebihan dari flora normal kutaneus terjadi pada beberapa
kondisi tertentu.
V.

PATOGENESIS
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya pitiriasis
versikolor, yaitu Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau Pityrosporum
ovale yang berbentuk oval. Keduanya merupakan organisme yang sama, dapat
berubah sesuai dengan lingkungannya, misalnya suhu, media, dan kelembapan.
Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi
menjadi pathogen (perubahan Malassezia dari bentuk blastospora menjaid bentuk
miselial) dapat endogen atau eksogen. Endogen dapat disebabkan di antaranya oleh
defisiensi imun. Eksogen dapat karena faktor suhu, kelembapan udara, dan keringat.
Asam dikarbosiklik yang dibentuk oleh oksidasi enzimatik dari asam lemak di
lemak permukaan kulit menghambat tirosinase pada melanosit epidermal sehingga
menyebabkan hipomelanosis, efek sitotoksik langsung terpadah melanosit hiperaktif.
Enzim ini terdapat pada organisme. Pada lesi hiperpigmentasi, ditemukan melanosom
yang besar-besar, sementara pada lesi hipopigmentasi ditemukan melanosom yang
lebih kecil dari normal.
Pitiriasis versikolor terjadi karena faktor lingkungan dan faktor kerentanan
hospes itu sendiri. Faktor predisposisinya adalah suhu yang tinggi atau kelembapan
relatif tinggi, kulit berminyak, hiperhidrosis, faktor herediter, dan pengobatan
glukokortikoid. Aplikasi minyak seperti minyak cokelat dapat mempredisposisikan
anak-anak terkena pitiriasis versikolor.

Pada musim dimana suhu lebih hangat,

terdapat lebih banyak hifa yang berkaitan dengan jamur Malassezia pada kulit normal.
Faktor predisposisi lain adalah antibiotik kortikosteroid lokal/sistemuk, sitostatik dan
penyakit tertentu, misalnya diabetes melitus, keganasan, keadaan imunokompromais,
malnutrisi, dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Kehamilan dan
kontrasepsi oral mungkin memiliki pengaruh terhadap peningkatan resiko, namun
bukti-bukti masih kurang.

Riwayat keluarga yang positif sering ditemukan sehingga diduga terkait


dengan pitiriasis versikolor, namun apakah disebabkan faktor genetik mempengaruhi
faktor kerentanan individu atau kesempatan yang lebih besar untuk kolonisasi banyak
dari spesies Malassezia masih belum diketahui. Ada kemungkinan bahwa pada
beberapa keadaan infeksi tidak berasal dari perubahan keseimbangan flora di
tubuhnya tetapi transmisi dari individu lain.
VI.

MANIFESTASI KLINIS
Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama
di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni sesuai dengan
namanya versikolor (beberapa warna), bentuk tidak teratur sampai teratur, dapat oval
atau bulat, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat
dengan lampu Wood. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang.
Skuama halus biasanya dapat diambil dengan menggunakan pisau scalpel no. 15
secara lembut dan perlahan atau dapat dengan menggunakan kaca obyek. Bila skuama
tidak jelas, dapat menggunakan kain basah atau digosok untuk pemeriksaan yang akan
menghasilkan sejumlah keratin berwarna cokelat yang kotor.
Pada kulit yang tidak terbakar matahari, lesi kulit berwarna cokelat muda.
Pada kulit yang terbakar matahari, lesi kulit berwarna putih. Pada individu dengan
kulit gelap/cokelat, lesi kulit berwarna makula cokelat gelap. Kadang beberapa lesi
pitiriasis versikolor dapat berwarna kemerahan. Bila dibiarkan, lesinya akan makin
membesar, menyatu, membentuk area geografik yang luas. Distribusi lesi sangat luas.
Selain itu dapat terdapat varian lesi berwarna pink, atrofik, dan trikom. Kelainan
biasanya asimptomatik sehingga kadang penderita tidak mengetahui bahwa penderita
berpenyakit tersebut.

