Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

TERAPI CAIRAN PADA PERDARAHAN

DISUSUN OLEH:

Pembimbing :

dr.Ester Lantika Silaen,Sp.An

Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
RSU. Royal Prima
Medan
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkatdan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing dr.Ester Lantika
Silaen,Sp.An atas dukungan, bimbingan dan waktu yang telah diberikan dalam proses
penyelesaian laporan kasus ini sebagai upaya untuk menjadikan penulis manusia yang
berilmu dan berpengetahuan..
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini tentunya tidaklepas
dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaianlaporan kasus ini.
Judul dari laporan kasus ini adalah “Terapi Cairan pada Perdarahan”. Penulis
menyadari bahwa penulisan laporan kasusini masih jauh dari sempurna, baik dari segi
materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga laporan
kasus ini bermanfaat dan memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Medan, Oktober 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................1

DAFTAR ISI..................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4


2.1 Komposisi Cairan Tubuh.........................................................................4
2.2 Definisi Perdarahan..................................................................................5
2.3 Klasifikasi Perdarahan.............................................................................5
2.4 Pemilihan Cairan......................................................................................8
BAB III KASUS............................................................................................................23

BAB IV KESIMPULAN...............................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................26

2
BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan merupakan komplikasi terbesar padatrauma. Perdarahan yang


menimbulkan gangguan sirkulasisecara klinis dikenal dengan syok.Perdarahan berat
adalah perdarahan yang mengakibatkan kehilangan darah sebanyak 30% atau lebih dari
estimate blood volume. Penatalaksanaan cairan pada syok perdarahan berat adalah
dengan melakukan resusitasi agresif/resusitasi standar (massive resuscitation) untuk
mengganti cairan yang hilang dengan menggunakan kristaloid dengan pemberian 3×
lipat dari estimate blood loss. Hal ini dikenal dengan ’hukum 3 untuk 1’ (’3 for 1 rule’).
Dasar pemikiran pada resusitasiini adalah cairan kristaloid memiliki partikel molekul
kecil yang relatif berdifusi keluar dari intravaskuler ke interstitial, sehingga dianggap
hanya 25% atau kurang lebih 1/3 dari cairan kristaloid yang bertahan dalam
intravaskuler. Resusitasi hipotensif/resusitasi terbatas merupakan suatu tindakan
pemberian resusitasi cairan yang diberikan pada pasien trauma dengan syok perdarahan
yang bertujuan mengembalikan volume darah untuk mencukupi perfusi organ-organ
vital (jantung, otak), dan menghindari kehilangan darah lebih lanjut.2 Sedangkan pada
resusitasi agresif, dilakukan penggantian dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali dari
perkiraan volume kehilangannya (estimate blood loss) yang bertujuan mengembalikan
darah yang hilang menjadi ’normovolemik’.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposisi Cairan Tubuh


Air merupakan komponen utama dalam tubuh yakni sekitar 60% dari berat badan pada
laki-laki dewasa. Persentase tersebut bervariasi bergantung beberapa faktor diantaranya:
 Total Body Water ( TBW ) pada orang dewasa berkisar antara 45-75% dari berat
badan. Kisaran ini tergantung pada tiap individu yang memiliki jumlah jaringan
adipose yang berbeda, yang mana jaringan ini hanya mengandung sedikit air.
 Total Body Water ( TBW ) pada wanita lebih kecil dibanding dengan laki-laki
dewasa pada umur yang sama, karena struktur tubuh wanita dewasa yang
umumnya lebih banyak mengandung jaringan lemak.
 Total Body Water ( TBW ) pada neonatus lebih tinggi yaitu sekitar 70-80% berat
badan
 Untuk beberapa alasan, obesitas serta peningkatan usia akan menurunjkan
jumlah kandungan total air tubuh Total Body Water ( TBW ) dibagi dalam 2
komponen utama yaitu cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstra seluler (CES)
seperti terlihat pada gambar berikut,
Tabel 2.1 Komposisi Plasma , Interstitial, dan intraselular (mmol/L)
Komposisi Plasma , Interstitial, dan intraselular (mmol/L)
Substansia Plasma Cairan Interstitial Cairan intraselular
Kation
Na+ 153 145 10
K +
4,3 4,1 159
Ca 2+
2,7 2,4 <1
Mg 2+
1,1 1 40
Total 161,1 152,5 209
Anion
Cl- 112 117 3
HCO3 -
25,8 27,1 7
Protein 15,1 <0,1 45
Lainnya 8,2 8,4 154
Total 161,1 152,5 209

4
2.2 Definisi Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah akibatkerusakan
pembuluh darah. Kehilangan darah dapat disebabkan karena traumaatau kelainan
lain yang menyebabkan perdarahan organ.
Adapun rumus mencari Estimated Blood Loss (EBL) atau Estimasi Volume
Darah yang hilang dalam tubuh adalah sebagai berikut:

EBL = 60cc x Ketentuan x % Kelas Perdarahan


a Neonatus : 85ml/kgBB
b Anak : 80ml/kgBB
c Dewasa (Lk) : 70ml/kgBB
d Dewasa (Pr) : 65ml/kgBB

