Anda di halaman 1dari 6

Epidemiologi

Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat
dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi
terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis
dengan insiden yang terbesar. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa
penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama
atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.
Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis setiap tahun. Setiap 1
dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dideteksi positif sinusitis. Sinusitis lebih sering
terjadi dari awal musim gugur dan musim semi. Insiden terjadinya sinusitis meningkat seiring
dengan meningkatnya kasus asma, alergi, dan penyakit traktus respiratorius lainnya.
Perempuan lebih sering terkena sinusitis dibandingkan laki-laki karena mereka lebih sering
kontak dengan anak kecil. Angka perbandingannya 20% perempuan dibanding 11.5% lakilaki.
Virus adalah penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan. Namun, sinusitis
bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik. Lima
milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar
lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat.
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering
juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering
ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat
mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat.
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, infeksi bakteri,
jamur, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil. Faktor
lokal seperti anomali kraniofasial, obstruksi nasal, trauma, polip hidung, deviasi septum atau
hipertrofi konka, sumbatan komplek osteomeatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, juga dapat
menjadi faktor predisposisi sinusistis. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan factor penting
penyebab terjadinya sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan
sumbatan dan menyembuhkan rinosinositisnya. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah
polusi udara, udara dingan dan kering serta kebiasaan merokok.

Klasifikasi
Sinusitis dapat dibagi berdasarkan letak anatomi (sinusitis maksilaris, frontalis,
etmoid, dan sfenoidalis), berdasarkan organisme penyebab (virus, bakteri dan fungi),
berdasarkan ada tidaknya komplikasi ke luar sinus (seperti adanya komplikasi osteomyelitis
pada tulang frontal) dan secara klinis sinusitis dapat dikatagorikan sebagai sinusitis akut bila
gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut berlangsung
lebih dari 4 minggu tapi kurang dari 3 bulan dan sinusitis kronik bila lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan beratnya penyakit, rhinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang
dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm)7:
1. Ringan = VAS 0-3
2. Sedang = VAS >3-7
3. Berat= VAS >7-10
Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS
jawaban dari pertanyaan:
Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis saudara?
_______________________________________________________________
Tidak mengganggu 10 cm Gangguan terburuk yang masuk akal
Nilai VAS > 5 mempengaruhi kualitas hidup pasien

1.

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi atas :


Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis

2.

akut (influenza), polip, dan septum deviasi.


Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan
sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar dan molar). Bakteri
penyebabnya

adalah

Streptococcus

pneumoniae,

Hemophilus

influenza,

Steptococcusviridans, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhatis


Etiologi
Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat memberikan kontribusi dalam
terjadinya obstruksi akut ostia sinus atau gangguan pengeluaran cairan oleh silia, yang
akhirnya menyebabkan sinusitis.

