Anda di halaman 1dari 26

Circulation Management

By :
ROSLIANA DEWI, SKp., M.H.Kes., M.Kep.
CIRCULATION MANAGEMENT

 Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang


mungkin dapat diatasi dengan terapi yg cepat dan tepat di RS.
 Syok pada penderita trauma harus dianggap disebabkan oleh
hipovolemia sampai terbukti sebaliknya.
 Dengan demikian maka diperlukan penilaian yang cepat dari status
hemodinamik penderita.
1. Pengenalan Syok

 Syok a/ suatu sindrom klinis yg terjadi akibat gangguan hemodinamik


dan metabolik dgn ditandai kegagalan sistem sirkulasi utk
mempertahankan perfusi dan oksigenasi yg adekuat ke organ2 vital
tubuh akibat gang. hemostasis tubuh yg serius.
 Beberapa penyebab syok :
a. Hipovolemia = perdarahan, luka bakar, dehidrasi
b. Kardiogenik = infark miokard, gagal jantung kongestif,
disritmia.
c. Obstruktif = tamponade perikardial, emboli pulmonal
d. Distributif = infeksi, sepsis, keracunan.
Lanjutan………….

2. Gejala lanjutan syok :

a. Penurunan pulsasi
nadi

b. Perubahan neurologia

c. Aritmia jantung

d. Hipotensi

e. Cardiac arrest
Lanjutan………….

 Pada fase awal jgn terlalu percaya pada tekanan darah dalam
menentukan syok krn :

a. Tekanan darah sebelumnya tidak diketahui.

b. Diperlukan kehilangan volume darah lebih dari 30% utk dpt


terjadi penurunan tekanan darah yg signifikan.
Lanjutan……..

 Ada 2 pemeriksaan yg dalam hitungan detik dapat memberikan


informasi mengenai keadaan hemodinamik, yakni keadaan kulit akral
dan nadi.
a. Keadaan kulit akral
Warna kulit dpt membantu diagnosa hipovolemia, wajah pucat
keabu-abuan dan kulit ekstremitas yg pucat serta dingin mrpkn
tanda syok.
b. Nadi
Nadi yg besar seperti arteri femoralis atau arteri carotis harus
diperiksa bilateral, utk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.
Pada syok nadi akan kecil dan cepat.
Syok Hipovolemik

a/ terjadi akibat volume failure yaitu ketika volume cairan di


sirkulasi hilang dlm jumlah besar dan mendadak.

Penurunan volume cairan di sirkulasi mengganggu perfusi ke


jaringan shg menyebabkan gang. metabolisme di tingkat sel dan
bahkan kematian sel.
Kelas Syok berdasarkan klasifikasi ATLS

Penilaian Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4


Kehilangan < 15% 15% - 30% 30% - 40% > 40%
darah
Frek nadi < 100 >100 > 120 > 140
Tek darah Normal Normal Menurun Menurun
Tek nadi Normal atau Menurun Menurun Menurun
meningkat
Frek napas 14 - 20 20 - 30 30 - 40 >35
Status mental Gelisah Lebih gelisah Gelisah, Kebingunan ,
kebingungan lesu
Syok Hipovolemik Karena Dehidrasi

Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan


Dehidrasi ringan : Selaput lendir kering, nadi Pergantian volume cairan
Kehilangan cairan tubuh normal atau sedikit yang hilang dengan
sekitar 5 % BB meningkat cairan kristaloid (NaCl
0,9% atau RL)

Dehidrasi sedang : Selaput lendir sangat Pergantian volume cairan


Kehilangan cairan tubuh kering, lesu, nadi cepat, yang hilang dengan
sekitar 8 % BB tekanan darah turun, cairan kristaloid (NaCl
oligouria 0,9% atau RL)

Dehidrasi berat : Selaput lendir pecah- Pergantian volume cairan


Kehilangan cairan tubuh pecah, pasien dapat tidak yang hilang dengan
> 10 % sadar, tekanan darah cairan kristaloid (NaCl
menurun, anuria 0,9% atau RL)
Syok hipovolemik karena perdarahan

Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan


Kelas I : kehilangan volume Hanya takikardi minimal, nadi < 100 Tidak perlu penggantian volume
darah < 15 % EBV kali/menit cairan secara IVFD
Kelas II : kehilangan volume Takikardi (>120 kali/menit), takipnea Pergantian volume darah yang
darah 15 – 30 % EBV (30-40 kali/menit), penurunan pulse hilang dengan cairan kristaloid
pressure, penurunan produksi urin (NaCl 0,9% atau RL) sejumlah 3
(20-30 cc/jam) kali volume darah yang hilang
Kelas III : kehilangan volume Takikardi (>120 kali/menit), takipnea Pergantian volume darah yang
darah 30 - 40 % EBV (30-40 kali/menit), perubahan status hilang dengan cairan kristaloid
mental (confused), penurunan (NaCl 0,9% atau RL) dan darah
produksi urin (5-15 cc/jam)
Kelas IV : kehilangan volume Takikardi (>140 kali/menit), takipnea Pergantian volume darah yang
darah > 40 % EBV (35 kali/menit), perubahan status hilang dengan cairan kristaloid
mental (confused dan lethargic), (NaCl 0,9% atau RL) dan darah
Bila kehilangan volume darah > 50
% : pasien tidak sadar, tekanan
sistolik sama dengan diastolik,
produksi urin minimal atau tidak
keluar
2. Kontrol Perdarahan