2.3Klasifikasi Perdarahan
1. Perdarahan terbuka
Perdarahan terbuka terjadi akibat rusaknya pembuluh darah disertai dengan
kerusakan kulit yang memungkinkan darah keluar dari tubuh.
2. Perdarahan tertutup
Penyebab perdarahan tertutup adalah benturan keras,ledakan,dan sejenisnya.
Kehilangan darah pada perdarahan tertutup tidak terlihat karena jaringan kulit
masih utuh. Perdarahan tertutup bersifat variatif dari yang paaling ringan sampai
dengan mengancamnyawa. Tanda-tanda perdarahan tertutup antara lain adanya
cedera ataupun memar disertai nyeri dan pembengkakan, muntah darah, batuk
darah, buang air besar berdarah, kencing disertai darah atau cairan dari hidung
dan telinga baik berupa darah segar maupun darah hitam.

5
Tabel 2. 2 Derajat dan tanda klinis
Kehilangan darah dapat diperkirakan besarnya melalui beberapa kriteria klinis
seperti tabel dibawah ini :
Derajat Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan
<750 750-1500 1500-2000 >2000
darah (ml)
Kehilangan
<15% 15-30% 30-40% >40%
darah (%EBV)
Frekuensi Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Darah
Normal Normal Menurun Menurun
(mmHg)
Tekanan Nadi Normal atau
Menurun Menurun Menurun
(mmHg) meningkat
Frekuensi Napas 14-20 20-30 30-35 >35
Produksi urin
>30 20-30 5-15 Tidak ada
(ml/jam)
Gelisah dan Bingung dan
Status Mental Gelisah ringan Gelisah sedang
bingung letargi
Cairan Kristaloid Kristaloid dan
Kristaloid Kristaloid
pengganti dan darah darah

Saat terjadi perdarahan dibawah 10% dari jumlah estimasi darah


dalam tubuh,mekanisme kompensasi tubuh akan mengatasi kekurangan volume
cairan yang hilang,namun secara klinis tidak terlihat nyata dikarenakan volume
darah yang hilang puntidaklah banyak. Saat tubuh kehilangan darah lebih dari
15% dari volume darah yangberedar, tubuh akan segera memindahkan
volume sirkulasinya dari organ non vital(organ-organ pencernaan, kulit,
otot) ke organ-organ vital (otak dan jantung) untukmenjamin perfusi yang
cukup ke organ-organ vital. Saat terjadi perdarahan akut, curahjantung dan denyut
nadi akan turun akibat penurunan volume darah yang menyebabkanpenurunan
venous return dan volume preload jantung. Hal ini dapat
menyebabkanhipoperfusi ke seluruh jaringan tubuh apabila tidak dikompensasi
dengan baik. Perubahanini akan mengaktivasi baroreseptor di arcus aorta dan

6
atrium. Selanjutnya akan terjadipeningkatan aktivitas simpatis pada jantung
sebagai mekanisme kompensasi daripenurunan preload, yaitu peningkatan
denyut jantung, vasokontriksi perifer danredistribusi aliran darah dari organ-
organ nonvital seperti kulit, organ-organ pencernaan,dan ginjal (Pujo et al., 2013;
Udeani, 2013).Dalam saat yang bersamaan, terjadi pula respon neurohormonal
sebagai mekanismekompensasi. Pelepasan hormon kortikotropin akan
merangsang pelepasan glukokortikoiddan beta-endorphin. Hipofisis pars
posterior akan melepas vasopressin, yang akanmeretensi air di tubulus
distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula akan melepas reninebagai respon dari
penurunan mean arterial pressure (MAP) akibat penurunan jumlahdarah dalam
tubuh dan meningkatkan pelepasan aldosteron yang berperan
dalamreabsorpsi natrium dan air, sehingga volume urin menurun. Hiperglikemia
sering terjadisaat perdarahan akut, karena proses glukoneogenesis dan
glikogenolisis yang meningkat.Hal ini disebabkan karena penurunan perfusi dan
nutrisi ke jaringan, serta pelepasankatekolamin yang dapat menstimulasi
glikogenolisis dan lipolisis, dan diperkirakanmemberikan efek terhadap
resistensi insulin yang menyebabkan keadaan hiperglikemiapada perdarahan.
Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan
melakukanperubahan spesifik untuk mengikuti kondisi tersebut. Pada otak,
terjadi prosesautoregulasi yang bermakna, yaitu aliran darah ke otak dijaga tetap
konstan melaluiserangkaian aktivitas di atas dalam menjaga MAP tetap stabil.
Ginjal dapat mentoleransipenurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu
singkat, serta pasokan aliran darah pada saluran cerna akan turun karena
mekanisme vasokonstriksi yang dicetuskan nervussplanchnicus. Namun,
proses kompensasi akan berlanjut pada fase dekompensata, yaitusaat organ-organ
vital seperti jantung dan otak mengalami kelemahan akibat
mekanismekompensasi yang panjang. Maka pemberian resusitasi awal
dan tepat waktu dapatmencegah kerusakan organ tubuh yang irreversibel
akibat kompensasinya dalampertahanan tubuh.