Infeksi yang tersering pada rongga hidung adalah infeksi virus. Partikel virus sangat
mudah menempel pada mukosa hidung yang menggangu sistem mukosiliar rongga hidung
dan virus melakukan penetrasi ke palut lendir dan masuk ke sel tubuh dan menginfeksi
secara cepat. Bentuk dismorphic dari silia tampak lebih sering pada tahap awal dari sakit dan
terjadi pada lokal. Virus penyebab sinusitis antara lain rinovirus, para influenza tipe 1 dan 2
serta respiratory syncitial virus.
Kebanyakan infeksi sinus disebabkan oleh virus, tetapi kemudian akan diikuti oleh
infeksi bakteri sekunder. Karena pada infeksi virus dapat terjadi edema dan hilangnya fungsi
silia yang normal, maka akan terjadi suatu lingkungan ideal untuk perkembangan infeksi
bakteri. Infeksi ini sering kali melibatkan lebih dari satu bakteri. Organisme penyebab
sinusitis akut yang sering ditemukan ialah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
Influenzae, bakteri anaerob, Branhamella kataralis, Streptococcus alfa, Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pyogenes. Selama suatu fase akut, sinusitis kronis disebabkan oleh
bakteri yang sama yang menyebabkan sinusitis akut. Namun, karena sinusitis kronis biasanya
berkaitan dengan drainase yang tidak adekuat maupun fungsi mukosiliar yang terganggu,
maka agen infeksi yang terlibat cenderung oportunistik, dimana proporsi terbesar bakteri
anaerob. Bakteri aerob yang sering ditemukan antara lain Staphylococcus aureus,
Streptococcus viridans, Haemophilis influenza, Neisseria flavus, Staphylococcus epidermis,
Streptcoccus pneumoniae dan Escherichia coli, Bakteri anaerob termasuk Peptostreptococcus,
Corynebacterium, Bakteriodaes dan Vellonella. Infeksi campuran antara organisme aerob dan
anaerob sering kali terjadi.
Penyebab nonifeksius antara lain adalah rinitis alergika, barotrauma, atau iritan kimia.
Reaksi alergi terjadi di jalan nafas dan kavitas sinus yang menghasilkan edema dan inflamasi
di membrana mukosa. Edema dan inflamasi ini menyebabkan blokade dalam pembukaan
kavitas sinus dan membuat daerah yang ideal untuk perkembangan jamur, bakteri, atau virus.
Alergi dapat juga merupakan salah satu faktor predisposisi infeksi disebabkan edema mukosa
dan hipersekresi. Mukosa sinus yang oedem yang dapat menyumbat muara sinus dan
mengganggu drainase sehingga menyebabkan timbulnya infeksi, selanjutnya menghancurkan
epitel permukaan dan siklus seterusnya berulang yang mengarah pada sinusitis kronis. Pada
keadaan kronis terdapat polip nasi dan polip antrokoanal yang timbul pada rinitis alergi,
memenuhi rongga hidung dan menyumbat ostium sinus. Selain faktor alergi, faktor
predisposisi lain dapat juga berupa lingkungan. Faktor cuaca seperti udara dingin

menyebabkan aktivitas silia mukosa hidung dan sinus berkurang, sedangkan udara yang
kering dapat menyebabkan terjadinya perubahan mukosa, sehingga timbul sinusitis.
Penyakit seperti tumor nasal atau tumor sinus (squamous cell carcinoma), dan juga
penyakit granulomatus (Wegeners granulomatosis atau rhinoskleroma) juga dapat
menyebabkan obstruksi ostia sinus, sedangkan konsisi yang menyebabkan perubahan
kandungan sekret mukus (fibrosis kistik) dapat menyebabkan sinusitis dengan mengganggu
pengeluaran mukus.
Di rumah sakit, penggunaan pipa nasotrakeal adalah faktor resiko mayor untuk infeksi
nosokomial di unit perawatan intensif. Infeksi sinusitis akut dapat disebabkan berbagai
organisme, termasuk virus, bakteri, dan jamur. Virus yang sering ditemukan adalah
rhinovirus, virus parainfluenza, dan virus influenza. Bakteri yang sering menyebabkan
sinusitis adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan moraxella
catarralis. Bakteri anaerob juga terkadang ditemukan sebagai penyebab sinusitis maksilaris,
terkait dengan infeksi pada gigi premolar. Sedangkan jamur juga ditemukan sebagai
penyebab sinusitis pada pasien dengan gangguan sistem imun, yang menunjukkan infeksi
invasif yang mengancam jiwa. Jamur yang menyebabkan infeksi antara lain adalah dari
spesies Rhizopus, rhizomucor,Mucor, Absidia, Cunninghamella, Aspergillus, dan Fusarium.
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal (KOM). Sinus dilapisi
oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua
yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh
sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zatzat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan
jika jumlahnya berlebihan.5,6

Gambar.Patogenesis Sinusitis

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu
apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan
terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel
mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Bila terinfeksi organ yang
membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling
bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi
gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir
yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk
tumbuhnya bakteri patogen.
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri
(anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan
sekitarnya rusak. Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada
pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput
periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga
terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar
menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga
memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas
sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis
maksila.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan


tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah
satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.
Manifestasi Klinik
Keluhan utama rhinosinusitis akut adalah hidung sumbat disertai nyeri/ rasa tekanan
pada muka dan mukus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip) dapat
disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
1. Sinusitis Maksilaris
Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam,
malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik
biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan
kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi
khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen
dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.
2. Sinusitis Etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi
sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal
hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya,
terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung.
3. Sinusitis Frontalis
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang
tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya
menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan
supra orbita.
4. Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke vertex kranium.
Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan oleh karena itu gejalanya
menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya

Anda mungkin juga menyukai