 Perdarahan dapat secara eksternal dan internal


 Perdarahan internal berasal dari :
a. Rongga torak
b. Rongga abdomen
c. Fraktur pelvis
d. Fraktur tulang panjang
e. Perdarahan didaerah retroperitoneal
Lanjutan……

 Pengelolaan perdarahan eksternal :


 Pengelolaan perdarahan eksternal dengan penekanan langsung
pada luka.
 Jarang diperlukan penjahitan utk mengendalikan perdarahan luar.
 Turniket jangan dipakai krn akan dpt merusak jaringan krn
menyebabkan iskemia distal dari turniket.
Lanjutan…..

 Cara menghentikan perdarahan :


1. Menekan tempat perdarahan, bisa dgn menggunakan kasa (balut
tekan)
2. Tinggikan anggota badan dari jantung utk memperlambat alian
darah dan membantu pembekuan
3. Penekanan secara tdk langsung pada titik tekan arteri besar :
a. Utk perdarahan di ekstremitas atas gunakan titik tekan pada
arteri brachialis disisi medial lengan, pertengahan antara bahu
dan siku.
b. Utk perdarahan di ekstremitas bawah, gunakan tekan titik
pada arteri femoralis pada lipatan antara abdomen dan paha.
Lanjutan…..

 Pengelolaan perdarahan internal :


 Bidai dapat digunakan utk mengontrol perdarahan dari suatu
fraktur pada ekstremitas.
 Pneumatic anti shock garment a/ suatu alat utk menekan pada
keadaan faktur pelvis, namun alat ini mahal dan sulit didapat,
sebagai gantinya dapat dipakai gurita sekitar pelvis.
 Perdarahan intra-abdominal atau intra-torakal yg masif, dan tidak
dapat diatasi dgn pemberian cairan intravena yg adekuat,
menuntut dilakukannya operasi segera uk menghentikan
perdarahan.
Lanjutan…..

 Tanda-tanda fraktur :
 Perubahan bentuk / deformitas
 Bengkak
 Nyeri
 Gangguan saraf/perasaan
Lanjutan……

 Aturan umum pemasangan bidai :


1. Lepaskan pakaian pasien, shg bagian ekstremitas yg cedera
tampak seluruhnya.
2. Periksa pulsasi dan sensorik bagian distal dari tempat fraktur
sebelum dan sesudah pemasangan bidai.
3. Luka terbuka harus ditutup dulu dengan kassa steril dan
perdarahan di kontrol dulu baru kemudian dipasang bidai.
4. Pasang bidai dengan melewati 2 sendi dari tulang yg fraktur.
5. Pasang padding/bantalan secukupnya terutama pada tulang yg
menonjol.
6. Pada fraktur terbuka, jangan memasukkan ujung tulang yg patah
kedalam lg. Tutup bagian tulang yg keluar dgn kassa steril baru
kemudian dipasang bidai.
3. Perbaiki volume

 Kehilangan darah sebaiknya diganti dengan darah, namun penyediaan


darah memerlukan waktu, karena itu pada awalnya akan diberikan
cairan kristaloid 1 – 2 liter utk mengatasi syok hemoragik melalui 2
jalur dengan jarum intravena yg besar.
 Cairan krisaloid ini sebaiknya RL walaupun NaCl fisiologis juga dapat
dipakai.
 Cairan ini diberikan dengan tetesan cepat melalui suatu kateter
intravena yg besar.
 Cairan ini juga harus dihangatkan utk menghindari terjadinya
hipotermia.
 Pemasangan kateter urin dapat dipertimbangkan guna pemantauan
urin.
LANJUTAN…….

 Saat dikenali syok (penderita trauma), harus dianggap sbg syok


hemoragik.
 Sambil dipasang infus, dilakukan penekanan pada perdarahan luar
(bila ada).
 Bila tdk ada perdarahan luar dilakukan pencarian adanya
perdarahan internal.
 Sambil mencari sumber perdarahan dilakukan evaluasi respon
penderita terhadap pemberian cairan.
Lanjutan…….

 Kemungkinan adalah :
a. Respon baik, setelah diguyur, tetesan diperlahan, tanda-tanda
perfusi baik (kulit menjadi hangat, nadi menjadi besar dan
melambat, tensi naik). Ini pertanda perdarahan sudah berhenti.
b. Respon sementara, setelah tetesan dipelankan, ternyata
penderita masuk syok lagi. Ini mungkin disebabkan resusitasi
cairan masih kurang atau perdarahan berlanjut.
c. Respon tidak ada, apabila sama sekali tidak ada respon
terhadap pemberian cairan, maka harus dipikirkan perdarahan
yg hebat atau syok non hemaragik (paling sering kardiogenik).

Anda mungkin juga menyukai