7
2.4 Pemilihan Cairan
Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid
merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam
air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Cairan
kristaloid memiliki keuntungan antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan
murah. Adapun kerugian dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah
kemampuannya terbatas untuk tetap berada dalam ruang intravaskular.

1. Kristaloid
Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline
dan ringer laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan
ekstraselular. Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana
kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan
dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan
di ruang intersisial.
Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat
menyebabkan timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan
cairan ringer laktat dengan jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis
metabolik yang disebabkan adanya peningkatan produksi bikarbonat akibat
metabolisme laktat.
Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien memiliki gula darah
yang rendah atau memiliki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya
untuk resusitasi dihindarkan karena komplikasi yang diakibatkan antara lain
hiperomolalitashiperglikemik, diuresis osmotik, dan asidosis serebral.
Cairan kristaloid diklasifikasikan ke dalam :
1. Cairan Hipotonik
Cairan dengan tekanan osmotik lebih rendah dari cairan tubuh
(osmolaritas < 250mOsm/L). Cairan akan berpindah dari
intravaskuler ke interstisial dan intrasel
Contoh : Aquadest, larutan 2,5% dextrose di air

8
2. Cairan Isotonik
Cairan dengan tekanan osmotic sama seperti cairan tubuh. Cairan
ini menetap di intravaskuler dan kemudian berpindah ke
interstisial/intrasel secara seimbang (osmolaritas 290-310 mOsm/L)
Contoh : Normal Saline (NaCl 0,9%), Ringer Laktat (RL), Ringer
Asetat, Ringerfundin, Glucose 5%
3. Cairan Hipertonik
Cairan dengan tekanan osmotik lebih tinggi dari plasma darah
dimana air keluar dari intraseluler dan masuk ke dalam plasma atau
kompartemen intravaskuler (osmolaritas > 340 mOsm/L)
Contoh : NaCl 3%, Glukosa 10%, Dextrose 50%

Tabel 2.3 Komposisi cairan kristaloid :

9
2. Koloid
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya
menghasilkan tekanan onkotik. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang
intravaskuler.
Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan
efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume
vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan
larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian tetap
tinggal dalam plasma pada akhir infus.
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang
intravaskular, namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar
daripada plasma akan menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini
dikenal sebagai ekspander plasma, sebab mengekspansikan volume plasma
lebih dari pada volume yang diberikan.
Larutan koloid mengandung molekul besar dengan substansi berat yang
terletak di intravaskular lebih lama dari pada kristaloid. Umumnya jumlah
distribusi sama dengan jumlah plasma. Waktu paruh albumin dalam plasma
adalah sekitar 16 jam, meskipun dapat lebih pendek dari 2 sampai 3 jam pada
kondisi patofisiologi. Sintetik koloid, proses albumin, dan fraksi protein
memiliki risiko infeksiyang minimal atau tidak ada.

a. Albumin 5%
Albumin 5% atau fraksi protein plasma mempunyai tekanan osmotik
koloid sekitar 20 mmHg (hampir-tekanan osmotik koloid normal).
Albumin memiliki efek yang minimal pada koagulasi. Nilai normal
albumin adalah 3,5-4,5 gr/dL.
Rumus menghitung kebutuhan albumin pasien :

10
Tabel 2.4 Perbandingan kristaloid dan koloid.

Kristaloid Koloid
Keunggulan 1. Lebih mudah tersedia dan 1. Ekspansi volume plasma
murah tanpa ekspansi interstisial
2. Komposisi serupa dengan 2. Ekspansi volume lebih
plasma (Ringer besar
asetat/ringer laktat) 3. Durasi lebih lama
3. Bisa disimpan di suhu 4. Oksigenasi jaringan lebih
kamar baik
4. Bebas dari reaksi 5. Insiden edema paru
anafilaktik dan/atau edema sistemik
5. Komplikasi minimal lebih rendah
Kekurangan 1. Edema bisa mengurangi 1. Anafilaksis
ekspansibilitas dinding 2. Koagulopati
dada 3. Albumin dapat
2. Oksigenasi jaringan memperberat depresi
terganggu karena miokard pada pasien syok
bertambahnya jarak kapiler
dan sel
3. Memerlukan volume 3-4
kali lebih banyak

b. Dextran
Dextran merupakan koloid semisintetik koloid yang secara komersial
dibuat dari sucrose oleh mesenteroides leukonostok strain B 512 dengan
menggunakan enzim dekstran sucrose. Molekul rata-rata dextran 40 adalah
sekitar 40.000 dalton (40kDa), dan massa rata-rata molekular dextran 70
sekitar 70.000 dalton (70kDa). Larutan koloid 6% dextran 70 memiliki
indikasi pemberian yang sama dengan albumin 5% dan digunakan pada
syok hipovolemik dan untuk profilaksis tromboembolisme dengan waktu
paruh intravascular sekitar 6 jam. Dextran 40 digunakan pembedahan
vaskular untuk mencegah thrombosis tapi jarang digunakan sebagai

11
volume expander. Efek samping termasuk anafilatik atau reaksi anafilatoid
terjadi pada 1 dari 3300 pemberian dextran, waktu perdarahan bertambah
disebabkan oleh penurunan perlekatan platelet (pada dosis 20 ml/kg/24
jam), rouleaux formation (cross-matching darah), dan kasus jarang pada
edema paru non kardiogenik dianggap sebagai toksik langsung pada paru
kapiler setelah penyerapan intravaskular.