10

Gambar 5. Gambaran Klinis Pitiriasis Versikolor


Sumber: James WD, Berger TD, Elsdton D. Andrews Clinical Dermatology. 10th
Edition. 2006. Canada: Saunders Elsevier
Pada pitiriasis versikolor yang hipopigmentasi, melanosom dihasilkan secara
abnormal sedikit dan kurang dan tidak dibawa ke keratinosit dengan baik. Hal ini
terlihat jelas pada orang berkulit gelap. Hipopigmentasi ini dapat menetap bermingguminggu sampai bertahun-tahun setelah penyakit jamur disembuhkan kecuali terdapat
usaha untuk mendapatkan kembali pigmentasi yang hilang melalui paparan sinar
matahari.

Gambar 6. Pitiriasis Versikolor Trikom


Sumber: James WD, Berger TD, Elsdton D. Andrews Clinical Dermatology.
10th Edition. 2006. Canada: Saunders Elsevier
Durasi lesi biasanya berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Individu dengan
pitiriasis versikolor biasanya datang berobat karena masalah kosmetik akibat
pigmentasi kulit yang tidak enak untuk dilihat. Tempat predileksi adalah region
sternal dan sisi dada, abdomen, punggung, pubis, leher, dan area intertiginosa. Pada
beberapa keadaan, dapat terdapat papul-papul folikular. Klinis morfologi terlihat
papul dberukuran 2-3 mm diameter, dengan peradangan minimal. Tempat predileksi
adalah dada, punggung, dan lengan atas. Kadang terdapat di leher dan jarang di muka
untuk papul folikular.

11

Gambar 7. Lesi Perifolikular pada Pitiriasis Versikolor


Sumber: El-Gothany Z. M. G. A Review of Pityriasis Versicolor. J Egypyt Wom
Dermatol Soc. Vol. 1 No. 2, 2004
Pada pitiriasis versikolor wajah dan kulit kepala dapat terkena. Lesi wajah
hanya muncul pada bayi dan pasien imunokompromais. Bila dibiarkan, lesi di penis
dapat muncul juga. Penyakit ini bahkan bisa terjadi pada telapak tangan dan telapak
kaki.
Kadang pederita dapat merasakan gatal ringan yang merupakan alasan
berobat. Pseudoakromia akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan
pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita.
Penyakit ini sering dilihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang tua
juga dapat terkena infeksi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi, yaitu
faktor herediter, penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan steroid
dan malnutrisi.
VII.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis, pemeriksaan fluoresensi, lesi
kulit dengan lampu Wood, dan sediaan langsung.
Gambaran klinis dapat dilihat di gejala klinis, fluoresensi lesi kulit pada
pemeriksaan lampu Wood berwarna kuning keemasan atau biru kehijauan atau kuning
kehijauan. Untuk lampu Wood pemeriksaan bisa negatif pada individu yang baru saja
mandi karena bahan kimia fluoresensinya larut air.
Pada sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH 20% terlihat
campuran hifa pendek dan spora-spora bulat tebal yang dapat berkelompok dengan
12

diameter 2-8m, ukuran filament-filamen lebar 2-5m dan panjang sampai 25 m


karakteristik diagnostik adalah ditemukannya miselium dan kadang dapat ditemukan
beberapa bentuk ragi.