c. Gelatin
Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum
adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan pelarut
NaCl isotonic. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin (Haemaccel) dengan
pelarut NaCl isoronik dengan Kalium 5,1 mmol/L dan Ca 6,25 mmol/L.
Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik
daripada koloid yang lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia
sampai anafilaksis yang mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut
berkaitan dengan pelepasan histamine yang mungkin sebagai akibat efek
langsung gelatin pada sel mast. Gelatin tidak menarik air dari ruang
ekstravaskular sehingga bukan termasuk ekspander plasma seperti
dekstran. Larutan gelatin terutama diekskresikan lewat ginjal dalam urin,
sementara itu gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian
kecildieliminasikan lewat usus. Karena gelatin tidak berpengaruh pada
sistem koagulasi, maka tidak ada pembatasan dosis. Namun, bila terlalu
banyak infus, pertimbangkan adanya efek dilusi. Gelatin dapat diberikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal bahkan pada pasien yang
menjalani hemodialisis. Indikasi gelatin : Penggantian volume primer pada
hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif. Sedangkan kontraindikasi
adalah infark miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung kongestif
dan syok normovolemik.

d. Hydroxyethyl Strach
Hydroxyethyl Strach (HES) merupakan larutan koloid sintetik yang
merupakan modifikasi natural polisakarida. Seperti dekstran, yang

12
memiliki sifat dari konsentrasi dan berat molekul yang sedang. Enam
persen larutan isotonik.
Dua karakteristik yang penting pada HES:
1. Molar subsitusi
Mengacu pada jumlah residu HES per 10 subunit glukosa. Berat
molekul yang tinggi dan molar subsitusi, volume efek yang lebih
panjang, tapi jumlah efek lebih panjang, tetapi dengan efek potensial
yang lebih.
2. Rasio C2 ke C6
Digambarkan sebagai subsitusi hydroxyethyl pada atom karbon yang
spesifik pada subunit HES glukosa. Preparat HES dengan tinggi rasio
C2 ke C6 digambarkan subsitusi hydroxyethyl yang spesifik pada
karbon atom HES glucose subunit. HES C2 ke C6 lebih resisten
mengalami kerusakan pada amilase dan memiliki durasi aksi yang
panjang tanpa peningkatan efek samping.
Indikasi pemberian HES adalah :Terapi dan profilaksis defisiensi volume
(hipovolemia) dan syok (terapi penggantian volume) berkaitan dengan
pembedahan (syok hemoragik), cedera (syok traumatik), infeksi (syok
septik), kombustio (syok kombustio).
Sedangkan kontra indikasi adalah : Gagal jantung kongestif berat, Gagal
ginjal (kreatinin serum >2 mg/dL dan >177 mikromol/L).Gangguan
koagulasi berat (kecuali kedaruratan yang mengancam nyawa). Dosis
penggunaan HES adalah 20 ml/kgBB/hari.
Efek samping bervariasi dengan preparat HES yang berbeda tetapi
termasuk gangguan koagulasi, toksisitas renal, dan penyimpanan jaringan.
HES dapat menganggu faktor von Willebrand, faktor VIII, dan fungsi
platelet. Larutan HES dengan molekular tinggi dapat lebih merusak efek
hemostatik daripada larutan molekul berat yang lebih rendah.

13
Tabel 2.5 Pembagian koloid

3. Darah
55% dari darah terdiri atas plasma dan 45% lainnya terdiri atas sel-sel
darah yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Darah memiliki beberapa fungsi
yaitu sebagai transportasi untuk respirasi, makanan, ekskresi dan regulasi;
regulasi keseimbangan pH darah, mencegah perdarahan dan sebagai
pertahanan tubuh (leukosit).
Terdapat beberapa produk darah yang digunakan sebagai terapi cairan pada
perdarahan, seperti :
a. Whole Blood (WB)
Whole blood (WB) terdiri atas eritrosit, plasma, leukosit dan trombosit.
Volume dari masing-masing unit sekitar 500ml dan mengandung 200ml
eritrosit dan 300ml plasma dengan kadar minimum hematokrit 33%.
Whole blood jarang digunakan pada transfusi alogenik; PRC dan cairan
kristaloid menjadi standar pada sebagian besar kasus perdarahan aktif
akibat trauma dan pembedahan dengan suplementasi elemen hemostatik
yang disediakan.
Sebagian besar unit WB digunakan untuk menyiapkan komponen eritrosit
(PRC) dan plasma terpisah untuk memenuhi kebutuhan klinis tertentu.

14
Seluruh unit WB dapat disentrifugasi dan dipisahkan menjadi tiga
komponen: eritrosit (PRC), plasma dan konsentrat trombosit.
Beberapa keadaan membutuhkan transfusi WB, termasuk perdarahan akut
dan massif dengan tanda dan gejala seperti hipotensi, dyspnea, takikardia
dan pucat. Satu unit WB meningkatkan massa eritrosit, yang menyediakan
kapasitas pembawa oksigen dan plasma untuk ekspansi volume darah.
Pemberian :
- Jumlah : volume 500cc
- Ukuran kateter : 22 sampai 14 gauge, dengan ukuran 20 sampai 18
gauge yang cocok pada populasi. Dengan ukuran kateter yang lebih
kecil (22 gauge), dilusi darah dan sebuah pompa akan bermanfaat
untuk memberikan unit tersebut.
- Dalam waktu 2-4 jam
- Set pemberian : tipe Y atau lurus dengan saringan 170-260 mikron.

Kesesuaian :
Whole blood membutuhkan jenis dan crossmatch. Harus memiliki
kecocokan ABO.

Kebutuhan darah berdasarkan Hb :

Darah WB (cc) = ( Hb yang diinginkan - Hb sekarang ) x BB(kg) x 6

b. Packed Red Cells (PRC)


Packed red blood cells (250-300 mL dengan hematokrit 70-80%)
biasanya digunakan untuk terapi anemia dan sering dikaitkan dengan
kehilangan darah saat pembedahan. Tujuan utama adalah meningkatkan
kapasitas oksigen dalam darah. Meskipun PRC dapat meningkatkan
volume cairan intravaskular, tidak ada produk darah, seperti kristaloid dan
koloid, juga dapat mencapai poin akhir. Unit tunggal PRC akan
meningkatkan konsentrasi Hb sekitar 1g/dL. Pemberian PRC dapat
disertakan kedalam larutan kristaloid, seperti 50 hingga 100 mL saline.
Penggunaan larutan glukosa hipotonik secara teoritis dapat menyebabkan

15
hemolisis, sedangkan adanya kalsium dalam larutan Ringer laktat yang
dapat menyebabkan pembekuan darah jika dicampur dengan PRC.

Komplikasi
Komplikasi sering dikaitkan dengan PRC sama dengan pemberian whole
blood. Kemampuan intoksikasi sitrat, pada PRC lebih sedikit
dibandingkan dengan whole blood dikarenakan kurangnya infus sitrat.
Pengangkatan plasma menurunkan konsentrasi faktor I (fibrinogen), V,
dan faktor VIII jika dibandingkan dengan whole blood.
Keputusan Pemberian PRC
Keputusan dalam pemberian PRC harus berdasarkan pada pengukuran
hilangnya darah dan kapasitas oksigen yang dibawa tidak adekuat.
 Meningkatkan massa eritrosit ketika ekspansi volume tidak
dibutuhkan
 Memperbaiki dan mempertahankan kapasitas pengangkutan oksigen
oleh darah
 Anemia simtomatik yang tidak memberikan respon pada penanganan
lain
 Perdarahan akut maupun kronik dengan gejala (seperti takikardi,
dyspnea, pucat)
 Hb < 8 gr/dL
 Perdarahaan hebat 10 mL/kg, pada 1 jam pertama
 Perdarahaan > 5 mL/kg pada 3 jam pertama.

Tidak mentransfusikan PRC :


 Untuk ekspansi volume
 Untuk mempercepat penyembuhan luka
 Untuk meningkatkan kesehatan umum
Ringkasan Pemberian :
 Komponen jumlah : 250 – 350 cc
 Kecepatan normal : 1½ hingga 2 jam per unit, maksimal 4 jam.

16
 Set pemberian : Tipe lurus dan Y dengan saringan 170-260 mikron
Crossmatch dibutuhkan. Pemeriksaan ABO dan Rhesus juga dilakukan
Kebutuhan PRC berdasarkan Hb :

Darah PRC(cc) = ( Hb yang diinginkan - Hb sekarang ) x BB(kg) x 3

Perdarahan Akut
Hilangnya darah diantara 1500-2000 ml (sekitar 30% pada jumlah darah
pasien dewasa) dapat melebihi kemampuan kristaloid untuk mengantikan
jumlah darah tanpa kapasitas membawa oksigen kedalam darah. Hipotensi
dan takikardia mungkin dapat terjadi, tetapi respon kompensasi dapat
dikurangi dengan pemberian anesthesi atau obat-obatan lain seperti (β-
adrenergik blocking drug). Kompensasi vasokonstriktor dapat
menyembunyikan tanda-tanda kehilangan darah akut sampai setidaknya
10% dari jumlah darah yang hilang, dan pasien yang sehat mungkin
kehilangan 20% dari volume darah sebelum adanya tanda-tanda
hipovolemia. Untuk memastikan konten oksigen dalam darah cukup, PRC
harus diberikan ketika kehilangan darah dalam jumlah besar. Whole
blood, ketika tersedia, secara bertahap digunakan lebih sering, dan
menurukan kejadianhypofibrinogenemia dan mungkin disertai
koagulopati yang dikaitkan dengan pemberian PRC.
Kehilangan darah akut, cairan interstitial dan protein ekstravaskular
ditransfer ke ruang intravaskular, yang mengatur volume plasma. Untuk
alasan ini, ketika larutan kristaloid digunakan untuk menggantikan
kehilangan darah, dibutuhkan tiga kali dari jumlah kehilangan darah, tidak
hanya untuk mengisi kembali volume cairan intravaskuler tapi juga untuk
mengisi kembali jumlah cairan yang hilang pada ruang interstitial.
Albumin dan herastrach sebagai contoh larutan berguna untuk ekspansi
akut pada volume cairan intravaskular. Berlawanan dengan larutan
kristaloid, albumin dan hestarach mungkin tetap bertahan pada ruang
intravaskular untuk waktu yang lama (sekitar 12 jam). Hindari komplikasi
yang berkaitkan dengan produk yang mengandung darah tetapi tidak