Gambar 8. Gambaran Pitiriasis Versikolor dalam KOH Iluminasi Ultraviolet


Sumber: Tony Burns, Stephen Breathnach, Neil Cox, Christopher Grifittis. Rooks
Textbook of Dermatology. 7th Edition. 2004. UK : Blackwell
Untuk gambaran dermatopatologinya, dapat ditemukkan budding yeast dan
bentuk hifa pada layar paling superfisial dari stratum korneum, dapat dilihat paling
baik dengan pewarnaan PAS. Dapat ditemukan hiperkeratosis, hiperplasia psoriaform,
dan inflamasi kronik dengan dilatasi pembuluh darah. Pada variasi yang atrofik,
kolonisasi epidermal dengan hifa dan spora diikuti dengan penipisan dari rete ridges,
fibroplasias subepidermal, pigmen yang tidak berkelanjutan dan elastolisis.
Skuama bisa diambil dengan kedua kaca obyek, satu sebagai tempat menaruh
skuama dan satu lagi untuk menggosok skuama. Lalu diteteskan KOH 15-20%
kemudian dapat dilihat hifa filamentosa dan bentuk ragi, istilahnya spaghetti and
meat balls atau bisa juga banana and grapes.
Identifikasi dengan kultur membutuhkan media yang kaya akan lipid dan
jarang digunakan untuk menegakkan diagnosis.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ini untuk hipopigmentasi harus dibedakan dari pitiriasis alba, vitiligo,
hipopigmentasi post inflamasi, dan tuberkuloid lepra. Untuk lesi berskuama harus
dibedakan dengan tinea korporis, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, psoriasis gutata
dan dermatitis numularis. Selain itu, juga dibedakan dari harus dibedakan dengan

13

eritrasma, sifilis II, achromia parasitic dari Pardo-Castello dan Dominiquez, morbus
Hansen.
Pada varian atrofik, harus dibedakan dengan parapsoriasis, fungioides mikosis,
anetoderma, lupus eritematosa, atau atrofi karena steroid.
Diagnosa pitiriasis versikolor dapat ditegakkan dengan pemeriksaan KOH.
Pada dermatitis seboroik, bercak berwarna eritematosa kekuning-kuningan dan
skuama lembut, berminyak. Pada sifilis macular, makula terdiri dari lesi pink pucat,
dengan diameter kurang dari 1 cm, bulat atau oval iregularm yang terdistribusi pada
sisi tubuh, dan aspek fleksor dari ekstremitas, agak sedikit indurasi dengan skuama
perifer dan dapat berwarna tembaga, bisa ada adenopati generalisata. Tes serologik
pada sifilis positif. Vitiligo dapat dibedakan karena tidak ada skuama sama sekali pada
penyakit vitiligo. Dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, sifilis sekunder, dan tinea
corporis menunjukkan perubahan inflamasi lebih banyak dibandingkan pitiriasis
versikolor. Eritrasma dapat mirip dengan pitiriasis versikolor dengan perubahan
pigmentasi dan skuama, tetapi lesi satelit kurang umum dan fluoresensi berwarna pink
pada lampu Wood sering terdapat. Eritrasma dan pitiriasis versikolor dapat terjadi
bersamaan.
IX.

TATALAKSANA
Pengobatan harus dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten. Pengobatan
dapat diberikan secara topikal maupun oral.
Obat-obatan yang dapat dipakai misalnya topikal antifungal azol. Waktu
penyembuhan dengan menggunakan antifungal azol topikal biasanya 2-3 minggu.
Masalah utama dari pengobatan topikal seperti antifungal topikal adalah kesulitan
mengaplikasikan krim pada area tubuh yang luas. Solusi yang mungkin adalah dengan
menggunakan versi sampo. Dengan penggunaan sampo sekitar 2-3 kali, dapat
membersihkan hampir seluruh infeksi.
Pendekatan kedua adalah dengan suspensi selenium sulfide (selsun) dapat
dipakai sebagai sampo 2-3 kali seminggu. Obat ini sangat efektif, lebih murah, bisa
efektif pada satu kali pemakaian, bisa diulang per bulan sebagai profilaksis. Obat
digosokkan pada lesi dan didiamkan 15-30 menit sebelum mandi atau dipakai di area
yang terkena lalu dibiarkan semalaman. Cairannya berwarna pink kekuningan dan
diberikan paling baik saat malam hari dan harus dicuci besok paginya. Pada banyak
kasus dibutuhkan aplikasi secara teratur (setiap malam selama 2 minggu) namun pada
beberapa pasien penggunaan satu atau dua kali sudah cukup. Keuntungannya adalah
14