17
menambah kapasitas oksigen yang dibawa ke darah dan, volume yang
besar (>20mL/kg), dapat menyebabkan defek koagulasi.

c. Fresh Frozen Plasma (FFP)


Fresh frozen plasma (FFP) adalah bagian cairan yang diperoleh dari satu
unit darah utuh yang dibekukan dalam 6 jam pengumpulan. Semua faktor
koagulasi, kecuali platelet, hadir dalam FFP, yang menjelaskan
penggunaan komponen ini untuk pengobatan perdarahan dari faktor
defisiensi faktor koagulasi yang diduga. Transfusi FFP selama operasi
mungkin tidak diperlukan kecuali waktu prothrombin (PT) atau waktu
tromboplastin parsial (PTT), atau keduanya, setidaknya 1,5 kali lebih
lama dari biasanya. Baru-baru ini, FFP diberikan dalam rasio khusus
dengan sel darah merah pada pasien trauma. Indikasi lain untuk FFP
adalah pembalikan segera warfarin dan manajemen resistensi heparin.
Peran FFP sebagai penyebab cedera paru akut terkait transfusi (TRALI)
akan dibahas nanti.
Penggunaan FFP :
 Perdarahan aktif dengan defisiensi faktor koagulasi multiple
 Pembalikan warfarin
 DIC
 Transfusi massif pada trauma
Tidak mentransfusikan FFP :
 Untuk ekspansi volume
 Jika koagulopati dapat secara efektif diperbaiki oleh terapi spesifik
(seperti vitamin K pada overdosis warfarin)
Ringkasan penggunaan :
 Jumlah : 200-300 cc (pasien pediatric : 10-15ml/kgBB dalam
kecepatan 1-2ml/menit)
 Kecepatan : 1-2 jam
 Set pemberian : tipe lurus atau Y dengan saringan 170 mikron
disediakan dengan NaCl 0.9%

18
Crossmatch tidak diperlukan. Harus ada kecocokan system ABO. Reaksi
alergi akut merupakan reaksi yang paling sering muncul pada pemberian
plasma. Sebagian besar reaksi bersifat ringan.
Kebutuhan FFP berdasarkan Hb :

Darah FFP(cc) = ( Hb yang diinginkan - Hb sekarang ) x BB(kg) x 10

d. Platelet
Pemberian platelet memungkinkan pengobatan khusus trombositopenia
tanpa infus komponen darah yang tidak perlu. Trombosit berasal dari
donor relawan (cytapheresis dan plateletpheresis). Konsentrat trombosit
yang dikumpulkan berasal dari donor darah utuh dan dapat disebut
"trombosit donor acak”. Selama operasi, transfusi trombosit mungkin
tidak diperlukan kecuali jumlah trombosit kurang dari 50.000 sel / mm3
seperti yang ditentukan oleh analisis laboratorium atau rasio yang telah
ditentukan dengan sel darah merah seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Penggunaan :
 Pasien dengan trombositopenia (trombosit < 10000/µL) atau
 Pasien stabil dengan trombositopeni kronis (trombosit <5000/µL)
 Pasien dengan demam atau perdarahan terus menerus (perdarahan
terkontrol) dengan trombosit < 10000/µL
 Pasien dengan koagulopati, penggunaan heparin atau lesi anatomi
yang sering mengakibatkan perdarahan
Tidak mentransfusi platelet jika :
 Pasien dengan ITP (kecuali dengan perdarahan yang mengancam
jiwa)
 Profilaksis pada transfusi darah yang massif
 Profilaksis setelah bypass jantung paru
 Transfusi pada DIC masih kontroversi
Ringkasan pemberian
 Jumlah : 40-70mL/unit; dosis umum 4-8 unit (pada pediatric : 1
unit/7-10kgBB)

19
 Kecepatan : >1 jam
 Dengan saringan reduksi leukosit jika diindikasikan
 Tubing harus bebas karet untuk mencegah penempelan platelet;
gunakan NaCl 0.9% sebagai primer
Kecocokan ABO tidak dibutuhkan saat pemberian platelet tetapi
disarankan. Setelah penarikan platelet dari seorang individu, platelet harus
segera di transfusikan dalam waktu 4 jam.

Komplikasi
Risiko yang terkait dengan infus konsentrat trombosit adalah (1) reaksi
sensitisasi karena antigen leukosit manusia pada membran sel trombosit
dan (2) penularan penyakit infeksi, yang jarang terjadi. ). Sepsis yang
terkait trombosit dapat berakibat fatal dan terjadi sesering 1 dalam 5000
transfusi; itu mungkin tidak dikenali karena banyak variabel pembaur
lainnya yang ada pada pasien sakit kritis. Ketika trombosit donor
dikulturkan sebelum infus, insidensi sepsis dapat berkurang secara
signifikan tetapi sepsis masih mungkin. Fakta bahwa platelet disimpan
pada 20o C ke 24o C bukannya 4o C mungkin menyumbang risiko yang
lebih besar dari pertumbuhan bakteri dengan produk darah lainnya.
Sebagai tambahan, setiap pasien yang mengalami demam dalam 6 jam
setelah menerima konsentrat trombosit harus dipertimbangkan untuk
kemungkinan memanifestasikan sepsis yang diinduksi platelet, dan terapi
antibiotik empiris harus dilembagakan.

e. Kriopresipitat
Kriopresipitat adalah fraksi plasma yang mengendap ketika FFP
dicairkan. Komponen ini berguna untuk mengobati hemofilia A
(mengandung konsentrasi tinggi faktor VIII dalam volume kecil) yang
tidak responsif terhadap desmopresin. Kriopresipitat juga dapat digunakan
untuk mengobati hipofibrinogenemia (seperti yang disebabkan oleh sel
darah merah yang dikemas) karena mengandung lebih banyak fibrinogen
daripada FFP.

20
Terapi Perdarahan
Prosedur tipe darah resepient dan donor pada langkah pertama adalah
memilih darah untuk terapi tansfusi. Tipe darah rutin yang menunjukkan
antigen (A, B, Rh) pada membran eritrosit yang tidak memiliki antigen A
atau B (atau keduanya). Antibodi tersebut dapat hancur dengan cepat pada
dekstruksi intravaskular pada eritrosit yang mengandung antigen yang sesuai.
1. Cross Match
Cross match sering terjadi pada eritrosit donor yang diinkubasi
dengan plasma penerima. Inkubasi plasma donor dengan eritrosit
penerima merupakan cross match minor. Cross-match juga untuk
pemeriksaan antibodi immunoglobulin G. Tipe spesifik darah hanya pada
tipe AB0-Rh yang telah ditentukan. Kemungkinan reaksi hemolitik yang
signifikan bereaksi dengan transfusi darah pada tipe spesifik sekitar 1
dalam 1000.
2. Tipe dan Pemeriksaan
Tipe dan pemeriksaan antigen A, B, dan Rh dan pemeriksaan
antibodi yang sering. Untuk prosedur pembedahan seperti hysterectomy,
cholecystectomy memerlukan transfusi darah.

2.6 Perhitungan Cairan


Jumlah darah dihitung berdasarkan Estimate Blood Volume (EBV)
- EBV Neonatus : 90 cc/kgBB
- EBV Bayi : 80 cc/kgBB
- EBV Anak + Dewasa : 70 cc/kgBB
Kebutuhan darah dihitung berdasarkan rumus:

Kebutuhan darah = kgBB X EBV X Persentase Perdarahan (%)

Penggantian kebutuhan darah dengan volume cairan kristaloid 2-3 kali lipat lebih
besar.

21
Algoritme Penatalaksanaan Perdarahan

Penderita Perdarahan

Pasang IV line jarum besar (jika diperlukan, pasang 2 IV line) +


Pengambilan Sample darah

Ukur TD, nadi, produksi urin, pernafasan

Tentukan estimasi jumlah perdarahan


(kebutuhan kristaloid 2-3x dari kebutuhan darah)

Resusitasi cepat dengan RL/RA/NaCl 0.9%


20-40cc/kgBB dalam ½ - 1 jam

Hemodinamik

Buruk Baik

Ulangi resusitasi cepat Cek Hb


dengan kristaloid 2-3x

Hb > 8gr% Hb < 8gr%


Hemodinamik

Resusitasi tahap lambat dalam 24 jam Transfusi


Buruk 8 jam I = ½ deficit + maintenance
16 jam II = ½ deficit + maintenance
Resusitasi
dengan koloid
Penggantian perdarahan dengan koloid = 1 : 1
dan persiapan
emergensi Penggantian perdarahan dengan kristaloid = 1 : 3
Kebutuhan maintenance pada orang dewasa :
2cc/kgBB/jam atau 50cc/kgBB/hari
Hemodinamik dikatakan baik jika :
Nadi < 100x/menit; TD sistolik > 100mmHg; Urine
output½-1cc/kgBB/jam 22
BAB III
KASUS PERDARAHAN

Tn.J berumur 23 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dibawa oleh
keluarganya setelah jatuh dari sepeda motor dan terluka di paha kiri bagian dalam. TD:
100/70mmHg, HR: 125x/i, RR: 30x/menit, akral dingin. GCS 13.