harganya lebih murah dan kenyaman untuk aplikasi. Kekurangannya adalah iritasi bila
diaplikasikan pada muka atau genitalia, mewarnai baju dan sprei tempat tidur.
Alternatifnya adalah cairan sodium hiposulfit 20% dan 50:50 propilen glikol dalam
air.
Obat-obatan lain yang berkhasiat terhadap penyakit ini adalah salisil spiritus
10%, sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%, tolsiklat, tolnaftat, ciclopirox
olamine, zinc pyrithione, preparat asam salisilat , benzoil peroksida, dan haloprogin.
Selain selenium sulfide bisa digunakan sebagai sampo untuk mengurangi kolonisasi di
kulit kepala, dapat juga digunakan sabun zinc pyrithione yang juga efektif dan
ditoleransi baik untuk pengobatan dan pencegahan. Walaupun terbinafin terbukti
tidak efektif lewat oral, ternyata efektif secara topikal. Aplikasi 2 kali sehari lebih
baik dibandingkan 1 kali sehari. Terbinafin yang dapat digunakan dalam bentuk krim
terbinafin 1%.
Untuk anak-anak, terdapat tabel yang menjelaskan pengobatan topikal yang
diperbolehkan untuk pitiriasis versikolor.
Tabel 1. Terapi Topikal Antifungal untuk Dermatofitosis dan Pitiriasis Versikolor

Sumber: Kelly P. B. Superficial Fungal Infections. American Academy of Pediatrics.


Pediatrics in Review Vol. 33 No. 4 April 2012.
Jika sulit disembuhkan, dapat dipertimbangkan pengobatan oral dengan
ketokonazol dosis 1 x 200 mg sehari selama 10 hari. Ketokonazol dosis 400 mg dapat
15

diulang dengan interval 1 bulan cukup efektif. Alternatif lain adalah Itrakonazol oral
200 mg 1 kali sehari selama 7 hari juga efektif dan dapat diikuti dengan pengobatan
profilaksis dengan itrakonazol 200 mg 2 kali sehari dalam 1 hari dari sebulan.
Baik ketokonazol oral maupun itrakonazol oral sama-sama efektif untuk
pitiriasis versikolor. Namun, biasanya itrakonazol oral disimpan untuk kasus yang
resisten atau sulit sembuh atau sering kambuh.
Pada penelitian dengan 50 pasien, itrakonazol dosis tunggal 400 mg sama
efektifnya dengan itrakonazol 200 mg sehari selama 7 hari. Flukonazol 1x400 mg
juga efektif dan dapat diulang dengan interval per bulan. Pada penelitian dengan 128
pasien, dosis per minggu dengan 2 kapsul flukonazol 150 mg selama 2 minggu sama
efektifnya dengan dosis per minggu dua tablet ketokonazol 200 mg selama 2 minggu.
Selain itu, flukonazol 450 mg dosis tunggal juga ditemukan efektif untuk pengobatan
pitiriasis versikolor dan ditoleransi dengan baik walaupun masih membutuhkan
penelitian sebagai pengobatan dosis tunggal.
Pasien harus diberitahu bahwa hipopigmentasi dan hiperpigmentasi akan
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sembuh dan bukan merupakan tanda
kegagalan pengobatan. Kekambuhan cukup sering bila dosis profilaktif tidak
diberikan, namun ada banyak pilihan untuk terapi profilaksis. Setelah terapi awal,
pasien dapat memilih untuk mandi dengan sabun zinc pyrithione per minggu, atau
aplikasi tunggal selenium sulfide, atau sampo ketokonazol, ekonazol, atau bifonazol
tiap 30-60 hari, atau terapi oral per bulan. Selain itu, sebenarnya lebih sederhana
untuk mengobati episode berulang yang kambuh dibandingkan mempertahankan
terapi profilaksis jangka panjang.
X.

PROGNOSIS
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten.
Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan
pemeriksaan kampu Wood dan sediaan langsung negatif.