Pemeriksaan Fisik
B1 : Airway clear, nafas spontan, RR : 30x/menit, SPO2: 98% , SP :
Vesikuler, ST: (-), Tanda obstruksi jalan nafas (-), gerakan leher bebas,
Mallampati = 1
B2 : Akral dingin dan pucat, TD = 100/70 mmHg, HR: 125x/i, Reguller
dengan Hb 10mg/dL
B3 : CM, GCS 13, Pupil Isokor, Reflek Cahaya(+/+), defisit neurologis (-)
B4 : BAK (+), Warna Kuning pekat, kateter urin (+), Volume 200cc
B5 : Abdomen Soepel, Peristaltik (+), mual dan muntah(-), NGT (-)
B6 : Fraktur (-), Oedem (-), Hematoma (+) di ekstremitas superior dextra

Penatalaksanaan
a Kelas Perdarahan : Kelas III
Berdasarkan tanda klinis : HR 125x/i, tekanan darah 100/70mmHg, urine output :
200cc/jam.
b Resusitasi perdarahan:
1 Primary Survey (Pastikan Aiway dan Breathing Clear)
2 Pasang abocath 18G
3 Menentukan Estimated Blood Volume (EBV)
EBV = 70cc x BB pasien
= 70cc x 50kg
= 3500 cc
4 Menentukan Kebutuhan darah
Kebutuhan darah = 40% (kelas III) x EBV

23
= 40% x 3500cc
= 1400 cc darah = 4200 cc kristaloid
5 Resusitasi cepat
20cc/kgBB/1/2-1 jam = 20 cc x 50 kg
= 1000cc/1/2-1 jam
Tetesan makro = 1000cc x 20 tetesan makro = 67 gtt/i (cor)
30 menit

6 Resusitasi dengan koloid


Setelah resusitasi cepat tampak status hemodinamik pasien masih belum stabil.
Dilakukan resusitasi dengan koloid. Pada kasus ini diberikan koloid dalam
bentuk HES.
Kebutuhan koloid = (kebutuhan cairan kristaloid- (2 x resusitasi cepat) )
3
= ( 4200- (2 x 1000) )
3
= 733 cc koloid HES

7 Maintance
Setelah pemberian koloid keadaan hemodinamik pasien sudah stabil. Sehingga
hanya diperlukan pemberian maintanance dengan kristaloid
Maintanance = 2 cc/kgBB/jam
= 2cc x 50kg
= 100 cc/jam
= 2400 cc/24 jam kristaloid
Jumlah tetesan= 2400 x 20
24 x 60
= 33 gtt/i makro

8 Mencari sumber perdarahan dan memberikan penatalaksanaan sesuai


penyebab perdarahan

24
BAB IV
KESIMPULAN

Perdarahan merupakan komplikasi terbesar padatrauma. Perdarahan yang


menimbulkan gangguan sirkulasisecara klinis dikenal dengan syok. Perdarahan berat
adalah perdarahan yang mengakibatkan kehilangan darah sebanyak 30% atau lebih dari
estimate blood volume. Penatalaksanaan cairan pada syok perdarahan berat adalah
dengan melakukan resusitasi agresif/resusitasi standar (massive resuscitation) untuk
mengganti cairan yang hilang dengan menggunakan kristaloid dengan pemberian 3×
lipat dari estimate blood loss.
Pada perdarahan kelas III dan IV dibutuhkan pemberian koloid jika keadaan
pasien tidak stabil dengan pemberian kristaloid. Transfusi darah baik Whole Blood
(WB) dan Packed Red Cell (PRC) sering digunakan pada perdarahan akut namun WB
sendiri sudah jarang diberikan pada transfusi alogenik. Selain WB dan PRC, produk
darah lainnya seperti Fresh Frozen Plasma (FFP), maupun platelet juga digunakan yang
disesuaikan dengan indikasi pemberian.
Terapi cairan pada perdarahan dimulai dengan pemasangan IV line dan
perhitungan EBV maupun kebutuhan darah berdasarkan kelas perdarahan. Resusitasi
pada perdarahan terbagi menjadi resusitasi cepat dan resusitasi lambat. Resusitasi cepat
dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid sebanyak 2-3 kali lebih banyak dari
volume darah yang dibutuhkan. Kemudian, dilakukan penilaian terhadap hemodinamik
pasien untuk memastikan keberhasilan resusitasi. Pada keadaan hemodinamik stabil
dengan Hb > 8gr%, dapat dilakukan resusitasi lambat dengan pemberian deficit
diakumulasikan dengan maintenance. Sedangkan pada pasien dengan hemodinamik
stabil namun Hb < 8g% diperlukan transfusi darah baik berupa WB maupun PRC.

25
DAFTAR PUSTAKA

Henry S, Saud A, et al. 2018. Advanced Trauma Life Support : Shock. Chapter
3. 10 Edition. Chicago : American College of Surgeon.
th

Miller, Pardo. 2011. Basic of Anesthesia: Fluid Management Chapter 23.


Philladelphia : Elsevier.
Dewangga Ario, Vicky Sumarki. 2011. Journal Emergency The Optimum Need
of Ringer Lactat Fluid for Limited Resusitation (PermissiveHypotension) in Heavy
Bleeding Shock wich Causes the Most Minimum Increaseof Blood Lactate. Vol 1 No 1
Pringle K, Shah SP, Umulisa et al. Comparing the accuracy of the three popular
clinical dehydration scales in children with diarrhea. Int J Emerg Med. 2011;4:8
Pujo, J., Jatmiko, H. dan Arifin, J., 2013. Syok dan Pengelolaan Hemodinamik.
Dalam:Soenarjo & Jatmiko. Anestesiologi. Edisi 2. Semarang: Bagian Anestesiologi
danTerapi Intensif FK UNDIP. Hal.281-83.

26

Anda mungkin juga menyukai