16

ANALISA KASUS

Berdasarkan epidemiologi, pitiriasis versikolor ini banyak mengenai dewasa muda,


sesuai dengan umur pasien yaitu 21 tahun. Faktor predisposisinya adalah kulit berminyak,
sering berkeringat, dan bila aktif secara fisik penyakit ini dapat menetap selama setahun
penuh, pada pasien ini pasien mengaku kulit agak berminyak walaupun tidak banyak, sering
berkeringat namun pasien juga mengaku sering mandi secara teratur 2 kali sehari dan pasien
aktif secara fisik karena menyukai olahraga seperti sepak bola.
Berdasarkan gejala klinis, dari teori dikatakan kelainan kulit pitiriasis versikolor
dapat terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, dengan bentuk tidak teratur sampai
teratur, batas jelas sampai difus, jarang gatal, bila ada gatal ringan, dan sering pasien datang
berobat karena kelainan kulit tersebut tidak enak dilihat, selain itu tempat predileksinya
adalah di region sternal, di sisi dada, kedua lengan bagian atas, dan punggung, lesi dapat
makin membesar dan meluas dan menyatu membtuk area geografis. Hal tersebut sesuai pada
pasien ini dimana pada pasien mengalami keluhan bercak-bercak berwarna cokelat muda dan
ada yang berwarna lebih putih dari warna kulit yang biasa, dengan berbagai ukuran, berbatas
tegas dan menyebar di kedua lengan atas, punggung, dan dada, selain itu selama 6 bulan dari
17

munculnya lesi, lesi bertambah luas dan ada yang menyatu membentuk gambaran seperti
pulau.
Pada status dermatologis, didapatkan lesi berupa makula-makula hipopigmentasi dan
hiperpigmentasi dengan ukuran dari lentikular, numularis sampai plakat, jumlahnya banyak,
berbatas tegas dengan skuama halus, ada bagian yang eritema, ada bagian yang terdapat
papul perifolikular berukuran diameter 2-3 mm. Hal ini sesuai dengan gambaran teori klinis
dari pitiriasis versikolor dimana selain terdapat lesi klasik juga terdapat varian papul folikular
yang ditemukan pada pasien ini.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Djuanda A., Djuanda S., Hamzah M., Aisah S., editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Edisi Keempat, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

2.

James WD, Berger TD, Elsdton D. Andrews Clinical Dermatology. 10 th Edition.


2006. Canada: Saunders Elsevier

3.

Wolff K, et al. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 5th
Edition. 2007. New York. McGrawhill.

4.

Tony Burns, Stephen Breathnach, Neil Cox, Christopher Grifittis. Rooks Textbook of
Dermatology. 7th Edition. 2004. UK : Blackwell

5.

Rai M. K., Wankhade S. Tinea versicolor An Epidemiology. Journal of Microbial


and Biochemical Technology Vol 1: 051-056 (2009)-051.

6.

Hunter J., Savin J., Dahl M. Clinical Dermatology 3rd Edition. 2002. Massachusetts:
Blackwell.

7.

Ellis D. Management of Cutaneus Fungal Infections. Women and Childrens Hospital


Mycology Unit. Adelaide. Available from: http: www.mycology.adelaide.edu.au

18

8.

Crespo-Erchiga V., Gomez-Moyano E., Crespo M. Pityriasis Versicolor and the Yeasts
of Genus Malassezia. Actas Dermosifiliogr 2008;99:764-71.

9.

Kelly P. B. Superficial Fungal Infections. American Academy of Pediatrics. Pediatrics


in Review Vol. 33 No. 4 April 2012.

10.

El-Gothany Z. M. G. A Review of Pityriasis Versicolor. J Egypyt Wom Dermatol Soc.


Vol. 1 No. 2, 2004.

11.

Khan M. M., Noor S. M., Nawaz K. Single Dose Fluconazole in the Treatment of
Pityriasis Versicolor. Journa of Pakistan Association of Dermatologist 2007; 17: 2831.

19

Anda mungkin juga menyukai